oleh:
Rofi Syahrizal, S.Kep NIM 1823111010--
Juwarti, S.Kep. NIM 182311101017
Rini Sulistiyowati, S.Kep NIM 1823111010—
Mahda Febriyanti E. P. P, S.Kep NIM 1823111010—
A. Definisi Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan
kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan
untuk aktualisasi diri (Mubarak et al 2015 dalam Pradana 2016).
Latihan mobilisasi atau rehabilitasi juga bertujuan untuk memperbaiki fungsi
neurologis melalui terapi fisik dan tehnik-tehnik lain. Mobilisasi dan rehabilitasi
dini di tempat tidur merupakan suatu program rehabilitasi. Tujuannya adalah
untuk mencegah terjadinya kekakuan (kontraktur) dan kemunduran pemecahan
kekakuan (dekondisioning), mengoptimalkan pengobatan sehubungan masalah
medis dan menyediakan bantuan psikologis pasien dan keluarganya(Junaidi, 2006
dalam Pradana 2016). Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan biasanya
menyangkut tentang kemampuan untuk mobilisasi secara mandiri. Aktivitas fisik
yang kurang memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem
musculoskeletal seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan
ketidakefektifan fungsi organ internal lainnya (Potter & Perry, 2006).
Menurut Mubarak 2008 jenis mobilisasi sebagai berikut:
1. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik
volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi
oleh gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat
dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.
Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas
bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian
ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomilitis
karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
3. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan
B. Epidemiologi
Pemecahan protein, klien kehilangan massa tubuh yang tidak berlemak.
Massa otot berkurang tidak stabil untuk mempertahankan aktivitas tanpa
meningkatnya kelemahan. Jika mobilisasi terus terjadi dan klien tidak melakukan
latihan, kehilangan massa otot akan terus terjadi (Asmadi, 2008). Kelemahan otot
juga terjadi karena imobilisasi, dan imobilisasi lama sering menyebabkan atrofi
angguran, dimana atrofi angguran (disuse atrophy) adalah respon yang dapat
diobservasi terhadap penyakit dan menurunnya aktifitas kehidupan sehari-hari.
Dan imobilisasi kehilangan daya tahan, menurunnya massa dan kekuatan otot, dan
instabilitas sendi menyebabkan klien beresiko mengalami cedera. Selain itu pasien
yang tirah baring tanpa melakukan mobilisasi akan mengakibatkan munculnya
dekubitus ( Setyawan 2008 dalam Yetiyana 2013).
C. Etiologi
Penyebab yang dapat mempengaruhi mobilisasi antara lain (Kozier, 1995
dalam Khairani, 2013):
1. Usia dan status perkembangan
Perbedaan tingkat mobilisasi salah satunya disebabkan oleh perbedaan usia.
Orang dewasa akan mempunyai tingkat mobilitas yang berbeda dengan anak-
anak. Anak yang sering sakit juga akan mempunyai mobilitas berbeda dengan
anak yang sehat.
2. Gaya hidup
Masing-masing individu mempunyai gaya hisup sendiri yang berbeda-beda.
Hal ini juga dapat bergantung pada tingkat pendidikannya. Semakin tinggi
tingkat pendidikan individu maka perilakunya akan dapat meningkatkan
kesehatannya. Apabila pengetahuan tinggi tentunya akan diikuti pengetahuan
tentang mobilitas dan akan senantiasa melakukan mobilitas dengan cara yang
sehat.
3. Proses dari suatu penyakit
Individu yang dihadapkan dengan penyakit tertentu akan berpengaruh
terhadap mobilitasnya. Contohnya seseorang yang menderita patah tulang
akan kesulitan dalam melakukan mobilisasi secara bebas.
4. Kebudayaan
Suatu budaya dapat mempengaruhi seseorang meliputi pola dan sikap dalam
beraktivitas, misalnta seorang anak desa akan biasa dengan jalan kaki berbeda
dengan anak kota yang menggunakan kendaraan pribasi. Sehingga dapat
disimpulkan mobilitasnya sangat berbeda.
5. Tingkat energi
Individu dalam melakukan mobilitas akan membutuhkan sebuah energi.
Individu yang sedang sakit akan mempunyai tingkat mobilitas yang lebih
sedikit dibandingkan dengan individu yang sehat.
D. Tanda dan Gejala
Seseorang yang mengalami gangguan mobilitas mengalami beberapa
tanda dan gejala antara lain (Herdman dan Kamitsuru, 2015):
a. Hambatan mobilitas fisik
1) Keterbatasan rentang gerak
2) Penurunan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar
3) Instabilitas postur
4) Gangguan sikap berjalan
5) Gerakan lambat
b. Defisit perawatan diri: mandi
1) ketidakmampuan membasuh tubuh
2) ketidakmampuan mengakses kamar mandi
3) ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
4) ketidakmampuan mengatur air mandi
5) ketidakmampuan menjangkau sumber air
c. Defisit perawatan diri: eliminasi
1) Ketidakmampuan melakukan higiene eliminasi secara komplit
2) Ketidakmampuan mencapai toilet
3) Ketidakmampuan naik ke toilet
No Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan mobilitas ditempat tidur
Definisi: keterbatasan pergerakan mandiri dari satu posisi keposisi yang
lain ditempat tidur.
Batasan karakteristik:
- Hambatan kemampuan bergerak antara posisi duduk lama da
telentang
- Hambatan kemampuan bergerak anatara posisi telungkup dan
telentang
- Hambatan kemampuan bergerak anatara posisi duduk dan
telentang
Kondisi terkait:
- Gangguan fungsi kognitif
- Gangguan muskuluskeletal
- Gangguan neuromuskular
- Agens farmaseutika
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8. Risiko sindrom disuse
Definisi: rentan terhadap penyimpangan sistem tubuh akibat inaktivitas
muskulusskeletal yang diprogramkan atau yang tidak dapat dihindari,
yang dapat mengganggu kesehatan.
Faktor risiko:
- Nyeri
Kondisi terkait:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Imobilisasi mekanis
- Paralisis
- Program imobilisasi
H. Perencanaan/ Nursing Planning
3. Pegerakan sendi
4. Kognisi
5. Konservasi energi
6. Tingkat nyeri
2. Hambatan
mobilitas fisik
(00085) domain 4
kelas 2
3. Hambatan
mobilitas berkursi
roda (00089)
domain 4 kelas 2
4. Hambatan duduk
(00237) donain 4
kelas 2
5. Hambatan berdiri
(00238) domain 4
kelas 2
6. Hambatan
kemampuan
berpindah
(00090) domain 4
kelas 2
7. Hambatan
berjalan (00088)
domain 4 kelas 2
8. Risiko sindrom
disuse (00040)
domain 4 kelas 2