Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat (Suyono, 2007).
Pneumonia menjadi salah satu penyakit menular sebagai faktor
penyebab kematian pada anak. Pneumonia menjadi target merupakan penyebab
utama kematian balita di dunia. Pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 2
juta balita setiap tahunnya. Pneumonia disebabkan oleh peradangan paru yang
membuat napas menjadi sakit dan asupan oksigen sedikit (WHO, 2014).
Tingginya angka kematian balita akibat pneumonia mengakibatkan target
MDG’s (Millennium Development Goals) ke-4 yang bertujuan menurunkan
angka kematian anak sebesar 2/3 dari tahun 1990 sampai 2014 tidak tercapai
(WHO, 2015).
Menurut WHO (World Health Organization) angka kematian balita
pada tahun 2013 masih tinggi mencapai 6,3 juta jiwa. Kematian balita tertinggi
terjadi di negara berkembang sebanyak 92% atau 29.000 balita/hari (Rahman
dkk, 2014). Kematian balita sebagian besar disebabkan oleh penyakit menular
seperti pneumonia (15 %), diare (9%), dan malaria (7%) (WHO, 2013).
WHO memperkirakan pada tahun 2013, ada 935.000 balita meninggal
karena pneumonia. Kematian balita karena pneumonia sebagian besar
diakibatkan oleh pneumonia berat berkisar antara 7%-13%. Menurut WHO pada
tahun 2014 memperkirakan ada 161 juta balita mengalami masalah gizi. Masalah
gizi terbesar terjadi pada balita mencapai 51 juta balita. Kematian balita akibat
gizi sebesar 2,8 juta jiwa dan mengalami defisiensi mikronutrien sebesar 2
miliar. Masalah gizi tertinggi terjadi di Negara Afrika dan Asia Timur termasuk
Indonesia (WHO, 2014).

1
2

Menurut WHO (2014), kematian pneumonia di Indonesia pada tahun


2014, berada pada urutan ke-8 setelah India (174.000), Nigeria (121.000),
Pakistan (71.000), DRC (48.000), Ethiopia (35.000), China (33.000), Angola
(26.000), dan Indonesia (22.000).
Pneumonia merupakan penyebab kematian balita ke-2 di Indonesia
setelah diare. Jumlah penderita pneumonia di Indonesia pada tahun 2014
berkisar antara 23%-27% dan kematian akibat pneumonia sebesar 1,19%.
Sedangkan penderita pneumonia di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2014,
terdapat kasus pneumonia sebanyak 55.932 penderita, kematian sebanyak 67
jiwa (Kemenkes RI, 2014).
Pneumonia di negara berkembang dipengaruhi oleh beberapa faktor
intrinsik maupun ekstrinsik. Menurut penelitian (Mokoginta 2013), faktor
intrinsik penyebab pneumonia seperti pemberian ASI eksklusif dan status gizi,
sedangkan faktor ekstrinsik penyebab pneumonia antara lain jenis lantai, kondisi
lantai, dan ventilasi rumah.
Sedangkan menurut penelitian (Rahman dkk, 2014), menyimpulkan
bahwa ada hubungan status gizi dengan pneumonia dan diare terutama pada anak
usia antara 13-24 bulan sebesar 45,45%. Masalah gizi seperti anemia berisiko
mengakibatkan pneumonia. Penelitian yang dilakukan oleh Fekadu (2014),
menyimpulkan bahwa orang yang menderita stunting atau masalah gizi berisiko
lebih banyak menderita pneumonia dibandingkan orang yang normal.
Berdasarkan penelitian (Setiawan R, dkk, 2010), menyimpulkan bahwa
balita yang mempunyai status gizi buruk berisiko terkena pneumonia sebesar 27
dengan pengukuran BB/U dengan melihat KMS yang dimiliki balita. Status gizi
dan infeksi saling berinteraksi, karena infeksi dapat mengakibatkan status gizi
kurang dengan berbagai mekanisme dan sebaliknya status gizi juga dapat
menyebabkan infeksi.
3

Kasus pneumonia di Kabupaten Cianjur pada tahun 2016, pada anak usia
<1-5 tahun pada anak laki-laki 3.089 penderita pneumonia sedangkan pada anak
perempuan 3.496 penderita pneumonia. Maka dapat diperoleh penderita
pneumonia pada anak dan balita di Kabupaten Cianjur dengan jumlah 6.585
penderita pneumonia pada tahun 2016 (Dinkes Kab. Cianjur, 2016).
Pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di dunia yang
menyebabkan lebih dari 2 juta setiap tahunnya. Serta penyebab kematian balita
ke-2 di Indonesia sedangkan di Cianjur pada tahun 2016 ada 6.588 penderita
pneumonia, serta di RSUD Sayang Kabupaten Cianjur pada tahun 2017,
pneumonia berada di urutan ke-5. Maka hasil dari latar belakang tersebut peneliti
sangat tertarik untuk mengambil judul pneumonia yang dikarenakan banyaknya
jumlah penderita pneumonia pada anak dan balita.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Pengaruh Efektifitas
Fisioterapi Dada (Claping) Pada Anak Dengan Bronkopnemonia di RSUD
Sayang Cianjur”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengaplikasikan tindakan fisioterapi dada (claping) pada klien
dengan bronkopnemonia di RSUD Sayang Kabupaten Cianjur.
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji klien dengan pneumonia di RSUD Sayang Kabupaten Cianjur.
b. Merumuskan diagnosis keperawatan pada klien dengan pneumonia di
RSUD Sayang Kabupaten Cianjur.
c. Menyusun intervensi keperawatan pada klien dengan pneumonia di RSUD
Sayang Kabupaten Cianjur.
d. Melaksanakan intervensi keperawatan pada An. S dengan pneumonia di
ruang Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten Cianjur.
4

e. Melaksanakan evaluasi pada klien dengan pneumonia di RSUD Sayang


Kabupaten Cianjur.

D. Manfaat penelitian
1. Bagi penuslis
Asuhan keperawatan anak dapat memberikan pengetahuan dan
pengalaman yang lebih mendalam dan upaya dalam memberikan asuhan
keperawatan anak khususnya pada pasien dengan gangguan sistem
pernafasan pneumonia.
2. Bagi instansi
a. Pendidikan
Asuhan keperawatan anak dapat menjadi bahan pertimbangan dan sumber
kepustakaan dalam proses pembelajaran dan perkembanagan ilmu
keperawatan khususnya anak dengan pneumonia.
b. Rumah Sakit
Asuhan keperawatan anak sebagai bahan masukan Institusi dan evaluasi
dalam pemberdayaan pemberian asuhan keperawatan terhadap anak
dengan pneumonia.
c. Bagi Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat diharapkan dapat memberikan informasi di
bidang keperawatan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dan kemajuan asuhan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai