Anda di halaman 1dari 22

39

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

Makassar pada tanggal 08 Maret - 28 Maret 2018. Penelitian ini adalah

penelitian dengan metode pendekatan desktriptif di mana gambaran kualitas

tidur dan fungsi kognitif pada pasien penyakit paru obstruksi kronik

diobservasi pada suatu saat (point time approach) artinya setiap

subyek/sampel penelitian diobservasi sekali saja.

Jumlah sampel yang diambil sebanyak 52 orang responden. Metode

pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Purposive sampling,

dimana pengambilan sampel dilakukan pada penderita PPOK yang dapat

mewakili karakteristik populasi yang telah dikenali sebelumnya. Setelah

dilakukan pengolahan dan analisis data, maka hasil penelitian dapat disajikan

secara deskriptif dengan analisa univariat sebagai berikut :


40

1. Karakteristik responden

Tabel 2
Karakteristik Responden PPOK Di Balai Besar Kesehatan Paru
Masyarakat Makassar
Tahun 2018

Karakteristik responden n %
Umur:
Dewasa akhir (36 - 45 tahun) 7 13,5
Lanjut usia awal (46 - 55 tahun) 10 19,2
Lanjut usia akhir (56 - 65 tahun) 15 28,8
Manula (> 65 Tahun) 20 38,5
Jenis kelamin:
Laki – laki 41 78,8
Perempuan 11 21,2
Pendidikan:
Tidak sekolah 9 17,3
SD 24 46,2
SMP 4 7,7
SMA 8 15,4
Perguruan Tinggi 7 13,5
Pekerjaan:
Tidak bekerja 4 7,7
Petani 16 30,8
Nelayan 7 13,5
IRT 7 13,5
Pensiunan 2 3,8
PNS 5 9,6
Buruh 5 9,6
Wiraswasta 6 11,5
Lama sakit
Lama ≥ 2 tahun 40 76,9
Baru < 2 tahun 12 23,1
Jumlah 52 100,0
Sumber : Data primer 2018

Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat karakteristik responden PPOK

berdasarkan kelompok umur terbanyak yaitu kelompok umur Manula ( > 65

tahun) sebanyak 20 orang (38,2%). Dan kelompok umur paling sedikit yaitu
41

pada kelompok umur dewasa akhir (36 – 45 tahun) sebanyak 7 orang (13,5%).

Berdasarkan jenis kelamin, responden laki - laki yaitu sebanyak 41 orang

(78,8%), sedangkan responden perempuan sebanyak 11 orang (21,2%).

Berdasarkan tingkat pendidikan responden terbanyak yaitu tingkat pendidikan

SD sebanyak 24 orang (46,2%) dan tingkat pendidikan paling sedikit yaitu

SMP sebanyak 4 orang (7,7%). Dan pada pekerjaan responden terbanyak pada

pekerjaan petani sebanyak 16 orang (30,8%) dan yang paling sediki yaitu

pensiunan sebanyak 2 orang 9 (3,8%). Dan pasien PPOK yang lama sakit ≥ 2

tahun sebanyak 40 orang (76,9%) dan yang baru menderita PPOK < 2 tahun

sebanyak 12 orang ( 23,1%).

2. Analisis univariat

a. Karakteristik kualitas tidur dan fungsi kognitif pada pasien PPOK

Tabel 3
Karakteristik kualitas tidur dan fungsi kognitif pada pasien PPOK Di Balai
Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar
Tahun 2018

Variabel penelitian n %
Kualitas tidur
Buruk 35 67,3
Baik 17 32,7
Fungsi kognitif
Gangguan kognitif 29 55,8
Kognitif normal 23 44,2
Jumlah 52 100,0
Sumber : Data primer 2018

Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa dari 52 responden, sebanyak 35 orang

(67,3%) mengalami kualitas tidur yang buruk dan 17 orang (32,7%)

mempunyai kualitas tidur yang baik. Dan pada fungsi kognifitif dari 52
42

responden, sebanyak 29 orang (55,8%) mengalami gangguan kognitif dan 23

orang (44,2%) mempunyai fungsi kognitif yang normal.

b. Nilai rata – rata kualitas tidur dan fungsi kognitif

Tabel 4
Nilai rata – rata kualitas tidur dan fungsi kognitif pada pasien PPOK

n Minimum Maximum Mean Std. Deviation


Skor PSQI 52 2 16 6.92 3.295
Skor MMSE 52 14 30 22.77 4.714
Jumlah 52
Sumber : Data primer 2018

Berdasarkan tabel 4 di atas dapat di lihat skor rata – rata kualitas tidur

pasien PPOK berdasarkan kuesioner PSQI yaitu 6,92 (0 -21) dimana skor ≥ 5

kualitas tidur buruk dan pada fungsi kognitif skor rata – rata pasien PPOK

berdasarkan kuesioner MMSE yaitu 22,77 dimana skor < 24 mengalami

gangguan fungsi kognitif.


43

c. Distribusi antara kualitas tidur dengan karakteristik responden

Tabel 5
Distribusi antara kualitas tidur dan fungsi kognitif dengan usia responden

Kualitas tidur
Jumlah
Karakteristik responden Buruk lahBaik
n % n % n %
Umur
Dewasa akhir (36 – 45 tahun) 5 71,4 2 28,6 7 100,0
Lanjut usia awal (46 - 55 tahun) 7 70,0 3 30,0 10 100,0
Lanjut usia akhir (56 - 65 tahun) 7 46,7 8 53,3 15 100,0
Manula ( > 65 Ttahun) 16 80,0 4 20,0 20 100,0
Jenis kelamin
Laki – laki 28 68,3 13 31,7 41 100,0
Perempuan 7 63,6 4 36,4 11 100,0
Pendidikan
Tidak sekolah 8 88,9 1 11,1 9 100,0
SD 16 66,7 8 33,3 24 100,0
SMP 2 50,0 2 50,0 4 100,0
SMA 5 62,5 3 37,5 8 100,0
Perguruan tinggi 4 57,1 3 42,9 7 100,0
Pekerjaan
Tidak bekerja 2 50,0 2 50,0 4 100,0
Petani 11 68,8 5 31,2 16 100,0
Nelayan 6 85,7 1 14,3 7 100,0
IRT 5 71,4 2 28,6 7 100,0
Pensiunan 2 100, 0 0 2 100,0
PNS 2 40,0 3 60,0 5 100,0
Buruh 3 60,0 2 40,0 5 100,0
Wiraswasta 4 66,7 2 33,3 6 100,0
Lama sakit
Lama ≥ 2 tahun 29 72,5 11 27,5 40 100,0
Baru < 2 tahun 6 50,0 6 50,0 12 100,0
Jumlah 35 67,3 17 32,7 52 100,0
Sumber : Data primer 2018

Berdasarkan tabel 5, dari 52 pasien PPOK 35 orang (67,3%) yang

mengalami kualitas tidur yang buruk, paling banyak terjadi pada usia Manula

(> 65 tahun) sebanyak 16 orang (80,0%). Berdasarkan tabel 6, dari 35 orang

(67,3%) responden yang mengalami kualitas tidur buruk paling banyak terjadi
44

pada jenis kelamin laki - laki sebanyak 28 orang (63,3%). Berdasarkan tabel 7,

dari 52 responden 35 (67,3%) di antaranya mengalami kualitas tidur buruk dan

paling banyak terjadi pada tingkat pendidikan SD sebanyak 16 orang (66,7%).

Dan dari 29 orang (55,8%) yang mengalami gangguan kognitif paling banyak

terjadi pada jenis pekerjaan petani sebanyak 13 orang (81,2%). Berdasarkan

tabel 9 di atas, dari 40 responden yang lama menderita PPOK, 29 orang

(72,5%) mengalami kualitas tidur yang buruk dan dari 12 orang yang baru

menderita PPOK, 6 orang (50,0%) mengalami kualitas tidur yang buruk dan 6

orang (50,0%) yang mengalami kualitas tidur yang baik.


45

d. Distribusi antara fungsi kognitif dengan karakteristik responden

Tabel 6
Fungsi kognitif berdasarkan karakteristik responden PPOK

Fungsi kognitif
Gangguan Kognitif Jumlah
Karakteristik responden kognitif normal
n % n % n %
Umur
Dewasa akhir (36 – 45 tahun) 2 28,6 5 71,4 7 100,0
Lanjut usia awal (46 - 55 tahun) 1 10,0 9 90,0 10 100,0
Lanjut usia akhir (56 - 65 tahun) 9 60,0 6 40,0 15 100,0
Manula ( > 65 Ttahun) 17 85,0 3 15,0 20 100,0
Jenis kelamin
Laki – laki 23 56,1 18 43,9 41 100,0
Perempuan 6 54,5 5 45,5 11 100,0
Pendidikan
Tidak sekolah 7 77,8 2 22,2 9 100,0
SD 18 75,0 6 25,0 24 100,0
SMP 2 50,0 2 50,0 4 100,0
SMA 2 25,0 6 75,0 8 100,0
Perguruan tinggi 0 0 7 100, 7 100,0
Pekerjaan
Tidak bekerja 3 75,0 1 25,0 4 100,0
Petani 13 81,2 3 18,8 16 100,0
Nelayan 5 71,4 2 28,6 7 100,0
IRT 4 57,1 3 42,9 7 100,0
Pensiunan 0 0 2 100, 2 100,0
PNS 0 0 5 100, 5 100,0
Buruh 3 60,0 2 40,0 5 100,0
Wiraswasta 1 16,7 5 83,3 6 100,0
Lama sakit
Lama ≥ 2 tahun 24 60,0 16 40,0 40 100,0
Baru < 2 tahun 5 41,7 7 58,3 12 100,0
Jumlah 29 55,8 23 44,2 52 100,0
Sumber : Data primer 2018

Dan dari 29 (55,8%) orang yang mengalami gangguan kognitif paling

banyak terjadi pada usia Manula ( > 65 tahun ) sebanyak 17 orang (85,0 %).

Dan dari 29 orang (55,8%) yang mengalami gangguan kognitif, 23 orang

(56,1) di antaranya terjadi pada jenis kelamin laki – laki.


46

dan dari 52 responden 29 (55,8%) orang di antarannya mengalami

gangguan kognitif dan paling banyak terjadi pada tingkat pendidikan SD

sebanyak 18 orang (75,0%). Berdasarkan tabel 8. Dari 52 responden 35 orang

(67,3%) di antaranya mengalami kualitas tidur buruk dan paling banyak terjadi

pada jenis pekerjaan petani sebanyak 11 orang (68,8%). Dan dari 40 orang

responden yang lama menderita PPOK, 24 orang (60,0%) mengalami

gangguan kognitif dan dari 12 orang yang baru menderita PPOK, 5 orang

(41,7%) di antaranya menggalami gangguan kognitif.

B. Pembahasan

1. Karakteristik responden

Kelompok umur dalam penelitian ini terbagi 4 yaitu, dewasa akhir (36 –

45) tahun, lanjut usia wal (46 - 55 Tahun), lanjut usia akhir (56 - 65 aahun)

dan manula (> 65 tahun). Hasil penelitian pada karakteristik responden

berdasarkan kelompok umur terbanyak yaitu kelompok umur Manula ( > 65

tahun) sebanyak 20 orang (38,2%) dari 52 responden. Penelitian ini

menguatkan teori Ikawati Zullies (2016). Semakin bertambahnya usia, maka

semakin besar risiko menderita PPOK ini dikarenakan di usia lanjut kondisi

tubuh mulai menurun. Dan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung

Disease (2017) mengatakan penuaan dapat menyebabkan kejadian PPOK.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh

Kumbhare et al (2016) di Amerika serikat yang melihat prevalensi asma dan

penyakit paru obstruktif kronik mendapatkan hasil prevalensi PPOK

meningkat dengan seiring bertambahnya usia. Hal ini sesuai gambaran


47

responden yang berkunjung di poli klinik di Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat Makassar yaitu mayoritas kelompok umur lansia.

Hasil penelitian menunjukkan PPOK lebih banyak terjadi pada jenis

kelamin laki - laki dari pada jenis kelamin perempuan yaitu laki – laki

sebanyak 41 orang (78,8%) dari 52 responden. Penelitian ini menguatkan teori

Ikawati Zullies (2016) laki - laki lebih berisiko terkena PPOK dari pada

wanita, mungkin hal ini terkait dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun

ada kecenderungan peningkatan prevalensi PPOK pada wanita yang merokok.

Sedangkan dalam GOLD 2017, kejadian PPOK mengalami peningkatan

dalam prevalensi, morbiditas, dan mortalitas pada wanita. Selama beberapa

beberapa tahun terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh peningkatan

historis dalam konsumsi tembakau di kalangan perempuan. Sehingga Word

Healt Organization dalam GOLD 2017 mengatakan sekarang perempuan

memiliki risiko yang tinggi dalam prevalensi kejadian PPOK diseluruh dunia.

Dan gambaran penderita penyakit paru obstruksi kronik pada poli klinik

penelitian mayoritas responden yang berkunjung adalah dominan berjenis

kelamin laki– laki.

Tingkat pendidikan SD merupakan tingkat pendidikan yang paling domina

terjadinya PPOK yaitu sebanyak 24 orang (46,2%) dari 52 responden, hal ini

sesuai gambaran responden yang berkunjung di poli klinik di Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat Makassar dominan berpendidikan Sekolah Dasar.

Pekerjaan sangat beragam jenisnya, dalam penelitian ini terdapat 8 jenis

pekerjaan yang dimiliki oleh responden yang menderita PPOK. Berdasarkan


48

penenlitian pekerjaan yang paling dominan terjadinya PPOK adalah petani

yaitu sebanyak 16 orang (30,8%). Pada teori Ikawati Zullies (2016), pekerjaan

yang paling bersisiko terkena PPOK adalah pekerjaan tambang emas atau

batu bara, industri gelas dan keramik yang terpapar debu silika, atau pekerja

yang terpapar debu katun dan debu gandum, toluene diisosianat, dan abses,

yang mempunyai risiko lebih besar terkena PPOK para pekerja dibandingkan

yang bekerja ditempat lain.

PPOK merupakan penyakit kronik yang di derita dalam waktu yang cukup

lama, namun dalam penenlitian ini lama menderita PPOK terbagi dalam dua

kategori yaitu yang lama menderita ≥ 2 tahun dan yang baru menderita < 2

tahun. Hasil penelitian menunjukkan dapat dilihat rata – rata pasien PPOK

yang berkunjung di poli klinik pulmonal menderita PPOK ≥ 2 tahun sebanyak

40 orang (76,9%) dari 52 responden. Seperti penelitian yang dilakukan oleh

Nieniek (2017) tentang rata – rata lama menderita pasien PPOK didapatkan

dari 60 sampel, 32 diantaranya menderita PPOK ≥ 2 tahun.

2. Analisa univariat

a. Karakteristik kualitas tidur pada pasien PPOK berdasarkan karakteristik

responden

1) Gambaran kualitas tidur berdasarkan usia

Berdarakan hasil penelitian dari 52 responden 35 orang (6,3%) di

antaranya mengalami gangguan kualitas tidur dan paling banyak terjadi pada

usia > 65 tahun sebanyak 16 orang (80,0%). Hasil ini mendukung teori

Sutanto dan Fitriena, (2017) mengatakan usia merupakan salah satu faktor
49

penentu lamanya tidur yang di butuhkan seseorang. Semakin muda seseorang,

maka semakin banyak waktu yang di butuhkan untuk tidur, sebaliknya

semakin tua usia maka semakin sedikit pula lama tidur yang dibutuhkan. Dan

penelitian ini di dukung oleh penelitian yang di lakukan Rudimin et al (2017),

yang mengunakan uji kolerasi pearson productmoment untuk melihat

hubungan usia dengan kualitas tidur. Dan didapat bahwa “ada hubungan yang

signifikan antara Tingkat umur dengan kualitas tidur pada lansia” dengan

keeratan nilai p value = 0,007 sehingga dapat disimpulkan p value = 0,007< α

(0,05). Dari urian di atas peneliti dapat menggambarkan usia dapat

mempengaruhi kualitas tidur.

2) Gambaran kualitas tidur berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan hasil penelitian dari 35 orang (67,3%) yang mengalami

gangguan kualitas tidur 28 orang (68,3%) berjenis kelamin laki – laki. Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan Haglow et al (2016)

yang blerjudul Perbedaan jenis kelamin dalam tidur yang diukur secara

objektif di PPOK. Hasil penelitian tersebut mendapatkan perbedaan yang

signifikan antara kualitas tidur pria dan wanita, Pria dengan PPOK

melaporkan gangguan tidur lebih banyak di banding wanita.

3) Gambaran kualitas tidur berdasarkan pekerjaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 52 responden memiliki berbagai

pekerjaan mulai dari Tidak bekerja, petani, nelayan, IRT, pensiunan, PNS,

buruh dan wiraswasta. Yang memiliki kualitas tidur yang buruk paling banyak

pada pekerja petani sebanyak 11 orang (68,8%), belum ada penelitian yang
50

pasti yang mampu mmenggambarkan hubungan kualitas tidur yang buruk

dengan pekerjaan atau pengaruh dari pengkerjaan dengan kualitas tidur yang

buruk pada pasien PPOK. Sehingga peneliti tidak bisa menyimpulkan

gambaran kualiitas tidur berdasarkan pekerjaan.

4) Gambaran kualitas tidur berdasarkan pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian dari 35 orang (67,3%) yang memiliki kualitas

tidur yang buruk. Lebih banyak terjadi pada tingkat pendidikan SD sebanyak

16 orang (66,7%). Secara teori dan penelitian belum ada yang mampu

membandingkan antara kualitas tidur dengan tingkat pendidikan seseorang,

namun dalam penelitian ini berdasarkan realitas yang terjadi dari 52 responden

yang menderita PPOK lebih banyak pada tingkat pendidikan SD.

5) Gambaran kualitas tidur berdasarakan lama sakit

Beradasarkan hasil penelitian dari 52 responden, 40 orang (76,9%)

menderita PPOK selama dua tahun atau lebih. Dan dari 40 orang yang lama

menderita PPOK 29 orang (55,8%) mengalami kualitas tidur yang buruk.

Penelitian yang di lakukan Nieniek (2017), mengatakan lama sakit

berhubungan dengan kualitas hidup pasien PPOK. Penurunan kualitas hidup

yang dapat menyebabkan gangguan fungsional salah satunya gangguan

kualitas tidur, kualitas tidur yang buruk pada klien dengan PPOK disebabkan

karena sesak napas, batuk dan produksi sekret yang berlebihan. Tidur yang

tidak adekuat dapat mengakibatkan gangguan fisik dan psikologi (Ulfa

hasanah et al, 2016).

b. Karakteristik fungsi kognitif berdasarkan karaktersitik responden


51

1) Gambaran fungsi kognitif berdasarkan usia

Pada fungsi kognitif, berdasarkan penelitian dari 52 responden, 29 (55,8%)

orang menggalami gangguan kognitif. Gangguan kognitif paling banyak

terjadi pada usia > 65 tahun sebanyak 17 orang (85,0%). Hasil tersebut sesuai

dengan penelitian yang menyatakan bahwa adanya mekanisme perubahan

yakni terjadinya dilatasi ventrikel berdampak pada fungsi kognitif yang

diakibatkan oleh faktor penuaan, yakni terjadinya perubahan volume pada

otak muncul lebih cepat sebanyak 1,18 % per tahun pada orang dewasa

dengan usia lebih dari 50 tahun, dan pada usia lebih dari 70 tahun sebanyak

1,85 % (Bherer et al. 2013). Selain itu rata - rata responden yang mengalami

perubahan fungsi kognitif berusia > 60 tahun, yang mana hal tersebut

berkaitan dengan usia yang rentan terjadinya atrofi hipokampus dengan

kondisi aliran darah ke otak (Chen et al. 2011). Maka pasien yang lebih

banyak mengalami perubahan fungsi kognitif adalah lansia, hal tersebut

dikarenakan seiring bertambahnya usia terdapat penurunan fisik, mental, dan

psikososial (Sutikno, 2011).

Dapat disimpulkan bahwa rerata responden yang mengalami perubahan

fungsi kognitif cenderung pada usia lebih dari 65 tahun, senada dengan

(Bherer et al, 2013) dimana usia tersebut berisiko mengalami perubahan

volume otak seiring bertambahnya usia dimulai dari usia 50 tahun.

2) Gambaran fungsi kognitif berdasarkan jenis kelamin

Dan dari 29 orang (55,8%) yang mengalami gangguan kognitif 23 orang

(56,1%) di antaranya adalah laki – laki. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian
52

yang menyatakan penyakit PPOK yang lebih banyak ditemukan pada pria

dibandingkan dengan wanita, dan perubahan kognisi, demensia, serta tanda

degeneratif pada otak lebih tinggi frekuensinya pada laki - laki namun pada

wanita lebih cenderung terjadi perubahan fungsi kognitif dikarenakan adanya

riwayat anemia (Syahir, 2015).

Hasil penelitian sesuai dengan pendapat Myers (2008) yakni kadar

hormone seks endogen berperan penting dalam mempengaruhi fungsi kognitif,

rendahnya tingkat bioavaibilitas estradiol berhubungan dengan penurunan

fungsi kognitif secara menyeluruh dan memori verbal. Estradiol merupakan

sebagai pelindung neuron/neuroprotective yang dapat meminimalisir

terjadinya trauma stress oksidatif. Dengan demikian jenis kelamin juga

mempengaruhi terjadi perubahan fungsi kognitif yang salah satunya adanya

perbedaan hormon antara laki - laki dan perempuan (Syahir, 2015).

3) Gambaran fungsi kognitif berdasarkan pekerjaan

Hasil penelitian menunjukkan dominan yang menderita PPOK adalah

petani, hal tersebut terbagi atas dua kategori yakni pasien petani yang

mengalami perubahan fungsi kognitif sebanyak 13 orang (81,2%) dan kognitif

normal 3 orang (18,8%). Belum ada penelitian yang pasti yang mampu

mengambarkan hubungan pekerjaan petani dengan gangguan fungsi kognitif.

Namun di korea ada study yang di lakukan Min et al (2015) yang meneliti

gambaran dari dampak pekerjaan terhadap fungsi kognitif dan fisik pada

dewasa tua di korea, menyimpulkan bahwa pensiunan dan pengangguran

memiliki kemampuan kognitif dan kemampuan fisik yang lebih rendah


53

dibandingkan dengan pekerja aktif, pada pria dengan durasi kerja yang lama

berkontribusi lebih baik pada fungsi kognitif maupun fisik akan tetapi pada

wanita dengan durasi kerja yang lama berdampak hanya pada kapasitas fisik.

Dengan catatan pada penelitian Min et al (2015) memiliki populasi dengan

durasi pekerjaan yang panjang, terutama pada pria kebanyakan dengan

pekerjaan buruh dan dari keterangan tersebut yang menjadi perbandingan

penelitian yang aktif yakni pekerja kasar lalu dengan perbandingan pria -

wanita, pekerja manual - non manual, dan pekerja aktif – pekerja pasif.

4) Gambaran fungsi kognitif berdasarkan pendidikan

Hasil yang di dapat pada domain pendidikan dengan perubahan fungsi

kognitif yakni paling banyak pada tingkat pendidikan SD sebanyak 18 orang

(75%) mengalami perubahan fungsi kognitif dan terdapat 1 orang (25%) yang

memiliki fungsi kognitif normal.

Tingkat pendidikan rendah mengalami penurunan fungsi kognitif lebih

banyak di bandingkan dengan tingkat pendidikan tinggi, pernyataan tersebut

sesuai dengan Banks and Mazzona (2013) yang menyatakan bahwa

ditemukannya adanya hubungan sebab akibat antara tingkat pendidikan dan

kemampuan daya ingat walaupun begitu, adanya faktor pendidikan dapat

mempengaruhi kemampuan kognitif secara spesifik masih belum jelas (Banks

and Mazzona, 2013).

Kesimpulan dari hasil tersebut yakni tingkat pendidikan turut

mempengaruhi terjadinya perubahan fungsi kognitif dengan berbagai faktor

yang mempengaruhi baik kemampuan akademis yang didapat selama


54

mengikuti pendidikan maupun kemampuan dalam lingkungan yang terjadi

selama proses pendidikan berlangsung.

5) Gambaran fungsi kognitif berdasarkan lama sakit

Dari 40 orang yang menderita PPOK ≥ 2 tahun sebanyak 24 orang (60,0%)

mengalami gangguan kognitif dan 16 orang (40,0%) mengalami kognitif

normal. Dan dari 12 orang yang baru menderita PPOk < 2 tahun sebanyak 5

orang mengalami gangguan kognitif dan 7 orang (58,3%) mempunyai kognitif

normal.

Belum ada penelitian yang menyimpulkan adanya hubungan lama

menderita PPOK dengan penurunan fungsi kognitif sehingga pada penelitian

ini peneliti tidak mampu menggambarkan lama sakit dengan penurunan fungsi

kognitif pada pasien PPOK. Tetapi berdasarkan realitas yang terjadi pada

penelitian rata – rata pasien yang paling banyak mengalami perubahan fungsi

kognitif adalah pasien yang lama menderita ≥ 2 tahun.

c. Gambaran kualitas tidur dan fungsi kognitif pada pasien PPOK berdasarkan

Variabel penelitian

1) Kualitas tidur

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari 52 responden, sebanyak 35

orang (67,3%) mengalami kualitas tidur yang buruk dan 17 orang (32,7%)

mempunyai kualitas tidur yang baik dengan nilai rata – rata 6,92 (0 -21)

dimana skor ≥ 5 kualitas tidur buruk. Penelitian ini sesuai teori Tarwoto dan

wartonah (2015) mengatakan tidur dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

salah satunya adalah penyakit. Seseorang yang mengalami sakit memerlukan


55

waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit

menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien

dengan gangguan pernapasan seperti asma, bronkitis, penyakit kardiovaskular,

dan penyakit persarafan.

Sejalan dengan penenlitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ulfa hasanah

et al (2016) dimana penelitian ini melihat hubungan keluhan pernapasan dan

faktor psikologis dengan kualitas tidur pasien penyakit paru dan di dapatkan

penilaian rata - rata kualitas tidur pasien penyakit paru yang menjadi

responden 66,1% memiliki kualitas tidur yang buruk, dan sebanyak 33,9%

responden yang memiliki kualitas tidur yang baik. Penilaian dalam penelitian

tersebut menggunakan instrumen PSQI didapatkan hasil rata – rata sekitar

6,70 (0 – 21 ) dimana skor diatas dapat menggambarkan bahwa responden

memiliki kualitas tidur yang buruk.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa gangguan tidur

yang banyak dialami oleh pasien penyakit PPOK dalam penelitian ini adalah

karena terbangun pada malam hari, keringat pada malam hari, menggigil,

batuk dan tidak dapat bernapas dengan nyaman. Hasil tersebut sesuai dengan

Penelitian kualitas tidur pasien yang dilakukan oleh Rachel et al (2016) di

Canada bahwa ketidaknyamanan akibat penyakit menjadi penyebab kualitas

tidur yang buruk pada pasien dan penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari

60% dari pasien dengan gejala batuk di malam hari. Sifat keluhan ini cukup

bervariasi dan dapat spesifik tetapi mencakup gejala seperti insomnia,

kelelahan siang hari, dan batuk (Rachel et al, 2016). Kualitas tidur yang baik
56

bukan masalah lama durasi tidur yang dilakakukan, tetapi tidur yang dijalani

seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran ketika terbangun.

Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif seperti durasi tidur, latensi tidur,

serta aspek subjektif seperti tidur dan istirahat (Tebo, 2016).

2) Fungsi kognitif

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan kuisioner kognitif MMSE, tes

fungsi kognitif yang dilakukan pada pasien PPOK dengan total responden 52

orang, sebanyak 29 orang (55,8%) mengalami gangguan kognitif. Dengan

nilai rata – rata 22,77 dimana skor < 24 mengalami gangguan fungsi kognitif.

Hail penelitian sesuai dengan Penelitian yang di lakukan oleh Li dan

Guang (2013) menemukan adanya hubungan antara tingkat keparahan

penderita PPOK dengan gangguan fungsi kognitif. Penelitian ini dilakukan

dengan cara pengukuran fungsi paru, dimana terlihat rendahnya kadar oksigen

atau (PaO2). Kadar PaO2 hanya dapat di lihat melalui pengukuran analisa gas

darah melalui cara pengambilan darah arteri perifer. Rendahnya kadar oksigen

yang menyebabkan terjadinya hipoksemia kronis. Hipoksemia kronis

menyebabkan terjadinya atrofi hippokampus yang berperan sebagai kunci

utama terjadinya gangguan kognitif pada penderita PPOK (Li dan Guang

2013).

Dan pada review yang dilakukan oleg Irene et al (2015) tentang gangguan

kognitif pada PPOK, dimana review dilakukan selama 10 tahun terakhir pada

478 artikel yang mengatakan ada hubungan gangguan kognitif dengan PPOK.
57

Dan pada review terbaru yang dilakukan oleh Irene et al (2015) pada 15 artikel

mengatakan ada hubungan domain dalam kognitif dengan PPOK.

Vasileios et al (2017), mengatakan faktor risiko independen yang paling

jelas untuk penurunan kognitif pada pasien dengan PPOK berkurang

ketersediaan oksigen sebagai hasil dari disfungsi paru - paru. Dari sudut

pandang fisiologis adalah wajar untuk menganggap bahwa otak, yang

memiliki hampir kebutuhan oksigen tertinggi dari setiap organ dalam tubuh

manusia sangat sensitif terkena kerusakan iskemik. Jika suplai oksigen tidak

mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme otak akibat gangguan

mekanik paru - paru atau fungsi pernafasan tidak memadai pada pasien

COPD. Oleh karena itu, hipoksia arteri tampaknya menjadi kontributor utama

penurunan kognitif dengan tingkat yang lebih tinggi dari penurunan oksigen

meningkatkan risiko disfungsi kognitif.

Penelitian yang dilakuakn oleh Vasileios et al (2017) sesuai dengan

hipotesis penelitian De Carolis et al (2011) yang menjelaskan bahaya dari

komplikasi PPOK yakni terjadinya hipoksia kronik yang mana hipoksia

kronik pada PPOK meningkatkan kejadian neurodegenerasi penyakit

Alzheimer, yang diakibatkan oleh disfungsi mitokondria dan aktivasi program

kematian sel sehingga dapat menyebabkan fungsi kognitif terganggu.

Berdarakan hasil penelitian dan teori diatas dapat di gambarkan bahwa terjadi

gangguan kognitif pada pasien dengan PPOK.

C. Keterbatasan penelitian
58

1. Penelitian ini dilakukan dalam waktu yang kurang lama, sehingga sampel

yang di peroleh kurang memuaskan.

2. Pada penelitian ini, peneliti belum mampu membedakan PPOK berdasarkan

jenisnya sehingga peneliti selanjutnya diharapkan mampu membedakan PPOK

berdasarkan jenisnya.

3. Responden yang ada pada saat penelitian merupakan pasien berulang yang

melakukan pemeriksaan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar

sehingga waktu penelitian satu bulan tidak cukup untuk mendapatkan sampel

yang banyak.
59

BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Penelitian tentang gambaran kualitas tidur dan fungsi kognitif pada pasien

penyakit paru obtruksi kronik (PPOK) yang dilaksanakan di Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat didapatkan beberapa kesimpulan yakni sebagai

berikut :

1. PPOK dominan terjadi pada usia > 65 tahun sebanyak 20 orang (38,5%) dan

lebih banyak pada jenis kelamin laki – laki 41 orang (78,8%) dari pada

perempuan dan tingkat pendidikan SD lebih banyak menderita PPOK. PPOK

terdapat pada berbagai jenis pekerjaan namun lebih banyak terjadi pada

pekerjaan petani. Dan rata – rata pasien PPOk menderita PPOK ≥ 2 tahun.

2. Hasil penelitian menggambarkan bahwa pasien PPOK mengalami kualitas

tidur yang buruk sebanyak 35 orang (67,3%) dari 52 responden dengan nilai

rata – rata 6,92 dimana skor ≥ 5 kualitas tidur buruk.

3. Hasil penelitian menggambarkan bahwa pasien PPOK mengalami perubahan

fungsi kognitif sebanyak sebanyak 29 (55,8%) dari 52 responden dengan nilai

rata – rata 22,77 dimana skor < 24 mengalami gangguan fungsi kognitif.

B. Saran

1. Dengan diketahuinya gambaran bahwa PPOK lebih berisiko terjadi pada umur

lansia, dan lebih banyak terjadi pada jenis kelamin laki – laki dan memiliki

risiko tinggi pada pekerjaan tertentu yang memiliki risiko tinggi paparan debu.
60

Untuk itu masyarakat yang masuk kategori lansia dan berjenis kelamin laki –

laki untuk menghindari faktor risiko yang dapat menyebabkan PPOK.

2. Dengan diketahuinya gambaran kualitas tidur pada pasien penyakit paru

obstruksi kronik (PPOK) diharapkan kepada responden yang memilki kualitas

tidur yang buruk untuk menghindari faktor risiko yang dapat menimbulkan

gejala sesak dan batuk pada malam hari sehingga kualitas tidur dapa tetap

terjaga.

3. Dengan diketahuinya gambaran fungsi kognitif pada pasien penyakit paru

obstruksi kronik (PPOK), diharapkan kepada tenaga kesehatan untuk lebih

banyak memberikan penyuluhan terkait dampak dari terjadinya penyakit

PPOK.

4. Untuk Peneliti selanjutnya, disarankan melakukan metode penelitian yang

berbeda dengan penelitian ini, yakni dengan menggunakan metode eksperimen

maupun hubungan antar variabel yang sama dan memperbaiki kelemahan -

kelemahan dalam penelitian dengan sampel yang lebih besar sehingga

reliabilitas dan validitas tidak diragukan.

Anda mungkin juga menyukai