Anda di halaman 1dari 15

PENGENALAN MISOPROSTOL SEBAGAI PENATALAKSANAAN

ABORTUS INKOMPLIT PADA USIA KEHAMILAN DI ATAS 12


MINGGU DI BENIN

JURNAL READING

PENULIS : SOSTHÈNE ADISSO, BENJAMIN I.B. HOUNKPATIN, GOUNNOU D.


KOMONGUI

TAHUN : 2014

INTRODUKSI

Kematian ibu telah menjadi perhatian besar di Benin selama beberapa dekade.
Rasio kematian ibu yang tinggi hampir tidak berubah, dari 474 kematian ibu per
100 000 kelahiran hidup pada tahun 2001 ke 397 kematian ibu pada tahun 2006.
Dengan demikian, sekitar 1500 perempuan meninggal setiap tahunnya dalam
proses melahirkan. Diperkirakan bahwa 15% dari kematian tersebut terkait
dengan diinduksi, sebagian besar tidak aman yaitu aborsi.

Dalam upaya untuk mencapai kelima Millennium Development Goal, pada tahun
2006 Benin menerapkan kebijakan untuk mencegah aborsi yang tidak aman dan
meningkatkan perawatan pasca aborsi. Awalnya, pengguna aspirasi vakum
(MVA) diperkenalkan untuk menggantikan kuretase, diikuti oleh adopsi
misoprostol sebagai pengobatan untuk abortus inkomplit.

Telah banyak pengalaman tentang penggunaan misoprostol untuk pengobatan


abortus inkomplit, sebagaimana dipublikasikan dalam jurnal ilmiah dan
direkomendasikan oleh World Health Organisasi (WHO) dan Federasi
Internasional Ginekologi dan Obstetri (FIGO). Sebagian besar literatur, mengacu
pada uji klinis di mana rekomendasi secara ketat diikuti.
Beberapa publikasi menyetujui pengalaman dimana rekomendasi tersebut
diterapkan di negara-negara dengan sumber daya rendah seperti Benin dan di
rumah sakit di mana permintaan dari wanita yang meminta perawatan pasca aborsi
sulit. Selain itu, untuk yang terbaik dari ilmu pengetahuan, belum ada publikasi
tentang tingkat keberhasilan misoprostol ketika dosis yang lebih besar digunakan
untuk mengobati abortus inkomplit pada usia kehamilan di atas 12 minggu.

Untuk itu, 5 tahun setelah pengenalan misoprostol untuk pengobatan abortus


inkomplit di 3 rumah sakit bersalin di Benin menggunakan protokol yang berbeda
dari yang biasanya dianjurkan. Saatnya untuk meninjau pengalaman ini dan
mengevaluasi hasilnya, khususnya dalam kasus di mana obat tersebut digunakan
setelah 12 minggu kehamilan. Artikel ini menyajikan analisis dari data yang
dikumpulkan pada seluruh periode di mana pengalaman pertama diterapkan di
wilayah ini.

TUJUAN PENELITIAN

Mengevaluasi effikasi dari penggunaan misoprostol sebagai penatalaksanaan


abortus inkomplit pada usia kehamilan di atas 12 minggu.

METODE

Sebuah deskriptif, studi prospektif dilakukan selama 5 tahun di 3 rumah sakit


bersalin di Cotonou, Benin: Klinik Obstetri dan Ginekologi (CUGO) di Rumah
Sakit Hubert Koutoukou Maga Nasional; Rumah Sakit Ibu dan Anak Lagoon
(Homel); dan Rumah Sakit Bersalin Ménontin.

Populasi penelitian terdiri dari semua wanita masuk ke 3 rumah sakit tersebut
antara 1 Januari 2008 dan 31 Desember 2012, dengan diagnosis abortus
inkomplit. Wanita tersebut tidak dimasukkan dalam penelitian ini jika mereka
telah memiliki abortus komplit yang tidak memerlukan perawatan aktif atau jika
mereka memiliki komplikasi berat yang membutuhkan penanganan langsung di
mana tidak ada waktu atau kesempatan untuk mengumpulkan data. Populasi juga
tidak termasuk jika usia kehamilan lebih dari 18 minggu atau jika wanita tersebut
tidak mampu untuk memberikan informasi tentang usia kehamilan dan
pemeriksaan fisik menunjukkan ukuran rahim yang sesuai dengan akhir trimester
kedua.

Wanita yang diperbolehkan untuk mendapatkan pengobatan misoprostol jika


keadaan hemodinamik stabil dan isi rahim saat di USG kurang dari 20 mm.
Mereka akan dikonseling pada pilihan perawatan medis dan informasi tentang
alternatif lain yang tersedia, sehingga para wanita diberi hak untuk memilih
metode yang lebih mereka suka. Konseling juga menekankan kebutuhan untuk
kembali untuk kunjungan tindak lanjut di mana mereka akan ditawarkan metode
kontrasepsi yang efektif. Bersamaan dengan keuntungan yang didapatkan,
wanita juga diberitahu tentang efek samping yang mungkin dari pengobatan,
terutama nyeri dan pendarahan, kadang-kadang diare, hipertermia, dan menggigil.

Pasien yang diterima untuk perawatan medis mendapatkan 800 µg misoprostol


dalam bentuk empat tablet 200 µg ditempatkan di bawah lidah dan menempatkan
untuk jangka waktu 30 menit. Tindak lanjut akan dibuat 3 hari kemudian untuk
memverifikasi kemajuan dan selama 15 hari kemudian saat ultrasonografi
dilakukan untuk memonitor isi rahim. Jika rahim kosong atau ultrasonografi
menunjukkan isi uterus minimal, tapi wanita tersebut asimtomatik, prosedur
dianggap berhasil dan tidak ada perawatan lebih lanjut yang diberikan. Jika rahim
tidak kosong dan wanita tersebut mengalami perdarahan atau masih kram,
prosedur dianggap telah gagal dan wanita menjalani MVA kecuali keadaanya
stabil dan ingin mencoba dosis 800-g misoprostol yang kedua kalinya. Dalam
kasus terakhir wanita yang menerima dosis kedua misoprostol, follow up
dilakukan 10-15 hari kemudian. Jika rahim masih tidak kosong setelah
pemeberian misoprostol dosis kedua maka pasien menjalani MVA.

Setelah dipastikan bahwa rahim kosong, wanita tersebut ditawarkan metode


kontrasepsi sesuai pilihan mereka; namun, ditekankan pada keuntungan dari
kontrasepsi reversibel jangka panjang (LARCs) seperti perangkat tembaga T 380
intrauterine (IUD) dan Jadelle (Bayer Healthcare, Berlin, Jerman) kontrasepsi
implan.
Tulisan ini menggambarkan proporsi perempuan dengan abortus inkomplit yang
dirawat dan diberikan misoprostol di 3 rumah sakit, dan bagaimana proporsi ini
berubah dari waktu ke waktu. Hal ini juga menunjukkan distribusi wanita tersebut
sesuai dengan usia kehamilan saat mengalami abortus, efek buruk yang
dihasilkan, hasil ultrasonografi pada kontrol kunjungan , dan tingkat keberhasilan
yang ditentukan oleh proporsi wanita yang tidak memerlukan MVA untuk
menyelesaikan evakuasi uterus. Hubungan antara usia kehamilan dan efek
samping dan antara usia kehamilan dan tingkat keberhasilan juga dianalisis, serta
metode kontrasepsi mana yang dipilih oleh wanita tersebut selama masa tindak
lanjut. Evaluasi dari efek buruk didasarkan pada laporan pasien dan pada
pemeriksaan klinis dan USG. Jumlah perdarahan dievaluasi sesuai dengan jumlah
tampon yang digunakan oleh setiap wanita selama periode 24-jam. Perdarahan
diklasifikasikan berat jika jumlah tampon yang digunakan lebih dari 4 dalam
waktu lebih dari 24 jam.

HASIL

Sebanyak 3.139 wanita dirawat dengan abortus inkomplit di 3 rumah sakit yang
berpartisipasi selama periode 5 tahun antara Januari 2008 dan Desember 2012.
Jumlah pasien yang terlihat di CUGO dan rumah sakit Homel selama periode 5
tahun adalah serupa (n = 1150, 36,6% vs n = 1190, 35,3), sementara hanya 880
kasus (23,1%) yang masuk di Rumah Sakit Bersalin Ménontin.

Setelah pemeriksaan, 630 dari 3.139 perempuan didiagnosis sebagai abortus


komplit tanpa memerlukan pengobatan. Dari sisa 2509 perempuan, 48,1% (n =
1.277) diobati dengan MVA dan 21,4% (n = 537) dengan misoprostol. Jumlah
wanita yang diobati dengan misoprostol kurang dari 10% dari semua wanita
selama tahun pertama; namun, proporsi ini meningkat menjadi 10% -20% di
rumah sakit berbeda di tahun kedua, stabilisasi pada sekitar 25% di tahun keempat
dan sedikit menurun menjadi hanya lebih dari 20% di tahun kelima observasi
(Tabel 1).
Usia kehamilan dari 537 wanita yang mendapat pengobatan misoprostol yaitu: 10
minggu atau kurang (64,1%; n = 344), 11-12 minggu (14,9%; n = 80), 13-14
minggu (13%; n = 70), dan 15-18 minggu (8,0%; n = 43). Misoprostol diberikan
baik dalam dosis tunggal 800 µg atau dalam dua dosis 800 µg untuk total 1.600
µg. Dalam 55,9% kasus (N = 300) hanya satu dosis 800 µg misoprostol yang
diperlukan, sedangkan 44,1% (n = 237), wanita menerima 2 dosis (1600 µg).
Kebanyakan wanita yang menerima misoprostol (94,4%) merupakan pasien rawat
jalan, sedangkan 5,6% (n = 30) dirawat di rumah sakit.

Dua pertiga dari wanita dengan kehamilan kurang dari 12 minggu hanya
menggunakan 1 dosis misoprostol (66%); namun, proporsi ini menurun menjadi
34% di antara mereka dengan kehamilan 13-14 minggu dan 23% untuk wanita
dengan kehamilan 15-18 minggu (data tidak ditampilkan dalam tabel). Usia
kehamilan secara bermakna dikaitkan dengan tingkat keberhasilan, didefinisikan
sebagai persentase dari kasus di mana MVA tidak diperlukan untuk evakuasi
uterus lengkap. Pada wanita dengan kehamilan hingga 12 minggu, tingkat
keberhasilan adalah 99,1%; Namun, persentase ini turun menjadi hanya 25,7%
dan 27,9% dalam kasus wanita dengan kehamilan masing-masing 13-14 minggu
dan 15-18 minggu. USG dilakukan pada hari ke-15 pasca perawatan , sisa
jaringan dalam rahim ditemukan pada kurang dari 5% wanita dengan kehamilan
hingga 12 minggu. Proporsi ini meningkat menjadi 10% dari wanita usia
kehamilan 13-14 minggu dan 14% wanita dengan kehamilan lebih dari 14
minggu. Namun, semua kasus ini tanpa gejala klinis dan tidak ada intervensi yang
dilakukan (Tabel 2). Selain itu, 7,6% dari wanita dengan kehamilan kurang dari
12 minggu dan sekitar 3% dari mereka dengan kehamilan 13-14 minggu tidak
kembali untuk ditindaklanjuti dan dianggap tidak memiliki komplikasi. Tak satu
pun dari wanita dengan kehamilan lebih dari 14 minggu tidak kembali karena
adanya kunjungan untuk tindak lanjut. Perbedaan tingkat keberhasilan sesuai
dengan usia kehamilan yang secara statistik signifikan (P <0,001) (Tabel 2).

Efek samping yang paling umum dari pengobatan misoprostol yaitu


nyeri, dievaluasi sebagai nyeri yang berat pada 26,6% pasien (n = 143), menggigil
pada 17,7% (n = 95) pasien, hipertermia pada 10,8% (n = 58), dan perdarahan
berat pada 4,5% pasien (n = 24). Usia kehamilan pada saat aborsi juga dikaitkan
dengan kejadian efek samping. Proporsi wanita dengan nyeri parah, menggigil,
hipertermia, diare, dan perdarahan berat adalah secara signifikan lebih kecil
(P<0,001) pada wanita dengan kehamilan kurang dari 12 minggu dibandingkan
dengan mereka dengan kehamilan 13-14 minggu atau lebih dari 14 minggu (Tabel
3). Ada sedikit variasi dalam proporsi wanita yang mengeluh sakit parah antara
perempuan dengan kehamilan 13-14 minggu (93%) dan orang-orang dengan
kehamilan 15-18 minggu (100%). Perdarahan berat diamati hanya di kalangan
wanita dengan kehamilan lebih dari 12 minggu dan hadir untuk sekitar setengah
dari wanita dengan kehamilan lebih dari 14 minggu dibandingkan dengan hanya
7% di antara mereka dengan kehamilan 13-14 minggu (Tabel 3).

Setiap wanita yang mendapat pengobatan misoprostol memilih untuk


menggunakan beberapa metode kontrasepsi, meskipun mayoritas (70,8%)
memilih gabungan pil kontrasepsi oral. Hanya lebih dari seperempat (25,7%)
memilih metode LARC, dengan preferensi untuk sistem implan Jadelle (21,0%)
dan IUD tembaga (4,7%). Hanya 2,6% memilih kontrasepsi suntik (Asetat depot-
medroksiprogesteron atau Noristerat) dan 0,9% (n = 5) memutuskan untuk
menggunakan metode alami atau penghalang (data tidak ditampilkan dalam tabel).

DISKUSI

Misoprostol diperkenalkan di Benin dalam upaya untuk mengurangi beban kerja


yang disebabkan oleh sejumlah besar wanita membutuhkan perawatan pasca
abortus pada setiap rumah sakit bersalin di negara ini. Evaluasi dari pengalaman
ini menunjukkan bahwa metode ini telah diterima dengan baik oleh penyedia dan
klien. Meskipun ada peningkatan pesat dalam penerimaan selama 3 tahun
pertama, mencapai tingkat sekitar seperempat dari semua pasien, tingkat ini tetap
tidak berubah selama 3 tahun terakhir pengamatan. Penting untuk diingat bahwa
tidak semua wanita dengan aborsi yang tidak lengkap dapat menggunakan
misoprostol dan wanita yang mengalami perdarahan berat, infeksi, atau
ketidakstabilan hemodinamik tidak memenuhi syarat untuk menggunakan metode
ini. Oleh karena itu, persentase wanita dengan aborsi yang tidak lengkap yang
dapat menggunakan misoprostol dipengaruhi oleh tingkat keparahan komplikasi
pada saat konsultasi mereka di salah satu rumah sakit.

Sebuah jumlah dosis yang berbeda dan interval dosis telah digunakan untuk
mengobati abortus inkomplit. Pada tahun 2008, sudah ada kesepakatan bahwa 600
µg oral misoprostol adalah dosis yang direkomendasikan, dengan efek diharapkan
terjadi dalam periode 7-10 hari. Sebaliknya, dosis tunggal 800 µg dilaporkan oleh
Demetroulis et al tampaknya pilihan yang menarik, karena efeknya tampak lebih
cepat. Sebagai tambahan, salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memverifikasi apakah dosis yang lebih tinggi akan memungkinkan abortus
inkomplit untuk diperlakukan dalam kasus kehamilan yang lebih maju. Dengan
demikian, 800 µg adalah dosis yang dipilih untuk penelitian ini, karena dosis ini
telah menunjukkan toleransi yang baik dan telah direkomendasikan oleh WHO
untuk mengakhiri kehamilan hingga akhir trimester kedua kehamilan. Ketika
penelitian ini dimulai, penulis tidak menyadari bukti yang menunjukkan bahwa
ketebalan endometrium bukan merupakan indikator yang baik dari kebutuhan
untuk perawatan lebih lanjut dan protokol yang dibutuhkan yaitu kedua dosis
misoprostol diberikan setiap kali USG menunjukkan adanya sisa jaringan dalam
rahim. Hal ini menjelaskan frekuensi dosis misoprostol yang diulang; namun, jika
wanita tersebut benar-benar tanpa gejala dan isi rahim yang minim, maka protokol
itu tidak selalu diikuti.

Perbedaan yang lebih penting antara penelitian ini dan pengalaman lainnya yang
telah dilaporkan adalah bahwa dalam kasus ini, perawatan medis abortus
inkomplit dengan misoprostol tidak terbatas pada trimester pertama kehamilan.
Diputuskan untuk menerapkan metode ini pada usia kehamilan hingga 18 minggu
selama wanita tersebut dalam kondisi stabil dan mempunyai akses yang mudah
untuk ke rumah sakit saat ada komplikasi seperti perdarahan sangat berat terjadi.
Analisis hasil penelitian menunjukkan misoprostol tidak seefektif MVA dalam
menyelesaikan evakuasi uterus di hampir 75% dari kasus di mana usia kehamilan
melebihi 12 minggu. Selain itu, semua kasus pendarahan yang berat dan sebagian
besar kasus keluhan nyeri yang parah berada di wanita dengan kehamilan lebih
dari 12 minggu.

Kurang dari 10% dari wanita dengan kehamilan hingga 12 minggu dilaporkan
mengalami efek samping, yang terdiri dari nyeri yang parah, menggigil, demam,
dan diare, dan temuan ini adalah sesuai dengan laporan lain. Proporsi yang relatif
tinggi (21%) dari wanita dengan kehamilan lebih dari 12 minggu yang
melaporkan pendarahan berat adalah pendapat lain terhadap penggunaan
pengobatan ini untuk abortus inkomplit dalam kasus-kasus kehamilan yang lebih
maju. Secara khusus, jika perawatan ini disebarluaskan ke tempat-tempat dimana
akses perawatan darurat sulit, risiko perdarahan berat melebihi manfaat
pengobatan, termasuk tingkat keberhasilannya.

Berdasarkan hasil tersebut, rekomendasi saat ini di rumah sakit ini dan untuk
penyebaran praktek ini ke seluruh negara adalah untuk mengurangi dosis
misoprostol 600 µg secara lisan dan untuk membatasi penggunaan untuk pasien
dengan kehamilan tidak melebihi 12 minggu, sesuai dengan rekomendasi
internasional. Meskipun ini merupakan penyimpangan dari prosedur biasa untuk
penggunaan misoprostol untuk indikasi ini, analisis pengalaman ini menunjukkan
bahwa secara umum itu cukup positif, meskipun juga menunjukkan bahwa lebih
besar pembatasan yang diperlukan dalam membatasi indikasi, untuk usia
kehamilan khususnya.
KESIMPULAN

Temuan yang paling penting dari penelitian ini adalah yang konfirmasi bahwa
misoprostol tidak boleh digunakan untuk menangani abortus di luar usia
kehamilan 12 minggu.
CRITICAL APPRAISAL

VALIDITY

Cohort study prospektif merupakan salah satu penelitian yang bersifat


longitudinal dengan mengikuti perjalanan penyakit ke depan berdasarkan urutan
waktu. Cohort study prospektif sangat baik dalam meneliti perjalanan klinis suatu
penyakit, mempelajari insidensi dari penyakit yang diteliti, dan untuk mempelajari
hubungan sebab-akibat. Populasi dari studi adalah wanita dengan abortus
inkomplit, dan yang menjadi subjek penelitian adalah wanita dengan abortus
inkomplit yang telah disingkirkan telah memiliki abortus komplit yang tidak
memerlukan perawatan aktif atau jika mereka memiliki komplikasi berat yang
membutuhkan penanganan langsung di mana tidak ada waktu atau kesempatan
untuk mengumpulkan data. Populasi juga tidak termasuk jika usia kehamilan lebih
dari 18 minggu atau jika wanita tersebut tidak mampu untuk memberikan
informasi tentang usia kehamilan dan pemeriksaan fisik menunjukkan ukuran
rahim yang sesuai dengan akhir trimester kedua.
Subjek dilakukan pemberian misoprostol dengan dosis tunggal (800 µg) dan dosis
ganda (1600µg). Penelitian dilakukan di 3 rumah sakit di Benin yaitu CUGO,
HOMEL, dan Menontin, dengan subjek penelitian sebanyak 537 subjek.

IMPORTANCE

Dari hasil penelitian usia kehamilan secara bermakna dikaitkan dengan tingkat
keberhasilan, didefinisikan sebagai persentase dari kasus di mana MVA tidak
diperlukan untuk evakuasi uterus lengkap. Pada wanita dengan kehamilan hingga
12 minggu, tingkat keberhasilan adalah 99,1%; Namun, persentase ini turun
menjadi hanya 25,7% dan 27,9% dalam kasus wanita dengan kehamilan masing-
masing 13-14 minggu dan 15-18 minggu. Efek samping yang paling umum dari
pengobatan misoprostol yaitu nyeri, dievaluasi sebagai nyeri yang berat (26,6%) ,
menggigil (17,7%), hipertermia (10,8%), dan perdarahan berat (4,5%). Proporsi
wanita dengan nyeri parah, menggigil, hipertermia, diare, dan perdarahan berat
adalah secara signifikan lebih kecil pada wanita dengan kehamilan kurang dari 12
minggu dibandingkan dengan mereka dengan kehamilan 13-14 minggu atau lebih
dari 14 minggu.

APPLICABILITY

Penggunaan misoprostol sebagai penanganan abortus inkomplit dapat dilakukan


dengan memperhatikan usia kehamilan dan efek samping yang akan dihasilkan.
USG diperlukan untuk memonitor hasil dari penggunaan misoprostol terhadap
pengeluaran jaringan dari dalam uterus.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Institut National de la Statistique et de l’Analyse Économique (INSAE)


(Bénin), Macro International Inc. Enquête Démographique et de Santé (EDSB-III)
- Bénin 2006. Calverton, Maryland, USA: Institut National de la Statistique et de
l’Analyse Économique et Macro International Inc.; 2007 217–8.
[2] World Health Organization. Safe abortion: technical and policy guidance for
health systems. 2nd ed. Geneva: WHO; 2012.
[3] International Federation of Gynecology and Obstetrics. Uterine evacuation:
use vacuum aspiration or medications, not sharp curettage. Consensus statement:
International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO). London: FIGO;
2011.
[4] Demetroulis C, Saridogan E, Kunde D, Naftalin AA. A prospective
randomized control trial comparing medical and surgical treatment for early
pregnancy failure. Hum Reprod 2001;16(2):365–9.
[5] Grønlund L, Grønlund AL, Clevin L, Andersen B, Palmgren N, Lidegaard Ø.
Spontaneous abortion: expectant management, medical treatment or surgical
evacuation.
Acta Obstet Gynecol Scand 2002;81(8):781–2.
[6] Bagratee JS, Khullar V, Regan L, Moodley J, Kagoro H. A randomized
controlled trial comparing medical and expectant management of first trimester
miscarriage. Hum Reprod 2004;19(2):266–71.
[7] Ngai SW, Chan YM, Tang OS, Ho PC. Vaginal misoprostol as medical
treatment for first trimester spontaneous miscarriage. Hum Reprod
2001;16(7):1493–6.
[8] Reeves MF, Fox MC, Lohr PA, Creinin MD. Endometrial thickness following
medical
abortion is not predictive of subsequent surgical intervention. Ultrasound Obstet
Gynecol 2009;34(1):104–9.
[9] Blum J, Winikoff B, Gemzell-Danielsson K, Ho PC, Schiavon R, Weeks A.
Treatment
of incomplete abortion and miscarriage with misoprostol. Int J Gynecol Obstet
2007;99(Suppl. 2):S186–9.
[10] Tang OS, Gemzell-Danielsson K, Ho PC. Misoprostol: pharmacokinetics
profiles, effects on the uterus and side-effects. Int J Gynecol Obstet
2007;99(Suppl. 2):S160–7.
[11] WeeksA, AliaG, BlumJ,Winikoff B, Ekwaru P, Durocher J, et al. A
randomized trial of
misoprostol compared with manual vacuum aspiration for incomplete abortion.
Obstet Gynecol 2005;106(3):540–7.
[12] Dao B, BlumJ, Thieba B, Raghavan S, Ouedraego M, Lankoande J, et al. Is
misoprostol
a safe, effective and acceptable alternative to manual vacuum aspiration for
postabortion care? Results from a randomised trial in Burkina Faso, West Africa.
BJOG 2007;114(11):1368–75.
[13] Diop A, Raghavan S, Rakotovao JP, Comendant R, Blumenthal PD,
Winikoff B. Two
routes of administration for misoprostol in the treatment of incomplete abortion: a
randomized clinical trial. Contraception 2009;79(6):456–62.
[14] Dabash R, Ramadan MC, Darwish E, Hassanein N, Blum J, Winikoff B. A
randomized
controlled trial of 400-μg sublingual misoprostol versus manual vacuum
aspiration for the treatment of incomplete abortion in two Egyptian hospitals. Int J
Gynecolm Obstet 2010;111(2):131–5.
JOURNAL READING
PENGENALAN MISOPROSTOL SEBAGAI PENATALAKSANAAN
ABORTUS INKOMPLIT PADA USIA KEHAMILAN DI ATAS 12
MINGGU DI BENIN

Oleh :
Ika Noverina Manik
1518012156

Perseptor :
dr. Trestyawati Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017

Anda mungkin juga menyukai