Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2.Eviserasi
Merupakan metode yang mudah untuk menghilangkan lesi dengan cara mengeluarkan inti
umbilikasi sentral melalui penggunaan instrumen seperti Skalpel, ekstraktor komedo dan
jarum suntik. Penggunaan metode ini mungkin tidak dapat ditoleransi oleh anak-anak.1,3
3.Podofilin dan Podofilotoksin
Suspensipodofilin 25% dalam larutan benzoin atau alkohol dapat diaplikasikan pada lesi dengan
menggunakan lidi kapas, dibiarkan selama 1 -4 jam kemudian dilakukan pembilasan
dengan menggunakan air bersih. Pemberian terapi dapat diulang sekali seminggu. Terapi
ini membutuhkan perhatian khusus karenamengandung mutagennya itu quercetin dan
kaempherol. Efek sampinglokal akibatpenggunaan bahan ini meliputi erosi pada permukaan kulit
normal serta timbulnya jaringan parut. Efek samping sistemik akibat penggunaan secara
luas pada permukaan mukosa berupa neuropati saraf perifer,gangguan ginjal, ileus, leukopeni
dan trombositopenia.3,5
Podofilotoksin merupakan alternatif yang lebih aman dibandingkan podofilin. Sebanyak 0,05
ml podofilotoksin 5% diaplikasikan pada lesi 2 kali sehari selama 3 hari. Kontraindikasi absolut
kedua bahan ini pada wanita hamil.3
Pulsed dye laser merupakan salah satu pilihan terapi yang efisien namun memilikikekurangan
dari segi efektifitas biaya.
1,3
9.Imunomodulator
Penggunaanimunomodulator telah menjadi bagian dari pilihan terapimoluskum
kontagiosum. Pada pasien dengan gangguan fungsi imun dimanad i d a p a t k a n
lesiekstensiftersebar di seluruh tubuh, terapi lokal yang
b e r s i f a t destruktif dikatakan tidak efektif. Penggunaan imunomodulator
telahmemberikanhasil memuaskan.
3
Imunomodulatortopikal telah digunakan pada bermacam kelainan kulit.Molekul
imunomodulator topikal memiliki kemampuan memodifikasi responimun lokal pada kulit,
bersifat stimulator maupun supresor terhadap respon imun.Pemilihan preparat topikal
didasarkan pada beberapa alasan antara lain hasil terapimemuaskan, kemudahan
aplikasiserta tingkat keamanan lebih baik dibandingkan preparat sistemik.
Imunomodulator topikal terbagi menjadi 2 bagian besar, yaituimunomodulator steroid dan
imunomodulator non-steroid.
6
3. Imunostimulator
-Imiquimod
-Resiquimod
2.Alergen kontak
-Dyphencyprone (DPC)
-Squaric Acid Dibutyl Ester (SADBE)
-Dinitrochlorobenzene (DNCB)
4.Imunomodulator lain
-Calcipotriol
-Anthralin
-Zinc topikal
-Interferon topikal
-Interferon intralesi
Imiquimod tersedia dalam bentuk krim 1% dan 5%, bermanfaat dalampenanganan kelainan
infeksi maupun neoplasma dermatologi. Imiquimod digunakan 3kali / minggu pada malam
hari sampai lesi hilang secara menyeluruh atau selamamaksimal 16 minggu.Dioleskan
pada tiap lesi dan didiamkan selama 6-10 jam. 1,5,8
Pemakaian krim imiquimod 5%,5 hari dalam seminggu selama 16 minggu
memberikan perbaikan lesi pada 15 pasien anak dengan moluskum kontagiosum.8
Penelitian lain membandingkan krim imiquimod 1% dengan placebo pada 100 pasienlaki-laki
moluskum kontagiosum, didapatkan perbaikan lesi menyeluruh pada 86%pasien yang
mendapat terapi krim imiquimod 1%. Rekurensi lesi moluskumkontagiosum terjadi 10 bulan
setelah pemberian terakhir krim imiquimod 1% padaseorang pasien.Penggunaan krim
imiquimod secara umum cukup dapat ditoleransi. Efek samping minimal berupa rasa gatal,
nyeri dan terbakar pada kulit. Pada beberapakasus pernah dilaporkan terjadinya efek samping
berupa eritema, indurasi, erosi danulkus. Efek samping sistemik berupa sakit nyeri kepala,
nyeri otot dan flu like symptoms didapatkan pada beberapa kasus.6
Tidak didapatkan bukti timbulnya efek samping sistemik maupun toksik pada anak-anak.3
10.Antivirus
Antivirus yang umum digunakan dalam pengobatan moluskum kontagiosumadalah
Cidofovir. Cidofovir merupakan analog nukleosida
Deoxytidine monophosphate yang memiliki aktivitas antivirus terhadap sejumlah besar
DNAvirus meliputi citomegalovirus (CMV), virus herpes simplex (HSV), HumanPapiloma
Virus (HPV) dan Molluscum Contagiosum Virus (MCV). 5,14
Didalam tubuh host, cidofovir mengalami 2 fase fosforilasi melalui jalurmonofosfat kinase
dan piruvat kinase. Melalui kedua fase fosforilasi tersebut akanterbentuk cidofovir difosfat
yang merupakan metabolit aktif cidofovir. Cidofovirdifosfat bekerja sebagai inhibitor
kompetitif terhadap DNA polimerase virussehingga mampu menghambat sintesis DNA
virus.14
Cidofovir tersedia dalam bentuk krim 3% , solusio intravena dan intralesi.Beberapa studi
menunjukkan hasil memuaskan penggunaan cidofovir topikalmaupun injeksi intralesi pada
pengobatan penyakit kulit yang disebabkan olehvirus. Resolusi lesi moluskum contagiosum
didapatkan 2-6 minggu setelahpemberian terapi.14
Sebuah laporan kasus menyebutkan efektifitas pemberian krimcidofovir 3% sekali sehari
selama 8 minggu pada pengobatan 2 penderitamoluskum kontagiosum anak dengan infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV).3
Meadows dkkmelaporkan keberhasilan terapi krim cidofovir 3% dan solusio
cidofovir intravena pada 3 orang penderita HIV sero-positif disertaimoluskum kontagiosum
dengan predileksi lesi di daerah wajah, badan, ekstremitasdan perianal. Pemberian terapi
cidofovir intravena pada 2 orang pasienmemberikan perbaikan lesi dalam waktu 2 bulan,
sedangkan aplikasi krimcidofovir 3% dua kali sehari selama 2 minggu pada seorang pasien
memberikanperbaikan lesi secara menyeluruh.7
Cidofovir memiliki potensi cukup baik dalam
p e n g o b a t a n m o l u s k u m kontagiosum, terutama pada pasien dengan penurunan
status imun. Akan tetapikurangnya efektifitas dari segi biaya memberikan batasan tersendiri
dalampemilihan terapi3
Sebuah artikel menyebutkan harga krim cidofovir 3%adalahsebesar US$ 65 per
gram.14
Efek samping lokal pemberian terapi cidofovirmencakup reaksi inflamasi pada daerah sekitar
lesi, sedangkan efek sampingsistemik meliputi nefrotoksik, neutropenia dan asidosis
metabolik.12
Daftar Pustaka1 .
Crowe, Mark A.
M o l l u s c u m C o n t a g i o s u m . http://emedicine.medscape.com/article/910570-overview.
Diakses tanggal 16Januari 2009.
2.Graham , Robin & Tony. Lectures Notes Dermatology. Edisi 8. 2005.Erlangga.
Jakarta, Indonesia.
3.Hanson, Daniel & Dayna G. Diven.
Molluscum Contagiosum.Dermatology Online Journal.2003,9:1-
11.http://dermatology.cdlib.org/92/reviews/molluscum/diven.html. Diakses padatanggal
10 Januari 2009.4.Jawetz, Melnick & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20.
1995. EGC.Jakarta, Indonesia.5 . K a u f f m a n , Lisa C. Molluscum
C o n t a g i o s u m . http://emedicine.medscape.com/article/762548-overview. Diakses
tanggal 16Januari 2009.6 . K h a n d p u r S . , S h a r m a V K , S u m a n t h K .
T o p i c a l I m u n o m o d u l a t o r s i n Dermatology. J Postgrad Med. Vol. 50. Juni 2004,
No.2. hal.131-137.7.Meadows, K.P. Resolution of Recalcitrant Molluscum
Contagiosum virusLesions in Human Immunodefficiency Virus-Infected Patients Treated
withCidofovir. Archives of Dermatology. Vol. 133. 1997.8.Najarian, David J & Joseph
C. English III. Imiquimod Cream: A NewMultipurpose Topical Therapy for
Dermatology. Continuing Education Credit.Vol. 28. 2003, No.2. hal. 122-
125.9.Puneet, Bhargava & Kanodia Sanjay. Imiquimod: A Novel Immune
ResponseModifier. Indian J. Sex. Transm. Dis. Vol. 27. 2006, No.1. hal. 2-4.10.Robin&
Cotran. Pathologic Basis of Disease. 2005. Elsevier Saunders,Philadelphia, United
States.11.Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. 2002. EGC,Jakarta,
Indonesia.12.Toro, Jorge R. et al. Topical Cidofovir: A novel treatment for
RecalcitrantMolluscum Contagiosum in Children Infected With HumanImmunodeficiency
Virus 1. Report of Cases. Arch Dermatol. Vol. 136.Agustus 2000. hal. 983-985.