Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN APENDIKSITIS

DEFINISI
Apendiksitis adalah suatu peradangan yang sering terjadi pada apendiks yang merupakan
kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi.

ETIOLOGI
Apendiksitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau
penyumbatan akibat :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid
2. Adanya fekalit dalam lumen apendiks
3. Tumor apendiks
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis
5. Erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histilitica.

Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat


akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan apendiksitis. Hal tersebut akan
meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.

PATOFISIOLOGI
Etiologi
Obstruksi lumen (fekalit, tumor, dan lain-lain)

Mukus yang diproduksi mukosa akan mengalami bendungan

Peningkatan tekanan intra lumen/ dinding apendiks

Aliran darah berkurang

Edema dan ulserasi mukosa Apendiksitas acut fokal

Terputusnya aliran
Nyeri
efigastrium
Obstruksi vena, edema bertambah
Dan bakteri menembus dinding

Peradangan peritonium Apendikscitis


Aupuratif acut

Aliran arteri terganggu


Nyeri didaerah
kanan bawah
Infark didinding apendiks
Ganggren Apendikscitis
ganggrenosa

Dinding apendiks rapuh

Infiltrat perforasi

Infiltrat apendikularis apendiksitis perforasi


Keterangan :
Apendisitis basanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diprodksi mukosa apendiks mengalami bendungan. Semakin
lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut
akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada
saat itu terjadi apendiksitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat
menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendiksitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding apendiks yang diikuti
ganggren. Stadium ini disebut apendiksitis ganggrenosa. Bila dinding apendiks rapuh
maka akan terjadi prefesional disebut apendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
apendiks hingga muncul infiltrat apendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengandaya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada
gangguan pembuluh darah.

TANDA DAN GEJALA


Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila
dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak
tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di
belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal ; bila ujungnya ada
pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahuipada pemeriksaan rektal. Nyeri pada
defekasi menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.
Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
Tand Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila
apendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ; distensi abdomen terjadi akibat
ileus paralitikdan kondisi klien memburuk.

Etiologi
Obstruksi lumen (fekalit, tumor, dan lain-lain)
Mukus yang diproduksi mukosa akan mengalami bendungan

Peningkatan tekanan intra lumen/ dinding apendiks

Aliran darah berkurang

Edema dan ulserasi mukosa Apendiksitas acut fokal

Terputusnya aliran
Nyeri
efigastrium
Obstruksi vena, edema bertambah
Dan bakteri menembus dinding

Peradangan peritonium Apendikscitis


Aupuratif acut

Aliran arteri terganggu


Nyeri didaerah
kanan bawah
Infark didinding apendiks

Ganggren Apendikscitis
ganggrenosa

Dinding apendiks rapuh

Infiltrat perforasi

Infiltrat apendikularis apendiksitis perforasi


Keterangan :
Apendisitis basanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diprodksi mukosa apendiks mengalami bendungan. Semakin
lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut
akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada
saat itu terjadi apendiksitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat
menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendiksitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding apendiks yang diikuti
ganggren. Stadium ini disebut apendiksitis ganggrenosa. Bila dinding apendiks rapuh
maka akan terjadi prefesional disebut apendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
apendiks hingga muncul infiltrat apendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengandaya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada
gangguan pembuluh darah.

KOMPLIKASI
Komplikasi utama apendiksitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 105 sampai 32%. Insiden lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan
nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7o C atau lebih tinggi, nyeri tekan
abdomen yang kontinue.

PENATALAKSANAAN
Pada apendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi apendiks. Dalam
waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler,
diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika
terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
a. Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres
untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan
b. Tindakan operatif ; apendiktomi
c. Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar
kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat Keperawatan
1. riwayat kesehatan saat ini ; keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual
muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
2. Riwayat kesehatan masa lalu
3. pemeriksaan fisik
a. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi
vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
b. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
c. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang.
d. Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan,
sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
e. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah
bening.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi.
2. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
2. Diagnosa keperawatan
a. Pre operasi
1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan muntah pre operasi.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh
inflamasi.
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
b. Post operasi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi
apendektomi.
2. gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berkurang baehubungan denga anorexia,
mual.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah. Kurang pengetahuan tentang
perawatan dan penyakit berhubungan dengan kurang informasi.

3. Perencanaan
1. Persiapan umum operasi
Hal yang bisa dilakukan oleh perawat ketika klien masuk ruang perawat sebelum
operasi :
a. Memperkenalkan klien dan kerabat dekatnya tentang fasilitas rumah sakit untuk
mengurangi rasa cemas klien dan kerabatnya (orientasi lingkungan).
b. Mengukur tanda-tanda vital.
c. Mengukur berat badan dan tinggi badan.
d. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium yang penting (Ht, Serum Glukosa, Urinalisa).
e. Wawancara.
2. Persiapan klien malam sebelum operasi
Empat hal yang perlu diperhatikan pada malam hari sebelum operasi :
a. Persiapan kulit
kulit merupakan pertahanan pertama terhadap masuknya bibit penyakit. Karena operasi
merusak integritas kulit maka akan menyebabkan resiko terjadinya ifeksi.
Beberapa ahli bedah lebih menyukai mencukur rambut karena bisa mengganggu prosedur
operasi.
b. Persiapan saluran cerna
persiapan kasus yang dilakukan pada saluran cerna berguna untuk :
1. Mengurangi kemungkinan bentuk dan aspirasi selama anestasi.
2. Mengurangi kemungkinan obbstruksi usus.
3. Mencegah infeksi fasessaat operasi.
Untuk mencegah tiga hal tersebut dilakukan :
1. Puasa dan pembatasan makan dan minum.
2. Pemberian enema jika perlu.
3. Memasang tube intestine atau gaster jika perlu.
4. Jika klien menerimaanastesi umum tidak boleh makan dan minum selama 8 – 10 jam
sebelum operasi : mencegah aspirasi gaster. Selang gastro intestinal diberikan malam
sebelum atau pagi sebelum operasi untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester.
c. Persiapan untuk anastesi
Ahli anastesi selalu berkunjunng pada pasien pada malam sebelum operasi untuk
melekukan pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan neurologis. Hal ini akan
menunjukkan tipe anastesi yang akan digunakan selama operasi.
d. Meningkatkan istirahat dan tidur
Klien pre operasi akan istirahat cukup sebelum operasi bila tidak ada gangguan fisik,
tenaga mentalnya dan diberi sedasi yang cukup.
3. Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam sebelum obat-
obatan pre operasi :
1. Mencatat tanda-tanda vital
2. Cek gelang identitas klien
3. Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik
4. Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infus
5. Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir
6. Anjurkan klien untuk buang air kecil
7. Perawatan mulut jika perlu
8. Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala
9. Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia lebih mudah.
4. Interpesi pre operasi
1. Obsevasi tanda-tanda vital
2. Kaji intake dan output cairan
3. Auskultasi bising usus
4. Kaji status nyeri : skala, lokasi, karakteristik
5. Ajarkan tehnik relaksasi
6. Beri cairan intervena
7. kaji tingkat ansietas
8. Beri informasi tentang proses penyakit dan tindakan
5. Intervensi post operasi
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Kaji skala nyeri : Karakteristik, skala, lokasi
3. Kaji keadaan luka
4. Anjurkan untuk mengubah posisi seperti miring ke kanan, ke kiri dan duduk.
5. Kaji status nutrisi
6. Auskultasi bising usus
7. Beri informasi perawatan luka dan penyakitnya.

4. Evaluasi
a. Gangguan rasa nyaman teratasi
b. Tidak terjadi infeksi
c. Gangguan nutrisi teratasi
d. Klien memahami tentang perawatan dan penyakitnya
e. Tidak terjadi penurunan berat badan
f. Tanda-tanda vital dalam batas normal
DEFINISI

Appendiksitis adalah suatu peradangan yang sering terjadi pada appendiks yang

merupakan kasus gawat bedah abdomen yang paling sering


terjadi.

ETIOLOGI

Appendiksitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau


penyumbatan akibat :

1. Hiperplasia dari folikel limfoid

2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks

3. Tumor appendiks

4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis

5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.

Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat


akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan appendiksitis. Hal tersebut akan
meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan
meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.

PATOFISIOLOGI
Keterangan :

Appendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi


tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan.
Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen.
Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan
ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi appendiksitis akut fokal yang ditandai dengan
nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat
menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut appendiksitis supuratif
akut.

Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti
ganggren. Stadium ini disebut appendiksitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh
maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.

Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengandaya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada
gangguan pembuluh darah.

TANDA DAN GEJALA

Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila
dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.

Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak
tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di
belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal ; bila ujungnya ada
pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahuipada pemeriksaan rektal. Nyeri pada
defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.
Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.

Tand Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila
appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ; distensi abdomen terjadi akibat
ileus paralitikdan kondisi klien memburuk.

KOMPLIKASI

Komplikasi utama appendiksitis adalah perforasi appendiks, yang dapat berkembang


menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 105 sampai 32%. Insiden lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan
nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7o C atau lebih tinggi, nyeri tekan
abdomen yang kontinue.

PENATALAKSANAAN

Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam
waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler,
diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika
terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.

a. Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres
untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan

b. Tindakan operatif ; appendiktomi

c. Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar
kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian

a. Identitas klien

b. Riwayat Keperawatan

1. riwayat kesehatan saat ini ; keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual
muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.

2. Riwayat kesehatan masa lalu

3. pemeriksaan fisik

a. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi


vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.

b. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang


merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.

c. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang.

d. Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan,


sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
e. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah
bening.

c. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang


merupakan tanda adanya infeksi.

2. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.

2. Diagnosa keperawatan

a. Pre operasi

1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan muntah pre operasi.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh
inflamasi.

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

b. Post operasi

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi
apendektomi.

2. gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berkurang baehubungan denga anorexia,
mual.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah. Kurang pengetahuan tentang
perawatan dan penyakit berhubungan dengan kurang informasi.

3. Perencanaan

1. Persiapan umum operasi

Hal yang bisa dilakukan oleh perawat ketika klien masuk ruang perawat sebelum
operasi :

a. Memperkenalkan klien dan kerabat dekatnya tentang fasilitas rumah sakit untuk
mengurangi rasa cemas klien dan kerabatnya (orientasi lingkungan).

b. Mengukur tanda-tanda vital.

c. Mengukur berat badan dan tinggi badan.


d. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium yang penting (Ht, Serum Glukosa, Urinalisa).

e. Wawancara.

2. Persiapan klien malam sebelum operasi

Empat hal yang perlu diperhatikan pada malam hari sebelum operasi :

a. Persiapan kulit

kulit merupakan pertahanan pertama terhadap masuknya bibit penyakit. Karena operasi
merusak integritas kulit maka akan menyebabkan resiko terjadinya ifeksi.

Beberapa ahli bedah lebih menyukai mencukur rambut karena bisa mengganggu prosedur
operasi.

b. Persiapan saluran cerna

persiapan kasus yang dilakukan pada saluran cerna berguna untuk :

1. Mengurangi kemungkinan bentuk dan aspirasi selama anestasi.

2. Mengurangi kemungkinan obbstruksi usus.

3. Mencegah infeksi fasessaat operasi.

Untuk mencegah tiga hal tersebut dilakukan :

1. Puasa dan pembatasan makan dan minum.

2. Pemberian enema jika perlu.

3. Memasang tube intestine atau gaster jika perlu.

4. Jika klien menerimaanastesi umum tidak boleh makan dan minum selama 8 – 10 jam
sebelum operasi : mencegah aspirasi gaster. Selang gastro intestinal diberikan malam
sebelum atau pagi sebelum operasi untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester.

c. Persiapan untuk anastesi

Ahli anastesi selalu berkunjunng pada pasien pada malam sebelum operasi untuk
melekukan pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan neurologis. Hal ini akan
menunjukkan tipe anastesi yang akan digunakan selama operasi.

d. Meningkatkan istirahat dan tidur


Klien pre operasi akan istirahat cukup sebelum operasi bila tidak ada gangguan fisik,
tenaga mentalnya dan diberi sedasi yang cukup.

3. Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam sebelum obat-
obatan pre operasi :

1. Mencatat tanda-tanda vital

2. Cek gelang identitas klien

3. Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik

4. Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infus

5. Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir

6. Anjurkan klien untuk buang air kecil

7. Perawatan mulut jika perlu

8. Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala

9. Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia lebih mudah.

4. Interpesi pre operasi

1. Obsevasi tanda-tanda vital

2. Kaji intake dan output cairan

3. Auskultasi bising usus

4. Kaji status nyeri : skala, lokasi, karakteristik

5. Ajarkan tehnik relaksasi

6. Beri cairan intervena

7. kaji tingkat ansietas

8. Beri informasi tentang proses penyakit dan tindakan

5. Intervensi post operasi

1. Observasi tanda-tanda vital


2. Kaji skala nyeri : Karakteristik, skala, lokasi

3. Kaji keadaan luka

4. Anjurkan untuk mengubah posisi seperti miring ke kanan, ke kiri dan duduk.

5. Kaji status nutrisi

6. Auskultasi bising usus

7. Beri informasi perawatan luka dan penyakitnya.

4. Evaluasi

a. Gangguan rasa nyaman teratasi

b. Tidak terjadi infeksi

c. Gangguan nutrisi teratasi

d. Klien memahami tentang perawatan dan penyakitnya

e. Tidak terjadi penurunan berat badan

f. Tanda-tanda vital dalam batas normal

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN APPENDIKS


Posted by Qittun on Tuesday, June 03, 2008
No comments yet
This item was filled under Asuhan Keperawatan

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Appendiks (Umbai cacing) mulai dari caecum ( Usus Buntu) dan lumen

appendiks ini bermuara ke dalam caecum dinding appendiks mengandung banyak


folikel getah bening biasanya appendiks terletak pada iliaca kanan di belakang

caecum ( Henderson ; 1992).

Appendiks dapat mengalami keradangan pembentukan mukokel, tempat

parasit, tumor benigna atau maligna dapat mengalami trauma, pembentukan pistula

interna atau eksterna, kelainan kongenital korpus ileum dan kelaina yang lain.

Khusus untuk appendiks terdapat cara prevensi yang hanya mengurangi morbilitas

dan mortalitas sebelum menjadi perforasi atau gangren (FKUA ; 1989 )

Tindakan pengobatan terhadap appendiks dapat dilakukan dengan cara operasi

(pembedahan ). Pada operasi appendiks dikeluarkan dengan cara appendiktomy

yang merupakan suatu tindakan pembedahan membuang appendiks ( Puruhito ;

1993).

Adapun permasalahan yang mungkin timbul setelah dilakukan tindakan

pembedahan antara lain : nyeri, keterbatasan aktivitas, gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit, kecemasan potensial terjadinya infeksi (Ingnatavicus; 1991).

Dengan demikian peranan perawat dalam mengatasi dan menanggulangi hal

tersebut sangatlah penting dan dibutuhkan terutama perawatan yang mencakup

empat aspek diantaranya : promotif yaitu memberikan penyuluhan tentang

menjaga kesehatan dirinya dan menjaga kebersihan diri serta lingkungannya.

Upaya kuratif yaitu memberikan perawatan luka operasi secara aseptik untuk

mencegah terjadinya infeksi dan mengadakan kaloborasi dengan profesi lain

secara mandiri. Upaya rehabilitatif yaitu memberikan pengetahuan atau


penyuluhan kepada penderita dan keluarganya mengenai pentingnya

mengkonsumsi makanan yang bernilai gizi tinggi kalori dan tinggi protein guna

mempercepat proses penyembuhan penyakitnya serta perawatan dirumah setelah

penderita pulang.

1.2 Batasan dan Perumusan Masalah

Pada penyusunan karya tulis ini penulis hanya melakukan asuhan

keperawatan pada suatu klien dengan kasus apendiks akut khususnya post operasi

appendiktomy di ruang bedah G RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Dari permasalahan yang ada penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimana gambaran asuhan keperawatan pada klien appendiks akut khususnya

post operasi appendiktomy.

1.3 Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Diperoleh pengalaman nyata dalam menerapkan Asuhan keperawatan klien post

appendiktomy secara komprehensif melalui pendekatan proses keperawatan.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien post appendiktomy.


b. Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada klien

post appendiktomy.

c. Dapat membuat perencanaan pada klien post appendiktomy.

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien post appendiktomy.

e. Mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien post

appendiktomy.

1.4 Manfaat

1. Asuhan keperawatan akan memberikan wawasan yang luas mengenai masalah

keperawatan pada klien post appendiktomy.

2. Asuhan keperawatan akan memberi wawasan kepada perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan yang benar tentang masalah klien post appendiktomy

1.5 Sistematika

Untuk memberi gambaran pada pembaca mengenai keseluruhan isi maka

penulis menyusun proposal ini dengan sistematika penulisan sebagai berikut yaitu :

Bab I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, pembatasan dan perumusan

masalah, tujuan, dan sistematika penulisan.


Bab II : Tinjauan pustaka, terdiri dari definisi, anatomi, patofisiologi, dampak

masalah dan asuhan keperawatan.

Bab III : Tinjauan kasus merupakan uraian yang menampilkan asuhan

keperawatan terhadap penderita secara nyata yang sistematikanya

disusun sesuai bab II

Bab IV : Mengupas kesenjangan antara teori dan fakta yang ada untuk mencari

jawaban atas tujuan penulisan

Bab V : Penutup mengutarakan kesimpulan dari uraian, pembahasan, jawaban

terhadap tujuan penulisan dan beberapa penyampaian saran, ada dua

sub bab kesimpulan dan saran yaitu kesimpulan dan saran dari bagian

akhir penulisan ini dicantumkan daftar pustaka


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Dalam pengertian ini ada beberapa pendapat anara lain :

Appendiks akut adalah peradangan dari appendiks vermiformis yang merupakan

penyebab umum dari akut abdomen (Junaidi, dkk, 1982). Appendisitis adalah

peradangan dari suatu appendiks.

Appendisitis akut adalah keadaan yang disebabkan oleh peradangan yang mendadak

pada suatu appendiks ( Baratajaya, 1990).

2.2. Anatomi Fisiologi

Embriologi appendiks berhubungan dengan caecum, tumbuh dari ujung inferiornya.

Tonjolan appendiks pada neonatus berbentuk kerucut yang menonjol pada apek caecum

sepanjang 4,5 cm. Pada orang dewasa panjang appendiks rata-rata 9 – 10 cm, terletak

posteromedial caecum kira-kira 3 cm inferior valvula ileosekalis. Posisi appendiks bisa

retrosekal, retroileal,subileal atau dipelvis, memberikan gambaran klinis yang tidak

sama. Persarafan para simpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri

mesenterika superior dari arteri appendikkularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

dari nervus torakalis x, karena itu nyeri viseral pada appendiks bermula sekitar
umbilikus. Perdarahan pada appendiks berasal dari arteri appendikularis yang merupakan

artei tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya trombosis pada infeksi maka

appendiks akan mengalami gangren.

Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari yang bersifat basa mengandung

amilase, erepsin dan musin. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam bumen

dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks

berperan pada patofisiologi appendiks.

Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated

Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks,

ialah Ig A. Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi

tapi pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem Imunoglobulin tubuh

sebab jaringan limfe kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna

dan seluruh tubuh.

( R.Syamsu ; 1997)

2.3. Patofisiologi

Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat

disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab

terbanyak,adanya fekalit dalam lumen appendiks. Adanya benda asing seperti

cacing, stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya

keganasan (karsinoma karsinoid).


Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa

terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan

dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral.

Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka

rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.

Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,

kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,

peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat,

sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan

appendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut

dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah,

dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat

mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal,

keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak – anak karena omentum

masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang

lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua

karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila

appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul

dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).


2.4. Dampak Masalah

2.4.1. Individu dalam hal ini terjadi gangguan dari berbagai pola fungsi kesehatan

antara lain

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat

pembatasan pemasukan makanan atau minuman sampai peristaltik usus

kembali normal.

c. Pola aktifitas dan latihan

Aktifitas klien biasanya terjadi pembatasan aktifitas akibat rasa nyeri pada

luka operasi sehinnga keperluan klien harus dibantu.

d. Pola tidur dan istirahat.

Klien akan mengalami gangguan kenyamanan dan pola tidur karena rasa sakit

(nyeri) akibat tindakan pembedahan.

e. Pola Eliminasi

Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih,

rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi

pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang

sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan

fungsi.
f. Pola Persepsi dan konsep diri

Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala

kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan

dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.

g. Pola Reproduksi seksual

Adanya larangan untuk berhubungan seksual setelah pembedahan selama

beberapa waktu.

h. Pola terhadap keluarga

Perawatan dan pengobatan memerlukan biaya yang banyak harus ditanggung oleh

keluarganya juga perasaan cemas keluarga terhadap keadaan klien.

2.5 Asuhan Keperawatan

Dengan memberikan asuhan keperawatan perawat menggunakan

pendekatan proses keperawatan dengan melalui beberapa tahap yaitu :

2.5.1 Pengkajian

a. Pengumpulan data

1. Anamnesa

a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam

masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat,

umur pendidikan, pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan suku

bangsa.

b. Riwayat penyakit sekarang

Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri

yang disebabkan insisi abdomen.

c. Riwayat penyakit dahulu

Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti

hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk

rumah sakit, obat-abatan yang pernah digunakan apakah mempunyai

riwayat alergi dan imunisasi apa yang pernah diderita.

d. Riwayat penyakit keluarga

Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus,

hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya uapaya yang

dilakukan dan bagaimana genogramnya .

e. Pola Fungsi Kesehatan

1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat


Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan

kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), bagaimana status

ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi

lamanya penyembuhan luka.

2. Pola Tidur dan Istirahat

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga

dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.

3. Pola aktifitas

Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak karena rasa

nyeri luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest

berapa waktu lamanya setelah pembedahan.

4. Pola hubungan dan peran

Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa

melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.

penderita mengalami emosi yang tidak stabil.

5. Pola sensorik dan kognitif

Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, pearaan serta

pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi

terhadap orang tua, waktu dan tempat.


6. Pola penanggulangan stress

Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.

7. Pola tata nilai dan kepercayaan

Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara

klien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.

2.5.2 Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Fisik

1. Status Kesehatan umum

Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan sakit tanpa sakit ada
tidaknya kelemahan.

2. Integumen

Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan pada


abdomen sebelah kanan bawah .

3. Kepala dan Leher

Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada warna pucat.

4. Torax dan Paru


Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan

cuping hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan biasanya

normal (16 – 20 kali permenit). Apakah ada ronchi, whezing, stridor.

5. Abdomen

Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada

usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah

bisa kencing spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa

apakah produksi urine cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau

hematuri jika dipasang kateter periksa apakah mengalir lancar, tidak ada

pembuntuan serta terfiksasi dengan baik.

6. Ekstremitas

Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang

hebat, juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.

b. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium.

a. Darah. Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 mn.

b. Urine. Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit .

2. Pemeriksaan Radiologi.
BOF, Tampak distensi sekum pada appendisitis akut.

c. Analisa data.

Dari urarai diatas pengkajian kemudian data tersebut dikelompokkan

menjadi data subyektif dan data obyektif lalu dianalisa sehingga dapat

ditarik kesimpulan masalah yang timbul dan untuk selanjutnya dapat

dirumuskan diagnosa keperawatan (lismidar, 1990).

d. Diagnosa Keperawatan.

Tahap akhir dari pengkajian adalah diagnosa keperawatan. Diagnosa

keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa data yang diperoleh dari

pengkajian data. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada

penderita post appendiktomy :

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan insisi pembedahan

( Ingnatavicius; 1991).

2. Potensial terjadi infeksi dengan invasi kuman pada luka operasi

( Doenges; 1989 ).

3. Kecemasan sehubungan dengan kurangnya informasi dari team

kesehatan akan penyembuhan penyakit ( Ingnatavicius; 1991 ).

2.5.3 Perencanaan
Dari diagnosa keperawatan diatas maka dapat disusun rencana perawatan sesuai

dengan prioritas masalah kesehatan, yaitu :

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan insisi pembedahan.

Tujuan :

Nyeri berkurang dalam waktu kurang dari 24 jam.

Kriteria Hasil :

Klien menyatakan nyeri berkurang, tidak takut melakukan mobilisasi, klien

dapat istirahat dengan cukup.

Skala nyeri sedang

Rencana Tindakan :

a. Beri penjelasan pada klien tentang sebab dan akibat nyeri.

b. Ajarkan teknik relaksasi dan destraksi.

c. Bantu klien menentukan posisi yang nyaman bagi klien.

d. Rawat luka secara teratur daan aseptik.

Rasional :
a. Penjelasan yang benar membuat klien mengerti sehingga dapat diajak

bekerja sama.

b. Dapat mengurangi ketegangan atau mengalihkan perhatian klien agar dapat

mengurangi rasa nyeri.

c. Penderita sendiri yamg merasakan posisi yang lebih menyenangkan

sehingga mengurangi rasa nyeri.

d. Perawatan luka yang teratur dan aseptik dapat menghindari sekecil mungkin

invasi kuman pada luka operasi.

e. Analgesik dapat mengurangi rasa nyeri.

2. Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan invasi kuman pada luka operasi.

Tujuan :

Infeksi pada luka operasi tidak terjadi.

Kriteria hasil :

Tidak ada tanda – tanda infeksi (rubor, dolor ) luka bersih dan kering.

Rencana tindakan :

a. Beri penjelasan pada klien tentang pentingnya perawatan luka dan tanda -

tanda atau gejala infeksi.


b. Rawat luka secara teratur dan aseptik.

c. Jaga luka agar tetap bersih dan kering.

d. Jaga kebersihan klien dan lingkungannya.

e. Observasi tanda – tanda vital.

f. Kolaborasi dengan dokter untuk antibiotik yang sesuai.

Rasional :

a. Penderita akan mengerti pentingnya perawatan luka dan segera melapor bila

ada tanda – tanda infeksi.

b. Perawatan luka yang teratur dan aseptik dapat menghindari sekecil mungkin

invasi kuman pada luka operasi.

c. Media yang lembab dan basah merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan kuman.

d. Mengetahui sedini mungkin tanda – tanda infeksi pada luka operasi.

e. Mengetahui sedini mungkin tanda – tanda infeksi secepatnya mengatasi .

3. Kecemasan sehubungan dengan kurangnya informasi dari Antibiotik menghambat

proses infeksi dalam tubuh.

Tujuan :
Rasa cemas berkurang.

Kriteria hasil :

Klien dapat mengekspresikan kecemasan secara konstruktif, klien dapat tidur

dengan tenang dan berkomunikasi dengan teman sekamarnya.

Rencana Tindakan :

a. Jelaskan keadaan proses penyebab dan penyakitnya

b. Jelaskan pengaruh psikologis terhadap fisiknya (Penyembuhan penyakit).

c. Jelaskan tindakan perawatan yang akan diberikan.

Rasional :

a. Dengan penjelasan diharapkan klien dapat mengerti sehingga klien

menerima dan beradaptasi dengan baik.

b. Pengertian dan pemahamannya yang benar membantu klien berfikir secara

konstruktif.

c. Dengan penjelasan benar akan menambah keyakinan atau kepercayaan diri

klien. (FK UI; 1990)

2.5.4 Pelaksanaan
Merupakan realisasi dan rencana tindakan keperawatan yang telah diberikan

pada klien.

2.5.5 Evaluasi

Merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan.

Tujuan evaluasi adalah : Untuk menilai apakah tujuan dalam keperawatan tercapai atau

tidak untuk melakukan pengkajian ulang. Untuk menilai apakah tujuan tercapai

sebagian, seluruhnya atau tidak tercapai dapat dibuktikan dari prilaku penderita.

Dalam hal ini juga sebagai langkah koreksi terhadap rencana keperawatan semula.
Untuk mencapai rencana keperawatan berikutnya yang lebih relevan.
DAFTAR PUSTAKA

Baratajaya, Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1990

Dona P. Ignatavicus, Medical surgical Nursing A Nursing Aproach , edisi I; 1991.

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Digestive Surgency, Surabaya.

Lismidar, Proses keperawatan FKUI; 1990.

Marlyn E. Doenges, Nursing care Plans, F. A. Davis Company, Philadelphia; 1989.

M.A. Henderson, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Penerbit Yayasan essentia media,
1989.

Purnama Junaidi, Atiek S. Soemasto, Husna Amels,Kapita selecta kedokteran edisi


II Media Aeskulis, FKUI ; 1982.

Puruhito Dr, Soetanto Wibowo Dr, Soetomo Basuki Dr, Pedoman Tehnik Operasi
“OPTEK” UNAIR Press; 1993.

Soeparman Sarwono, Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI; 1990.

Anda mungkin juga menyukai