Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS KLIEN DIABETES MELITUS

A. DEFINISI

Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai


oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer
Suzzane C & Brenda G.Bare, 2001).

Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolic yang berlangsung


kronik dimana penderita diabetes tidak bias memproduksi insulin dalam
jumlah yang cukup atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif
sehingga terjadilah kelebihan gula didalam darah (Harrison, 2001).

Diabetes Melitus Tipe II/NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes


Melitus) adalah diabetes yang terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap
insulin (yang disebut resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi
insulin (Smeltzer Suzzane C & Brenda G.Bare, 2001).

Diabetes Melitus Tipe II/NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes


Melitus) adalah diabetes yang ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin (Price.A.Sylvia dan Lorraine M.Wilson, 2005).

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat diambil suatu


kesimpulan bahwa diabetes melitus tipe II adalah diabetes yang terjadi akibat
penurunan sensitivitas terhadap insulin yang ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin

B. ETIOLOGI

Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat


heterogen, akan tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya menjanai
peran utama dalam mayoritas Diabetes Melitus (Riyadi, 2011).
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui .
Faktor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin . Selain itu terdapat faktor-faktor resiko tertentu yang
berhubungan yaitu :
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
b. Obesitas
c. Riwayat Keluarga
d. Kelompok etnik
( Smeltzer and Bare, 2000 )
C. TANDA DAN GEJALA/ MANIFESTASI KLINIS

Menurut Tarwoto (2012) tanda dan gejala meliputi :


1. Sering kencing/miksi atau menigkatnya frekuensi buang air kecil
(poliauria). Adanya hiperglekimia menyebabkan sebagian glukosa
dikeluarkan oleh ginjal bersama urine karna keterbatasan kemampuan
filtrasi ginjal dan kemampuan reabsorps dari tubulus ginja. Untuk
mempermudah pengeluaran glukosa maka diperlukan banyak air, sehingga
frekuensi miksi meningkat.
2. Meningkatnya rasa haus (polidipsia). Banyaknya miksi menyebabkan
tubuh kekurangan cairan (dehidrasi), hal ini merangsang pusat haus, yang
mengakibatkan peningkatan rasa haus.
3. Minangkatkan rasa lapar (polipagia). Meningkatkan untuk matabolisme,
pemecahan glikoge untuk energi menyebabkan cadangan energi berkurang
keadaan ini menstimulasi pusat lapar.
4. Penurunan berat badan. Penurunan berat badan disebabkan karena
banyaknya kehilngan cairan, glikogen dan cadangan triglesirida serta
massa otot.
5. Kelainan pada mata, mata kabur. Pada kondisi kronis, keadaan
hiperglikemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat, sirkulasi ke
vaskuler menjadi tidak lancar, termasuk pada mata yang merusak
retinaserta kekeruhan pada lensa.
6. Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina peningkatan
glukosa darah mengakibatkan penumpukan gula pada kulit sehingga
menjadi gatal, jamur dan bakteri mudah menyerang kulit
7. Ketonuria. Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, maka
digunakan asam lemak untuk energi, asam lemak akan di pecah menjadi
keton yang kemudian berada dalam darah dan dikeluarakan melalui ginjal.
8. Kelemahan dan keletihan. Kurangnya cadangan energi, adnya kelaparan
sel, kehilangan potassium menjadi akibat pasien menjadi mudah lemah dan
letih.
9. Terkadang tanpa kejala.Pada keadaan tertentu, tubuh mudah beradaptasi
dengan peningkatan glukosa darah
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan penunjang
Menurut Smeltzer, 2001 adapun pemeriksaan penunjang pada penyakit
Diabetes Melitus, yaitu sebagai berikut:
a) Pemeriksaan darah
a. Glukosa darah puasa ( GDP ) : lebih dari 120 mg/dl
b. Glukosa darah 2 jam PP ( post prandial ) : lebih dari 200 mg/dl
c. Glukosa darah acak : lebih dari 200 mg/dl
b) Pemeriksaan urine
Pemeriksaan reduksi biasanya 3 x sehari dilakukan 30 menit sebelum
makan, dapat juga 4 x sehari, tapi lebih lazim dilakukan 3 x sehari. Urine
reduksi normal umumnya biru bila terdapat glukosa dalam urine :
a. Warna hijau ( + )
b. Warna kuning ( ++ )
c. Warna merah bata ( +++ )
d. Warna coklat ( ++++ )
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan fehling benedict dan
ansipatik ( paper strip ).
c) Pemeriksaan penunjang
Perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk diabetes
melitus yaitu
a. Kelompok usia dewasa tua ( > 40 tahun )
b. Kegemukan
c. Tekanan darah tinggi
d. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gr
e. Riwayat keluarga diabetes melitus
f. Riwayat diabetes melitus pada kehamilan
g. Dislipidemia
( arief mansjoer, at.all, 2001 )
2. Pemeriksaan Diagnostik

Kriteria diagnostik menurut WHO(1985) untuk diabetes melitus pada


orang dewasa tidak hamil, pada sedikitnya dua kali pemeriksaan:

1. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)


2. Glukosa plasma puasa/Nuchter >140 mg/dl ( 7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkomsumsi 75 gr Karbohidrat ( 2 jam post prandial (pp) >200
mg/dl (11,1 mmol/L)

E. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

1. Medis

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin


dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu :

(Corwin,EJ.2009)

a. Diet

Syarat diet DM hendaknya dapat :


1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3J
yaitu:
a. jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
b. jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
c. jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status
gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
Relative Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :
1. Kurus (underweight) BBR < 90 %
2. Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3. Gemuk (overweight) BBR > 110%
4. Obesitas apabila BBR > 120%
a) Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
b) Obesitas sedang BBR 130% - 140%
c) Obesitas berat BBR 140% - 200%
d) Morbid BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah :
1. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
2. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :

1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam


sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.

2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore.


3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen.

4) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein

5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.

6)Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena


pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

c. Penyuluhan

Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada


penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya. (Hardhi
Kusuma,2013)

d. Obat

Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO).

(Asman 2006)

1) Mekanisme kerja sulfanilurea

Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin
sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan
pada penderita dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien
yang berat badannya sedikit lebih.

2) Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain


yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
d. Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
e. Menghambat absorpsi karbohidrat
f. Menghambat glukoneogenesis di hati
g. Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
h. Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
i. Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler

3) Insulin (Suddarth.2002)
Indikasi penggunaan insulin :
b) DM tipe I
c) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
d) DM kehamilan
e) DM dan gangguan faal hati yang berat
f) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
g) DM dan TBC paru akut
h) DM dan koma lain pada DM
i) DM operasi
j) DM patah tulang
k) DM dan underweight
l) DM dan penyakit Graves

Cara pemberian insulin :

Dilakukan dengan injeksi subkutan Insulin regular mencapai puncak kerjanya


pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat
suntikan tergantung pada beberapa faktor antara lain.

4) Cangkok pankreas

Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara
kembar identik.

2. Keperawatan

Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis secara keperawatan


yaitu :

a) Diit
Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.
b) Latihan
Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil, jalan – jalan
sore, senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.
c) Pemantauan
Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya secara mandiri dan
optimal.
d) Terapi insulin
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali sesudah makan dan pada
malamhari.
e) Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi penderita
ulkus dm supaya penderita mampu mengetahui tanda gejala komplikasi
pada dirinya dan mampu menghindarinya.
f) Nutrisi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka debridement,
karena asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol energy yang
dikeluarkan.
g) Stress Mekanik
Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah seperti bedrest,
dimana semua pasin beraktifitas di tempat tidur jika diperlukan. Dan setiap
hari tumit kaki harus selalu dilakukan pemeriksaan dan perawatan
(medikasi) untuk mengetahui perkembangan luka dan mencegah infeksi
luka setelah dilakukan operasi debridement tersebut. (Smelzer & Bare,
2005)
h) Tindakan pembedahan
Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi antara lain :
Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau tidak ada.
Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis, dan
dilakukan perawatan dalam jangka panjang sampai dengan luka terkontrol
dengan baik. (Smelzer & Bare, 2005)

F. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM Tipe II, antara lain
(Stockslager L, Jaime & Liz Schaeffer, 2007) :
a) Hipoglikemia.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang di obati
dengan insulin atau obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini mungkin di sebabkan
oleh pemberian insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak adekuat,
konsumsi alkohol, atau olahraga yang berlebihan. Gejala hipoglikemi pada
lansia dapat berkisar dari ringan sampai berat dan tidak disadari sampai
kondisinya mengancam jiwa.
b) Ketoasidosis diabetic.
Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan kondisi
yang mengancam jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya terjadi pada lansia
dengan diabetes Tipe 1, tetapi kadang kala dapat terjadi pada individu yang
menderita diabetes Tipe 2 yang mengalami stress fisik dan emosional yang
ekstrim.
c) Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosmolar
hyperglycemic syndrome, HHNS) atau koma hyperosmolar.
Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada pasien yang
menderita diabetes. Sebagai suatu kedaruratan medis, HHNS di tandai dengan
hiperglikemia berat(kadar glukosa darah di atas 800 mg/dl), hiperosmolaritas
(di atas 280 mOSm/L), dan dehidrasi berat akibat deuresis osmotic. Tanda
gejala mencakup kejang dan hemiparasis (yang sering kali keliru diagnosis
menjadi cidera serebrovaskular) dan kerusakan pada tingkat kesadaran
(biasanya koma atau hampir koma).
d) Neuropati perifer
Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan kebas atau
nyeri dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga bermanifestasi dalam
berbagai cara, yang mencakup gastroparesis (keterlambatan
pengosongan lambung yang menyebabkan perasaan mual dan penuh setelah
makan), diare noktural, impotensi, dan hipotensi ortostatik.
e) Penyakit kardiovaskuler
Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens hipertensi 10 kali
lipat dari yang di temukan pada lansia yang tidak menderita diabetes. Hasil ini
lebih meningkatkan resiko iskemik sementara dan penyakit serebrovaskular,
penyakit arteri koroner dan infark miokard, aterosklerosis serebral, terjadinya
retinopati dan neuropati progresif, kerusakan kognitif, serta depresi sistem
saraf pusat.
f) Infeksi kulit
Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena
kandungan glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri. Hal
ini membuat lansia rentan terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta
vaginitis.
G. WOC
H. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas
Dalam mengkaji identitas beberapa data didapatkan adalah nama klien, umur,
pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, agama, suku, alamat. Dalam
identitas data/ petunjuk yang dapat kita prediksikan adalah Umur, karena
seseorang memiliki resiko tinggi untuk terkena diabetes mellitus tipe II pada
umur diatas 40 tahun.
b) Keluhan Utama
Pasien diabetes mellitus datang kerumah sakit dengan keluhan utama yang
berbeda-beda. Pada umumnya seseorang datang kerumah sakit dengan gejala
khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun.
c) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan informasi
apakah terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes mellitus misalnya
riwayat obesitas, hipertensi, atau juga aterosclerosis
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari DM,
penyebab terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita
untuk mengatasinya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal ini
berhubungan dengan proses genetik dimana orang tua dengan diabetes
mellitus berpeluang untuk menurunkan penyakit tersebut kepada anaknya.
d) Pola fungsional gordonPengkajian data dasar yang meliputi
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan tidur atau berjalan.
Tanda : Takikardia dan takipneu padan keadaan istirahat atau dengan
aktivitas.

b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi; IM akut, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural; hipertensi, nadi
yang menurun / tak ada, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan
kemerahan; bola mata cekung.
c. Integritas ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : Poliuria, nokturia, rasa nyeri atau terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi ), infeksi saluran kencing (ISK) baru atau berulang, nyeri
tekan abdomen, diare.
Tanda : Urin encer, pucat, kuning; poliuri, urin berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, asites.
e. Makanan atau cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual atau muntah, penurunan berat badan
lebih dari periode beberapa hari atau minggu, haus.
Tanda : Kulit kering atau bersisik, turgor jelek, kekakuan atau distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, bau halitosis atau manis,
bau buah (napas aseton).
f. Neurosensori
Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, koma ( tahap lanjut ),
gangguan memori ( baru, masa lalu ), aktivitas kejang ( tahap
lanjut ).
g. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri ( sedang atau berat ).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.

h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum
purulen ( tergantung adanya infeksi atau tidak ).
Tanda : Lapar udara, batuk, dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi),
frekuensi pernapasan.
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal; ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya
kekuatan umum, parestesia.
j. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina ( cenderung infeksi ), masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita.
k. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : Faktor risiko keluarga, DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat seperti steroid,
diuretik ( tiazid ); dilantin atau fenorbarbital (dapat meningkatkan
kadar glukosa darah), mungkin atau tidak memerlukan obat
diabetik sesuai pesanan.
e) Pertimbangan rencana pemulangan
Mungkin memerlukan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan terhadap glukosa darah.
f) Hal-hal lain yang perlu dikaji
1) Kaji hiperglikemia dan hipoglikemia
2) Satus hidrasi
3) Tanda dan gejala ketoasidosis, nyeri abdomen, mual muntah, pernapasan
kusmaul menurunnya kesadaran.
4) Kaji tingkat pengetahuan
5) Mekanisme koping
6) Kaji nafsu makan
7) Status berat badan
8) Frekuensi berkemih
9) Fatigue
g) Pemeriksaan Laboratorium
1) Glikosuria
Diketahui dari uji reduksi yang dilakukan dengan bermacam-
macam reagensia seperti benedict, clinitest, dan sebagainya.
2) Hiperglikemia
Pemeriksaan kadar gula darah puasa. Gula darah puasa meningkat
dapat berkisar antara 8-20 mmol/L (130-800 mg%) atau lebih tergantung
beratnya keadaan penyakit. Biasanya diatas 14 mmol/L dan sesudah
makan, gula darah meningkat lebih tinggi dibandingkan anak normal dan
penurunan kadar ke kadar sebelumnya membutuhkan waktu lebih lama.
3) Ketonuria
4) Kolestrol dapat meningkat
Normalnya di bawah 5,5 mmol/L. Tidak selalu nilainya paralel
dengan gula darah, tetapi kadar kolestrol darah yang tetap tinggi (yaitu
diatas 10 mmol/L) menunjukkan prognosis jangka panjangnya buruk
karena komplikasi seperti oterosklerosis lebih sering terjadi.
5) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit, PaCO2 menurun, pH
merendah. Bila penyakit berat maka bisa terjadi asidosis metabolik dan
perubahan biokimiawi karena dehidrasinya.
h) Pemeriksaan fisik
Menurut Doengoes, dkk (2003), pada pemeriksaan fisik biasanya
ditemukan: poliuri/ banyak kencing (normal : kuramg lebih 1500 ml),
polidipsi/ banyak minum, polifagia/ banyak makan, kelemahan otot, berat
badan menurun, kelaianan kulit : gatal, bisul-bisul, kelainan ginekologis :
keputihan, pruritus pada vagina, luka tidak sembuh-sembuh, peningkatan
angka infeksi, impotensi pada pria.
No Diagnosa Tujuan (NOC) & Intervensi (NIC)
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Nyeri akut NOC: Manajemen nyeri :
berhubungan  Tingkat nyeri Definisi : Pengurangan atau
dengan agen  Nyeri terkontrol reduksi nyeri sampai pada
injuri biologis  Tingkat kenyamanan tingakt kenyamanan yang
(penurunan Kriteria Hasil : dapat diterima oleh pasien
perfusi 1. Mengontrol nyeri, 1. Lakukan pegkajian nyeri
jaringan dengan indikator : secara komprehensif
perifer)  Mengenal termasuk lokasi,

faktor-faktor karakteristik, durasi,

penyebab frekuensi, kualitas dan

 Mengenal onset ontro presipitasi.

nyeri 2. Observasi reaksi

 Tindakan nonverbal dari

pertolongan non ketidaknyamanan.

farmakologi 3. Gunakan teknik


komunikasi terapeutik
 Menggunakan
untuk mengetahui
analgetik
pengalaman nyeri klien
 Melaporkan
sebelumnya.
gejala-gejala
4. Kontrol ontro lingkungan
nyeri kepada
yang mempengaruhi nyeri
tim kesehatan.
seperti suhu ruangan,
 Nyeri terkontrol
pencahayaan, kebisingan.
2. Menunjukkan
5. Kurangi ontro presipitasi
tingkat nyeri,
nyeri.
dengan indikator:
6. Pilih dan lakukan
 Melaporkan
penanganan nyeri
nyeri
(farmakologis/non
 Frekuensi nyeri
farmakologis)..
 Lamanya
7. Ajarkan teknik non
episode nyeri farmakologis (relaksasi,
 Ekspresi nyeri; distraksi dll) untuk
wajah mengetasi nyeri..
 Perubahan 8. Berikan analgetik untuk
respirasi rate mengurangi nyeri.
 Perubahan 9. Evaluasi tindakan
tekanan darah pengurang nyeri/ontrol

 Kehilangan nyeri.

nafsu makan 10. Kolaborasi dengan dokter

3. berkurang dengan bila ada komplain tentang

menggunakan pemberian analgetik tidak

manajemen nyeri berhasil.

4. Menyatakan rasa 11. Monitor penerimaan klien


nyaman setelah nyeri tentang manajemen nyeri.

berkurang
.
2. Ketidakseimba NOC : NIC :
ngan nutrisi  Nutritional Status : Manajemen nutrisi
kurang dari food and Fluid Intake Definisi : menyediakan dan
kebutuhan  Nutritional Status : meningkatkan intake nutrisi
tubuh b.d nutrient Intake yang seimbang
gangguan Kriteria Hasil : 1. Kaji adanya alergi
keseimbangan 1) Adanya peningkatan makanan
insulin berat badan sesuai 2. Kolaborasi dengan ahli
dengan tujuan gizi untuk menentukan
2) Berat badan ideal jumlah kalori dan nutrisi
sesuai dengan tinggi yang dibutuhkan pasien.
badan 3. Anjurkan pasien untuk
3) Mampumengidentifik meningkatkan intake Fe
asi kebutuhan nutrisi 4. Anjurkan pasien untuk
4) Tidak ada tanda tanda meningkatkan protein dan
malnutrisi vitamin C
5) Menunjukkan 5. Yakinkan diet yang
peningkatan fungsi dimakan mengandung
pengecapan dari tinggi serat untuk
menelan mencegah konstipasi
6) Tidak terjadi 6. Berikan makanan yang
penurunan berat terpilih (sudah
badan yang berarti dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
7. Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan harian.
8. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
9. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
10. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
Definisi :
Oengumpulan dan analisa
data pasien yang berkaitan
dengan asupan nutrisi.
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak
atau orangtua selama
makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor mual dan muntah
10. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
11. Monitor makanan
kesukaan
12. sMonitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
13. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
14. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
15. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

3.. Resiko NOC : NIC:


kekurangan  Fluid balance Fluid management
volume cairan  Hydration Definisi :
b.d kehilangan  Nutritional status: Meningkatkan keseimbangan
cairan food and fluid intake cairan dan pencegahan
berlebih, tidak Kriteria Hasil: komplikasi yang dihasilkan
adekuatnya 1. Mempertahankan dari tingkat cairan tidak
intake cairan urine output sesuai normal atau tidak diinginkan.
dengan usia, BB 1. Catat intake dan output
2. Vital sign dalam 2. Monitor status hidrasi
batas normal 3. Monitor vital sign
3. Tidak ada tanda- 4. Monitor status nutrisi
tanda dehidrasi 5. Kolaborasi pemberian
terapi cairan IV
6. Dorong masukan oral
Hipovolemi management:
1. Monitor intake dan output
cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor Hb dan Ht
4. Monitor berat badan
5. Monitor respon klien
terhadap penambahan
cairan
6. Monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan cairan
4. Kerusakan NOC : NIC :
integritas kulit Intergritas jaringan Infection Control (Kontrol
b.d Luka Kriteria Hasil : infeksi)
diabetes 1. Suhu kulit Definisi :
melitus 2. Sensasi Menimalkan penerimaan dan
3. Elastisitas transmisi agen infeksi.
4. Hidrasi 1. Bersihkan lingkungan
5. Keringat setelah dipakai pasien lain
6. Tekstur 2. Pertahankan teknik isolasi
7. Ketebalan 3. Instruksikan pada
8. Perfusi jaringan pengunjung untuk
9. Pertumbuhan rambut mencuci tangan saat
pada kulit berkunjung dan setelah
10. Integritas kulit berkunjung meninggalkan
pasien
Penyembuhan Luka : 4. Gunakan sabun
Primer antimikrobia untuk cuci
Kriterita Hasil : tangan
1. Memperikirakan 5. Cuci tangan setiap
kondisi kulit sebelum dan sesudah
2. Memperkirakan tindakan kperawtan
kondisi tepi luka 6. Gunakan baju, sarung
3. Pembentukan bekas tangan sebagai alat
luka pelindung
4. Eritema di kulit 7. Pertahankan lingkungan
sekitarnya aseptik selama
5. Lebam kulit di pemasangan alat
sekitarnya 8. Ganti letak IV perifer dan
6. Periwound edema line central dan dressing
7. Peningkatan suhu kulit sesuai dengan petunjuk
8. Bau luka busuk umum
9. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
10. Tingkatkan intake nutrisi
11. Berikan terapi antibiotik
bila perlu
proteksi terhadap infeksi

- Monitor tanda dan gejala


infeksi sistemik dan lokal
- Monitor hitung granulosit,
WBC
- Monitor kerentanan
terhadap infeksi
- Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
- Berikan perawatan kulit
pada area epidema
- Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
- Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
- Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara menghindari
infeksi
- Laporkan kecurigaan
infeksi
- Laporkan kultur positif

Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya : Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien. Pada
tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul
pada pasien

Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan


yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi
proses dan evaluasi hasil. Evaluasi berfokus pada ketepatan perawatan yang
diberikan dan kemajuan pasien atau kemunduran pasien terhadap hasil yang
diharapkan. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu karena setiap
tindakan keperawatan dilakukan, respon klien dicatat dan dievaluasi dalam
hubungannya dengan hasil yang yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Long, C. Barbara, (1996), Perawatan Medikal Bedah , Ikatan Alumni Pendidikan
Padjajaran Bandung.

Tjokronegoro, Arjatmo, Prof. dr. Ph.D, Hendra Utama,(1999), Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi III, EGC. Jakarta.

Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth (Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. Penatalaksanaan Diabetes


Melitus Terpadu, Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi
Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Long, B.C. 2006. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Alih Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan
Keperawatan Padjadjaran. Bandung: YPKAI
Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal –
Bedah Brunner & Suddarth Vol.2.Edisi 8.Jakarta EGC

Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson.(2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses –


Proses Penyakit, Volume 1.Edisi 4.Jakarta : EGC

Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online]


cited 12 Februari 2012], avaible from URL:
http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-diabetes-
mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/

Anda mungkin juga menyukai