Immanuel Kant (1724 -1804) Ahli Falsafah German, Falsafah ialah ilmu
pengetahuan yang menyelidik dasar2 bagi mengetahui sesuatu dan bertindak.
Barat
i. Ciri-ciri semulajadi manusia bersifat sejagat
ii. Bersifat praktikal dan pragmatik
iii. Menumpukan perkara-perkara asas sahaja.
Timur
i. Pendidikan membolehkan seseorang untuk mencapai kebijaksanaan,
mengekalkan struktur kekeluarg aan.
ii. Peranan guru sebagai penyampai ilmu dan mengajar caracara hidup yang baik
dan betul
Islam
i. Proses pendidikan merupakan penyatuan semua ilmu pengetahuan di bawah
AlQuran yang menjadi teras pendidikan
ii. Pendidikan memainkan peranan ke arah mewujudkan kesimbangan antara
potensi fizikal, intelek dan rohani manusia.
PERBEZAAN MATLAMAT
Barat
v Mengajar ilmu dan budaya yang bersifat asas sahaja.
v Mengasaskan corak budaya baru.
v Menghasilkan individu yang berkebolehan (ziancai) serta bermoral tinggi.
Timur
v Menghasilkan individu yang bersedia menghadapi perubahan dalam kehidupan
seharian.
v Menghasilkan individu menyeluruh dengan interaksi & integrasi.
Islam
v Membentuk dan memperkembangkan insan supaya menjadi muslim yang
berilmu,beriman, beramal soleh dan berperibadi mulia ke arah melengkapkan diri
serta bertanggungjawab sebagai hamba dan khalifah Allah S.W.T.yang bertakwa.
v Melahirkan insan yang taat kepada AllahS.W.T., hidup dalam masyarakat dengan
harmoni, aman dan damai.
PERBEZAAN TOKOH
Barat
· Socrates (470-399 sm)
· Plato (427-347)
· Aristotle (384- 322)
Timur
· Confucius (551-479)
· Rabindranath tagore (1861- 1941)
Islam
· Ibnu Rushd (520-595 Hijrah)
· Al- Ghazali (1058-1111 Hijrah)
· Ibnu Khaldun (1332-1406 Hijrah)
· Al-Farabi (870 ± 950 AD)
Barat
v Boleh dibahagikan kepada dua jenis : Tradisional, Moden
v Sumber : Bersumberkan akal, pengalaman
Timur
v Konfusianisme dan toisme (China)
v Hinduisme dan buddhisme, nasionalisme dan internationalism
v Sumber : Buku e (india), Pemikiran confuciusme
Islam
v Boleh dilihat dari dua sudutFalsafah TeoriFalsafah Amalan
v Sumber : Ilmu wahyu, Ilmu akhirat
PANDANGAN JOHN DEWEY TENTANG PENDIDIKAN
Bagi Dewey, kehidupan masyarakat yang berdemokratis adalah dapat terwujud bila
dalam dunia pendidikan hal itu sudah terlatih menjadi suatu kebiasaan yang baik. Ia
mengatakan bahwa ide pokok demokratis adalah pandangan hidup yang
dicerminkan dengan perluanya pastisipasi dari setiap warga yang sudah dewasa
dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur hidup bersama. Ia menekankan bahwa
demokrasi merupakan suatu keyakinan, suatu prinsip utama yang harus dijabarkan
dan dilaksanakan secara sistematis dalam bentuk aturan sosial politik.Sehubungan
dengan hal tersebut maka Dewey menekankan pentingnya kebebasan akademik
dalam lingkungan pendidikan. Ia dengan secara tidak langsung menyatakan bahwa
kebebasan akademik diperlukan guna mengembangkan prinsip demokrasi di
sekolah yang bertumpuh pada interaksi dan kerja sama, berdasarkan pada sikap
saling menghormati dan memperhatikan satu sama lain; berpikir kreatif menemukan
solusi atas problem yang dihadapi bersama, dan bekerja sama untuk merencanakan
dan melaksanakan solusi. Secara implisit hal ini berarti sekolah demokratis harus
mendorong dan memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk aktif
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, merancang kegiatan dan
melaksanakan rencana tersebut.
Bagi Dewey, lebih penting melatih pikiran manusia untuk memecahkan masalah
yang dihadapi, dari pada mengisinya secara sarat dengan formulai-formulasi secara
sarat teoritis yang tertib. Pendidikan harus pula mengenal hubungan yang erat
antara tindakan dan pemikiran, antara eksperimen dan refleksi. Pendidikan yang
merupakan kontiunitas dari refleksi atas pengalaman juga akan mengembangkan
moralitas dari anak-anak didik. Dengan demikian belajar dalam arti mencari
pengetahuan, merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Dalam proses ini,
ada perjuangan yang terus menerus untuk membentuk teori dalam konteks
eksperimen dan pemikiran.
Dalam banyak tulisannya, Dewey sering memberikan kritik terhadap sistem sekolah
tradisional, yang dapat dijelaskan di sini bahwa dalam sekolah tradisional, pusat
perhatian berada diluar anak, apakah itu guru, buku, teks dan sebagainya. Kondisi
ini merupakan kegagalan untuk melihat anak sebagai makhluk hidup yang tumbuh
dalam pengalaman dan di mana dalam kapasitasnya untuk mengontrol pengalaman
dalam transaksinya dengan lingkungan. Hasilnya pokok-persoalan terisolasi dari
anak dan hubungan menjadi formal, simbolik, statis, mati; sekolah menjadi tempat
untuk mendengarkan, untuk instruksi massal, dan selanjutnya terpisah dari hidup.
Dewey, yang penting bagi seorang guru adalah melatih pikiran siswa untuk
memecahkan masalah yang dihadapi, dari pada mengisinya secara sarat dengan
formulai-formulasi, teori-teori. Guru tidak boleh membuat penyiksaan fisik yang
sewenang-wenang terhadap siswa dan mengindoktrinir mereka dengan doktrin-
doktrin. Sebab dengan demikian hanya akan menghilangkan kebebasan dalam
pelaksanaan pendidikan. Dewey memprotes cara belajar dengan mengandalkan
kemampuan mendengar dan menghafal. Yang penting yakni guru mendampingi
siswa dalam berkreativitas dan berdiskusi dalam menyelesaikan masalah.
Dengan demikian seorang guru harus berperan sebagai mediator atau fasilitator
yang membantu proses belajar seorang siswa. Oleh kerena itu, seorang guru
memiliki tiga tugas utama:
Tidak selamanya kondisi kehidupan manusia berjalan sesuai dengan apa yang kita
inginkan. Dan mungkin kita tidak tahu alasan mengapa kita berbuat sesuatu. Hal
yang berkaitan dengan tingkat kesadaran seseorang akhirnya menjadikan guru atau
dosen sebagai penanggungjawab akan perubahan pada peserta didik harus
memformat pola pendidikan untuk membawa kesadaran manusia pada tingkatan
yang lebih tinggi. Pendidikan dalam perjalanannya selalu berusaha mencari format
untuk dapat mencapai tujuan pendidikan tersebut, yaitu memanusiakan manusia.
Banyak tokoh pendidikan berusaha menawarkan format pendidikan menurut
pemahaman dia mengenai pendidikan itu sendiri, tujuan, dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan pendidikan. John Dewey sebagai salah seorang tokoh
pendidikan berkebangsaan Amerika menawarkan tentang pola pendidikan
partisipatif. Yang bertujuan untuk lebih memberdayakan peserta didik dalam
jalannya proses pendidikan.
Dalam makalah ini akan dijelaskan secara singkat mengenai pandangan John
Dewey serta bagaimana pendapat penulis yang membenarkan tentang konsep
pendidikan dari John Dewey.
PEMBAHASAN
John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat, yang termasuk aliran
Pragmatisme. Selain sebagai filsuf, Dewey juga dikenal sebagai kritikus sosial dan
pemikir dalam bidang pendidikan. Dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1859.
Setelah menyelesaikan studinya di Baltimore, ia menjadi guru besar dalam bidang
filsafat dan kemudian dalam bidang pendidikan pada beberapa universitas. Dewey
meninggal dunia pada tahun 1952.
Dari tahun 1884 sampai 1888, Dewey mengajar pada Universitas Michigan dalam
bidang filsafat. Tahun 1889 ia pindah ke Universitas Minnesota. Akan tetapi pada
akhir tahun yang sama, ia pindah ke Universitas Michigan dan menjadi kepala
bidang filsafat. Tugas ini dijalankan sampai tahun 1894, ketika ia pindah ke
Universitas Chicago yang membawa banyak pengaruh pada pandangan-
pandangannya tentang pendidikan sekolah di kemudian hari. Ia menjabat sebagai
pemimpin departemen filsafat dari tahun 1894-1904 di universitas ini. Ia kemudian
mendirikan Laboratory School yang kelak dikenal dengan nama The Dewey School.
Di pusat penelitian ini ia pun memulai penelitiannya mengenai pendidikan di
sekolah-sekolah dan mencoba menerapkan teori pendidikannya. Hasilnya, ia
meninggalkan pola dan proses pendidikan tradisional yang mengandalkan
kemampuan mendengar dan menghafal. Sebagai ganti, ia menekankan pentingnya
kreativitas dan keterlibatan murid dalam diskusi dan pemecahan masalah. Selama
periode ini pula ia perlahan-lahan meninggalkan gaya pemikiran idealisme yang
telah mempengaruhinya. Jadi selain menekuni pendidikan, ia juga menukuni bidang
logika, psikologi dan etika.
Dalam banyak tulisannya, Dewey sering memberikan kritik terhadap sistem sekolah
tradisional, yang dapat dijelaskan di sini bahwa dalam sekolah tradisional, pusat
perhatian berada diluar anak, apakah itu guru, buku, teks dan sebagainya. Kondisi
ini merupakan kegagalan untuk melihat anak sebagai makhluk hidup yang tumbuh
dalam pengalaman dan di mana dalam kapasitasnya untuk mengontrol pengalaman
dalam transaksinya dengan lingkungan. Hasilnya pokok-persoalan terisolasi dari
anak dan hubungan menjadi formal, simbolik, statis, mati; sekolah menjadi tempat
untuk mendengarkan, untuk instruksi massal, dan selanjutnya terpisah dari hidup.
Bagi Dewey, kehidupan masyarakat yang berdemokratis adalah dapat terwujud bila
dalam dunia pendidikan hal itu sudah terlatih menjadi suatu kebiasaan yang baik. Ia
mengatakan bahwa ide pokok demokratis adalah pandangan hidup yang
dicerminkan dengan perluanya pastisipasi dari setiap warga yang sudah dewasa
dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur hidup bersama. Ia menekankan bahwa
demokrasi merupakan suatu keyakinan, suatu prinsip utama yang harus dijabarkan
dan dilaksanakan secara sistematis dalam bentuk aturan sosial politik. Sehubungan
dengan hal tersebut maka Dewey menekankan pentingnya kebebasan akademik
dalam lingkungan pendidikan. Sekolah demokratis harus mendorong dan
memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk aktif berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan, merancang kegiatan dan melaksanakan rencana tersebut.
Saya sebagai orang yang telah lama menjalankan proses pendidikan formal
sangat sependapat dengan pandangan atau pemikiran John Dewey khususnya
dalam hal pendidikan. Salah satu pandangannya adalah pendidikan partisipatif yang
juga mencakup gagasannya tentang learning by doing (belajar dengan berbuat) cara
yang dianggap lebih efektif. Dapat dikatakan bahwa dalam mempelajari sesuatu itu
tidak hanya mendengar dan membaca, melainkan harus aktif membuat ringkasan,
gambar maupun membuat adegan dengan benda-benda konkrit atau sambil
berpraktek. Belajar bukan hanya aktifitas mendengar dan melihat tetapi juga aktifitas
berbuat. Dengan berbuat maka akan lebih sempurna dalam menguasai apa yang
dipelajari. Misalkan saja seorang yang ingin menguasai tentang mesin mobil tidak
hanya mendengar cerita tentang kerja mesin tersebut. Melainkan dia harus mampu
mengetahui bagian-bagian mesin, membongkar mesin dan memasangnya kembali,
bahkan bila mampu dia mampu menyempurnakan mesin tersebut. Penulis sangat
sependapat dengan hal itu karena pendidikan partisipatif yang juga didalamnya
terkandung makna learning by doing tidak akan membuat peserta didik menjadi
pasif. Dalam hal ini seorang pendidik akan lebih berperan sebagai tenaga fasilitator,
sedangkan keaktivan lebih diberikan kepada peserta didik. Sehingga dari hal ini
peserta didik nantinya dapat secara menadiri mencari problem solving dari masalah
yang sedang dihadapi.
KESIMPULAN