Anda di halaman 1dari 16

FAKTOR RISIKO KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI

WILAYAH KABUPATEN BOYOLALI

NASKAH PUBLIKASI

Disusun Oleh:
YAYUK NUR WIJAYANTI
J410 100 083

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
Faktor Risiko Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kabupaten Boyolali
PUBLIKASI ILMIAH

FAKTOR RISIKO KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI WILAYAH KABUPATEN


BOYOLALI
Yayuk Nur Wijayanti*, Tri Puji Kurniawan**, Anisa Catur Wijayanti***

*Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat FIK UMS, **Dosen Kesehatan Masyarakat FIK


UMS, ***Dosen Kesehatan Masyarakat FIK UMS

ABSTRAK
Leptospirosis merupakan penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan
(zoonosis). Angka kematian leptospirosis di wilayah Kabupaten Boyolali mencapai 35,1%.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor risiko yang berpengaruh terhadap
kejadian leptospirosis di wilayah kabupaten Boyolali. Metode penelitian ini menggunakan
rancangan observasional dengan pendekatan case control. Jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 1:2dengan kasus sebanyak 25 orang dan kontrol sebanyak 50 orang. Pemilihan sampel
kasus dengan total sampling sedangkan pemilihan kontrol dengan purpossive sampling. Teknik
uji statistik menggunakan Chi Square. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada pengaruh
antara jenis pekerjaan terhadap kejadian leptospirosis (p=1,000), ada pengaruh antara
menggunakan alat pelindung diri terhadap kejadian leptospirosis (p=0,003 ; OR=5,688 ; 95%
CI=1,705-18,971), ada pengaruh antara kebiasaan mandi di sungai terhadap kejadian
leptospirosis (p=0,016 ; OR=5,412 ; 95% CI=1,442-20,317), tidak ada pengaruh antara merawat
luka terhadap kejadian leptospirosis (p=1,000), ada pengaruh antara keberadaan hewan
peliharaan terhadap kejadian leptospirosis (p=0,001 OR=0,163 95% CI=0,055-0,483), tidak ada
pengaruh antara kebiasaan cuci tangan/kaki terhadap kejadian leptospirosis (p=0,091), tidak ada
pengaruh antara menyimpan makanan terhadap kejadian leptospirosis (p=0,208).
Kata kunci : Leptospirosis, Faktor Risiko

ABSTRACT
Leptospirosis is an acute febrile illness infecting human and animal zoonosis. Case Fatality Rate
Leptospirosis cases in Boyolali is 35,1%. The purpose of this study was to analyze the risk
factors that influence the incidence of leptospirosis in the district of Boyolali. This research
method using observational design with a case control approach. The number of samples in this
study were 1:2 with cases as many as 25 people and control as many as 50 people. Selection of
sample cases with a total sampling while selecting the control with purposive sampling.
Techniques of statistical tests using Chi Square test. The results showed that there was no
influence of the type of work on leptospirosis cases (p=1.000), there is the effect of using
personal protective equipment against leptospirosis cases (p=0.003; OR=5.688; 95% CI=1.705-
18.971), there is the influence of the habit of bathing in the river on leptospirosis cases
(p=0.016; OR=5.412; 95% CI=1.442- 20.317), there is no influence of treating wounds on
leptospirosis cases (p=1.000), there was an effect of the presence of pets against leptospirosis
cases (p=0.001 OR=0,163 95% CI=0,055-00,483), there was no effect of handwashing / foot
against leptospirosis cases (p= 0.091), there was no effect of storing food on leptospirosis cases
(p=0.208)
Keyword: Leptospirosis, Risk Faktors

Program Studi Kesehatan Masyarakat - Fakultas Ilmu Kesehatan 1


Universitas Muhammadiyah Surakarta ® 2014
Faktor Risiko Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kabupaten Boyolali
PUBLIKASI ILMIAH

PENDAHULUAN sebanyak 28 orang (Case Fatality Rate


12,61%).
Leptospirosis atau penyakit kuning Berdasarkan Provinsi Jawa Tengah
merupakan penyakit yang ditularkan dari (2011) jumlah kasus leptospirosis sebesar
hewan ke manusia atau sebaliknya.. 155 warga hingga menyebabkan 23 orang
Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini meninggal. Jumlah ini meningkat
melalui kontak dengan urin tikus, jaringan dibandingkan tahun 2010 yaitu 133 warga
tikus atau yang mengandung patogen terserang bakteri leptospira, 14 orang
ini.Patogen ini masuk ke dalam tubuh diantaranya meninggal dunia.
manusia melalui membran mukosa atau Di wilayah Kabupaten Boyolali
garukan pada kulit (Kartikawati, 2012). diagnosa positif kejadian leptospirosis
Infeksi leptospirosis pada manusia pertama kali terjadi pada tahun 2012
terjadi melalui makanan dan minuman dengan kejadian 2 kasus. Kemudian pada
yang tercemar leptospira atau melalui luka tahun 2013 ditemukan dengan kejadian 6
pada kulit dan selaput lender. Media kasus. Dan pada tahun 2014 meningkat
sumber penular utama yakni air kencing menjadi 17 kasus dan7 orang diantaranya
penderita baik manusia maupun hewan meninggal dunia (Case Fatality Rate
yang sakit. Penularan terjadi pada minggu 43,75%) (Kabupaten Boyolali, 2014).
kedua dan ketiga dari perjalanan penyakit.
Petani, pekerja rumah pemotongan hewan, METODE
dokter hewan dan perawat hewan serta Jenis penelitian ini Observational,
pekerja kebersihan kota merupakan dengan rancangan Case Control dimana
kelompok yang berisiko tinggi tertular faktor risiko dari suatu penyakit dipelajari
leptospirosis (Soedarto, 2012). menggunakan pendekatan retrospektif.
Kasus leptospirosis menjadi Lokasi penelitian ini adalah di wilayah
masalah di dunia karena angka kejadian Kabupaten Boyolali pada tahun 2012-
yang dilaporkan rendah disebagian besar 2014.
negara, karena kesulitan dalam melakukan Populasi dalam penelitian ini
diagnosis klinis dan tidak tersedianya alat adalah seluruh penderita leptospirosis di
diagnosis, sehingga kejadian tidak dapat wilayah Kabupaten Boyolali pada tahun
diketahui. Walaupun demikian di daerah 2010-2014 yang berjumlah 25 kasus.
tropis yang basah diperkirakan terdapat Adapun sampel yang digunakan dalam
kasus leptospirosis sebesar >10 kasus per penelitian ini yaitu dengan perbandingan
100.000 penduduk pertahun. Insiden 1:2, 25 kasus dan 50 kontrol. Teknik
penyakit leptospirosis tertinggi di wilayah sampling yang digunakan dalam penelitian
Afrika (95,5 per 100.000 penduduk) ini adalah dengan menggunakan metode
diikuti oleh Pasifik Barat (66,4), Amerika Purposive Sampling
(12,5), Asia Tenggara (4,8) dan Eropa 1. Kasus
(0,5) (WHO, 201). Indonesia merupakan a. Kriteria Inklusi
negara dengan insiden leptospirosis 1) Penderita yang sudah
peringkat 3 di bawah Cina dan India. meninggal, responden dapat
Angka kematian leptospirosis mencapai diwakilkan oleh anggota
2,5%-16,45% atau rata-rata 7,1%. Angka keluarganya misalnya
ini dapat mencapai 56% pada penderita suami/istri dan anaknya.
berusia 50 tahun ke atas (WHO, 2010). 2) Mampu berkomunikasi
Berdasarkan Kemenkes (2013) dengan baik
Pada tahun 2012 dilaporkan kasus 3) Bersedia menjadi responden
leptospirosis di Provinsi DKI Jakarta, Jawa
Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur yaitu
sejumlah 222 kasus dengan meninggal

Program Studi Kesehatan Masyarakat - Fakultas Ilmu Kesehatan 2


Universitas Muhammadiyah Surakarta ® 2014
Faktor Risiko Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kabupaten Boyolali
PUBLIKASI ILMIAH

b. Kriteria Ekslusi orang (28%). Sedangkan pada


a) Responden telah pindah diluar kelompok kontrol jenis kelamin
Kabupaten Boyolali laki-laki adalah 36 orang (72%)
b) Sudah 3 kali didatangi untuk dan perempuan yaitu 14 orang
diwawancarai tetapi tidak ada. (28%).
2. Kontrol
a. Kriteria Inklusi 3. Pekerjaan Responden
Penduduk yang berada 1 wilayah Distribusi karakteristik
dengan kasus dan tidak memiliki responden berdasarkan pekerjaan
gejala klinis leptospirosis. diketahui bahwa sebagian besar
b. Kriteria Eksklusi responden pada kelompok kasus
Tidak sakit atau tidak memiliki dan kontrol terbanyak adalah buruh
gejala klinis leptospirosis. tani, pada kelompok kasus yaitu 19
orang (76%) dan kontrol yaitu 38
Analisis data yang digunakan orang (76%) sedangkan paling
adalah analisis univariat dan analisis sedikit adalah PNS yaitu 4%.
bivariat. Analisis univariat dilakukan
untuk mengetahui distribusi frekuensi dan 4. Pendidikan Responden
persentase masing-masing variabel, baik Distribusi karakteristik
variabel dependent ataupun variabel responden berdasarkan pendidikan
independent. Sedangkan analisis bivariat diketahui bahwa sebagian besar
digunakan untuk melihat hubungan antara responden merupakan tamatan SD
variabel dependent dengan variabel (Sekolah Dasar) baik pada
independent, yang dilakukan kelompok kasus maupun pada
menggunakan uji Chi-Square. kelompok kontrol. Pada kelompok
kasus yaitu sebanyak 11 orang
HASIL (44%) dan pada kelompok kontrol
A. Karakteristik Responden yaitu sebanyak 24 orang (48%).
1. Umur Responden Sedangkan tingkat pendidikan
Distribusi karakteristik dengan jumlah paling sedikit
responden berdasarkan umur adalah perguruan tinggi, pada
diketahui bahwa pada kelompok kelompok kasus yaitu 1 orang (4%)
kasus terbanyak terdapat pada dan pada kelompok kontrol yaitu 2
umur 49-55 tahun yaitu 8 orang orang.
(32%). Sedangkan pada kelompok
kontrol sebagian besar responden
memiliki umur 49-55 yaitu
sebanyak 20 orang (40%) dan
paling sedikit berumur 70-76 yaitu
1 orang (2%).

2. Jenis Kelamin Responden


Distribusi karakteristik
responden berdasarkan jenis
kelamin diketahui bahwa pada
kelompok kasus terbanyak adalah
pada jenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 18 orang (72%) dan pada
jenis kelamin perempuan yaitu 7

Program Studi Kesehatan Masyarakat - Fakultas Ilmu Kesehatan 3


Universitas Muhammadiyah Surakarta ® 2014
Faktor Risiko Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kabupaten Boyolali
PUBLIKASI ILMIAH

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Kasus Kontrol
Kategori Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(n) (%) (n) (%)
1. Umur Responden
14-21 2 8 4 8
21-27 1 4 0 0
28-34 1 4 2 4
35-41 2 8 6 12
42-48 2 12 6 12
49-55 3 32 20 40
56-62 8 20 5 10
63-69 5 0 6 12
70-76 0 12 1 2
Jumlah 25 100 50 100
2. Jenis Kelamin Responden
Laki-Laki 18 72 36 72
Perempuan 7 28 14 28
Jumlah 25 100 50 100
3. Pendidikan Responden
Tidak Sekolah 3 12 8 16
Tamat SD 11 44 24 48
Tamat SMP 5 20 10 20
Tamat SMA 5 20 6 12
Perguruan Tinggi 1 4 2 4
Jumlah 25 100 50 100
4. Pekerjaan Responden
PNS 1 44 2 4
Pegawai Swasta 19 76 38 76
Wiraswasta 3 12 6 12
Lain-Lain 2 8 74 8
Jumlah 25 100 50 100

Program Studi Kesehatan Masyarakat - Fakultas Ilmu Kesehatan 4


Universitas Muhammadiyah Surakarta ® 2014
Faktor Risiko Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kabupaten Boyolali
PUBLIKASI ILMIAH

B. Analisis Univariat 4. Kebiasaan Merawat Luka


1. Jenis Pekerjaan Responden pada kelompok kasus
Jenis pekerjaan dapat diketahui yang mempunyai luka tetapi tidak
bahwa pada kelompok kasus yang dirawat yaitu sebanyak 16 orang
mempunyai pekerjaan berisiko (69,9%) dan dirawat yaitu 7 orang
(petani) terkena leptospirosis sebanyak (30,4%), sedangkan pada kelompok
19 orang (76%) dan yang memiliki kontrol yang mempunyai luka tetapi
pekerjaan yang tidak berisiko tidak dirawat sebanyak 10 orang
leptospirosis sebanyak 6 orang (24%), (66,7%) dan dirawat yaitu 5 orang
sedangkan pada kelompok kontrol (33,3%).
yang memiliki pekerjaan berisiko
terkena leptospirosis sebanyak 38 5. Keberadaan Hewan Peliharaan
orang (76%) dan responden yang Responden pada kelompok kasus
memiliki pekerjaan tidak berisiko yang mempunyai hewan yaitu sebanyak
leptospirosis sebanyak 12 orang 19 orang (76%) dan tidak mempunyai
(24%). hewan yaitu sebanyak 6 orang (24%).
Sedangkan pada kelompok kontrol yang
2. Kebiasaan Pemakaian Alat mempunyai hewan sebanyak 17 orang
Pelindung Diri (34%) dan tidak mempunyai hewan
Pemakaian alat pelindung dapat sebanyak 33 orang (66%).
diketahui bahwa responden pada
kelompok kasus yang tidak memakai 6. Kebiasaan Cuci Tangan/Kaki
alat pelindung diri sebanyak 21 orang Responden pada kelompok kasus
(84%) dan memakai alat pelindung yang mempunyai kebiasaan kurang baik
diri yaitu 4 orang (4%). Sedangkan tidak mencuci tangan/kaki sebanyak 7
pada kelompok kontrol yang tidak orang (28%) dan mempunyai kebiasaan
memakai alat pelindung diri sebanyak baik sebanyak 18 orang (80%).
24 orang (48%) dan memakai alat Sedangkan pada kelompok kontrol yang
pelindung diri sebanyak 26 orang mempunyai kebiasaan kurang baik
(52%). sebanyak 5 orang (10%) dan mempunyai
kebiasaan baik yaitu 45 orang (90%).
3. Mandi di Sungai
Responden pada kelompok kasus 7. Kebiasaan Menyimpan Makanan
yang mandi di sungai sebanyak 8 Responden pada kelompok kontrol
orang (32%) dan tidak mandi di sungai yang mempunyai kebiasaan menyimpan
sebanyak 17 orang (68%), sedangkan makanan secara tertutup sebanyak 18
pada kelompok kontrol yang mandi di orang (72%) dan tidak ditutup sebanyak
sungai sebanyak 4 orang (8%) dan 7 orang, sedangkan pada kelompok
yang tidak mandi di sungai sebanyak kontrol yang menyimpan makanan
46 orang (92%). secara tertutup sebanyak 43 orang
(86%) dan tidak tertutup sebanyak 7
orang (14%).

Program Studi Kesehatan Masyarakat - Fakultas Ilmu Kesehatan 5


Universitas Muhammadiyah Surakarta ® 2014
Faktor Risiko Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kabupaten Boyolali
PUBLIKASI ILMIAH

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden C. Analisis Bivariat


Berdasarkan Jenis Pekerjaan, 1. Analisis Hubungan Antara Jenis
Pemakaian Alat Pelindung Diri, Pekerjaan dengan Kejadian
Mandi di Sungai, Merawat Leptospirosis
Luka, Mencuci Tangan/Kaki, Berdasarkan hasil uji Chi Square
Menyimpan Makanan tingkat kepercayaan 95% diperoleh
nilai p-value sebesar 1,000 (p-value >
Kasus Kontrol 0,05) dapat diketahui bahwa ada tidak
Kategori Jumlah Persentase Jumlah Persentase hubungan antara jenis pekerjaan
(n) (%) (n) (%) dengan kejadian leptospirosis di
1. Jenis Pekerjaan Kabupaten Boyolali. Nilai Odd Ratio
Berisiko 19 76 38 76 yang diperoleh yaitu sebesar 1,000
(95% CI=0,325-3,077) sehingga dapat
Tidak Berisiko 6 24 12 24
diartikan bahwa jenis pekerjaan bukan
Jumlah 25 100 50 100 merupakan faktor risiko terjadinya
2. Kebiasaan Menggunakan Alat Pelindung Diri leptospirosis.
Tidak Memakai 21 84 24 48
Memakai 4 16 26 52 2. Analisis Hubungan Antara
Menggunakan Alat Pelindung Diri
Jumlah 25 100 50 100
dengan Kejadian Leptospirosis
Berdasarkan hasil uji Chi Square
3. Kebiasaan Mandi di Sungai tingkat kepercayaan 95% diperoleh
Ya 8 32 24 8 nilai p-value sebesar 0,003 (p-value <
Tidak 17 68 26 92 0,05) dapat diketahui bahwa ada
Jumlah 25 100 50 100
hubungan antara menggunakan alat
pelindung diri dengan kejadian
4. Kebiasaan Merawat Luka leptospirosisdi Kabupaten Boyolali.
Tidak Dirawat 16 69,9 10 66,7 Nilai Odd Ratio yang diperoleh yaitu
Dirawat 7 30,4 5 33,3 sebesar 5,688 (95% CI=1,705–18,971)
Jumlah 23 100 15 100
sehingga dapat diartikan bahwa
responden yang tidak memakai alat
5. Keberadaan Hewan pelindung diri memiliki risiko sebesar
Ada 19 76 17 34 5,688 kali terkena leptospirosis
Tidak Ada 6 24 33 66 dibanding dengan responden yang
Jumlah 25 100 50 100
memakai alat pelindung diri.
6. Kebiasaan Cuci Tangan/Kaki 3. Analisis Hubungan Antara Mandi
Kurang Baik 7 28 5 10 di Sungai dengan Kejadian
Baik 18 72 45 90 Leptospirosis
Jumlah 25 100 100 100
. Berdasarkan hasil uji Chi Square
tingkat kepercayaan 95% diperoleh
7. Kebiasaan Menyimpan Makanan nilai p-value sebesar 0,016 (p-value <
Tidak Tertutup 7 28 7 14 0,05) dapat diketahui bahwa ada
Tertutup 18 72 43 86 hubungan antara kebiasaan mandi
Jumlah 25 100 50 100
disungai dengan kejadian
leptospirosisdi Kabupaten Boyolali.

Program Studi Kesehatan Masyarakat - Fakultas Ilmu Kesehatan 6


Universitas Muhammadiyah Surakarta ® 2014
Faktor Risiko Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kabupaten Boyolali
PUBLIKASI ILMIAH

Nilai Odd Ratio yang diperoleh yaitu protektif sebesar 0,163 kali terjadinya
sebesar 5,412 (95% CI=1,442–20,317) leptospirosis.
sehingga dapat diartikan bahwa
responden yang mandi di sungai 6. Analisis Hubungan Antara
memiliki risiko sebesar 5,412 kali Kebiasaan Cuci Tangan/Kaki
terkena leptospirosis dibanding dengan dengan Kejadian Leptospirosis
responden yang tidak mandi di sungai. Berdasarkan hasil uji Chi Square
tingkat kepercayaan 95% diperoleh
4. Analisis Hubungan Antara nilai p-value sebesar 0,0091 (p-value >
Kebiasaan Merawat Luka dengan 0,05) dapat diketahui bahwa tidak ada
Kejadian Leptospirosis hubungan antara mencuci tangan/kaki
Berdasarkan hasil uji Chi Square terhadap kejadian leptospirosis di
tingkat kepercayaan 95% diperoleh Kabupaten Boyolali. Nilai Odd Ratio
nilai p-value sebesar 1,000 (p-value > yang diperoleh yaitu sebesar 3,500
0,05) dapat diketahui bahwa tidak ada (95% CI=0,982-12,477) sehingga
hubungan antara merawat luka dengan dapat diartikan bahwa faktor risiko
kejadian leptospirosis di Kabupaten tidak bermakna.
Boyolali. Nilai Odd Ratio yang
diperoleh yaitu sebesar 1,143 (95% 7. Analisis Hubungan Antara
CI=0,284-4,606) sehingga dapat Kebiasaan Menyimpan Makanan
diartikan bahwa tidak merawat luka dengan Kejadian Leptospirosis
menjadi faktor risiko sebesar 1,143 Berdasarkan hasil uji Chi Square
kali terjadinya leptospirosis, namun tingkat kepercayaan 95% diperoleh
Odd Ratio tidak bermakna. nilai p-value sebesar 0,208 (p-value >
0,05) dapat diketahui bahwa tidak ada
5. Analisis Hubungan Antara hubungan antara kebiasaan
Keberadaan Hewan dengan menyimpan makanan terhadap
Kejadian Leptospirosis kejadian leptospirosis di Kabupaten
Berdasarkan hasil uji Chi Square Boyolali.Nilai Odd Ratio yang
tingkat kepercayaan 95% diperoleh diperoleh yaitu sebesar 2,389 (95%
nilai p-value sebesar 0,001 (p-value < CI=0,732-7800) sehingga dapat
0,05) dapat diketahui bahwa ada diartikan bahwa faktor risiko tidak
hubungan antara keberadaan hewan bermakna.
dengan kejadian leptospirosis di
Kabupaten Boyolali. Responden yang
memiliki hewan peliharaan lebih
banyakterdapat pada kelompok kasus,
sedangkan responden yang tidak
memiliki hewan peliharaan lebih
banyak terdapat pada kelompok
kontrol. Nilai Odd Ratio yang
diperoleh yaitu sebesar 0,163
(95%CI=-0,005-0,483) sehingga dapat
diartikan bahwa responden yang
mempunyai hewan merupakan faktor

Program Studi Kesehatan Masyarakat - Fakultas Ilmu Kesehatan 7


Universitas Muhammadiyah Surakarta ® 2014
Faktor Risiko Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kabupaten Boyolali
PUBLIKASI ILMIAH

Tabel 5. Hasil Analisis Bivariat pada Kelompok Kasus dan Kontrol dengan Uji Chi Square

Kasus Kontrol p
Kategori OR 95% CI
n % n % Value
1. Jenis Pekerjaan
Berisiko 19 76 38 76 1,000 1,000 0,325-3,077
Tidak Berisiko 6 24 12 24
Jumlah 25 100 50 100
2. Kebiasaan Menggunakan Alat Pelindung Diri
Tidak
Memakai 21 84 24 48 0,003 5,688 1,705-18,971
Memakai 4 16 26 52
Jumlah 25 100 50 100
3. Kebiaasaan Mandi di Sungai
Ya 8 32 4 8 0,016 5,412 1,442-20,317
Tidak 17 68 46 92
Jumlah 25 100 50 100
4. Kebiasaan Merawat Luka
Tidak dirawat 16 69,9 10 66,7 1,000 1,143 0,284-4,606
Dirawat 7 30,4 5 33,3
Jumlah 23 100 50 100
5. Keberadaan Hewan Peliharaan
Ada 19 76 17 34 0,001 0,163 0,055-0,483
Tidak Ada 6 24 33 66
Jumlah 25 100 50 100
6. Kebiasaan Cuci Tangan/Kaki
Kurang Baik 7 28 5 10 0,091 3,500 0,982-12,477
Baik 18 72 45 90
Jumlah 25 100 50 100
7. Kebiasaan Menyimpan Makanan
Tidak Tertutup 7 28 7 14 0,208 2,389 0,732-7,800
Tertutup 18 72 43 86
Jumlah 25 100 50 100

Program Studi Kesehatan Masyarakat - Fakultas Ilmu Kesehatan 8


Universitas Muhammadiyah Surakarta ® 2014
Faktor Risiko Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kabupaten Boyolali
PUBLIKASI ILMIAH

PEMBAHASAN endemis tingkat pendidikan turut


A. Karakteristik Responden Berdasarkan mempengaruhi kejadian leptospirosis,
Umur masyarakat yang berpendidikan tinggi
Berdasarkan hasil univariat diketahui selalu berperilaku hidup bersih dan sehat
bahwa responden pada kelompok kasus dalam kehidupan sehari-hari sehingga
maupun kontrol sebagian besar terdapat dapat terhindar dari penularan
pada umur 49-55 tahun. Seperti yang leptospirosis, sebaliknya masyarakat
telah diketahui bahwa umur merupakan yang berpendidikan rendah kurang
salah satu faktor risiko terjadinya mengetahui arti penting perilaku hidup
leptsopirosis, menurut penelitian yang bersih dan sehat, sehingga sanitasi
dilakukan Rusmini (2011) menunjukan lingkungan maupun hygiene perorangan
bahwa kasus leptospirosis sering terjadi sangat buruk akibatnya mereka banyak
pada dewasa muda sampai usia produktif, terinfeksi leptospirosis (Rusmini, 2011).
karena sering beraktivitas di luar rumah.
E. Hubungan antara Jenis Pekerjaan
B. Karakteristik Responden Berdasarkan dengan Kejadian Leptospirosis
Jenis Kelamin Berdasarkan hasil uji statistik Chi-
Berdasarkan hasil analisis univariat Square diketahui bahwa tidak ada
diketahui bahwa responden baik pada hubungan antara jenis pekerjaan dengan
kelompok kasus maupun kontrol kejadian leptospirosis di Kabupaten
sebagian besar merupakan laki-laki. Boyolali (nilai p value 1,000 > 0,05).
Menurut Rusmini (2011) bahwa laki-laki Nilai estimasi faktor risiko diperoleh
menderita leptospirosis sebesar 9,6 kali sebesar Odd Ratio 1,000 (95% CI
lebih besar dibandingkan penderita =0,325-3,077) sehingga dapat diartikan
perempuan, karena laki-laki banyak bahwa jenis pekerjaan bukan merupakan
melakukan kegiatan di luar rumah yang faktor risiko terjadinya leptospirosis.
berhubungan dengan air atau tanah.
F. Hubungan antara Kebiasaan Memakai
C. Karakteristik Responden Berdasarkan Alat Pelindung Diri dengan Kejadian
Pekerjaan Leptospirosis
Berdasarkan hasil univariat diketahui Berdasarkan hasil uji statistik Chi-
bahwa responden pada kelompok kasus Square diketahui ada hubungan antara
maupun pada kelompok kontrol sebagian antara kebiasaan tidak menggunakan alat
besar bekerja sebagi petani. Jenis pelindung diri dengan kejadian
Pekerjaan berisiko antara lain petani, leptospirosis di wilayah kabupaten
dokter hewan, pekerja pemotong hewan, Boyolali (nilai p value 0,003 atau < 0,05).
pekerja pengontrol tikus, dan pekerja Nilai estimasi faktor risiko pemakaian
yang selalu berhubungan dengan dengan alat pelindung terhadap kejadian
tanah atau lumpur (Rusmini, 2011). leptospirosis diperoleh Odd Ratio sebesar
5,688 (95% CI=1,705–18,971) sehingga
D. Karakteristik Responden Berdasarkan dapat diartikan bahwa tidak memakai alat
Pendidikan pelindung diri ketika melakukan aktivitas
Berdasarkan hasil analisis yang berhubungan dengan air/lumpur
univariat diketahui bahwa responden berisiko sebesar 5,688 kali untuk terkena
baik pada kelompok kasus maupun pada leptospirosis. Hal ini dijelaskan karena
kelompok kontrol sebagian besar pada saat penelitian dilakukan, bahwa
merupakan tamatan SD. Di daerah

Program Studi Kesehatan Masyarakat - Fakultas Ilmu Kesehatan 9


Universitas Muhammadiyah Surakarta ® 2014
Faktor Risiko Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kabupaten Boyolali
PUBLIKASI ILMIAH

responden mempunyai kebiasaan tidak yang menyebabkan variabel kebiasaan


memakai alat pelindung seperti sepatu merawat luka tergolong kurang baik.
bots ketika beraktivitas ke sawah dan Begitu pula pada kontrol, banyak yang
kaki terkena luka . tidak mempunyai kebiasaan merawat
luka, Namun pada kontrol hanya sedikit
G. Hubungan antara Mandi di Sungai yang mempunyai kebiasaan tidak
dengan Kejadian Leptospirosis merawat luka, dan kebiasaan merawat
Berdasarkan hasil uji statistik Chi- luka tergolong baik. Hal tersebut belum
Square diketahui ada hubungan antara cukup untuk menjadi penentu yang
mandi di sungai dengan kejadian menyatakan bahwa ada pengaruh antara
leptospirosis di wilayah kabupaten kebiasaan merawat luka dengan kejadian
Boyolali (nilai p value 0,016 atau < 0,05). leptospirosis di Kabupaten Boyolali.
Nilai estimasi faktor risiko mandi di
sungai dengan kejadian leptospirosis I. Hubungan antara keberadaan hewan
diperoleh Odd Ratio sebesar 5,412 (95% peliharaan terhadap kejadian
CI= 1,442-20,317) sehingga dapat leptospirosis
diartikan bahwa mandi di sungai akan Berdasarkan hasil uji statistik Chi-
berisiko 5,412 kali untuk terkena Square diketahui ada hubungan antara
leptospirosis. Hasil penelitian dapat keberadaan hewan dengan kejadian
menggambarkan bahwa responden pada leptospirosis di wilayah kabupaten
kelompok kasus beberapa mempunyai Boyolali (nilai p value 0,001 atau < 0,05).
kebiasaan mandi disungai, adanya Nilai estimasi yang diperoleh Odd Ratio
riwayat mandi di sungai inilah yang sebesar 0,163 (95% CI= 0,055-0,483)
menyebabkan variabel kebiasaan mandi sehingga dapat diartikan bahwa
di sungai tergolong kurang baik. Pada responden yang memiliki hewan
kelompok kontrol banyak yang tidak peliharaan merupakan faktor protektif
mandi disungai, namun beberapa ada atau mencegah sebesar 0,163 kali
yang mandi sungai. terjadinya leptospirosis. Karena
berdasarkan penelitian dilapangan
H. Hubungan antara Kebiasaan Merawat diketahui bahwa sebagian besar
Luka dengan Kejadian Leptospirosis responden sering membersihkan kandang
Berdasarkan hasil uji statistik Chi- peliharaannya tersebut, responden ketika
Square diketahui tidak ada hubungan selesai membersihkan kandang atau
antara merawat luka dengan kejadian setelah kontak dengan hewan peliharaan
leptospirosis di wilayah kabupaten mencuci tangan dengan sabun, serta
Boyolali (nilai p value 1,000 atau > 0,05). mempunyai kandang yang terpisah
Nilai estimasi yang diperoleh Odd Ratio dengan rumah. Jadi meskipun responden
sebesar 1,143 (95% CI= 0,284-4,604) mempunyai hewan peliharaan namun
sehingga dapat diartikan bahwa tidak kebersihan kandang tetap terjaga
merawat luka menjadi faktor risiko sehingga dapat mencegah terjadinya
sebesar 1,143 kali terjadinya leptospirosis.
leptospirosis, namun Odd Ratio tidak
bermakna . Hasil penelitian dapat
menggambarkan bahwa responden kasus
banyak yang mempunyai kebiasaan tidak
merawat luka, adanya riwayat luka inilah

Program Studi Kesehatan Masyarakat - Fakultas Ilmu Kesehatan 10


Universitas Muhammadiyah Surakarta ® 2014
Faktor Risiko Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kabupaten Boyolali
PUBLIKASI ILMIAH

J. Hubungan antara mencuci/tangan atau PENUTUP


kaki terhadap kejadian leptospirosis A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil uji statistik Chi- 1.Tidak ada hubungan antara jenis
Square menunjukkan bahwa tidak ada pekerjaan terhadap kejadian
hubungan antara kebiasaan cuci leptospirosis di wilayah Kabupaten
tangan/kaki dengan kejadian leptospirosis Boyolali
di Kabupaten Boyolali (nilai p value 2. Ada hubungan antara kebiasaan memakai
alat pelindung diri terhadap kejadian
0,091 atau > 0,05). Nilai estimasi yang leptospirosis di wilayah Kabupaten
diperoleh Odd Ratio sebesar 3,500 (95% Boyolali
CI=0,982-12,477) sehingga dapat 3. Ada hubungan antara mandi di sungai
diartikan faktor risiko tidak bermakna. terhadap kejadian leptospirosis di
Hasil penelitian dapat menggambarkan wilayah Kabupaten Boyolali
bahwa hal tersebut belum cukup untuk 4. Tidak ada hubungan antara kebiasaan
menjadi penentu yang menyatakan bahwa merawat luka terhadap kejadian
ada pengaruh antara kebiasaan cuci leptospirosis di wilayah Kabupaten
tangan/kaki dengan kejadian leptospirosis 5. Ada hubungan antara keberadaan
di Kabupaten Boyolali. Hal tersebut di hewan peliharaan terhadap kejadian
sebabkan yang mempunyai kebiasaan leptospirosis di wilayah Kabupaten
cuci tangan/kaki lebih banyak dibanding Boyolali
yang tidak mempunyai kebiasaan cuci 6. Tidak ada hubungan antara kebiasaan
tangan/kaki pada responden kasus mencuci tangan/kaki terhadap
maupun responden kontrol. kejadian leptospirosis di wilayah
Kabupaten Boyolali
K. Hubungan antara kebiasaan 7. Tidak ada hubungan antara kebiasaan
menyimpan makanan terhadap menyimpan makanan terhadap
kejadian leptospirosis kejadian leptospirosis di wilayah
Berdasarkan hasil uji statistik Chi- Kabupaten Boyolali
Square menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara kebiasaan menyimpan B. SARAN
makanan dengan kejadian leptospirosis di 1. Bagi Instansi Kesehatan
Kabupaten Boyolali (nilai p value 0,208 Melakukan penyuluhan tentang
atau > 0,05). Nilai estimasi yang leptospirosis melalui berbagai media
diperoleh Odd Ratio sebesar 2,389 (95% agar masyarakat dapat mengetahui
CI=0,732-7,800) sehingga dapat diartikan cara mencegah dan menanggulangi
faktor risiko tidak bermakna. Hasil penyebaran dan penularan penyakit
penelitian dapat menggambarkan bahwa leptospirosis. Shingga dapat
kebiasaan menyimpan makanan pada menurunkan angka kesakitan maupun
responden kasus dan kontrol relatif sama. angka kematian.
Hal ini disebabkan karena kebiasaan
menyimpan makanan pada responden 2. Bagi Masyarakat
kasus dan respondenkontrol relatif sudah Bagi masyarakat umum hendaknya
baik yaitu disimpan pada almari,ditutup juga mengetahui pentingnya
pakai kerudung makanan sehingga pencegahan penyakit leptospirosis.
terhindar dari jangkauan vektor tikus. Pencegahan leptospirosis yaitu dengan
cara menjaga kebersihan rumah
supaya tidak menjadi sarang tikus,
memakai alas kaki ketika beraktivitas,

Program Studi Kesehatan Masyarakat - Fakultas Ilmu Kesehatan 11


Universitas Muhammadiyah Surakarta ® 2014
Faktor Risiko Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kabupaten Boyolali
PUBLIKASI ILMIAH

menghindari air yang tergenang


disekitar rumah apalagi bila Kementrian Kesehatan RI. 2012.
mempunyai luka yang terbuka. Penyelidikan dan
Penanggulangan Kejadian Luar
3. Bagi Peneliti Lain Biasa. Jakarta: Kementrian
Peneliti selanjutnya dapat melakukan Kesehatan RI
penelitian lebih lanjut mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi Kementrian Kesehatan RI. 2013.
kejadian leptospirosis misalnya Direktorat Jenderal Pengendalian
keberadaan selokan, keberadaan Penyakit dan Penyehatan
genangan air, keberadaan sampah dan Lingkungan. Jakarta: Kementerian
lain-lain. Kesehatan RI

Mubarak W.I dan Chayatin N. 2009. Ilmu


DAFTAR PUSTAKA Kesehatan Masyarakat: Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba
BPS. 2013. Kabupaten Boyolali Dalam Medika
Angka 2013. Boyolali: Badan
Pusat Statistik Muliawan S. 2008. Bakteri Spiral
Budiman dan Riyanto A. 2013. Kapita Patogen (Treponema, Leptospira,
Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Borrelia) Jakarta: Erlangga
dan Sikap dalam Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Salemba Notoatmodjo. S. 2010. Ilmu Perilaku
Medika Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Departemen Kesehatan RI. 2008. Pramono D. 2011. Faktor Risiko


Pedoman Diagnosa dan Leptospirosis. Berita Kedokteran
Penatalaksanaan Kasus Masyarakat. Volume 27. Nomor
Penanggulangan Leptospirosis di 2. Juni 2011. Universitas Gadjah
Indonesia. Jakarta: Departemen Mada: Yogyakarta
Kesehatan RI
Priyanto A. 2008. Jurnal Kesehatan
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Masyarakat. Faktor Risiko Yang
2014. Laporan Leptospirosis di Berpengaruh Terhadap Kejadian
Kabupaten Boyolali. Boyolali: Leptospirosis (Studi Kasus di
Dinas Kesehatan Kabupaten Kabupaten Demak) Program
Boyolali Magister Epidemiologi, Program
Pasca Sarjana. Universitas
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Diponegoro, Semarang.
2011. Evaluasi NKBJKN Program
P2B2 di Jateng. Semarang: Dinas Rejeki S.S. 2005. Faktor Risiko
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Lingkungan Yang Berpengaruh
Terhadap Kejadian Leptospirosis
Kartikawati E. 2012. Leptospirosis Berat (Studi Kasus di Rumah
Penyakit yang ditularkan oleh Sakit dr. Kariadi Semarang)
Tikus. Semarang:V-Media dalam http://eprints.ui.ac.id
diakses tanggal 9 Oktober 2013

Program Studi Kesehatan Masyarakat - Fakultas Ilmu Kesehatan 12


Universitas Muhammadiyah Surakarta ® 2014
Faktor Risiko Kejadian Leptospirosis di Wilayah Kabupaten Boyolali
PUBLIKASI ILMIAH

Rusmini. 2011. Bahaya Leptospirosis


(Penyakit Kencing Tikus) dan
Cara Pencegahan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing

Soedarto. 2012. Penyakit Zoonosis oleh


Hewan. Jakarta: Sagung Seto

Soeharsono. 2002. Penyakit Menular dari


Hewan ke Manusia. Yogyakarta:
Kanisius

Suhartono. 2009. Lingkungan dan


Perilaku Pada Kejadian
Leptospirosis. Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas
Diponegoro

Suratman. 2006. Analisis Faktor Risiko


Lingkungan dan Perilaku yang
Berpengaruh Terhadap Kejadian
Leptospirosis.[tesis].Semarang:
Universitas Diponegoro

WHOa. 2010. Human Leptospirosis:


Guidance for diagnosis,
surveilance and control.
International Leptospirosis
society.

WHOb. 2010. Geneva: Report of the


First Meeting of the Leptospirosis
Burden Epidemiology Reference
Group.

Widarso. 2005. Penanggulangan


Leptospirosis di Indonesia.
Jakarta:Pusat Data Informasi-
Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis:


Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan dan Pemberantasan.
Jakarta: Erlangga

Program Studi Kesehatan Masyarakat - Fakultas Ilmu Kesehatan 13


Universitas Muhammadiyah Surakarta ® 2014

Anda mungkin juga menyukai