I. PENDAHULUAN
Higiene industri merupakan satu ilmu dan seni yang mempelajari
bagaimana melakukan antisipasi, rekognisi, evaluasi dan pengendalian
terhadap faktor-faktor lingkungan yang muncul di tempat kerja yang
dapat menyebabkan pekerja sakit, mengalami gangguan kesehatan dan
rasa ketidaknyamanan baik diantara para pekerja maupun penduduk
dalam suatu komunitas.
Sejarah mengenai higiene industri sudah ada sejak 400 tahun SM
saat hiprokates menemukan keracunan "Pb" pada pekerja tambang.
higiene industri terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu
hingga pada tahun 1920 di Australia dibentuk "Australian Industrial
Hygiene Division". Di Amerika Serikat, pada tahun 1938 dibentuk
National Conference of Governmental Industrial Hygienist (NCGIH)
yang kemudian berubah nama menjadi American Conference of
Governmental Industrial Hygienist (ACGIH) pada tahun 1946.
Di Indonesia sendiri sejarah mengenai higiene industri sudah ada
sejak masa kolonial belanda yaitu pada tahun 1930 dengan
dikeluarkannya mijn politie reglement dan selanjutnya setelah masa
penjajahan, dibentuklah hiperkes (Higiene pekerja dan kesehatan)
pada tahun 1968 yang disusuldengan dikeluarkannya UU No. 1 tahun
1970.
Konsep dalam higiene industri adalah bagaimana membatasi
paparan hazard yang diterima pekerja di tempat kerja.Pembatasan
dilakukan melalui proses antisipasi, rekognisi, evaluasi dan
pengendalian paparan hazard yang ada di tempat kerja. Pendekatannya
melalui usaha preventive untuk melindungi kesehatan pekerja dan
mencegah timbulnya efek yang ditimbulkan oleh bahaya (hazard).
II. IMPLEMENTASI DI INDUSTRI
A. PERATURAN TERKAIT
Beberapa undang-undang yang berhubungan dengan hiperkes
adalah:
1. Undang-undang No.14 tahun 1969 entang ketentua-ketentuan
pokok mengenai tenaga kerja, yang memuat ketentua-ketentuan
pokok mengenai tenaga kerja. Dalam pasal 9 menjelaskan
tentang perlindungan tenaga kerja atas keselamatan, kesehatan,
kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
2. Undang-undang No. tahun 1970 tentang keselamatan kerja:
Dalam pasal 2 ayat 1 menjelaskan keselamatan kerja
disegala tempat.
Dalam pasal 3 ayat 1 peraturan perundang-undangan
ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja.
3. Undang-undang No.2 tahun 1962 tentang hygiene bagi umum.
Pasal 2 menjelaskan pengertian tentang hygiene adalah segala
usaha untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan.
Usaha-usaha bagi umum adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh
badan-badan pemerintah, swasta maupun perorangn yang
menghasilkan suatu untuk atau yang langsung dapat digunakan
oleh umum.
Pasal 3 menyebutkan jenis usaha-usaha bagi umum meliputi:
Hygiene air, susu, makanan dan minuman untuk konsumsi
umum,
Higiene perusahaan-perusahaan
Hygiene bangunan-bangunan umum,
Hygiene tempat permandian umum,
Hygiene alat-alat pengangkutan umum
Hygiene untuk usaha bagi umum lain-lainnya yang akan
ditetakan oleh mentri kesehatan. dll.
4. Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja, disana terdapat Ruang Lingkup Pelaksanaan, Syarat
Keselamatan Kerja, Pengawasan, Pembinaan, Panitia Pembina K-
3, Tentang Kecelakaan, Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja,
Kewajiban Memasuki Tempat Kerja, Kewajiban Pengurus dan
Ketentuan Penutup (Ancaman Pidana). Inti dari UU ini adalah,
Ruang lingkup pelaksanaan K-3 ditentukan oleh 3 unsur:Adanya
Tempat Kerja untuk keperluan suatu usaha, Adanya Tenaga Kerja
yang bekerja di sana Adanya bahaya kerja.
Dalam Penjelasan UU No. 1 tahun 1970 pasal 1 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918, tidak hanya
bidang Usaha bermotif Ekonomi tetapi Usaha yang bermotif
sosial pun (usaha Rekreasi, Rumah Sakit, dll) yang menggunakan
Instalasi Listrik dan atau Mekanik, juga terdapat bahaya (potensi
bahaya tersetrum, korsleting dan kebakaran dari Listrik dan
peralatan Mesin lainnya).
5. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan yaitu
undang- Undang ini menyatakan bahwa secara khusus
perusahaan berkewajiban memeriksakan kesehatan badan,
kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun
yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-
sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta
pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para pekerja
juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan
tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan.
6. UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya
Paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86
dan 87. Pasal 86 ayat 1berbunyi: “Setiap Pekerja/ Buruh
mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan atas (a)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.” Aspek Ekonominya adalah
Pasal 86 ayat 2: ”Untuk melindungi keselamatan Pekerja/ Buruh
guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal
diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”
Sedangkan Kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: “Setiap
Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen
Perusahaan.”
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1996
tentang Sistem Manajemen K3. Dalam Permenakertrans yang
terdiri dari 10 bab dan 12 pasal ini, berfungsi sebagai Pedoman
Penerapan Sistem Manajemen K-3 (SMK3), mirip OHSAS 18001
di Amerika atau BS 8800 di Inggris.
B. RECOGNISI SUMBER BAHAYA
a. Bahaya fisik
Bahaya timbul dari excess-nya tingkat kebisingan, radiasi non-
pengion/pengion, suhu ekstrim dan pressure (tekanan)
b. Bahaya Kimia
Bahaya kimia timbul dari timbul dari excess-nya konsentrasi
mists, uap, gas atau padatan dalam bentuk fume atau debu di
udara. Selain itu, bahaya kimia terkait higiene industri termasuk
juga bahan yang bersifat iritan atau beracun ketika terabsorpsi
kulit
c. Bahaya biologi
Bahaya biologi disebabkan oleh organisme hidup atau sifat
organisme tersebut yang dapat memberikan efek/dampak
kesehatan yang terhadap manusia (agen yang menginfeksi)
d. Bahaya Ergonomi
Bahaya yang termasuk bahaya ergonomi termasuk adalah design
peralatan kerja, area kerja, prosedur kerja yang tidak
memadai/sesuai. Selain itu, bahaya ergonomi yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan atau pekerja sakit diantaranya
pengangkatan dan proses ketika menjangkau/meraih yang tidak
memadai, kondisi visual yang buruk, gerakan monoton dalam
postur janggal.
Tujuan Rekognisi
• Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat,
kandungan, efek, severity, pola pajanan, besaran, dll)
• Mengetahui sumber bahaya dan area yang berisiko
• Mengetahui proses kerja yang berisiko
• Mengetahui pekerja yang berisiko
C. ANTISIPASI SUMBER BAHAYA
Kemampuan untuk memperkirakan, memprediksi dan
mengestimasi bahaya (hazard) yang mungkin terdapat pada tempat
kerja yang merupakan konseksuensi dari aktivitas kerja.
Tujuan Antisipasi :
• Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini
sebelum muncul menjadi bahaya dan risiko yang nyata
• Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu
proses dijalankan atau suatu area dimasuki
• Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada
saat suatu proses dijalankan atau suatu area dimasuki
Langkah-Langkah Antisipasi
• Pengumpulan Informasi
• Melalui studi literatur
• Mempelajari hasil penelitian
• Dokumen-dokumen perusahaan
• Survey lapangan
• Analisis dan diskusi
• Diskusi dengan pihak terkait yang kompeten
• Pembuatan Hasil
Hasil Antisipasi
• Daftar potensi bahaya dan risiko yang dapat dikelompokkan:
• Berdasarkan lokasi atau unit
• Berdasarkan kelompok pekerja
• Berdasarkan jenis potensi bahaya
• Berdasarkan tahapan proses produksi
• dll
D. EVALUASI SUMBER BAHAYA
Proses pengambilan keputusan yang hasilnya adalah
tingkat bahaya (hazard) dalam operasi indutri. Proses eveluasi
digunakan sebagai pendekatan dasar dalam menentukan
tindakan pengendalian yang akan diambil.pada tahap evaluasi ini
dilakukan justifikasi terhadap tingkat bahaya yang ada dengan
membandingkannya dengan standar ex : PEL, TLV dan atau NAB.
Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan
pengukuran, pengambilan sampel dan analisis di laboratorium.
Melalui penilaian lingkungan dapat ditentukan kondisi
lingkungan kerja secara kuantitatif dan terinci, serta
membandingkan hasil pengukuran dan standar yang berlaku,
sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya teknologi
pengendalian, ada atau tidaknya korelasi kasus kecelakaan dan
penyakit akibat kerja dengan lingkungannya , serta sekaligus
merupakan dokumen data di tempat kerja.
a. Engineering control
Meliputi Cara pengendalian bahaya baik berdasarkan spesifikasi
saat menentukan desain awal maupun dengan menerapkan
metode substitusi, isolasi, memagari atau sistem ventilasi.
Engineering control berdasarkan hierarkinya merupakan
pengendalian yang pertama.
b. Administrative control
Pengendalian melalui penjadwalan, yaitu mengurangi waktu
bekerja para pekerja di area kerja yang mengandung bahaya.
Selain itu termasuk juga di dalam administrative control adalah
training yang memberikan pekerja kemampuan untuk mengenali
bahaya dan bekerja dengan aman melalui prosedur.
III. KESIMPULAN
Higiene industri didefinisikan sebagai ilmu dan seni dalam
melakukan antisipasi, rekognisi, evaluasi, dan
pengendalian terhadap faktor-faktor lingkungan atau stresses, yang
timbul di atau dari tempat kerja, yang bisa menyebabkan sakit,
gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau ketidaknyamanan yang
berarti bagi pekerja maupun warga masyarakat. Higene industri
dapat dikatakan sebagai juru bicara antara profesi keselamatan dan
kedokteran.Adapu ruang lingkup hygiene industry terdiri dari
antisipasi, rekognisi, evaluasi dan pengontrolan.Potensi bahaya yang
terdapat di lingkungan industry yaitu bahaya fisik, bahaya kimia,
factor biologi, ergonomic dan factor psikologi.
DAFTAR PUSTAKA
http://dedensyahruddin.blogspot.co.id/2015/05/sejarah-definisi-dan-
undang-undang-k3.html
http://ranahk3.blogspot.co.id/2015/04/higiene-industri-merupakan-
satuilmu-dan.html
http://gadispembelajar.blogspot.co.id/2013/05/higiene-industri.html