Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Khwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh definisi
protein yang berat bisa dengan konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak
mencakupi kebutuhan. Khwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk
sindoma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP),
dengan beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan pertumbuhan,
depigmentasi, hyperkeratosis.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Cicely D. Williams pada
rangkaian saintifik internasional melalui artikelnya Lancet 1935. Beliau pada
tahun 1933 melukiskan suatu sindrom tersebut berhubungan dengan defisiensi
dari nutrein apa. Akhirnya baru diketahui defisiensi protein menjadi
penyebabnya. Walaupun sebab utama penyakit ini adalah defisiensi protein,
tetapi karena biasanya bahan makanan yang dimakan itu juga kurang
mengandung nutrien lainnya, maka defisiensi protein disertai defisiensi kalori
sehingga sering penderita menunjukkan baik gejala kwashiorkor maupun
marasmus.

B. Etiologi
Kwashiorkor paling seringnya terjadi pada usia antara 1-4 tahun, namun
dpat pula terjadi pada bayi. Kwashiorkor yang mungkin terjadi pada orang
dewasa adalah sebagai komplikasi dari parasit atau infeksi lain. Banyak hal yang
menjadi penyebab kwashirkor, namun faktor yang paling mayor adalah
menyusui, yaitu ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak
seimbang. Setelah usia 1 tahun atau lebih, kwashiorkor dapat muncul bahkan
ketika kekurangan bahan pangan bukanlah menjadi masalahnya, tetapi
kebiasaan adat atau ketidaktahuan (kurangnya edukasi) yang menyebabkan
penyimpangan keseimbangan nutrisi yang baik.
Walaupun kekurangan kalori dan bahan-bahan makanan yang lain
mempersulit pola-pola klinik dan kimiawinya, gejala-gejala utama malnutris
protein disebabkan oleh kekurangan pemasukan protein yang mempunyai nilai
biologik yang baik. Bisa juga terdapat gangguan penyerapan protein, misalnya
yang dijumpai pada keadaan diare kronik, kehilangan protein secara tidak
normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka-luka bakar
serta kegagalan melakukan sintesis protein, seperti yang didapatkan pula pada
penyakit hati yang kronis.
C. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda
walaupun dapat terjadi bersama-sama (Ngastiyah, 1997) dalam Nanda, 2015.
Kwashiorkor :
1. Secara umum antara tampak sebab, latergik, cengeng dan mudah
terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma.
2. Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar).
Perkiraan Berat Badan (Kg):
a. Lahir : 3,25
b. 3-12 bulan : (bln + 9) / 2
c. 1-6 tahun : (thn x 2) + 8
d. 6-12 tahun : {(thn x 7) – 5} / 2

Perkiraan Tinggi Badan (Cm):


a. 1 tahun : 1,5 x TB lahir
b. 4 tahun : 2 x TB lahir
c. 6 tahun : 1,5 x TB 1 thn
d. 13 tahun : 3 x TB lahir
e. Dewasa : 3,5 x TB lahir = 2 x TB 2 thn
3. Udema
4. Anoreksia dan diare
5. Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan lembek
6. Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku serta mudah dicabut
7. Kelainan kult, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit yang
dalam dan lebam, disertai defesiensi vitamin B kompleks, defesiensi
eritropoitin dan kerusakan hati
8. Anak mudah terjangkit infeksi
9. Terjadi defesiensi vitamin dan mineral
10. Perubahan mental (cengeng atau apatis)
11. Pada sebagian besar anak ditemukan edema laring sampai berat
12. Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
13. Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang
dan mudah dicabut)
14. Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran
crazy pavement dermatosis
15. Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin
dengan batas yang tegas)
16. Anemia akibat gangguan erittropoesis
17. Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar
globulin normal, kadar kolesterol serum rendah
18. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis,
nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus
19. Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukan terjadinya
perubahan degeneratif pada semua organ (degeneratif otot jantung, atrofi,
filli usus, osteopporosis dan sebagainya).

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah : albumin, globulin, protein total, elektrolit serum,
biakan darah
2. Pemeriksaan urine : urine lengkap dan kultur urine
3. Uji faal hati
4. EKG
5. X foto paru
6. Konsul THT : adanya otitis media

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kwashiorkor mengikuti 10 langkah utama penatalaksanaan gizi
buruk yaitu sebagai berikut:
1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia
2. Pengobatan atau pencegahan hipotermia
3. Pengobatan atau pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak KEP berat dengan dehidrasi
adalah ada riwayat diare sebelumnya, anak sangat kehausan, mata cekung,
nadi lemah, tangan dan kaki teraba dingin, anak tidak buang air kecil dalam
waktu cukup lama. Tindakan yang dapat dilakukan:
a. Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap ½ jam
sekali tenpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan
rehidrasi oral dengan memberi minum anak 30 ml (3 sendok makan)
setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus KEP
disebut ReSoMal.
b. Jika tidak ada ResoMal untuk anak dengan KEP berat dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2x. Jika anak tidak dapat minum,
lakukan rehidrasi intravena (infus) RL/Glukosa 5% dan NaCl dengan
perbandingan 1:1
4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
pada semua KEP Berat/gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit
diantaranya:
a. Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah
b. Defisiensi Kalium (K) dan Magnsium (Mg)
Ketidakmampuan elekrolit ini memicu terjadinya edema dan untuk
pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu minimal 2 minggu.
Berikan makanan tanpa diberi garam/rendah garam, untuk rehidrasi, berikan
cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2x (dengan pe+an 1 liter air) ditambah
4 gr kecil dan 50 gr gula bila balita KEP bisa makan berikan bahan
makanan yang banyak mengandung mineral bentuk makanan lumat.
5. Lakukan pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat tanda yang umumnya menunjukan adanya infeksi seperti
demam seringkali tidak tampak. Pada semua KEP berat secara rutin
diberikan antibiotik spektrum luar.
6. Pemberian makanan, balita KEP berat
Pemberian diet KEP berat dibagi 3 fase:
Fase Stabilisasi (1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena
keadaan faali anak yang sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang,
pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan
dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk
memenuhi metabolisme basal saja, formula khusus seperti formula WHO
75/modifikasi/modisko ½ yang dilanjutkan dan jadwal pemberian makanan
harus disusun agar dapat mencapai prinsip tersebut dnegan persyaratan diet
sbb: porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa, energi 100
kkal/kg/hari, protein 1-1,5 gr/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari (jika ada
edema berat 100 ml/kgBB/hari), bila anak mendapat ASI teruskan,
dianjurkan memberi formula WHO 75/pengganti/modisco ½ dengan gelas,
bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet, pemberian formula
WHO 75/pengganti/modisco ½ atau pengganti dan jadwal pemberian
makanan harus sesuai dengan kebutuhan anak.
7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita
Fase ini meliputi 2 fase: transisi dan rehabilitasi:
a. Fase transisi (minggu II)
- Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara perlahan
untuk menghindari resiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila
anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara
mendadak
- Ganti formula khusus awal (energi 75 kal dan protein 0,9 – 1,0
gr/100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 kkal dan
protein 2,9 gr/100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi
bubur/makanan keluarga dapat digunakan asal kandungan energi
dan protein sama
- Naikkan dengan 10 ml setiap kali sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali
pemberian (200 ml/kgBB/hari)
b. Fase rehabilitasi (minggu III-VII)
- Formula WHO-F 135/pengganti/modisco 1 ½ dengan jumlah tidak
terbatas dan sering
- Energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
- Protein: 4-6 gr/kgBB/hari
- Bila anak masi mendapatkan ASI teruskan, ditambah dengan
makanan formula karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh kejar
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
Semua pasien KEP brat mengalami kurang vitamin dan mineral, walaupun
anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe).
Tunggu sampai anak mau makan dan Bbnya mulai naik (pada minggu II).
Pemberian Fe pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan
infeksinya. Berikan setiap hari:
a. Tambahan multivitamin lain
b. Bila BB mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat/sirup
besi
c. Bila anak diduga menderita cacingan berikan pirantel pamoat dosis
tunggal
d. Vitamin A oral 1 kali
e. Dosis tambahan disesuaikan dengan buku pedoman pemberian kapsul
vit A
9. Berikan stimulasi dan dukungan emosional
10. Persiapkan untuk tindak lanjut di rumah.
F. Patofisiologi

- Status sosial ekonomi


rendah
- Kurang pengetahuan
- Sistem dukungan sosial
tidak memadai
Defisiensi protein Defisiensi sumber kalori

Katabolisme protein & Definisi energi fisik


lemak meningkat

Gangguan pola
Defisiensi asam amino Hipoproteinemia, aktivitas/bermain
esensial hipoalbuminemia (cengeng, apatis)

Gangguan sintesis sel Edema Intoleransi aktivitas

Resiko kerusakan
integritas kulit

Gangguan perkembangan Gangguan


motorik-mental-sosial pertumbuhan fisik
- Motorik kasar - Ukuran antropometri
- Motorik halus kognitif <<
dan bahasa
- sosial

Resiko pertumbuhan
yang tidak proposional
Resiko keterlambatan
perkembangan
Gangguan sintesis sel-sel
darah:
- gizi buruk
- Gangguan imunitas
seluler Pencernaan : Pernapasan :
- Mual/muntah - Bronchitis
- Gastroenteritis - Brokhopeumonia
- malabsorbsi - tuberculosis
Resiko infeksi sistemik
meningkat

- Defisit nutrisi Ketidakefektifan


Tindakan invasif: bersihan jalan napas
semakin berat
- Sonde/infus
- Defisit cairan dan
elektrolit

Resiko infeksi
sekunder Ketidakseimbangan
Resiko aspirasi
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
G. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai