Anda di halaman 1dari 6

A.

KELAINAN PADA DENTO CRANIO MAKSILOFACIAL


Anomali kraniofasial merupakan suatu penyimpangan morfologi dari
keadaan normal pada kompleks kraniofasial akibat gangguan tumbuh
kembang, dapat berupa kelainan kongenital atau didapat (aquire).
Berdasarkan patogenesisnya ada 3 tipe anomali yaitu malformasi, deformasi
dan disruption.
1. Malformasi
Defek morfologi suatu organ atau bagian dari organ, atau sebagian dari
tubuh akibat gangguan pada proses perkembangan secara intrinsik dapat
disebut sebagai malformasi. Gangguan perkembangan terjadi saat
pembentukan organ, merupakan defek primer struktural akibat kesalahan
morfogenesis di suatu lokasi yang mempengaruhi pembentukan struktur
organ, dapat berupa kelainan tunggal ataupun ganda. Malfomasi di regio
kraniofasial pada umumnya merupakan kelainan kongenital berupa cacat
bawaan yang sudah tampak sebagai defek sejak lahir. Sindroma adalah
suatu pola malformasi tertentu sebagai suatu kumpulan gejala yang khas,
akibat satu etiologi dapat menyebabkan gangguan morfogenesis pada
lebih dari satu lokasi, contohnya pada sindroma Down. Kurang lebih 3%
dari bayi baru lahir dengan malformasi yang nyata, dan 1% mempunyai
malformasi ganda sebagai sindrom. Meskipun malformasi kraniofacial
relatif jarang ditemui, namun demikian seorang dokter gigi khususnya
spesialis kedokteran gigi anak perlu mengenal berbagai kelainan
kraniofacial akibat gangguan tumbuh kembang karena akan berhadapan
dengan pasien anak. Malformasi yang paling sering dijumpai adalah
morfogenesis yang tidak sempurna karena proses perkembangan terhenti,
seperti celah langitan. Pada saat embriogenesis normal atap palatal akan
menyatu. Jika terjadi gangguan karena suatu faktor, proses fusi berhenti
mengakibatkan celah langitan berbentuk V. Pada anomali Robin, celah
langitan berbentuk U. Pada awal pembentukan intra uterine mandibula
hipoplastik, lidah tidak mempunyai ruang .yang cukup dan posisinya di

1
antara atap palatal. Ketika atap palatal mencoba untuk berfusi, proses
tersebut dihalangi oleh lidah, akibatya terjadi celah langitan berbentuk U.
2. Deformasi
Merupakan suatu perubahan bentuk atau dismorfologi, merupakan defek
struktural yang disebabkan bentuk atau posisi abnormal dari bagian tubuh
yang sebelumya mempunyai bentuk normal. Pada umumnya, disebabkan
oleh nondisruptive mechanical forces, rebagai akibat tekanan intra
uterine yang abnormal. Deformasi cenderung mengenai organ yang utuh,
bukan defek pada organ tetapi defek regional karena organ sudah
terbentuk. Kurang lebih 20% bayi baru lahir mempunyai deformasi.
Prognosis untuk tumbuh normal pada umumnya baik. Contoh deformasi
antara lain clubfoot, dislokasi pinggul, scoliosis postural kongenital. Pada
clubfoot dijumpai 5 jari, jumlah phalanges dan metatarsal lengkap. Yang
terjadi adalah perubahan di regio kaki. karena itu bukan merupakan
malformasi seperti syndactyly yaitu fusi jari atau polydactyly yang
mempuyai jari lebih.
3. Disruption
Merupakan defek morfologi organ atau bagian organ, atau sebgaian besar
dari tubuh akibat dari destruksi atau robeknva (splitting) atau hambatan
perkembangan yang tadinya normal. Disruption terjadi sebagai akibat
dari gangguan vaskularisasi, infeksi atau pcnyebab fisik lainnya. Pada
umumnya mempunyai prognosis buruk untuk dapat tumbuh normal pada
regio yang terkena. Sebagai contoh ketulian akibat rubella, mikrosomia
hemifacial akibat perdarahan arteri stapedialm, dan clefti facial akibat
amniotic band (Hayati, 2000).

B. AKSOMEGALI DAN GIGANTISME


1. Definisi
Akromegali berasal dari istilah Yunani yaitu akron (ekstremitas) dan
megale (besar), yang didasarkan atas salah satu temuan klinis akromegali,
yaitu pembesaran tangan dan kaki. Sebanyak 98% kasus akromegali

2
disebabkan oleh tumor hipofisis. Angka prevalensi akromegali
diperkirakan mencapai 70 kasus dari satu juta populasi, sementara angka
kejadian akromegali diperkirakan mencapai 3-4 kasus setiap tahunnya
dari satu juta penduduk. Usia rata-rata pasien yang terdiagnosis
akromegali adalah 40-45 tahun (Cahyanur, 2010). Akromegali
merupakaan pertumbuhan atau penebalan tulang-tulang dan
jaringan lunak dari hipersekresi GH yang terjadi setelah pertumbuhan
somatik selesai. Pembesaran tangan dan kaki dapat terlihat pada pasien
akromegali. Sedangkan Gigantisme adalah pertumbuhan berlebihan akibat
pelepasan hormon pertumbuhan berlebihan, terjadi pada masa anak-anak
dan remaja. Keadaan ini menyebabkan pertumbuhan longitudinal pasien
menjadi sangat cepat dan pasien akan menjadi seorang raksasa
(Wicaksono, 2013).
Gigantisme dan akromegali adalah kelainan yang disebabkan oleh
karena sekresi Growth Hormone (GH) yang berlebihan. Gigantisme
terjadi sebelum proses penutupan epifisis. Sedangkan akromegali terjadi
kalau proses tersebut terjadi setelah penutupan epifisis. Sehingga tampak
terjadinya pertumbuhan jaringan lunak dan struktur tulang yang
berlebihan (Shim, 2004)
2. Perawatan dan Pengobatan
Operasi merupakan pilihan utama yang dianjurkan pada kebanyakan
pasien gigantisme, karena termasuk dalam pengobatan yang cepat dan
efektif. Operasi dilakukan dengan melakukan insisi melalui hidung atau
melalui bibir bagian atas. dengan alat khusus dokter bedah
menghilangkan jaringan tumor. Operasi ini biasanya disebut operasi
transsphenoidal. Prosedur ini mengurangi tekanan pada daerah otak
sekitarnya dan dengan cepat menurunkan kadar GH. Jika operasi ini
berhasil penampilan wajah dan pembengkakan jaringan akan kembali
membaik pada beberapa hari. Pembedahan berhasil baik pada kebanyakan
pasien dengan kadar GH dalam darah dibawah 45 ng/mg sebelum operasi
dan jika diameter tumor hipofisis belum mencapai 10mm.

3
Komplikasi yang mungkin terjadi saat pembedahan adalah kerusakan
jaringan di sekitar hipofisis yang normal sehingga pasien memerlukan
menggunaan hormon hipofisis dalam waktu yang lama. Bagian dari
hipofisis menyimpan antidiuretik hormon yang penting dalam balance
cairan yang mungkin secara sementara maupun permanen membahayakan
kesehatan pasien sehingga pasien membutuhkan terapi medis. Komplikasi
yang lain yaitu meningitis.
Disamping itu, terdapat terapi medis yang sering digunakan jika
pembedahan tidak berhasil dengan baik. Tiga kelompok obat yang
digunakan untuk pengobatan akromegali gigantisme:
a. Somatostatin analogs (SSAs) berefek pada penurunan produksi GH
dan efektif menurunkan kadar GH dan IGF-I pada 50-70% pasien.
SSAs juga mengurangi ukuran tumor sekitar 0-50% pasien tp hanya
pada tingkat yang kecil. Beberapa penelitian menunjukkan SSAs aman
dan efektif digunakan dalam jangka panjang dalam pengobatan pasien
dengan akromegali gigantisme yang tidak disebabkan tumor hipofisis.
b. GH reseptor antagonist (GHRAs), yang mengganggu kerja GH dan
menormalkan kadar IGF-I di lebih dari 90 persen pasien. Diinjeksikan
sehari sekali, GHRAs biasanya ditoleransi dengan baik oleh pasien.
Efek jangka panjang pada pertumbuhan tumor masih diteliti. Efek
sampingny antara lain sakit kepala, fatig dan gangguan fungsi hati.
c. Agonis dopamin merupakan obat ketiga. Obat ini tidak seefektif obat
lain dalam menurunkan GH atau IGF-I tingkat, dan menormalkan
kadar IGF-I pada sebagian kecil pasien. Agonis dopamin kadang-
kadang efektif pada pasien yang memiliki derajat ringan GH berlebih
dan pasien yang mengalami gigantisme dan hiperprolaktinemia.
Agonis dopamin dapat digunakan dengan kombinasi SSAs. Efek
samping obat termasuk mual, sakit kepala.
Terdapat pula terapi radiasi yang biasanya diperuntukkan bagi pasien
yang mempunyai sisa-sisa tumor paska pembedahan. Karena radiasi
menyebabkan hanya sedikit penurunan kadar GH dan IGF-I pasien yang

4
menjalani terapi radiasi juga menerima medikasi untuk menurunkan kadar
hormon (Supriyadi, 2013).

5
DAFTAR PUSTAKA

Cahyanur, Rahmat dan Soewondo, Pradana, 2010, Akromegali, Majalah


Kedokteran Indonesia, vol. 60 (6)
Hayati, R., 2000, Anomali Kranio Fasial Akibat Gangguan Turnbuh Kembang,
Jurnal Kedokreran Gigi Universitas Indonesia, edisi 7
Shim, M., Cohen, P., 2004, Gigantism and Acromegaly, Medicine e-book
Supriyadi, 2013, Askep Gigantisme
Wicaksono, E.N., 2013, Akromegali dan Gigantisme

Anda mungkin juga menyukai