Anda di halaman 1dari 10

1.

Kebo-keboan – Banyuwangi

Ritual Tradisi yang diadakan setahun sekali pada tgl 10 Suro atau 10 Muharaam di
desa Alasmalang, Singojuruh, Banyuwangi, yang berkaitan dengan budaya agraris
khususnya siklus tanam padi.Upacara ini adalah gabungan antara upacara minta
hujan bila terjadi kemarau panjang atau rasa syukur, bila panen berhasil dengan
baik.

Di upacara ini beberapa laki laki berdandan menjadi kerbau mereka harus
berkubang di tengah kubangan sawah yang baru dibajak, kemudian diarak keliling
desa, disertai karnaval kesenian rakyat. Kemudian mereka juga beraksi membajak
sawah.
2. Ritual Tiwah – Kalimantan Tengah

Ritual Tiwah yaitu prosesi menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang telah
meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa
jasad dari liang kubur menuju sebuah tempat yang bernama sandung.

Tiwah merupakan upacara ritual kematian tingkat akhir bagi masyarakat suku
Dayak di Kalimantan Tengah (Kalteng), khususnya Dayak Pedalaman penganut
agama Kaharingan sebagai agama leluhur warga Dayak.Nah, yang menariknya lagi
ritual tersebut memakan waktu beberapa hari sehingga membutuhkan dana yang
cukup besar.
3. Rambu Solo – Toraja

Rambu Solo adalah pesta atau upacara kedukaan /kematian. Bagi keluarga yang
ditinggal wajib membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada
mendiang yang telah pergi.

Setelah melewati serangkaian acara, si mendiang di usung menggunakan


Tongkonan (sejenis rumah adat khas Toraja) menuju makam yang berada di
tebing-tebing dalam goa. Nama makamnya adalah pekuburan Londa.

Yang unik dari upacara rambu solo adalah pembuatan boneka kayu yang dibuat
sangat mirip dengan yang meninggal dan diletakkan di tebing.Uniknya lagi konon
katanya, wajah boneka itu kian hari kian mirip sama yang meninggal.
4. Mapasilaga Tedong - Toraja

Salah satu budaya yang menarik dari Tana Toraja adalah adat Mapasilaga Tedong
atau adu kerbau. Kerbau yang diadu di sini bukanlah kerbau sembarangan.
Biasanya, kerbau bule (Tedong Bunga) atau kerbau albino yang menjadi kerbau
aduan.

Sebelum upacara adat berlangsung, puluhan kerbau yang akan diadu dibariskan di
lokasi upacara. Kerbau-kerbau tersebut kemudian diarak dengan didahului oleh tim
pengusung gong, pembawa umbul-umbul, dan sejumlah wanita dari keluarga yang
berduka ke lapangan yang berlokasi di rante (pemakaman). Saat barisan kerbau
meninggalkan lokasi, musik pengiring akan dimainkan. Irama musik tradisional
tersebut berasal dari sejumlah wanita yang menumbuk padi pada lesung secara
bergantian.

Sebelum adu kerbau dimulai, panitia menyerahkan daging babi yang sudah
dibakar, rokok, dan air nira yang sudah difermentasi (tuak), kepada pemandu
kerbau dan para tamu. Adu kerbau kemudian dilakukan di sawah, dimulai dengan
adu kerbau bule. Adu kerbau diselingi dengan prosesi pemotongan kerbau ala
Toraja, Ma’tinggoro Tedong, yaitu menebas kerbau dengan parang dan hanya
dengan sekali tebas.
5. Pasola – Sumba

Ini adalah bagian dari serangkaian upacara tradisional yang dilakukan oleh orang
Sumba. Setiap tahun pada bulan Februari atau Maret serangkaian upacara adat
dilakukan dalam rangka memohon restu para dewa agar panen tahun tersebut
berhasil dengan baik. Puncak dari serangkaian upacara adat yang dilakukan
beberapa hari sebelumnya adalah apa yang disebut Pasola.

Pasola adalah ‘perang-perangan’ yang dilakukan oleh dua kelompok berkuda.


Setiap kelompok teridiri dari lebih dari 100 pemuda bersenjakan tombak yang
dibuat dari kayu berdiameter kira-kira 1,5 cm yang ujungnya dibiarkan tumpul.
6. Dugderan – Semarang

Dugderan adalah sebuah upacara yang menandai bahwa bulan puasa telah datang. Dugderan
dilaksanakan tepat 1 hari sebelum bulan puasa. Kata Dugder diambil dari perpaduan bunyi
dugdug dan bunyi meriam yang mengikuti kemudian diasumsikan dengan derr.

Kegiatan ini meliputi pasar rakyat yang dimulai sepekan sebelum dugderan. Karnaval yang
diikuti oleh pasukan merah-putih, drumband, pasukan pakaian adat “BHINNEKA TUNGGAL
IKA” , meriam , warak ngendok dan berbagai potensi kesenian yang ada di Kota Semarang.

Ciri Khas acara ini adalah warak ngendok, sejenis binatang rekaan yang bertubuh kambing
berkepala naga serta kulit sisik emas. Visualisasi warak ngendok dibuat dari kertas warna –
warni. Acara ini dimulai dari jam 08.00 sampai dengan maghrib di hari yang sama juga
diselenggarakan festival warak dan Jipin Blantenan.
7. Tabuik – Pariaman

Tabuik (Indonesia: Tabut) adalah perayaan lokal dalam rangka memperingati


Asyura, gugurnya Imam Husain, cucu Muhammad, yang dilakukan oleh
masyarakat Minangkabau di daerah pantai Sumatera Barat, khususnya di Kota
Pariaman. Festival ini termasuk menampilkan kembali Pertempuran Karbala, dan
memainkan drum tassa dan dhol.

Tabuik merupakan istilah untuk usungan jenazah yang dibawa selama prosesi
upacara tersebut. Walaupun awal mulanya merupakan upacara Syi'ah, akan tetapi
penduduk terbanyak di Pariaman dan daerah lain yang melakukan upacara serupa,
kebanyakan penganut Sunni. Di Bengkulu dikenal pula dengan nama Tabot.

Upacara melabuhkan tabuik ke laut dilakukan setiap tahun di Pariaman pada 10


Muharram sejak 1831.Upacara ini diperkenalkan di daerah ini oleh Pasukan Tamil
Muslim Syi'ah dari India, yang ditempatkan di sini dan kemudian bermukim pada
masa kekuasaan Inggris di Sumatera bagian barat.
8. Makepung – Bali

Kalau kita mendengar kalimat: “Bull-Racing”, mungkin pikiran kita melayang ke-
Pulau Madura, yang terkenal dengan “Karapan Sapi”. Ternyata ada “Buffalo
Racing” atau “Balapan Kerbau” yang tidak kalah populernya dikalangan
masyarakat Bali, khususnya dibagian Barat, yang dikenal dengan nama
“Makepung”.

Bisa dipahami mengapa masyarakat Bali memilih melombakan kerbau daripada


sapi, dikarenakan sapi adalah binatang tunggangan yang dipergunakan oleh Dewa
Shiva dan dianggap sebagai hewan suci oleh penganut Hindu. Di Bali, khususnya
dibagian Barat, sekitar kota Negara, Makepung ini merupakan event tradisional
yang dilakukan beberapa kali setiap tahun, anehnya Makepung ini ternyata tidak
begitu populer bagi masyarakat dibagian Bali lainnya.
9. Atraksi Debus – Banten

Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten yang mempertunjukan


kemampuan manusia yang luar biasa. Misalnya kebal senjata tajam, kebal air keras
dan lain- lain.Kesenian ini berawal pada abad ke-16, pada masa pemerintahan
Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Pada zaman Sultan Ageng Tirtayasa
(1651—1692) Debus menjadi sebuah alat untuk memompa semangat juang rakyat
banten melawan penjajah Belanda pada masa itu. Kesenian Debus saat ini
merupakan kombinasi antara seni tari dan suara.

Debus dalam bahasa Arab berarti tongkat besi dengan ujung runcing berhulu
bundar. Bagi sebagian masyarakat awam kesenian Debus memang terbilang sangat
ekstrim. Pada masa sekarang Debus sebagai seni beladiri yang banyak
dipertontonkan untuk acara kebudayaan ataupun upacara adat.
10. Karapan sapi – Madura

Awal mula kerapan sapi dilatar belakangi oleh tanah Madura yang kurang subur
untuk lahan pertanian, sebagai gantinya orang-orang Madura mengalihkan
matapencahariannya sebagai nelayan untuk daerah pesisir dan beternak sapi yang
sekaligus digunakan untuk bertani khususnya dalam membajak sawah atau ladang.

Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu
(tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam
lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut
biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh
detik sampai satu menit.

Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan
September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau
Oktober di eks Kota Karesidenan, Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir
Presiden.

Anda mungkin juga menyukai