PENDAHULUAN
Vernal keratokonjungtivitis (VKC) merupakan penyakit alergi bilateral yang jarang, biasanya
konjungtiva bilateral yang penyebabnya belum pasti namun ada keterkaitan dengan riwayat
Keratokonjungtivitis Vernal paling sering mengenai anak laki-laki dan pada musim panas,kering
iklim subtropik seperti di afrika, Amerika dan Asian terutama Jepang, Thailand, dan India.
Bentuk Limbal VKC lebih sering terjadi pada individu berkulit hitam di afrika dan India. Seperti
yang telah di jelaskan diatas prevalensi VKC lebih sering mengenai anak laki-laki dibandingkan
perempuan. Dalam satu Rasio pria dan wanita adalah 3:1 pada pasien < 20 tahun, tetapi hampir
sama pada usia lebih tua. Kejadian paling sering terjadi pada onset anak usia 10 tahun, dan onset
Kejadian VKC sering dikaitkan dengan adanya kejadian atopi pada anak atau adanya riwayat
atopi di keluarga dan juga musim panas. Pasien dengan VKC biasanya akan mengeluhkan rasa
gatal, kemerahan pada kedua mata dan juga mata berair. Selain itu pasien dengan VKC dapat
pula mengeluhkan adanya fotopobia dan sensasi benda asing pada matanya. Pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan reaksi papiler pada konjungtiva tarsal superior (Cobble stone) atau
dijumpai satu atau lebih frpapil berwarna putil pada limbus (Trantas dots). 3
Pasien dengan VKC dapat di berikan terapi dengan farmakologi dan non farmakologi. Terapi
non farmakologi yaitu dengan edukasi pasien agar sering mencuci tangannya dan menghindari
menggosok mata mereka. Pasien dengan VKC juga dapat mengompres mata mereka dengan air
dingin dan air mata buatan juga dapat membantu meringankan gejala pasien VKC pada kondisi
ringan. Terapi Farmalokogi lini pertama untuk VKC adalah dengan pengobatan topikal.
Stabilisator sel mas merupakan salah satu andalah untuk profilaksis. Dalam kasus ringan
antihistamin mungkin bermanfaat. Stabilisator sel mast dapat diberikan pada pasien dengan
LAPORAN KASUS
Nama : An. R
Umur : 11 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Negeri baru
‐ Kepala : Normocephal
‐ Mata : Status Oftalmologi
‐ THT : Tidak ada keluhan
‐ Mulut : Tidak ada keluhan
‐ Leher : Tidak ada keluhan
‐ Thoraks : Tidak ada keluhan
‐ Abdomen : Tidak ada keluhan
‐ Endokrin : Tidak ada keluhan
‐ Ekstremitas : Tidak ada keluhan
PEMERIKSAAN OD OS
Visus Jauh 6/7.5 6/6
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Visus Dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi Sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Persepsi Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pemeriksaan Oculi Dextra Oculi Sinistra
Sekret + +
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Refleks + +
2.7 PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
- Terapi Klimatologi
- Edukasi Ibu pasien agar anak tidak bermain diluar rumah saat terik matahari
- Edukasi Ibu pasien agar anak tidak mengucek mata dan menggunakan tissue
sekali pakai
Medikamentosa
‐ Conver eye drop 1 tetes / 6 jam ODS
- Polidemisin eye drop 1 tetes/ 6 jam
2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3. 1 DEFINISI
jarang, biasanya terjadi pada tahun-tahun prapurbertas dan berlangsung selama 5-10 tahun.
(1) VKC juga merupakan penyakit rekuren, dengan peradangan tarsus dan konjungtiva
bilateral yang penyebabnya belum pasti namun ada keterkaitan dengan riwayat atopi
3. 2 KLASIFIKASI
Terdapat pertumbuhan papil yang besar ( Cobble Stone ). Papillae ini biasanya membesar
sampai dengan ukuran >1mm. hipertropi papil dapat menyebabkan penebalan kelopak
mata dan ptosis. Selain itu diikuti dengan adanya Sekresi lendir yang banyak .
kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit
eosinofil. (2,4)
3. 3 ETIOLOGI
keluarga yang cenderung kambuh pada musim panas. Keratokonjungtivitis vernal sering
terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia
3. 4 PATOFISIOLOGI
insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV. Pada
konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan
jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan
Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan
disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang
mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis serta
vasodilatasi dan hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat,
kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan
dalam kualitas maupun kuantitas stem cell limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin
dikemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda. Di samping itu,
jugaterdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami degenerasi. 1,2,4
3. 5 GAMBARAN HISTOPATOLOGIK
Tahap awal VKC ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan tampak
pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel
epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta diantara papil serta pseudomembran milky
white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN,
eosinofil, basofil, dan sel mast. Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 pasien dengan
infiltrasi limfosit dan sel plasma pada konjungtiva. Proliferasi limfosit akan membentuk
beberapa nodul limfoid. Sementara itu, beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel
hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di fornix, serta pada beberapa kasus
melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar. Fase vaskular dan selular dini akan
segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih
mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan
substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat
secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasia jaringan ikat meluas ke atas
membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Kolagen maupun
lapis sel epitel yang edematous dan tidak beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya
papil, lapisan epitel akan mengalami atrofi di apeks sampai hanya tinggal satu lapis sel
epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel (acanthosis). Horner-
Trantas dot’s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri atas eosinofil, debris selular
yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit. 6,7
3. 6 GEJALA
Pasien umumnya mengeluh gatal yang berlebihan dan bertahi mata berserat,
terdapat riwayat keluarga alergi. Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat
banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering
terdapat papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk poligonal, dengan
atap rata, dan mengandung berkas kapiler. Mungkin terdapat tahi mata berserabut dan
orang negro turunan Afrika, lesi paling mencolok terdapat di limbus, yaitu pembengkakan
gelatinosa (papillae). Sebuah pseudogerontoxon (arcus) sering terlihat pada kornea dekat
papilla limbus. Trantas dot adalah bintik-bintik putih yang terlihat di limbus pada beberapa
pasien dengan Vernal keratokeratokonjungtivitisselama fase aktif dari penyakit ini. Sering
kecuali jika pasien telah menjalani krioterapi, pengangkatan papilla, iradiasi, atau prosedur
Pasien pada umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat. Keluhan gatal ini
Ptosis
yang lain. Ptosis terjadi karena infiltrasi cairan ke dalam sel-sel konjungtiva palpebra
dan infiltrasi sel-sel limfosit plasma, eosinofil, juga adanya degenerasi hyalin pada
stroma konjungtiva.
Kotoran mata
pucat, putih keabu-abuan disertai papil-papil yang besar (papil raksasa). Inilah yang
disebut “cobble stone appearance”. Susunan papil ini rapat dari samping
kadang seperti ada lapisan susu, terdiri dari sekret yang mukoid. Papil
Gambaran seperti renda pada limbus, dimana konjungtiva bulbi menebal, berwa
rna putih susu, kemerah-merahan, seperti lilin. Merupakan penumpukan eosinofil dan
Kelainan di kornea
Dapat berupa pungtat epithelial keratopati. Keratitis epithelial difus khas ini
sering dijumpai. Kadang-kadang didapatkan ulkus kornea yang berbentuk bulat
lonjong vertikal pada superfisial sentral atau para sentral, yang dapat
diikuti dengan pembentukan jaringan sikatrik yang ringan. Kadang juga didapatkan
panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea, sering berupa mikropannus.
Penyakit ini mungkin juga disertai keratokonus. Kelainan di kornea ini tidak
membutuhkan pengobatan khusus, karena tidak satu pun lesi kornea ini berespon baik
terhadap terapi standar.
3. 7 DIAGNOSIS
granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik bebas. 6
3. 8 PENGOBATAN
diingat bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil jangka pendek,
Pilihan perwatan VKC berdasarkan luasnya gejala yang muncul dan durasinya,
yaitu:
1. Non Farmakologi
Pasien dan orang tua harus diinstruksikan mengenai sifat dan durasi dari penyakit, karakteristik klinis
dan mungkin komplikasi. Dukungan psikologis mungkin diperlukan dalam kasus yang parah.
Manajemen pertama VKC yang harus dilakukan adalah , bila memungkinkan, adalah identifikasi alergen
dan penghindaran faktor-faktor lingkungan yang mungkin memperburuk penyakit. Menghindari paparan
faktor pemicu nonspesifik, seperti matahari, angin, dan air asin, dengan menggunakan kacamata hitam,
topi , dan berenang dengan kacamata renang . menjaga kebersihan seperti mencuci tangan, wajah, dan
cuci telinga dengan benar . Kompres dingin dapat membantu sebagai dekongestan alami.
2. Farmakologi
Mast Cell Stabilizer
Mast sel stabilizer merupakan obat lini pertama untuk VKC. sel mast Stabilisator topikal
umumnya aman dan memiliki efek samping okular yang minimal. Beberapa penelitian telah
menunjukkan keberhasilan pengobatan dengan sodium cromoglicate 2% dan 4% (DSCG,
cromolyn), nedocromil sodium 2%, lodoxamide tromethamine 0,1%, dan asam spaglumic 4%.
Dosis yang dianjurkan adalah 4-6 kali sehari, dengan waktu pemberian minimal 7 hari dan onset
sebanyak 2 minggu. Namun pada beberapa penelitian DSCG memiliki efek terbatas untuk
pengobatan VKC dibandingkan dengan obat baru yang kini ada seperti Nedocromil tampaknya
lebih kuat daripada DSCG, dimana Nedocromil ini bekerja pada beberapa sel yang terlibat dalam
peradangan alergi, termasuk eosinofil, neutrofil, makrofag, sel mast, monosit, dan trombosit.
Antihistamin
Antihistamin bekerja untuk memblokir efek inflamasi histamin endogen dan mencegah atau
meringankan gejala inflamasi atau peradangan. Kebanyakan antihistamin yang digunakan dalam
pengobatan alergi adalah antagonis reseptor H1. Antagonis H2 telah terbukti memodulasi
pertumbuhan sel dan migrasi. Obat okular dengan aktivitas antihistamin dapat memberikan
manfaat terapeutik untuk pasien dengan konjungtivitis alergi, termasuk VKC, dengan
menghambat sekresi sitokin proinflamasi dari sel epitel konjungtiva. Antihistamin generasi
pertama pheniramine dan antazoline memiliki catatan keamanan yang panjang.
Antihistamin yang lebih baru masih merupakan antagonis H1, tetapi memiliki durasi yang lebih
lama (4-6 jam), dan lebih baik ditoleransi daripada pendahulu mereka. Ini termasuk
levocabastine hydrochloride 0,5% dan emedastine difumarate 0,05%.
Pada Sebuah penelitian meta-analisis dari uji klinis acak di VKC menunjukkan sejumlah besar
penelitian mengevaluasi efektivitas tetes mata anti alergi umum (levocabastine, lodoxamide,
mipragoside, NAAGA, nedocromil sodium, DCG). Di antaranya, lodoxamide tampaknya
menjadi yang paling efektif
Kortikosteroid topikal
VKC dengan kondisi sedang sampai berat memerlukan terapi steroid topikal berulang untuk
menurunkan regulasi inflamasi konjungtiva. Gejala berat terus-menerus, lendir lendir tebal
dengan keterlibatan kornea sedang sampai berat, banyak dan meradang infiltrat limbal dan / atau
papila raksasa, menunjukkan kebutuhan akan kortikosteroid. Namun, kortikosteroid harus
dihindari sebagai garis pertahanan pertama dalam pengobatan VKC. Jika steroid digunakan,
mereka yang memiliki penyerapan intraokular rendah, seperti hidrokortison, klobetason,
desonida, fluorometholone, loteprednol, difluprednate dan rimexolone, harus digunakan terlebih
dahulu. Dosis dipilih berdasarkan keadaan inflamasi mata, dengan terapi yang ditentukan dalam
denyut nadi 3-5 hari. Loteprednol etabonat biasanya diindikasikan untuk 7-8 hari dalam
pengobatan fase akut.Prednisolon, deksametason, atau betametason harus digunakan hanya
ketika steroid pilihan pertama yang disebutkan di atas telah terbukti tidak efektif. Obat tetes mata
steroid-antibiotik harus dihindari, karena VKC adalah peradangan alergi, bukan
infeksi. Kortikosteroid tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang karena kemungkinan
efek samping okular, termasuk peningkatan tekanan intraokular (IOP), induksi atau eksaserbasi
glaukoma, pembentukan katarak, penyembuhan luka yang tertunda, dan peningkatan kerentanan
terhadap infeksi atau superinfeksi. Efek samping ini tergantung, sebagian, pada struktur, dosis,
durasi pengobatan dan disposisi jender [ 36 ]. Bahkan, setelah pemberian kortikosteroid setiap
hari selama 4-6 minggu, sekitar sepertiga dari populasi normal akan menjadi “penanggap tinggi
atau moderat” dengan peningkatan IOP antara 6 dan 15 mm Hg [ 36 ]. Empat puluh satu dari 145
(28,3%) pasien dengan VKC berat dalam serangkaian kasus Singapura mengembangkan respon
kortikosteroid, yang delapan (5,5%) berkembang menjadi glaukoma [ 37 ]. Enam dari pasien ini
( n = 8 mata) membutuhkan trabeculectomy / mitomycin-C. Faktor risiko utama untuk
trabeculectomy adalah peningkatan TIO yang lebih besar dari awal, yang independen dari
pembaur potensial seperti jenis dan durasi penggunaan kortikosteroid [ 38 ].
Perawatan Bedah
Injeksi supratarsal baik kortikosteroid jangka pendek atau menengah telah diusulkan sebagai
pendekatan terapeutik untuk mengobati pasien dengan VKC refrakter [ 65 ]. Meskipun perbaikan
gejala dan klinis yang signifikan telah dilaporkan, peningkatan TIO yang persisten terjadi pada
satu dari 12 pasien VKC [ 65 ].
Operasi pengangkatan plak kornea direkomendasikan untuk meringankan gejala berat dan
untuk memungkinkan kornea re-epitelisasi. Papillae eksisi raksasa dengan intraoperatif 0,02%
mitomycin-C diikuti oleh pengobatan topikal CsA dapat diindikasikan dalam kasus pseudoptosis
mekanik atau adanya papila raksasa kasar dan penyakit aktif terus menerus [ 66 , 67 ].
Cryotherapy dan / atau eksisi papila raksasa seharusnya dihindari karena tindakan ini hanya
mengobati komplikasi dan bukan penyakit yang mendasarinya, dan dapat menyebabkan
jaringan parut yang tidak perlu. Transplantasi membran amnion (AMT) setelah keratektomi
telah digambarkan sebagai pengobatan yang berhasil untuk ulkus dalam, pada kasus dengan
penipisan stroma ringan [ 68 ]. Kehadiran membran sisa di bawah epitel dapat mempengaruhi
transparansi kornea pasca operasi. Algoritma pengobatan untuk komplikasi kornea dapat
didasarkan pada penilaian klinis Cameron peradangan ulkus [ 69 ]: Grade 1, ulkus menerima
terapi medis saja;Ulkus kelas 2 dan kelas 3 menerima terapi medis saja atau terapi medis yang
dikombinasikan dengan debridemen, AMT, atau keduanya. Dengan menggunakan pendekatan
ini, ditunjukkan bahwa ulkus Grade 1 berespon baik terhadap terapi medis saja; Ulkus grade 2
kadang-kadang mungkin memerlukan debridemen tambahan atau AMT;Derajat 3 ulkus sering
refrakter terhadap terapi medis dan membutuhkan debridemen dan AMT untuk re-epitelisasi
cepat [ 70 ].
Defisiensi sel induk limbal yang signifikan sebagai komplikasi peradangan limbal yang berat dan
persisten telah diobati dengan transplantasi sel punca [ 71 , 72 ].
Prosedur ini dan prosedur lain yang lebih invasif seperti pencangkokan mukosa oral harus
dihindari atau dipertimbangkan hanya oleh ahli oftalmologi dalam manajemen VKC.
Komplikasi
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien anak R usia 11 tahun datang dengan keluhan mata merah sejak 1 tahun yang lalu, mata
merah dirasakan sering kambuh setiap pasien selesai bermain di lapangan dan biasanya juga
sering pada saat pasien pulang sekolah. Pasien juga mengeluhkan matanya gatal sehingga pasien
sering menggosok matanya. Pasien juga mengeluhkan terdapat belek berwarna putih, dan mata
sering berair. Penglihatan kabur terkadang dirasakan pasien, dan juga rasa mengganjal. Silau
terhadap matahari atau lampu terkadang dirasakan pasien. pasien sudah berobat ke puskesmas
namun tidak mengalami perubahan. Pasien memiliki riwayat alergi makanan dan riwayat asma di
keluarga
Pasien ini di diagnosis dengan Vernal keratokeratokonjungtivitis(VKC) tipe palpebra atau yang
biasa disebut juga dengan catarrh musim semi dan keratokonjungtivitismusiman atau
keratokonjungtivitismusim kemarau. Yaitu suatu penyakit alergi bilateral yang jarang, yang
biasanya mulai pada tahun tahun prapurbertas dan pasien dengan riwayat atopi lebih besar untuk
menderita KCV. KCV ini memiliki 3 tipe yaitu tipe palpebra, limbus atau campuran keduanya.
Prevalensi KCV lebih tinggi di daerah tropis, musim panas, kering iklim subtropik seperti di
africa,America dan Asian terutama Jepang, Thailand, dan India. KCV lebih sering terjadi pada
orang kulit hitam, dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibanding anak perempuan dengan
merah, berair, terdapat sekret/ kotoran mata terutama pagi hari dan mata sangat gatal. Hal ini
merupakan gejala campuran dari keratitis dan keratokonjungtivitis sehingga pasien didiagnosa
keratokonjungtivitis. Selain itu pasien ini adalah anak laki-laki dengan riwayat atopi dan pasien
memiliki kulit berwarna gelap. Etiologi dari KCV sampai saat ini belum diketahui tapi faktor
penyebab yang diduga adalah alergen serbuk sari, debu, tungau, bulu kucing dan makanan serta
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya mata merah dengan injeksi siliar dan injeksi
konjungtiva. Selain itu ditemukan cobble stone di konjungtiva tarsalis superior. Seharusnya
Diagnosa banding pada pasien ini adalah konjungtivitis alergika musiman, giant papillary
conjungtivitis. Pada keratokonjungtivitisalergi musiman bersifat akut, mereda saat musim dingin,
terdapat edema konjungtiva, jarang disertai perubahan kornea. Pada giant papillary conjunctivitis
kelainan juga terdapat konjungtiva tarsal superior namun dengan kurang diameter papila yang
lebih dari 0.3 mm, penyebab tersering nya adalah iritasi mekanik yang lama terutama karena
Terapi utama yang diberikan untuk pasien VKC adalah dengan pemberian edukasi ke pasien
ophtalmologi, sampai saat ini belum ada algoritma gold terapi untuk pasien dengan VKC, namun
ada banyak pilihan yang tersedia dan dilakukan pengawasan pengobatan. Pada kasus ringan
antihistamin dapat bermanfaat. Namun pada kasus berat mungkin membutuhkan kortikosteroid.
Saat ini ada obat obatan terbaru yang menggabungan anti histamin dan cell mast stabilization
seperti ketotifen dan olopatadin sudah terbukti lebih efektif untuk penanganan VKC. Pemberian
stabilisator sel mast yaitu natrum kromoglikat 2% atau sodium kromolyn 4 % atau iodoksamid
trometamin dapat mencegah degranulasi dan lepasnya substansi vasoaktif, sehingga dapat
mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan dengn natrium kromoglikat 2% atau sodium
kromolyn 4%. Obat anti inflamasi NSAID merupakan pilihan yang tepat untuk mengurangi
gejala dengan cepat, namun obat ini dilaporkan menyebabkan toksisitas kornea yang tinggi.
Sehingga pengobatan harus dibatasi dalam jangka pendek. Kortikosteroid topikal juga
merupakan komponen penting dari pengobatan VKC, khususnya pada eksaserbasi, namun
memang memiliki efeksamping yang sangat tinggi, sehingga perlu diberikan dengan dodid
Pada pasien telah di berikan terapi Conver dengan komposisi Natrium Kromoglikat 2% dimana
terapi ini memang merupaka pilihan terapi yang tepat diberika untuk pasien dengan VKC. Pasien
juga telah di berikan terapi polidemisin dimana merupakan kombinasi dexametasone topikal
dengan antibiotik neomycn sulfate. Pada kasus ini sebenarnya tidak perlu penggunaan antibiotik,
namun karena keterbatasan obat yang ada dan kita memerlukan kortikosteroid topikal dalam
pengobatan sehingga dipilihlah kombinasi obat topikal yang mengandung kortikosteroid topikal.
Pada pasien ini juga ditemukannya sikatrik pada kornea dimana dapat diberikan terapi tambahan
debridemen puing-puing inflamasi guna untuk mensterilkan sikatrik kornea. (saya tidak pernah
terbaca klu sudah sikatrik tidak perlu tatalaksana). Pada pasien VKC sering dijumpai ulkus
kornea, ulkus pada pasien sering disebut ulkus steril terjadi karena gesekan (trauma mekanik)
berulang dari cobble stone palpebra yang terjadi saat kelopak berkedip. (coba cari lagi di buku
atau jurnal). Dalam beberapa jurnal menjelaskan bahwa penggunaan antibiotik spektrum luas,
seperti moxifloxacin atau gatifloxacin empat kali per hari. Penambalan ulkus dan tarsorrhaphy
sementara (kelopak mata atas dan bawah sebagian dijahit bersama) mungkin diperlukan untuk
membantu menyembuhkan cacat epitel. Ulkus infeksius harus segera dirujuk ke spesialis yang
sesuai karena kemungkinan kehilangan penglihatan yang tinggi dan kompleksitas perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 17, Jakarta: Widya Medika, 2007. Hal
268, 274-287.
2. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi ke
3. A.K. Khurana. Comprehenship Opthalmology 4th Edition dalam Chapter 12-New Age
4. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta 1993.Hal 332-
342.
5. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : EGC
Ophtalmology.
https://www.aao.org/disease-review/vernal-keratoconjunctivitis-5