Anda di halaman 1dari 12

Wonosalam dikenal sebagai surga durian, penghasil salak, manggis, cengkih, kokoa dan

kopi. Kopi bahkan sudah dibudidayakan di Wonosalam sejak zaman pemerintah Hindia
Belanda, yang sejak pendudukan mereka di bumi pertiwi sudah melihat potensi kopi di
lereng Gunung Anjasmoro ini.

Saat itu, Alfred Russel Wallace di abad ke-17 dalam misinya mengumpulkan aneka
spesimen fauna saat mengunjungi Wonosalam, memberikan laporan banyak kopi yang
tumbuh di lereng pegunungan yang berada di ketinggian 1000 mdpl. Melihat potensinya
yang begitu besar, Pemerintah Hindia Belanda pun membudidayakan kopi sebagai
komoditas yang potensial di dataran tinggi Lereng Anjasmoro kala itu.

Secara garis besar, kopi dibagi menjadi empat golongan yaitu Robusta, Arabica, Liberika,
dan Ekselsa. Varietas kopi yang paling banyak tumbuh di Wonosalam adalah ekselsa.
Penduduk Wonosalam sering menyebutnya dengan Kopi Asisa yang mungkin bentuk
penyebutan warga setempat dari kata ‘ekselsa’ yang menyesuaikan dengan lidah
Jawa. Karena logat jawa itu pulalah, kadang sebutan kopi ekselsa juga menjelma menjadi
Kopi Aziza, supaya terdengar agak keminggris, hingga dijuluki pula dengan Kopi Azezah,
atau Kopi Sesah.

Kopi Ekselsa, masuk dalam kelompok liberoid. Kopi yang aslinya berasal dari Afrika Barat
ini dibawa penjajah Belanda ke Indonesia. Coffea exelsa, atau Coffea dewevrei merupakan
kerabat terdekat kopi liberika, sehingga belakangan disebut juga dengan Coffea liberica
var. Dewevrei atau Coffea liberica var. Excelsa.
Kopi yang dihasilkan dari bumi Wonosalam mulanya bukan verietas ekselsa.
Kemudian Kompeni Belanda membangun Wonosalam sebagai sentra kopi untuk membibit
lereng Anjasmoro ini demi menandingi Brazil sebagai penghasil kopi nomor satu dunia.
Banyak kebun kopi di setiap sudut di Wonosalam, bahkan hingga kini tak jarang setiap
halaman rumah warga ditanami pohon kopi. Pernah suatu ketika saat sholat di sebuah
musholla, Jombang City Guide mendapati pekarangan belakang musholla penuh dengan
pohon kopi.

Kopi yang dibudidayakan era kolonial itu adalah Kopi jenis Ekselsa. Kopi Ekselsa tak
banyak dibudidayakan di Indonesia maupun dunia. Lebih dari 90% perdagangan kopi
dunia dikuasai varietas Kopi Arabica dan Robusta. Meski demikian, sisa potongan kecil
itu diberikan untuk persentase Kopi Liberika dan Ekselsa. Meski tak terlalu populer dua
kopi ini tetap dinikmati oleh para pecinta setianya karena citarasanya yang unik.

Jangan ditanya soal rasanya : aromanya kuat dan dominan pahit. Perpaduan asam, manis,
asin, dan sepat namun tak meninggalkan citarasa gurihnya. Rasanya berada di antara
Arabika yang cenderung asam dan Robusta yang identik dengan pahit. Citarasanya soft
dan kadar kafeinnya di bawah kopi Robusta. Bila dicampur dengan kopi lain, ekselsa akan
membantu meningkatkan kedalaman dan kekuatan rasa. Sensasi akhir rasa yang lama dan
dalam, teritama di bagian tengah dan belakang lidah.

Bila diumpamakan minuman keras, kopi ekselsa adalah scotch yang punya segmentasi
pasar tersendiri. Sebagian besar orang tidak menyukai jenis minuman keras ini, tapi di sisi
lain scotch yang bermutu tinggi bisa dicintai mati-matian oleh penggemar setianya.

Kopi termasuk buah, dan setiap daerah punya rasa kopi yang berbeda-beda. Kopi kadang
akan memunculkan rasa yang berbeda karena ada lain cara tanam, lain proses ataupun lain
cara penyajiannya. Buah kopi yang diproses secara baik dan benar, kadang akan
memunculkan rasa unik misalnya rasa buah. Rasanya lembut untuk ukuran kopi tapi terlalu
berat untuk kafein dengan rasa buah.

Beberapa orang menyatakan kopi ekselsa Wonosalam punya citarasa yang misterius. Ini
kopi apaan kok kecut tapi enak??? Rasa asam mirip buah-buahan terbukti saat dikonsumsi
kadang memunculkan aroma pisang rebus, dan tak jarang ada sedikit rasa mangga. Bahkan
ada pula yang menyatakan ada aroma khas seperti harum nangka sehingga sering juga Kopi
Ekselsa Wonosalam ini disebut Kopi Nangka.

Selain itu, keunggulan kopi ekselsa juga lebih tahan terhadap hama, dimana varietas ini
memiliki ketahanan tinggi terhadap perubahan iklim dan cuaca ekstrim karena daya
adaptasinya yang tinggi. Berbeda dengan kopi robusta, kopi ini tidak begitu peka terhadap
penyakit HV dan paling toleran terhadap tingkat ketinggian lahan.

Kopi Ekselsa dapat ditanam di dataran rendah, daerah dengan sedikit air, dan suhu lembab.
Bahkan kopi ini bisa bertahan di daerah dengan cuaca panas dan bisa ditumbuhkan di lahan
gambut. Sehingga kopi ekselsa merupakan alternatif kopi yang bisa ditanam di daerah yang
tidak bisa ditanami kopi robusta.

Meski dapat ditanam di dataran rendah, kopi ini tetap cocok dengan karakteristik
Wonosalam yang merupakan daerah dataran tinggi namun dengan temperatur tidak terlalu
dingin. Sehingga terbukti kopi ini tumbuh subur di bumi Wonosalam.

Varietas kopi ekselsa memang mendominasi di Wonosalam, namun beberapa penduduk


terkadang juga mengganti kopi di halamannya dengan kopi robusta. Bahkan ada pula yang
melakukan penyetekan dari pohon kopi ekselsa dan robusta. Penyetekan ini dilakukan
penduduk karena karakteristik batang kopi ekselsa yang kuat tapi menjulang, sehingga
pemanfaatan bagian bawahnya sebagai ‘pondasi’ dan bagian atasnya digunakan untuk kopi
jenis lain. Bahkan saking kuatnya, pohon kopi ekselsa bahkan mampu digunakan untuk
gantung diri.

Di pasaran, harga Kopi Ekselsa lebih mahal dibandingkan dengan Kopi Robusta. Kini
jumlah tanaman yang masih produktif sudah susah ditemui. Penurunan produktivitas
tanaman ini makin membuat varietas kopi ini makin langka, sehingga harganya makin
tinggi. Inilah yang menyebabkan penduduk masih mempertahankan varietas kopi yang
jarang di Indonesia ini.

Pohon Kopi di Wisata Bukit Embag

Daerah lain di Indonesia yang membudidayakan kopi ekselsa adalah Tanjung Jabung
Barat, Jambi. Penduduk di daerah tersebut sudah menanam kopi ini lebih dari lima puluh
tahun yang lalu. Perusahaan kopi terkemuka di Indonesia sudah menggunakan kopi ekselsa
sebagai bahan bakunya. Uniknya, menanjaknya popularitas kopi unik ini, makin banyak
pula daerah yang membudidayakan kopi ekselsa seperti Jember, Blitar dan Bojonegoro.

Umumnya, kopi ekselsa mirip dengan kopi liberica yang butuh waktu empat hingga lima
tahun untuk berbuah setelah ditanam. Namun biasanya dalam waktu 3,5 tahun kopi ekselsa
yang ditanam sudah dapat membuahkan hasil sekitar 800-1200 kg per hektar tiap tahun,
dengan tingkat rendemen 12%-17%.

Si Gadis Ambon

Varietas kopi ekselsa mirip dengan kopi liberika, wajarlah karena mereka memang saudara
dekat. Bedanya, kopi ekselsa memiliki ciri khas daunnya yang lebih halus, tipis, dan
membundar dimana pucuk daun muda berwarna merah. Daun muda memang biasanya
berwarna merah kecoklatan lalu berubah menjadi hijau mengkilap dengan warna kuning
kehijauan. Setelah itu baru berubah menjadi hijau lalu hijau tua. Sedangkan kopi liberika,
pucuk termudanya berwarna hijau.

Pohon kopi ekselsa memiliki akar yang kuat dan pohonnya bisa tumbuh hingga 3 sampai
4 meter. Bahkan ada pula yang tumbuh hingga lebih dari 8 meter. Karena pohonnya bisa
tumbuh tinggi menjulang, kadang bisa merepotkan petani dalam perawatan dan proses
panen.

Cabang utamanya bisa bertahan lama dan batangnya kekar. Tangkainya bisa memanjang
secara horizontal dan bila ditanam berdekatan akan menghalangi cahaya matahari
menyinari tanah. Karakteristik tangkainya sering tumbuh melintang yang semburat bin
awut-awutan. Karena rindangnya, akhirnya tak ada gulma yang bisa tumbuh di bawah
pohon kopi ekselsa. Bahkan saking rimbunnya kebun kopi ekselsa, tak jarang di bawahnya
digunakan para kriminal untuk berjudi, dan aman dari pantauan aparat.

Bunga Kopi, warnanya putih

Seringkali, tangkainya berbunga pada batang yang telah menua. Ukuran bunga sangat besar
dan berwarna putih, dengan 4 hingga 6 kelopak. Biasanya setelah dipetik buahnya,
terutama dengan cara yang benar, pohon kopi ekselsa akan memunculkan bunga-bungaan
baru yang baunya khas dan berwarna putih.

Saat musim bunga kopi tiba, seringkali tercium aroma bunga kopi yang khas yang
semerbak ke sekitarnya. Aroma inilah yang menarik para lebah, sehingga tak jarang petani
madu di Wonosalam juga menghasilkan madu dari pohon kopi seperti Madu Samsi yang
memiliki varians madu rasa kopi hasil ternak lebah Wonosalam.

Bijinya kecil

Buah berry kopi ekselsa berbentuk bulat mirip telur tapi kecil. Bobot biji kopi biasanya
lebih berat dari kopi Robusta maupun Arabica, tapi lebih ringan dibandingkan kopi
Liberica. Bisa dikatakan, bijinya berukuran paling kecil dibandingkan rekan-rekannya
Tampilannya buah berry kopinya bergerombol, begitu menarik dengan warna hijau saat
mentah dan merah ketika telah ranum.
Tampilannya sangat manis dan bergerombol

Pohon kopi mulai berproduksi buah membutuhkan waktu sekitar sembilan bulan hingga
buah menjadi benar-benar matang dan siap dipanen. Di Wonosalam, panen dilakukan
setelah musim panen cengkih yaitu bulan September-Oktober. Karena suburnya bumi
pertiwi, kadang ada pohon yang bisa dipanen di luar musim panen karena telah berbunga.

Panen kopi di awal bulan Juli

Pemanenan juga tidak boleh dilakukan sembarangan, tidak boleh terlalu awal atau terlalu
akhir. Harus tepat waktu saat buah kopi matang berwarna merah buah cherry. Bila panen
dilakukan saat berry kopi masih hijau maka buah belum matang. Sedangkan bila terlalu
akhir, maka buah kopi akan menghitam dan resiko kehilangan biji akan semakin besar.

Ada salah satu kopi yang sudah terlalu tua


Ada tata cara khusus untuk melakukan pemetikan buah kopi ekselsa. Pemetikannya harus
buahnya saja, tidak boleh sekaligus bersama tangkainya. Pemetikan dengan metode yang
salah yaitu bersama tangkainya, mengakibatkan kopi tidak bisa berbuah di tahun-tahun
berikutnya. Pemetikan dengan cara yang benar akan memunculkan bunga yang nantinya
menjadi bakal buah.

Setelah pemetikan harus dilakukan penyortiran, dimana berry kopi yang kopong, yang
terserang hama, atau yang ‘kurang gizi’, harus disisihkan. Jika tidak disortir, nantinya akan
mempengaruhi citarasa yang mengganggu lidah.
Tangkai berberry kopong

Setelah disortir dilakukan pengupasan. Pengupasan dilakukan dengan proses pelepasan


kulit buah dari kulit tanduk dan akan menentukan mutu fisik dan citarasa seduhan akhir.
Kualitas pengupasan akan menentukan proses pencucian lapisan lender, pengeringan dan
hulling. Beberapa petani yang sudah maju menggunakan mesin manual maupun motor
untuk melakukan proses pengupasan ini. Sedangkan yang memelihara luwak, bisa
menggunakan 'jasanya' untuk memakan berry kopi yang nantinya diambil bijinya.

Pencucian

Setelah dikupas, dilakukan penjemuran dimana prosesnya cukup sederhana. Biji kopi yang
sudah dikupas dibentangkan di atas tikar khusus dan dibiarkan dibawah terik sinar matahari
selama dua sampai tiga minggu. Ada pula petani kopi yang menjemurnya diatas lantai
tanpa tikar. Setelah penjemuran, dilanjutkan proses menghilangkan selaput dan parchment
dari biji kopi supaya biji kopi benar-benar kering. Dari proses ini biasanya disimpan
bertahun-tahun oleh warga setempat supaya mendapatkan kualitas optimal dan citarasa
kopi yang tidak membuat kembung.

Penjemuran

Masyarakat Wonosalam juga memiliki kreativitas unik yang merupakan resep warisan
leluhur dalam melakukan proses penyangraian kopi ekselsa. Saat disangrai, biasanya
ditambahkan rempah seperti cengkih dan jahe yang juga banyak tumbuh di Wonosalam.
Kadang juga disangrai bersama beras, atau ditambahkan kelapa maupun santan saat
penggorengan, sehingga rasa gurih yang unik nan eksotis makin mandes.

Kopi Excelsa Jombang

Setelah kopi selesai disangrai, biji kopi kering digiling dengan mesin huller untuk
mendapatkan biji kopi pasar atau kopi beras. Penggilingan ini kemudian menghasilkan
kopi bubuk, dimana bentuk kopi ini akan lebih mudah larut saat dimasak dan disajikan.

Untuk menikmati kopi ekselsa tanpa mengakibatkan perut kembung, juga harus dilakukan
penyeduhan dengan air mendidih yang baru dituangkan dari kompor. Setelah diseduh lalu
diaduk untuk meratakan panas kopinya. Kemudian ditutup sekitar 1-2 menit untuk
mematangkan kopinya. Barulah dari proses ini, kita dapat menikmati kopi ekselsa dengan
citarasa terbaiknya.

Kopi Jombang by Kopi Ah

Beberapa penduduk menjadikan jual beli kopi ini sebagai tonggak perekonomian
hidupnya, dengan membuka warung kopi khas wonosalam. Namun ada pula penduduk
yang mengolah kopi hasil bumi wonosalam ini dengan memelihara luwak untuk diambil
kotorannya yang mengandung kopi, sehingga didapatkan kopi luwak ekselsa yang diakui
sebagai kopi langka paling nikmat di muka bumi. Kopi langka ini bisa kita nikmati di
Warung Pojok milik Pak Satiran.

Kopi Luwak Wonosalam by Pak Satiran


Kopi ekselsa Wonosalam kini bisa dinikmati dalam kemasan dan dijual secara online dan
offline dalam berbagai bentuk seperti kopi bubuk kasar, sedang dan halus. Selain itu,
munculnya banyak warung kopi di Wonosalam yang menawarkan sensasi minum kopi
kebanggaan lereng Anjasmoro juga makin digemari pelancong. Beberapa merek lokal
sudah melebarkan pangsa pasarnya berkat kemajuan teknologi penjualan online.

Lupakan kopi instan yang penuh tipu daya. Para Pecinta Kopi pasti sudah paham betul
bahwa kopi bercitarasa tinggi dipengaruhi oleh 60% proses panen dan pasca panen, 30%
teknik roasting, dan 10% penyeduhan. Bagian 90% sudah diupayakan seoptimal mungkin
oleh para petani kopi Wonosalam untuk menghasilkan kopi terbaik. Sisanya, tinggal Anda
yang menyelesaikannya dengan menikmatinya.

Kopi Ekselsa Wonosalam


Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang
Mengenal Kopi Excelsa Wonosalam – Kopi yang khas akan dengan mudah menarik para
penikmat kopi agar mau mencicipi kopi tersebut. Apalagi kalau kopi tersebut memiliki segudang
kelebihan yang membuatnya semakin terlihat bersinar dibandingkan dengan kopi yang lainnya.
Walaupun terhambat dalam hal pembudidayaan, kopi tersebut akan tetap memiliki peminat, karena
khasnya aroma dan cita rasa yang dimilikinya.

Begitu pulalah yang terjadi pada kopi ekselsa dari wonosalam yang terkenal dengan daerah
penghasil kopi. Walaupun sekitar 90 persen dari pasar kopi di dunia dikuasai oleh robusta dan
arabika, lalu selebihnya kopi liberika dan ekselsa. Namun, daerah wonosalam, kabupaten Jombang
yang hampir setiap desanya memiliki pohon kopi ekselsa. Di wonosala, kopi ekselsa lebih dikenal
dengan sebutan kopi asisa.

Daerah wonosalam dapat menjadi salah satu daerah penghasil kopi, karena hal tersebut berawal
dari kolonial belanda yang telah membangun kebun-kebun kopi wonosalam pada tahun 1800-an.
Walaupun demikian, yang membuat kopi ini tetap eksis adalah rasa yang dimilikinya sangat unik
juga khas. Karakteristik rasanya lebih kepada pahit yang paling mendominasi, namun juga
memiliki rasa yang manis, asam dan juga sepat dengan tidak menghilangkan rasa gurihnya.
Bahkan saat ini, kopi ekselsa memiliki harga jual yang mahal bila dibandingkan dengan kopi
robusta dan arabika karena jumlah tanamannya yang produktif semakin berkurang. (Baca juga
: Ukuran Cangkir Kopi dan Bahan yang Digunakan)

Mengenal Kopi Excelsa Wonosalam


Kelebihan yang dimiliki dari kopi jenis ekselsa adalah selain dari segi rasa yang khas dan
cenderung unik, aroma yang dimilikinya juga kuat, serta dengan ciri fisik yang lebih besar dari
pada kopi robusta maupun kopi arabika, juga dapat berbuah sepanjang tahun, dan yang paling
penting adalah sangat mudah membudidayakannya karena memiliki kemampuan dalam hal
beradaptasi terhadap iklim dan juga perubahan cuaca secara ekstrim dan kelebihan yang paling
menonjol adalah kopi ekselsa sangat tahan dari serangan hama.

Di daerah wonosalam, penanaman pohon kopi ini dilakukan secara organik sehingga dapat
menghasilkan rasa yang berkualitas dengan aroma yang kuat dan harum. Bahkan dalam hal
memanen sekalipun, tetap dilakukan secara teliti dan tidak sembarangan seperti tidak boleh
memanen buah yang masih muda berwarna hijau, maupun terlalu tua yang berwarna hitam karena
bijinya pasti sudah hilang. Pemetikannya pun tidak boleh sampai ketangkai, harus buah saja agar
tahun depan buahnya dapat tumbuh kembali. Pada kopi ini, untuk mendapatkan rasa yang optimal,
saat penyeduhan gunakan air yang mendidih sehingga menghasilkan endapan/ampas di bawahnya.
(Ramadhani)

SEJAK sekitar tahun 1800-an, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang sudah dikenal
sebagai penghasil kopi. Awalnya adalah kolonial Belanda yang membangun kebun-kebun kopi
di dataran tinggi Wonosalam yang pada tahun 1861 sempat dikunjungi oleh seorang naturalis
asal British, Alfred Russel Wallace, yang juga menciptakan sebuah garis imajiner sebagai batas
pemisah fauna dan dikenal sebagai Garis Wallacea. Namun saat ini para penghasil kopi adalah
masyarakat lokal yang mengusahakan dan beberapa masyarakat luar kota yang mempunyai
kebun-kebun kopi di kawasan ini.
Ada banyak jenis varietas kopi yang dihasilkan oleh para petani kopi di Wonosalam. Selain kopi
robustas dan arabika, salah satu varietas yang populer adalah varietas excelsa yang mempunyai
cita rasa yang “seksi”, unik dan khas. Rasa kopi ini selain rasa pahit yang mendominasi, juga ada
rasa manis, masam, dan sepat, namun tak meninggalkan rasa gurihnya. Harmoni rasa yang
mungkin sulit didapatkan dari kopi jenis lain, apalagi kopi “pabrikan”. Dan harga kopi ini relatif
lebih mahal jika dibandingkan dengan kopi robusta ataupun arabika. Bisa dimaklumi, karena
jumlah tanaman yang produktif semakin lama semakin berkurang.

Kelebihan kopi excelsa yang biasa disebut masyarakat sebagai kopi nangka ini selain rasa yang
unik, juga mempunyai daya adaptasi terhadap iklim ataupun perubahan cuaca ekstrim yang baik
dan lebih tahan terhadap berbagai serangan hama dan penyakit. Ciri khas kopi ini antara lain
memiliki cabang utama yang bisa bertahan lama dan seringkali berbunga pada batang yang telah
menua atau batang pokok.

GEISHA BAND SUPPORT KOPI EXCELSA WONOSALAM

Selain itu, batang pohon juga besar dan bisa mencapai ketinggian 8 meter lebih. Itu makanya,
bagi petani tanaman ini kurang menarik karena akan merepotkan dalam perawatan ataupun
pemanenan. Namun demikian, tanaman ini tahan terhadap kondisi dengan sedikit air maupun
cuaca panas. Selain itu, batang bawah saat ini seringkali dijadikan sebagai tanaman pokok yang
bagian atasnya disambung dengan tanaman kopi jenis lain, terutama dari jenis genjah.

Untuk bisa menghasilkan cita rasa kopi exelsa yang istimewa, selain proses produksi dan
pengolahan yang baik, proses penyeduhan tak kalah pentingnya. Kopi exelsa harus diseduh
dengan air mendidih langsung, bukan air panas semisal dari dispenser ataupun air panas yang
telah tersimpan ditermos. Setelah diseduh dan diaduk, bisa juga cangkir atau gelas ditutup 1-2
menit. Dengan cara ini ini maka kopi akan benar-benar “matang” saat diseduh dan akan
menghasilkan endapan/ampas di bagian bawahnya. Jika kopi ini diseduh dengan air yang tidak
mendidih, biasanya rasa yang dihasilkan kurang “optimal” dan membuat perut kembung kalau
kita meminumnya.

Di Wonosalam, tanaman kopi exelsa ini tersebar dihampir seluruh wilayahnya. Namun yang
terbanyak dihasilkan dari kebun-kebun masyarakat yang ada di Desa Carangwulung, Sambirejo,
dan Jarak.

Anda mungkin juga menyukai