Anda di halaman 1dari 4

Mulut amat kaya akan mikrooranisme, salah satunya adalah staphylococcus

aureus yng bersifat anaerob dan ditemukan di permukaan gigi dan saliva.
Menetap di hidung fan mungkin di perineum. Flora di liang telinga.

Infeksi oleh staphylococcus aureus ini yang terutama menimbulkan penyakit


pada manusia. Setiap jaringan ataupun alat tubuh dapat diinfeksi oleh
staphylococcus aureus dan menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-
tanda yang khas yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan abses. Infeksinya
dapat berupa furunkel yang ringan pada kulit sampai berupa suatu piemia yang
fatal. Kecuali impetigo, umumnya kuman ini menimbulkan penyakit yang
bersifat sporadic bukan epidemik.

S aureus dapat menyebabkan pneumonia, meningitis, empiema, endokarditis,


atau sepsis dengan supurasi di berbagai organ.
Ordo: Eubacteriales
Famili: Micrococcaceae
Genus: Staphylococcus
Spesies: Staphylococcus aureus

Morfologi
Bentuk Staphylococcus aureus adalah sferis dengan ukuran diameter antara 0,8-
1,0 mikron. Staphylococcus aureus bila menggerombol dalam susunan yang
tidak teratur mungkin sisinya agak rata karena tertekan. Bakteri ini tidak
bergerak, tidak berspora dan positif gram. Hanya kadang-kadang yang negative
gram dapat ditemukan pada bagian tengah ngerombolan kuman, pada kuman
yang telah difagositosis dan pada biakan tua yang hamper mati.
s. aureus biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning tua
kecoklatan.

Pertumbuhan dan perbenihan


Staphylococcus dapat tumbuh pada suhu 15C sampai 40C dan akan mengalami
pertumbuhan optimal pada suhu 35C. pertumbuhan staphylococcus khas karena
memerlukan suasana aerob untuk mencapai pertumuhan terbaik. Namun bakteri
ini pun bersifat anaerob fakultatif dan dapat tumbuh dalam udara yang hanya
mengandung hydrogen. Pertumbuhan yang optimum akan tercapai dengan pH
7,4.

Daya tahan bakteri


Staphylococcus aureus memluku daya tahan yang paling kuat diantara semua
bakteri yang tidak membentuk spora. pada agar miring staphylococcua aureus
dapat hidup hingga berbulan-bulan, baik disimpan di lemari es ataupun di suhu
kamar.
staphylococcus dapat menyebabkan terjadinya sistitis dan pielitis, bahkan dapat
pula menyebabkan terjadinya septicemia, endocarditis, meningitis, abses serebri,
sepsis puerpuralis, thrombosis sinus kavernosus dan orbitalis, osteomyelitis dan
pneumonia.

Patologi
Furunkel atau abses setempat lainnya merupakan suatu contoh lesi yang
disebabkan oleh staphylococcus. Bakteri berkembang biak di folikel rambut dan
menyebabkan nekosis jaringan setempat. Kemudian terjadi koagulasi fibril di
sekitar lesi dan pembuluh getah bening, sehingga erbentuk dinding yang
membatasi proses nekrosis. Selanjutnya disusul dengan serbukan sel radang di
pusat lesi akan terjadi pencairan jaringan nekrotik, cairan abses ini akan mencari
jalan keluar di tempat yan paling kurang tahanannya. Pengeluaran abses diikuti
dengan pembentikan jaringan granulasi.

S. aureus mempunyai koagulase atau faktor penggumpalan dinding sel dan


ikatan koagulase secara non enzimatik pada fibrinogen (Jawetz et al., 2005).
S. aureus bersifat invasif, penyebab hemolisis, membentuk enterotoksin yang
bisa menyebabkan keracunan makanan (Syahrurachman dkk., 1994). S. aureus
sering menghuni kulit, saluran pernapasan dan saluran pencernakan, kecuali
jerawat yang menjengkelkan dan sesekali muncul bintil kecil meradang, kita
dapat hidup harmonis dengan organisme ini. Akan tetapi, jika mereka masuk
kebawah kulit karena luka, terbakar dan lain-lainnya dapat menyebabkan bisul
bernanah (Kimball, 1990).

Gambaran klinik
Klinis ditemukan tanda-tanda peradangan setempat yang menyembuh setelah
pus dikeluarkan. Dinding fibrin di sekitar abses dapat mencegah penyebaran
bakteri. Jika dinding fibrin rusak, bakteri dapat menyebar sehingga terjadi
bacteremia.

Sifat pertumbuhan
Staphylococcus memproduksi katalase, yang membedakan streptokokus.
Stafilokokus memfermentasikan banyak karbohidrat secara lambat,
menghasilkan asam laktat tetapi tidak menghasilkan gas.
Stafilokokus relative resisten terhadap pengeringan, panas (tahan pada suhu
500C selama 30 menit), dan natrium klorida 9% tetapi mudah dihambat oleh
bahan kimia tertentu, seperti heksaklorofen 3%.
Stafilokokus memiliki sensitivitas yang berbeda-beda terhadap obat
antimikroba. Resistensi stafilokokus dibagi menjadi beberapa kelas:
1. sering memproduksi b-laktamase, dikendalikan oleh plasmid, dan
membuat organisme ini resistan terhadap penisilin (penisilin G,
ampicillin, titraksiklin, piperasilin
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan penyebab terjadinya infeksi yang
bersifat piogenik. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini biasanya timbul
dengan tandatanda khas yaitu peradangan, nekrosis, dan pembentukan abses,
serta dapat menyebabkan berbagai macam infeksi seperti pada jerawat, bisul,
atau nanah. Bakteri Staphylococcus aureus kemampuannya berkembangbiak
dan menyebar luas dalam jaringan tubuh.

Staphylococcus aureus merupakan salah satu penyebab terjadinya infeksi.


Bakteri ini memiliki sifat piogenik. Tanda-tanda yang dihasilkan dari infesi
Staphylococcus aureus khas, yaitu terjadinya nekrosis, pembentikan abses dan
peradangan. (Jawetz) Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus
antara lain adalah furunkel dan impetigo bulosa. (buku kulit kelamin fkui)
Furunkel sering dijumpai karena berhubungan erat dengat keadaan social-
ekonomi. Furunkel dapat terjadi di seluruh bagian tubuh dan paling sering pada
wajah, leher, atau paha. Furunkel menimbulkan komplikasi yang cukup serius.
Masuknya Staphylococcus ke aliran darah menyebabkan bacteremia hingga
sepsis. (3)
Impetigo bulosa paling sering dijumpai pada neonates dan bayi, 90% kasus anak
di bawah 2 tahun. Faktor predisposisi penyakit ini antara lain hygiene yang
buruk, lingkungan kotor serta kerusakan epidermis. (4)
Penatalaksanaan furunkel dan impetigo bulosa dengan medikamentosa
memerlukan penggunaan antibiotik. Antibiotic adalah senyawa kimia yang
dihasilkan secara sintetik oleh mikroorganisme yang dapat menghambat
perkembangan atau membunuh mikroorganisme (Utami, 2011). Berbagai studi
di Indonesia menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara
tidak tepat. Penggunaan antibiotic yang tinggi menyebabkan berbagai masalah
dalam bidang kesehatan, salah satunya resistensi bakteri terhadap antibiotik.
Selain itu, antibiotic juga dapat menimbulkan berbagai efek samping yang tidak
diinginkan. 5
Antibakteri adalah salah satu contoh antibiotic. Antibakteri dapat membunuh
atau menekan pertumbuhan atau reproduksi bakteri. Golongan senyawa yang
mempunyai aktivitas antibakteri dari tumbuhan antara lain persenyawaan
fenolik (fenolat, tannin dan flavonoid), alkaloid, saponin dan terpenoid.(Talaro,
2008).
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka sudah banyak bahan-bahan
alam yang dijadikan sebagai obat. Obat bahan alam juga diyakini tidak memiliki
efek samping yang membahayakan. Berbagai bahan-bahan alam dapat dijadikan
obat bahan alam, salah satunya adalah buah kesemek. Buah kesemek merupakan
salah satu jenis buah subtropis yang langka di Indonesia. Buah ini memiliki
kandungan flavonoid, tannin, senyawa fenol, dan senyawa lainnya.
Beberapa kandungan dalam buah Kesemek memiliki kemampuan antibakteri.
Mekanisme kerja dari senyawa antibakteri diantaranya yaitu menghambat
keutuhan permeabilitas dinding sel bakteri, menghambat sintesis dinding sel,
menghambat kerja enzim, dan menghambat sintesis asam nukleat dan protein.
(Talaro, 2008; Jawetz et al., 2005)
3. Timothy G. Bacterial Infection. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 7th Edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies.
2008.
2. Djuanda A. Pioderma. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. 6th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011.p.57-63.
4. Lewis LS. Impetigo [Internet]. 2014 Sept 10. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview#a0156.
5. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
2406/MENKES/PER/XII/2011
6. Talaro, K. P., 2008, Foundation in Microbiology: Basic Principles, Sixth Edition,
Mc Graw Hill, New York.

Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA. (2012). Jawetz, melnick,
& adelberg’s medical microbiology. 25th Edition. Terjemahan Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2010. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, &
adelberg. Edisi 25. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC. pp:
Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. p

Anda mungkin juga menyukai