Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Migren


Menurut International Headache Society, 2004, migren adalah nyeri
kepala dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya
unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan
diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual, muntah, fotofobia dan
fonofobia.
Konsep klasik mengatakan migren adalah gangguan fungsional otak dengan
manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya mendenyut atau mendentum
yang terjadi mendadak disertai mual atau muntah.Konsep tersebut telah diperluas
oleh The Research Group On Migraine and Headache of The World Federation
Of Neurology. Migren merupakan gangguan bersifat familial dengan karakteristik
serangan nyeri kepala yang berulang-ulang yang intensitas, frekuensi dan lamanya
bervariasi.Nyeri kepala umumnya unilateral, disertai anoreksia, mual, dan
muntah.Dalam beberapa kasus migren ini didahului oleh gangguan neurologik dan
gangguan perasaan hati.
Definisi migren yang lain yang ditetapkan oleh panitia ad hoc mengenai
nyeri kepala (Ad Hoc Comittee on Classification of Headache) adalah serangan
nyeri kepala unilateral berulang-ulang dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa
nyeri yang beraneka ragam dan biasanya berhubungan dengan tidak suka makan

Universitas Sumatera Utara


dan terkadang dengan mual dan muntah. Terkadang didahului oleh gangguan
sensorik, motorik, dan kejiwaan.Sering dengan faktor keturunan.
Blau (2003) mengusulkan definisi migren sebagai nyeri kepala berulang-
ulang berlangsung antara 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepala,
harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointerstinal atau
keduanya.Gejala visual timbul sebagai aura dan/atau fotofobia selama nyeri
kepala.Bila tidak ada gangguan visual hanya berupa gangguan gastrointestinal,
maka muntah harus sebagai gejala pada beberapa serangan (Harsono, 2005,
Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua).

2.2. Etiologi dan Faktor Pencetus Migren


Menurut Harsono (2005), Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua, sampai
saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migren, diduga sebagai
gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistem saraf dan aktivasi sistem
trigeminal vaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri kepala primer.
Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migren yaitu :
1. Perubahan hormonal
Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi serangan
akan meningkat saat menstruasi. Bahkan ada diantaranya yang hanya
merasakan serangan migren saat menstruasi.Istilah ‘menstrual
migraine’ sering digunakan untuk menyebut migren yang terjadi pada
wanita saat dua hari sebelum menstruasi dan sehari setelahnya. Ini
terjadi disebabkan penurunan kadar estrogen.
2. Kafein
Kafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman
ringan, teh, cokelat, dan kopi. Kafein dalam jumlah yang sedikit akan
meningkatkan kewaspadaan dan tenaga, namun bila diminum dalam
dosis yang tinggi akan menyebabkan gangguan tidur, lekas marah,
cemas dan sakit kepala.
3. Puasa dan terlambat makan

Universitas Sumatera Utara


Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat puasa
terjadi pelepasan hormone yang berhubungan dengan stres dan
penurunan kadar gula darah.
4. Ketegangan jiwa (stres) baik emosional maupun fisik atau setelah
istirahat dari ketegangan.
5. Cahaya kilat atau berkelip
Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang
terlalu tinggi akan menyebabkan sakit kepala pada manusia normal.
Mekanisme ini juga berlaku untuk penderita migren yang memiliki
kepekaan cahaya yang lebih tinggi daripada manusia normal.
6. Makanan
Penyedap makanan atau MSG dilaporkan dapat menyebabkan sakit
kepala, kemerahan pada wajah, berkeringat dan berdebar-debar jika
dikonsumsi dalam jumlah yang besar pada saat perut kosong.
Fenomena ini disebut ‘Chinese Restaurant Syndrome’.Aspartam atau
pemanis buatan pada minuman diet dan makanan ringan, dapat
menjadi pencetus migren bila dimakan dalam jumlah besar dan jangka
waktu yang lama.
7. Banyak tidur atau kurang tidur
Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur,
sering terjaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migren
dan sakit kepala tegang, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini
akan membantu mengurangi frekuensi timbulnya migren.
8. Faktor herediter
9. Faktor kepribadian

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1.Frequency of individual triggers occurring at least
occasionally (by percentage)
dikutip dari : www.health24.com(2004).

2.3 Klasifikasi Migren


Menurut The International Headache Society, klasifikasi migren adalah
sebagai berikut :
1. Migren tanpa aura
2. Migren dengan aura
a. Migren dengan aura yang khas
b. Migren dengan aura yang diperpanjang
c. Migren dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic migraine)
d. Migren dengan basilaris
e. Migren aura tanpa nyeri kepala
f. Migren dengan awitan aura akut
3. Migren oftalmoplegik
4. Migren retinal
5. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial
6. Migren dengan komplikasi

Universitas Sumatera Utara


a. Status migren (serangan migren dengan sakit kepala lebih dari 72 jam)
• Tanpa lebihan penggunaan obat
• Kelebihan penggunaaan obat untuk migren
b. Infark migren
7. Gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikan

Dahulu dikenal adanya classic migraine dan common migraine.Classic migraine


didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologik fokal, misalnya
gangguan penglihatan, sensorik, atau wicara.Sedangkan common migraine tidak
didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologikfokal. Oleh Ad Hoc
Comittee of the International Headache Society (1987) diajukan perubahan nama
atau sebutan untuk keduanya menjadi migren dengan aura untuk classic migraine
dan migren tanpa aura untuk common migraine.
2.4 Manifestasi Klinis Migren
Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada setiap
individu.Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi
semuanya tidak harus dialami oleh setiap individu.Fase-fase tersebut antara lain
(Aminoff, MJ et al, 2005) :
1. Fase Prodromal. Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya
berupa perubahan mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan
lemah, letih, lesu, tidur berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu
(seperti cokelat) dan gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam atau
hari sebelum fase nyeri kepala. Fase ini memberi petanda kepada penderita
atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migren.

2. Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang


mendahului atau menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap
selama 5-20 menit. Aura ini dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik,
atau kombinasi dari aura-aura tersebut. Aura visual muncul pada 64%
pasien dan merupakan gejala neurologis yang paling umum terjadi. Yang
khas untuk migren adalah scintillating scotoma (tampak bintik-bintik kecil
yang banyak) , gangguan visual homonym, gangguan salah satu sisi lapang

Universitas Sumatera Utara


pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan
(fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah adanya scotoma
(fenomena negatif) yang timbul pada salah satu mata atau kedua mata.
Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan berbentuk zig-zag. Aura
pada migren biasanya hilang dalam beberapa menit dan kemudian diikuti
dengan periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada yang
melaporkan tanpa periode laten.

3. Fase nyeri kepala. Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral, dan
awalnya berlangsung didaerah frontotemporalis dan okular, kemudian
setelah 1-2 jam menyebar secara difus kearah posterior. Serangan
berlangsung selama 4-72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada anak-
anak berlangsung selama 1-48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang
sampai berat, dan kadang-kadang sangat mengganggu pasien dalam
menjalani aktivitas sehari-hari.

4. Fase Postdromal. Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi


menurun, dan terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa
“segar” atau euphoria setelah terjadi serangan, sedangkan yang lainnya
merasa deperesi dan lemas.

Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura,


sementara pada penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu
fase prodromal, fase nyeri kepala, dan fase postdromal.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2. Fase Prodromal dikutip dariwww.medscape.com(2009).

2.5 Kriteria Diagnosis (Aminoff, MJ et al, 2005)


2.5.1 Kriteria Diagnosis Migren Tanpa Aura
A. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan termasuk B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau
pengobatan yang tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri kepala
C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua karakteristik sebagai
berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Sifatnya berdenyut
3. Intensitas sedang sampai berat
4. Diperberat dengan kegiatan fisik

Universitas Sumatera Utara


D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini:
1. Mual atau dengan muntah
2. Fotofobia atau dengan fonofobia
E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut dibawah ini:
1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya
kelainan organik
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan organik
tetapi pemeriksaan neroimaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak
menunjukkan kelaianan
2.5.2 Kriteria Diagnosis dengan Aura
A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B
B. Sekurang-kurangnya terdapat 3 dari karakteristik tersebut dibawah ini:
1. Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan disfungsi
hemisfer dan/atau batang otak
2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit, atau 2
atau gejala aura terjadi bersama-sama
3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih dari
satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama. Nyeri kepala mengikuti gejala
aura dengan interval bebas nyeri kurang dari 60 menit, tetapi kadang kadang
dapat terjadi sebelum aura.
C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini:
1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya
kelainan organik
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan
organik, tetapi pemeriksaan neuroimaging dan pemeriksaan tambahan
lainnya tidak menunjukkan kelainan.
2.5.3 Kriteria Diagnosis Migren Retinal
Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 serangan sebagaimana tersebut dibawah ini:
A. Scotoma monocular yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih dari 60
menit, dan dibuktikan dengan pemeriksaan selama serangan atau penderita
menggambarkan gangguan lapangan penglihatan monokular selama
serangan tersebut.

Universitas Sumatera Utara


B. Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebas nyeri
tidak lebih dari 60 menit, tetapi kadang-kadang lebih dari 60 menit. Nyeri
kepala bisa tidak muncul apabila penderita mempunyai jenis migren lain
atau mempunyai 2 atau lebih keluarga terdekat yang mengalami migren.
C. Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan angiografi, CT scan, pemeriksaan
jantung dan darah.
2.5.4 Kriteria Diagnosis Migren Dengan Gangguan Intrakranial
A. Sekurang-kurangnya terdapat satu jenis migren
B. Gangguan intrakranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan neuro
imaging
C. Terdapat satu atau keduanya dari :
1. Awitan migren sesuai dengan awitan gangguan intrakranial
2. Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan intrakranial
D. Bila pengobatan gangguan intrakranial berhasil maka migren akan hilang
dengan sendirinya.
2.6 Komplikasi Migren
a. Status Migrenosus
Serangan migren dengan fase nyeri kepala lebih dari 72 jam, mendapat
pengobatan atau tidak, dengan interval bebas nyeri kurang 4 jam (tidak termasuk
tidur) (Headache Classification Comittee of International Headache Society
,2003).
b.Infark Migrenosus
Dahulu disebut migren komplikata.Adalah keadaan satu atau lebih gejala aura
yang tidak sepenuhnya hilang dalam waktu 7 hari dan atau didapatkan infark
iskemik pada konfirmasi pemeriksaan neuroimaging (Headache Classification
Comittee of IHS).Insidensi sangat rendah, biasanya jenis migren ini terjadi setelah
lama menderita migren dengan aura.Patogenesis belum diketahui, tetapi faktor
hiperaglutinasi dan hiperviskositas mempunyai peran penting. Broderick dan
Swanson (1987) , selama 4 tahun diantara 5000 pasien migren, didapatkan 20
pasien terkena stroke, 2 pasien stroke ulang setelah 7 tahun kemudian, 14 pasien
penyembuhan dengan gejala sisa, dan 4 pasien sembuh sempurna.

Universitas Sumatera Utara


Perbedaan antara Migren Tanpa Aura dengan Migren Aura
Dalam klasifikasi nyeri kepala menurut International Headache Association,
definisi migren tanpa aura (MTA) dan migren aura (MA) dibedakan oleh kriteria
diagnostik.Secara klinisnya keduanya dapat dibedakan dari ada dan tidak adanya
gejala aura, gejala aura terjadi secara simultan dengan penurunan aliran darah
otak, sedangkan pada MTA aliran darah otak normal.Selanjutnya pada fase nyeri
terjadi dilatasi dari arteri serebri media baik pada MTA maupun MA.Hal tersebut
menunjukkan bahwa patogenesis MA dan MTA pasa fase awal berbeda tetapi
hampir serupa pada fase nyeri. Beberapa perbedaan lain antara MA dan MTA
(Olesen J, Rasmussen BK, 1996).

Migren Tanpa Aura Migren Aura


Prevalensi 14.7% 7.9%
Rasio 1:2,2 1:1,5
Laki-laki:Perempuan
Usia saat onset Sesuai kurva normal Kurva dengan dua
(Unimodal) puncak (bimodal)
Sensitifitas terhadap
hormon wanita

Universitas Sumatera Utara


-migren menstruasi 24,8% 8,1%
-onset migren dan 64,3% 0
menarche sama
-migren ovulasi 3.6% 6.6%
Sensitifitas terhadap sinar
terang (-) >>
Pola keluarga < >
Frekuensi serangan Sering Jarang
Lama serangan Panjang Pendek

Penurunan CBF (-) (+)

Table 2.1.Perbedaan Migren Tanpa Aura dengan Migren Aura dikutip dari
(Olesen J, Rasmussen BK, 1996).

2.7 Diagnosis Migren


Diagnosis migren ditegakkan berdasarkan anamnesis, karena nyeri kepala
merupakan keluhan yang sangat subjektif, jarang sekali didapatkan kelainan
neurologis dan bila ada biasanya terjadi saat serangan.

2.7.1 Anamnesis
Dalam anamnesis perlu digali lokasi, penjalaran, intensitas, kualitas, gejala
premonitory, aura, gejala penyerta, faktor pencetus, faktor peringan/perberat
dan riwayat keluarga.Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti
ketepatan diagnosis migren mencapai 95%. Apabila didapatkan kelainan
neurologis saat serangan migren, untuk membedakan dengan kelainan
neurologis lain perlu dilakukan pemeriksaan ulang saat bebas serangan,
sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut (Jenie MN,
Kumpulan Makalah Utama Temu Regional Neurologi, 2002).
2.7.2 Pemeriksaan Fisik dan Neurologis
Disamping pemeriksaan fisik secara umum, dilakukan pemeriksaan
neurologis yang meliputi:

Universitas Sumatera Utara


Nervus kranialis, pupil, lapangan pandang, gerakan bola mata, funduskopi
untuk evaluasi keadaan n. II, retina dan pembuluh darah retina, kekuatan
otot, tonus dan koordinasi,reflex fisiologis dan patologis, sensorik terutama
sensorik kortikal (stereognosis), gait, bising orbita, palpasi arteri
superfisialis temporalis.
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk membantu menegakkan
diagnosis.Pemeriksaan penunjang diperlukan bila dicurigai adanya kelainan
struktural yang mempunyai gejala seperti migren.
a. EEG. Gambaran abnormal yang sering dijumpai adalah perlambatan
aktifitas listrik, peningkatan gelombang teta dan delta di daerah kepala
belakang, pada sisi nyeri kepala kadang-kadang didapatkan gelombang
tajam yang tidak spesifik (Notowardojo, Tinjauan Neuropsikiatrik, 2005).
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging). (Igarashi, 1998), melakukan
pemeriksaan MRI pada 91 penderita migren dan 98 kontrol, didapatkan
lesi kecil di substansia alba pada 15 dari 51 penderita (29,4%), sedangkan
pada kontrol 11 dari 98 orang (11,2%) dan ini mempunyai perbedaan
bermakna.
c. PET (Positron Emission Tomography). Sachs membangkitkan serangan
migren pada 5 penderita dengan injeksi reserpin subkutan, kemudian
dilakukan pemeriksaan PET 1,5 jam setelah pemberian, terjadi penurunan
yang bermakna pada metabolisme glukosa pada penderita migren (Lance
JW, 2003, Mechanism and Management of Headache, 5th edision).

2.8 Penatalaksanaan Migren


2.8.1 Mencegah atau menghindari faktor pencetus.
2.8.2 Pengobatan non-medik.
Karena faktor pencetus tidak selalu bisa dihindari, maka dianjurkan
pengobatan non- medik, oleh karena hal ini dapat mengurangi banyaknya
obat migren sehingga efek samping dari obat-obatan dapat
dikurangi.Termasuk dalam pengobatan non-medik adalah latihan relaksasi
otot (Harsono. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua, 2003).

Universitas Sumatera Utara


2.8.3 Pengobatan simptomatik
Willinson (1988), menganjurkan pada waktu serangan migren sebagai
berikut (Harsono, 2003) :
a. Mencegah pemberian obat-obat yang mengganggu tidur
b. Obat-obat anti mual seperti metoklopramid. Obat anti mual dapat
memicu aktivitas normal pencernaan (gastrointestinal) yang terganggu
saat serangan migren.
c. Analgetika sederhana. Misalnya aspirin atau parasetamol dapat
menghilangkan nyeri kepala bila sebelumnya diberi yang memicu
aktivitas gastrointestinal.
d. Ergotamin tartrat. Cara kerja obat ini bifasik, bergantung pada tahanan
darah yang telah ada sebelumnya.
2.8.4 Pengobatan abortif
Harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya saat timbul nyeri kepala.
Obat yang dapat digunakan:
a. Ergotamin tartrat dapat diberikan tersendiri atau dicampur dengan obat
antiemetik, analgesik, atau sedatif.
b. Dihidroergotamin (DHE) merupakan agonis reseptor serotonin yang aman
dan efektif untuk menghilangkan serangan migren dengan efek samping
mual yang kurang dan lebih bersifat vasokonstriktor.
c. Sumatriptan suksinat merupakan agonis selektif reseptor 5- Hidroksi
triptamin (5-HT1D) yang efektif dan cepat menghilangkan serangan
nyeri.

2.8.5 Pengobatan pencegahan


Pengobatan pencegahan diberikan bila terdapat lebig dari 2 kali serangan
dalam sebulan. Obat pencegah migren adalah (Harsono, 2003):
a. Beta-blocker
b. Antagonis Ca
c. Antiserotonin dan antihistamin
d. Antidepresan trisiklik
e. NSAID

Universitas Sumatera Utara


2.9. Definisi Stres
Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar
terhadap bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen: fisik yakni perubahan
fisiologis dan psikologis yakni bagaimana seseorang merasakan keadaan dalam
hidupnya. Perubahan keadaan fisik dan psikologis ini disebut sebagai stressor
(pengalaman yang menginduksi respon stres) (Pinel, 2009).
Stres dapat didefinisikan melalui tiga cara yang berbeda, yaitu sebagai
stimulus, sebagai respon, dan sebagai interaksi. Sebagai stimulus, apabila fokus
pada lingkungan, misalnya memiliki pekerjaan dengan tingkat stres yang
tinggi.Sebagai respon, apabila fokus pada reaksi terhadap stressor, misalnya
ketika seseorang mengucapkan kata stres sewaktu berada pada kondisi yang
tertekan.Sebagai interaksi, hubungan seseorang dengan stimulus lingkungannya,
seseorang disini merupakan agen aktif yang bisa mempengaruhi akibat dari
stressor melalui tingkah laku, kognisi, dan strategi emosi (Brannon dan Feist,
2007).

2.10.Klasifikasi Stres
Stuart dan Sundeen (1988) mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu:
1. Stres ringan. Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-
hari dan kondisi dapat membantu individu menjadi waspada dan
bagaimana mencegah berbagai kenungkinan yang akan terjadi.
2. Stres sedang. Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal
penting saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit
lahan persepsinya.
3. Stres berat. Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan
cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi stres. Individu memusatkan perhatian pada
lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan.

Sumber Stres (Stressor)

Universitas Sumatera Utara


Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan
reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologis nonspesifik yang
menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis.Stress reaction acute (reaksi stres
akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seseorang individu tanpa
adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental
yang berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan
kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam
terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya (Sunaryo, 2002).
Bayi, anak-anak dan dewasa semua dapat mengalami stres.Sumber stres bisa
berasal dari diri sendiri, keluarga, dan komunitas sosial (Alloy, 2004).Menurut
Maramis (2009) dalam bukunya, ada empat sumber atau penyebab stres
psikologis, yaitu frustasi, konflik, tekanan dan krisis.
Frustasi timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral
melintang.Frustasi ada yang bersifat intrinsik(cacat badan dan kegagalan usaha)
dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai,
pengangguran).
Konflik timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-macam
keinginan, kebutuhan atau tujuan. Ada 3 jenis konflik, yaitu:
a. Approach-approach conflict, terjadi apabila individu harus memilih
satu diantara dua alternatif yang sama-sama disukai. Stres mucul
akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak
diambil. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat
diselesaikan.
b. Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu dihadapkan pada
dua pilihan yangsama-sama tidak disenangi. Konflik ini lebih sulit
diputuskan dan memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu untuk
menyelesaikan karena masing-masing alternatif memiliki konsekuensi
yang tidak menyenangkan.
c. Approach-avoidance conflict, merupakan situasi dimana individu
merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari
seseorang atau suatu objek yang sama.

Universitas Sumatera Utara


Tekanan timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal
dari dalam individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi.
Krisis yaitu keadaan mendadak yang menimbulkan stres pada individu.
Penggolongan Stres
Menurut Selye dalam menggolongkan stres menjadi dua golongan yang
didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya (Rice, 1992),
yaitu:
a. Distress (stres negative)
Merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan.Stres
dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa
cemas, ketakutan, khawatir atau gelisah.Sehingga individu mengalami
keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan dan timbul kenginan
untuk menghindarinya.
b. Eustress (stres positif)
Eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang
memuaskan,frase joy of stress untuk mengungkapkan hal-hal yang
bersifat positif yang timbul dari adanya stres.Eustress dapat
meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan
performansi kehidupan.Eustress juga dapat meningkatkan motivasi
individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.

Respon Psikologis Stres


Reaksi psikologis terhadap stres dapat meliputi, (Sarafino, 1994) :
1. Kognisi
2. Penurunan perilaku sosial

Fight or Flight Response pada Stres


Walter Canon memperkenalkan frasa fight-or-flight response untuk menjelaskan
reaksi psikologis manusia dalam merespon suatu keadaan yang berbahaya.Hans
Selye menjelaskan general adaption syndrome (GAS) yang terdiri dari tiga
tingkatan, yaknialarm reaction, resistance stage, exhaustion stage (Alloy dkk,
2005; Brannon dan Feist, 2007; Pinnel, 2009).
Respon Fisiologis Stres

Universitas Sumatera Utara


Keadaan stres menimbulkan respon fisiologis, reaksi fisiologis stres dimulai
dengan persepsi stres yang menghasilkan aktivasi simpatetik pada sistem saraf
otonom, yang mengarahkan tubuh untuk bereaksi terhadap emosi, stressfull, dan
keadaan darurat.Pengarahan ini terjadi dalam dua jalur, yang pertama melalui
aktivasi simpatetik terhadap ANS (autonomic nervous system) dan kedua melalui
hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) aksis, (Alloy dkk, 2005; Carlson, 2005;
Pinel, 2009)

Gambar 2.3.Hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis


dikutip dari : total-body-psychology.com.au (2011)

Coping Stres
Coping yaitu bagaimana seseorang berupaya mengatasi masalah atau menangani
emosi yang umunya negatifyang ditimbulkannya.Efek stres dapat bervariasi

Universitas Sumatera Utara


tergantung pada bagaimana individu menghadapi situasi tersebut.Lazarous dan
koleganya mengidentifikasi dua dimensi coping (Lazarous dan Folkman, 1984).

Dalam mengelola stres dapat dilakukan beberapa pendekatan antara lain (Yulianti;
2004, Chomaria; 2009) :
1. Pendekatan farmakologi; menggunakan obat-obatan yang berkhasiat
memulihkan fungsi gangguan neurotransmitter disusunan syaraf pusat
otak (sistem limbik). Sebagaimana diketahui, sistem limbik merupakan
bagian otak yang berfungsi mengatur alam pikiran, alam perasaan dan
perilaku seseorang. Obat yang sering dipakai adalah obat anti cemas
(axiolytic) dan anti depresi (anti depressant).
2. Pendekatan perilaku; mengubah perilaku yang menimbulkan stres,
toleransi atau adaptabilitas terhadap stres, menyeimbangkan antara
aktivitas fisik dan nutrisi, serta manajemen perencanaan, organisasi dan
waktu.
3. Pendekatan kognitif; mengubah pola fikir individu, berpikir positif dan
sikap yang positif, membekali diri dengan pengetahuan tentang stres,
menyeimbangkan antara aktivitas otak kiri dan kanan, serta hipnoterapi.
4. Relaksasi; upaya untuk melepas ketegangan. Ada tiga macam relaksasi
yaitu relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera dan relaksasi melalui yoga,
meditasi maupun transendensi/keagamaan.

Universitas Sumatera Utara


2.11. HubunganMigren dan Stres
Hubungan migren dengan stres dapat dilihat, dimana stres merupakan faktor
pencetus terjadinya migren. Terdapat beberapa cara bagaimana stres
berinteraksi dengan migren sehingga timbulnya migraine attacks. Terdapat
beberapa faktor pencetus migren misalnya genetik, diet, hormonal,
lingkungan dan stres.Salah satu faktor yang penting adalah stres.Ini dapat
terjadi melalui hasil dari perubahan biokimiawi yang berkaitan dengan
respon psikologik stres atau perubahan yang dipengaruhi oleh psikologik
respon terhadap stressor.Jadi terdapat fase primer dan fase sekunder.Fase
primer adalah neuronal dengan depolarisasi neuron kortikol dan sensitisasi
ganglia saraf terminal.Fase sekunder merupakan vasokonstriksi, vasodilatasi
dan peradangan vaskuler yang diperantarai oleh neurotransmiter kimia
khususnya reseptor serotonin.Adanya hubungan migren dengan
vasokonstriksi arteri intrakranial pada awal, yang menimbulkan aliran darah
menurun ke korteks visual, kemudian diikuti periode vasodilatasi
ekstrakranial. Bagian terdekat dengan inervasi trigeminal dari pembuluh
serebral, duramater dan kulit kepala menunjukkan lokasi dari serangan
migren (Khara M. Sauro MSc; Werner J. Becker MD, FRCPC, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Faktor Faktor

Genetik stress diet menstruas Ling.aktivit


-Infeksi i
-Tumor
-Hidrosefalus
-Trauma kepala
-Epilepsy

Fase primer Fase sekunder

Jalur neuronal Stem otak Ganglia vasokonstriks vasodilatasi Peradangan


kortikal trigerminal i vaskular
.

serotonin norepinefrin

talamus
Migren
korteks

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai