Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

BENIGNA PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

A. Definisi
Benigna prostatic hyperplasia (BPH), adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai
hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormone prostat. (Yuliana, Elin,2011).
BPH adalah pertumbuhan jinak pada kelenjar prostat, yang menyebabkan prostat
membesar.
Secara patologis, BPH dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah sel stroma
dan epitelia pada bagian periuretra prostat. Peningkatan jumlah sel stroma dan
epitelia ini disebabkan adanya proliferasi atau gangguan pemrograman kematian sel
yang menyebabkan terjadinya akumulasi sel (Roehrborn, 2011).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Price&Wilson (2012).

B. Etiologi

a. Perubahan keseimbangan hormon testosteron dan estrogen pada laki-laki usia


lanjut
b. Peranan dari growth factor sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel-sel yang mati
d. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel
stoma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan usia, akan terjadi perubahan
keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testoteron menurun dan terjadi
konversi testoteron menjadi estrogen pada jaringan adipose diperifer. Karena proses
pembesaran prostat terjadi secara perlahan efek perubahan juga terjadi perlahan-
lahan. ( Wim dejong: 2012)
Ada 2 stadium yang mempengaruhi perubahan pada dinding kemih yaitu :

a. Stadium dini
Hiperplasi prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menyumbat aliran urine sehingga meningkatkan tekanan intravesikel

b. Stadium lanjut
Terjadi dekompensasi karena penebalan dinding vesika urinaria tidak bertambah
lagi residu urine bertambah. Gejala semakin menyolok ( retensi urine clonis ),
tonus otot vesika urinaria menurun. Persyarafan para simpatis melemah dan
akhirnya terjadi kelumpuhan detsrusor dan spinter uretra sehingga terjadi over
flow incontinensia ( urine menetes sacara periodik )

C. Manifestasi Klinis
Gejala awal muncul ketika prostat yang mengalami pembesaran mulai menyumbat
saluran kencing(uretra). Penderita mulai sulit untuk mulai berkemih dimalam hari
(nokturia) dan harus mengedan lebih kuat ketika berkemih.
Gejala BPH berganti-ganti dari waktu- kewaktu dan mungkin terjadi semakin parah,
menjadi stabil, atau semakin baruk secara spontan.

a. Kategori keparahan BPH berdasarkan tanda dan gejala

Keparahan Kekhasan tanda dan gejala


penyakit
ringan Asimthopatik
Kecepatan urinary puncak < 10ml/s
Volume urine residual setelah pengosongan >25-
50ml
Peningkatan BUN dan kreatinin serum
sedang Semua tanda diatas ditambah obstruksi
penghilangan gelaja dan iritatif.
Penghilangan gejala (tanda dari destrusor yang
tidak stabil).
parah Semua yang diatas ditambah satu /2 lebih
Dari komplikasi BPH.
Sumber : 150
farmakologi 2 hal :146

b. Manifestasi klinis berdasarkan grade nya.


Grade 1
1) Berbulah-bulah
2) Mengeluh kemih tidak lampias
3) Pancaran lemah
4) Nocturia
Grade 2
1) Disuria
2) Nocturia memberat
3) Kadang disertai menggigil dan nyeri pinggang bila terjadi infreksi
Grade 3
Gejala pada grade 1 dan 2
 Dan semakin berat
Grade 4
1) Blass penuh
2) Colic abdomen
3) Overlow incontinence
4) Teraba tumor
5) Demam 40-41 C
6) Gigil, delirium, come
c. Manifestasi BPH menurut Rumahorbo (2012)

1) Keluhan saluran kemih bagian atas. (gejala iritatis dan obstruktif) Gejala
iritatif
a) Frekuensi
b) Nocturia
c) Urgensi
d) disuria
Gejala obstruktif
a) rasa tidak lampias setelah miksi
b) hesitanty
c) staining
d) intermitten
2) Pada saluran kemih atas
berupa obstruksi : nyeri pinggang, benjolan pinggang (tanda hidronefrosis)
selnjutnya menjadi gagal ginjal. Dapat ditemukan uremia, peningkatan TD,
perikarditis, foerouremik dan neuropati ferifer.
3) Luar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan penyakit hernia ingiunalis/ hemoroid, timbul
penyakit ini di karenakan sering mengejan pada saat miksi sehingga
menyebabakan tekanan intra abdomen
D. Patofisiologi
Pada benigna prostat hyperplasia proses terjadinya terkadang dari penyebab yang
tidak diketahui dan kemungkinan terjdi adanya perubahan kadar hormone yang
terjadi karena proses penuaan.
Posisi dari kelenjar prostat yaitu mengelilingi uretha (saluran yang membawa air
kemih keluar dari tubuh)sehingga pertumbuhan pada kelenjar secara bertahap akan
menyempit uretra. Dan pada akhirnya aliran air kemih mengalami penyumbatan.
Jika seorang penderita BPH berkemih, kandung kemih nya tidak sepenuhnya
kosong. Sebagian air kemih masih tertahan didalam kandung kemih. Sehingga
penderita mudah mengalami infeksi atau terbentuknya batu. Dan penyumbatan
saluran kemih untuk jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan pada ginjal.

PATHWAY POST OPERASI

prostat membesar

pembedahan

iritasi mukosa VU kerusakan integritas kulit

terputusnya kontinuitas jaringan kulit

resiko pembedahan

syok hipovolemik rangsangan syaraf diameter kecil

open gate control

nyeri akut

takut bergerak

Gangguan
mobilisasi
E. Pemeriksaan diagnostic
a. Dilakukan pemeriksaan colok dubur (rektaltuse) untuk merasakan / meraba
kelenjar prostat. Dengan pemeriksaan ini bisa diketahui adanya pembesaran
prostat. Benjolan keras (menunjukkan kanker) dan nyeri tekan (menunjukan
adanya infeksi).
b. Biasanya dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui fungsi ginjal dan untuk
penyaringan kanker prostat. (mengukur kadar antigen spesifik prostat / PSA). Pada
penderita BPH, kadar PSA meningkat 30-50%. Jika peningkatan terus terjadi perlu
pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah penderita juga menderita
kanker prostat.
c. Pengukuran jumlah air kemih yang tersisa di bladder setelah pernderita berkemih,
dilakukan pemeriksaan kateter / penderita diminta berkemih ke dalam sebuah
uroflowmeter (alat yang digunakan untuk mengukur laju aliran air kemih).
d. Dengan USG, bias menentukan ukuran kelenjar dan pennyebab BPH.
e. Endoskopi yang dimasukkan oleh uretra untuk mengetahui penyebab lainnya dari
penyumbatan saluran kemih.
f. Rontgen untuk mengetahui adana penyumbatan saluran kemih.
g. Analisa air kemih dilakukan untuk melihat adanya darah ayau infeksi.

F. Komplikasi
. Komplikasi Post Operasi
a. Hematoma (Hemorraghe)
perawat harus mengetahui lokasi insisi pada pasien. sehingga balutan dapat di
inspeksi terhadap perdarahan dalam interval 24 jam pertama setelah pembedahan
b. Infeksi ( Wound Sepsis)
Merupakan infeksi luka yang sering timbul akibat infeksi nosokomial dirumah
sakit, proses peradangan biasanya meningkat, sel darah putih meningkat, luka
biasanya menjadi bengkak, hangat dan nyeri.
c. Jenis infeksi yang dapat timbul antara lain :
cellulitis merupakan infeksi pada jaringan
abses merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh : terkumpulnya
pus (bakteri, jaringan nekrotik, sel darah putih)
lymphangitis yaitu infeksi lanjutan dari cellulitis atau abses yang menuju ke
sistem limfatik. dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.
dehiscence : bila luka gagal sembuh maka lapisan kulit dan jaringan akan
terpisah. komplikasi ini dapat terjadi 3-11 hari setelah cedera , terpisahnya
jaringan bisa total atau sebagian.
d. aviscerasi : bila separasi total maka organ dalam dapat keluar dari dalam tubuh
e. fistula merupakan lintasan abdominal antara dua organ atau antara organ dalam
dengan bagian luar tubuh. fistula kadang memang sengaja dibuat oleh ahli bedah
untuk meksud tertentu, tapi daapat terjadi akibat penutupan luka yang tidak
sempurna atau komplikasi suatu penyakit.
f. keloid merupakan jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan, koleid ini
biasanya muncul tidak terduga dan tidak pada setiap orang.

G. Penatalaksanaan
a. Sebelum operasi
1. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbul keluhan, tanda dan gejala mungkin tampak
dengan bantuan pemeriksaan diagnostic. Pasien diminta melakukan tirah baring
dan dipuasakan. Dan observasi tanda-tanda vital dan lakukann pemasangan
infuse (tarapi intravena) untuk pemenuhan keseimbangan cairan dan elektrolit
pasien. Serta lakukan pemasangan kateter untuk membantu pengeluaran unrine.
2. Pemberian antibiotic bila perlu disesuaikan dengan intruksi medis
3. Penkes (pendidikan kesehatan)
Perlu diberikan untuk meningkatkan pengetahuan pasien. Seperti menjelaskan
tujuan dan prosedur. Dengan tujuan untuk meningkatkan koping pasien dan
mencegah ansietas.
b. Setelah operasi
Pantau selalu TTV pasien, kaji kondisi luka post operasi pasienPengkajian serta
observasi ketat pasien post prostatektomi sangat penting dikarenakan untuk
mencegah komplikasi serta perdarahan post protatektomi.
Selain itu kondisi kondisi psikologis pasien juga perlu dikaji dikarenakan
seringnya terjadi gangguan emosional post prostatektomi seperti adannya
gangguan citra tubuh, dan juga gangguan nyeri protatektomi.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian pengobatab sesuai instruksi dan
berkolabotasi juga dengan ahli gizi untuk pemenuhan mutrisi pasien post
prostatektomi.

H. Fokus Pengkajian
1. Identitas klien
Jenis kelamin laki-laki, umur >50 thn, banyak dijumpai pada bangsa / ras
caucasian
2. Keluhan utama
Nyeri berhubungan denga spasme buli-buli
3. riwayat penyakit sekarang
LUTS (hesitansi, pancaran urine lemah, intermitensi, terminal dribbing, terasa ada
sisa setelah miksi, urgensi, frekuensi dan disuria)
4. Riwayat penyakit dahulu
DM (diabetes mellitus), hipertensi, PPOM (penyakit paru obstruksi menahun),
jantung koroner, decompensasi cordis dan gangguan faal darah
5. Riwayat penyakit keluarga
penyakit keturunan (hipertensi,DM, ashma)
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum.
Keadaan lemah, kesadaran baik, perlu adanya observasi TTV
b. Pengkajian persistem
1. Sistem pernafasan
2. Sistem Kardiovaskuler
3. Sistem Gastrointestinal
4. Sistem Perkemihan
5. Sistem Persyarafan
6. Sistem Immune
7. Sistem Reproduksi
8. Sistem Muskuloskeletal
9. Sistem Endokrin
10.Integumen
11.Sistem Sensori
12.Sistem Hematologi

I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen penyebab cidera fisik
(pembedahan)
2. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan zat kimia, kelembaban,
hipertermia, hipotermia, faktor mekanik ( terpotong, terkena tekanan, dan
akibat restrain) , obat, mobilitas fisik, radiasi.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
J. Rencana Asuhan Keperawatan dan Rasional
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen penyebab cidera fisik (pembedahan)
Tujuan: Nyeri klien berkurang
Intervensi:
1. Management nyeri
a. ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (hipnosis, napas dalam,
distraksi)
b. bantu pasien untuk lebih fokus pada aktivitas, bukan pada rasa nyerinya
c. Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional:

a. meningkatkan rasa nyaman pasien


b. Mengalihkan rasa nyeri pasien
c. Meredakan nyeri secara farmakologis
2. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan zat kimia, kelembaban,
hipertermia, hipotermia, faktor mekanik ( terpotong, terkena tekanan, dan
akibat restrain) , obat, mobilitas fisik, radiasi.
Tujuan: Menunjukkan penyembuhan luka
Intervensi:
1. kaji adanya kemerahan, bengkak, atau tanda-tanda defisiensi atau eviserasi
pada area insisi
2. lakukan perawatan luka atau perawatan kulit secara rutin.
ciptakan lingkungan yang bersih dan tempat tidur yang kering

Rasional:

1. Untuk mencegah adanya infeki di sekitar luka


2. untuk merangsang sirkulasi
3. kelembaban alas tidur dapat memicu kerusakann jaringan kulit

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri


Tujuan: Nyeri berkurang
Intervensi:
1. Kaji adanya atau tingkat nyeri terkait olahraga dan perubahan mobilitas
sendi.
2. Menilai keamanan lingkungan.
3. Kaji respons emosional terhadap kecacatan atau keterbatasan.

Rasional:

1. Memeriksa perkembangan atau resesi komplikasi. Mungkin perlu menunda


latihan penambahan dan tahan sampai penyembuhan lebih lanjut terjadi.
2. Penyumbatan seperti melempar karpet, mainan anak-anak, dan hewan
peliharaan dapat mengendalikan dan membatasi kemampuan seseorang
untuk melakukan ambulasi tanpa bahaya.
3. Penerimaan batasan sementara atau lebih permanen dapat bervariasi secara
luas antar individu. Setiap orang memiliki interpretasi pribadinya tentang
kualitas hidup yang dapat diterima.
DAFTAR PUSTAKA
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC; 2012.
Rumaharbo, Hotma. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Endokrin. Jakarta. EGC.
Roehrborn, C. G., & McConnell, J. D. (2011). Benign prostatic hyperplasia: etiology,
pathophysiology, epidemiology, and natural history. CampbellWalsh Urology. (10th ed).
Philadelphia: Saunders Elsevier.
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC
Yuliana Elin, Andrajat Retnosari, 2011. ISO Farmakoterapi. Jakarta : ISFI

Anda mungkin juga menyukai