Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam suatu rumah sakit, aktivitas pemindahan pegawai dari satu unit
kerja ke unit kerja lainnya merupakan kegiatan yang dianggap rutin. Kegiatan
ini dilakukan oleh manajemen untuk mengembangkan kualitas kinerja
pegawai yang menjadi tanggung jawabnya karena tidak selamanya pegawai
yang ditempatkan pada unit kerja tertentu merasa cocok dengan jenis
pekerjaan maupun lingkungan tempat kerja mereka. Hal ini bisa disebabkan
kemampuan dan kualifikasi yang mereka miliki tidak sesuai dengan tuntutan
tugas dan pekerjaan yang diberikan kepada pegawai tersebut atau karena
lingkungan pekerjaan yang kurang kondusif, dalam arti kurang memberikan
semangat, motivasi dan gairah kerja.
Hal tersebut diatas timbul biasanya akibat lemahnya manajemen
sumber daya manusia dalam menempatkan pegawai pada posisi yang tepat
selain itu bisa juga penyebab utamanya adalah lingkungan pekerjaan yang
tiba-tiba berubah atau karena pribadi pegawai itu sendiri yang mengalami
perubahan. Tindakan yang harus dilakukan pihak manajemen adalah
memindahkan tenaga kerja tersebut ke unit kerja yang telah sesuai kualifikasi,
kemampuan dan keinginan pegawai yang bersangkutan.
Selain yang disebutkan diatas penurunan motivasi bisa juga disebabkan
dengan terlalu lamanya pegawai berada pada satu unit kerja yang akan
menimbulkan kejenuhan kerja pegawai yang bersangkutan. Tidak jarang
kinerja karyawan mengalami fluktuasi.Kondisi seperti itu diduga ada
hubungannya dengan terlalu lamanya seseorang dalam periode kerja di satu
unit atau di satu pekerjaan saja.Akibatnya timbul kebosanan dan bahkan
kejenuhan di kalangan mereka.Dalam konteks pengembangan sumberdaya
manusia kondisi seperti itu tidak sehat. Maka manajemen seharusnya

1
menerapkan kebijakan rotasi pekerjaan/karyawan secara berkala.
(Mangkuprawira, 2009, Pentingnya Rotasi Pekerjaan,
http://ronawajah.wordpress.com)
Pegawai yang dipindahkan berarti diberikan kesempatan untuk
meningkatkan dan mengembangkan kualitas dan kuantitas kerjanya, sekaligus
mengembangkan karier dirinya untuk lebih maju.Kebijakan rotasi pegawai
juga dapat menghilangkan rasa jenuh dalam melaksanakan tugas dari
pekerjaan yang itu-itu saja dan beralih pada kondisi kerja yang baru.Lamanya
pegawai bertugas pada unit kerja tertentu akan mengakibatkan kejenuhan .
Akibat lebih lanjut dari kondisi ini akan mengakibatkan produktivitas
kerja menurun. Sedangkan dampak dari tidak adanya pemindahan adalah
timbulnya apa yang disebut chauvinisme sempit. Bekerja dan menikmati
pengalaman kerja pada unit kerja yang sama selama bertahun-tahun tanpa
merasakan pengalaman kerja di tempat lain akan dapat menimbulkan
perasaan bahwa tempat yang bersangkutan bekerja adalah unit kerja yang
paling hebat. Kebanggaan dan kesetiaan yang tumbuh terhadap unit kerjanya
akan menimbulkan anggapan unit kerja lainnya sebagai unit kerja yang tidak
sehebat unit kerjanya. Kondisi seperti ini akan menjadi lebih buruk lagi, jika
pegawai yang bersangkutan merasa dirinya paling hebat, karena tidak pernah
melihat kinerja pegawai di tempat lain.
Melakukan kebijakan rotasi/mutasi bukan sesuatu yang mudah karena
ada beberapa permasalahan yang harus dihadapi dalam rotasi pegawai.
(Wahyudi,2002 dalam Tampubolon 2008)yaitu, Formasi kepegawaian dalam
organisasi Suatu kebijaksanaan mutasi/rotasi seringkali tidak dapat
dilaksanakan karena tidak tersedianya formasi pegawai Misalnya karena
seluruh formasi kepegawaian yang ada sudah terisi penuh. Adanya anggapan
atau pandangan yang bersifat etis/moral terhadap suatu mutasi/rotasi yang
sering kali merugikan khususnya bagi tenaga kerja yang bersangkutan
Misalnya anggapan bahwa tenaga kerja yang dipindahkan dihukum, tidak
terpakai lagi atau merugikan orang lain.

2
Kesulitan untuk menentukan standar untuk rotasi/mutasi jabatan.
Seringkali pelaksana kebijaksanaan mutasi/rotasi mengalami kesulitan dalam
menentukan secara objektif dasar penilaian yang akan menjadi dasar
seseorang di rotasi.
Kebijakan rotasi pegawai tidak selalu berjalan mulus karena bisa
menimbulkan protes dari pegawai yang merasa dirinya sudah merasa cocok
pada posisi yang sekarang, karena itu kebijakan rotasi harus didasarkan pada
data dan informasi akurat mengenai kinerja individu, pengalaman kerja di unit,
keterlibatan pelatihan, dan perilaku pegawai. Kebijakan rotasi pegawai harus
disosialisasikan terlebih dahulu agar para pegawai mengerti akan kebijakan
rotasi.
Hal lain yang penting juga dipertimbangkan bahwa rotasi harus
berbasis kompetensi dari pegawai yang bersangkutan dan juga mereka harus
disiapkan terlebih dahulu paling tidak dalam bentuk orientasi di tempat
pekerjaan yang baru. Selain rotasi yang dilaksanakan atas kebijakan
manajemen seperti yang disebutkan diatas, rotasi ada juga yang dilaksanakan
atas keinginan pegawai sendiri hal ini sudah tentu tidak akan menimbulkan
permasalahan karena sesuai dengan keinginan pegawai yang bersangkutan.
Hal tersebut diatas terjadi juga di rumah sakit umum dr Slamet Garut,
reaksi perawat dalam mensikapi kebijakan rotasi pegawai bermacam-macam,
ada yang menerima karena rotasi pegawai merupakan kewenangan pihak
manajemen dan sebagai pegawai harus siap ditempatkan di unit kerja mana
saja serta menjadikan rotasi pegawai sebagai suatu kesempatan untuk
menambah pengalaman dan wawasannya
Pihak manajemen dalam hal ini bidang perawatan selama dua tahun
terakhir telah melakukan beberapa kali rotasi, namun secara umum belum
terlihat adanya peningkatan motivasi kerja yang merupakan tujuan dari
dilakukannya kebijakan rotasi pegawai.
Melihat kenyataan tersebut diatas, akan menimbulkan dampak
terhadap pelayanan yang diberikan sehingga menimbulkan ketidakpuasan

3
pada pasien dalam menerima asuhan keperawatan.Terjadinya hal-hal tersebut
disebabkan kurangnya kesadaran dan tanggung jawab perawat yang berawal
dari kurangnya motivasi kerja, untuk mengatasi hal tersebut bidang
keperawatan kembali melakukan rotasi pegawai dan berusaha menempatkan
perawat pada unit kerja yang tepat dengan tujuan dapat meningkatkan
motivasi kerjanya, tetapi di sisi lain rotasi yang terlalu cepat dan dilakukan
pada perawat yang sama bisa kontraproduktif baik bagi rumah sakit maupun
bagi perawat yang bersangkutan karena bisa menurunkan motivasi kerjanya.
Untuk itu diperlukan adanya suatu evaluasi dari pihak manajemen
kepada setiap perawat yang telah dilakukan rotasi secara terus-menerus dan
objektif agar kebijakan yang dilakukan sesuai dengan prinsip right man on the
right job, sehingga tujuan rumah sakit memberikan pelayanan yang optimal
bisa tercapai .
Dari hal-hal yang diuraikan diatas penulis tertarik untuk meneliti
“Hubungan Rotasi Pegawai Terhadap Motivasi Kerja Perawat Pelaksana Di
RSUD dr Slamet Garut “.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana gambaran rotasi pegawai di RSU dr. Slamet Garut.
2. Bagaiman hubungan rotasi pegawai dengan motivasi kerja perawat di
RSU dr.Slamet Garut.

1.3 Tujuan Penelitian.

1.3.1 Tujuan Umum.


Mengetahui hubungan rotasipegawai dengan motivasi kerja perawat di
RSU dr. Slamet Garut.

4
1.3.2 Tujuan Khusus.
1. Untuk mengetahui tentang rotasi pegawai di RSU dr.Slamet Garut.
2. Untuk mengetahui motivasi kerja perawat di RSU dr.Slamet Garut.
3. Untuk mengetahui hubunganrotasi pegawai dengan motivasi kerja
perawat di RSU dr. Slamet Garut.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan
informasi dan tambahan bacaan bagi rekan-rekan sejawat.

1.4.2 Bagi Rumah Sakit


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
RSU dr.Slamet Garut, serta sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan untuk kemajuan rumah sakit.

1.4.3 Bagi Penulis


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah keterampilan
penulis dan pengetahuan di dalam meningkatkan motivasi kerja dan
meningkatkan mutu pelayanan

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka.


2.1.1 Rotasi.
2.1.1.1 Pengertian.
Fujino dan Nojima (2004) rotasi ruangan didefinisikan sebagai suatu
perubahan terjadwal secara periodik pada perawat berpindah dari satu unit ke
unit lainnya dalam area klinik. Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo ( 2002),
rotasi adalah kegiatan manajemen tenaga kerja yang berhubungan dengan
proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status tenaga kerja ke situasi
tertentu dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh
kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi kerja yang
semaksimal mungkin. Pada definisi lain mengatakan bahwa, rotasi adalah
pemindahan tenaga kerja dari satu tempat ke tempat lain yang sama
(Nitisemito, 2000; Sastrohadiwiryo, 2002)

2.1.1.2 Jenis program rotasi

MenurutSastrohadiwiryo, 2002. rotasi dapat dibagi menjadi dua jenis,


yaitu:
1). Rotasi atas keinginan perawat.

Pada jenis rotasi ini perawat secara spontan mengajukan keinginnan


pindah ke tempat lain yang ada di lingkungannya dengan mengemukakan
alasannya. Menurut sifatnya dibedakan menjadi dua jenis yakni : rotasi jangka
panjang, dimana perawat ingin pindah ke tempat kerja lain dalam jangka
waktu lama dan sifatnya tetap. Kegiatan ini terjadi bila ada kekosongan
formasi karena pegawai meninggal dunia, keluar, promosi ke jabatan yang
lebih tinggi. Sedangkan rotasi jangka pendek, dimana perawat mengajukan

6
permohonan kepada manajemen untuk dipindahkan ke tempat lain dalam
jangka waktu pendek misalnya tenaga bersangkutan sedang pendidikan dan
pelatihan, seminar, penataran, cuti atau sakit.

2). Rotasi atas kebijakan manajemen.

Pada rotasi jenis ini perawat dipindah tugaskan ke tempat lain karena
rotasi merupakan salah satu fungsi manajemen tenaga kerja. Manajemen
seharusnya memprogramkan kegiatan rotasi karyawannya , baik jangka
panjang ataupun jangka pendek. Dalam jangka pendek misalnya terjadi
kekosongan tenaga yang sifatnya mendesak, sedangkan jangka panjang
sebagai masukan dalam menjaga kontinuitas produktifitas perawat.

2.1.1.3. Tujuan rotasi

Pelaksanaan program rotasi ( Sastrohadiwiryo, 2002 ) , mempunyai


tujuanantara lain :

1) Untuk meningkatkan produktifitas kerjaMenciptakan keseimbangan


antara perawatdengan komposisi pekerjaan.
2) Menambah pengetahuan,
3) Menghilangkan kejenuhan atau rasa bosan terhadap pekerjaan,
4) Merangsang perawat berupaya meningkatkan karier lebih tinggi,
5) Memberikan pengakuan dan imbalan terhadap prestasinya,
6) Memotivasi dalam meningkatkan semangat kerja melalui persaingan
terbuka.

Selain tujuan di atas, rotasi perawat antar ruangan juga bertujuan untuk
mengembangkan kepribadian dan profesionalisme perawat ( Fujino & Nojima
, 2004 ).

7
2.1.1.4 Faktor dasar rotasi

Menurut Sastrohadiwiryo (2002), dalam mengadakan program rotasi


harus mempertimbangkan faktor-faktor yang dipandang obyektif dan rasional
antara lain :

1). Kebijakan dan peraturan manajer.

Pelaksanaan rotasi perawat berdasarkan perencanaan sebelumnya oleh


rumah sakit menurut kebijakan dan peraturan yang telah ditetapkan manajer.
Rotasi dilaksanakan dengan cara kontinyu dan berdasarkan pedoman yang
berlaku, kebijakan dan perturan harus tegas, jelas tertuang dalam bentuk
tulisan dengan dilandasi argumentasi yang rasional, obyektif dan ilmiah
sehingga memberi keyakinan bahwa efektifitas, efisiensi dan produktifitas
kerja para perawat dapat ditingkatkan.

2). Dasar prinsip The Right Man on the Right Job.

Pelaksanaan rotasi perawat, penempatan kerja berdasarkan keahliannya


dan pekerjaan seimbang dengan frekuensi pekerjaan sebelumnya, dengan
harapan untuk menempatkan tenaga kerja pada pekerjaan yang tepat, setelah
mengoreksi kelemahan-kelemahan pelaksanaan seleksi dan penempatan kerja
pertama kali.

3). Tindakan untuk meningkatkan moral kerja.

Prinsip tindakan untuk meningkatkan moral kerja bukanlah program


keberhasilan individu, karena karakter dan kemampuan orang tidaklah stabil.
Suatu tugas dan pekerjaan bersifat kontinyu yang diberikan kepada seseorang
perawat mungkin dapat menimbulkan rasa bosan sehingga berpengaruh
terhadap penurunan moral kerja. Hal ini dapat terjadi juga pada perawat yang
ditempatkan sesuai keahliannya. Dengan demikian perawat tersebut perlu
dirotasikan ke tempat lain dengan kemampuan, kecakapan dan keahlian yang

8
sesuai karena apabila tidak melihat pertimbangan tersebut maka akan
menurunkan motivasi dan produktifitas kerja.

4). Media kompetisi yang rasional.

5). Tanpa dorongan untuk bersaing dengan orang lain, tidak ada gerakan
manusia untuk berusaha ke arah kemajuan dengan kompetensi yang rasional
diharapkan kemajuan individu tenaga kerja akan lebih cepat dicapai.

6). Langkah untuk promosi.

7). Mutasi atau rotasi dimaksudkan sebagai pemindahan pada jenjang


horizontal sama dengan tugas pekerjaan sebelumnya. Sedangkan promosi
dimaksudkan pada tingkat vertikal lebih tinggi dengan tugas dan pekerjaan
sebelumnya. Perawat yang direncanakan untuk promosi memerlukan
penambahan pengalaman, pengetahuan dan keahlian dalam bidang kerja yang
menjadi tanggung jawabnya.

8). Mengurangi Labour Turn Over.

Apabila rasa bosan terhadap tugas dan pekerjaan tiap hari dipikul
seorang tenaga kerja mencapai tingkat maksimum, dampak negatif atas
kondisi ini bukan hanya menurunkan moral kerja tetapi lebih dari itu dapat
menimbulkan keinginan untuk keluar, maka penanggulangannya adalah
dengan rotasi. Tingkat labour turn over yang tinggi dapat mengahantarkan
rumah sakit ke arah kebangkrutan bila tidak cepat ditangani.

9). Terkoordinasi.

Karena rotasi itu menyangkut aktivitas secara berantai , mulai dari


tingkat direktur, kepala bidang keperawatan , dan kepala-kepala yang berada
dibawahnya, maka rotasi harus dipantau dan diawasi serta dievaluasi.

9
2.1.2. MOTIVASI

2.1.2.1 Pengertian

Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk


melakukan sesuatu. Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong
seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam
berperilaku (Purwanto Ngalim, 2000 Dalam Mutikasari, 2008).

Motivasi adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu


tindakan (action atau activities) dan memberikan kekuatan (energy) yang
mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun
mengurangi ketidakseimbangan. Oleh karena itu tidak akan ada motivasi, jika
tidak dirasakan rangsangan-rangsangan terhadap hal semacam di atas yang
akan menumbuhkan motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh memang dapat
menjadikan motor dan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan
kebutuhan atau pencapaian keseimbangan (Wikipedia, 2008).

Motivasi adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang


memberikan energi, mendorong kegiatan, atau menggerakkan dan mengarah
dan menyalurkan perilaku kearah pencapaian kebutuhan yang memberi
kepuasan (Siswanto, 2003).

Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi


kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. (Nursalam, 2007).

Motivasi mempunyai tiga unsur utama yaitu kebutuhan,dorongan, dan


tujuan kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara
apa yang mereka miliki dengan apa yang mereka harapkan. Dorongan
merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau
pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut
merupakan inti daripada motivasi.

10
Pada dasarnya motivasi mempunyai sifat siklus (melingkar), yaitu
motivasi timbul, memicu perilaku tertuju pada tujuan (goal),dan akhirnya
setelah tujuan tercapai, ( Manajemen Keperawatan; 106 Nursalam. 2015).

Motivasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu (Sudirman ,2003) sebagai


berikut:

1) Motivasi Internal.
Motvasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Keperluan dan
keinginan yangada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi
internalnya. Kekuatan ini akan mempengaruhi pikirannya yang selanjutnya
akan mengarahkan perilaku orang tersebut. Motivasi internal dikelompokan
menjadi dua,yaitu:
(1) Fisiologis, yang merupakan motivasi alamiah seperti rasa lapar, haus,
dan lainnya.
(2) Psikologis, yang dapat dikelompokan menjadi 3 kategori dasar,yaitu:
1. Kasih sayang,motivasi untuk menciptakan kehangatan,
keharmonisan, kepuasan bathin/emosi dalam berhubungan dengan
orang lain.
2. Mempertahankan diri, untuk melindungi kepribadian, menghindari
luka fisik dan psikologis, menghindari dari rasa malu, dan
ditertawakan orang. Serta kehilangan muka, mempertahankan
gengsi dan mendapatkan kebanggan diri.
3. Memperkuat diri, mengembangkan kepribadian, berprestasi,
mendapatkan pengakuan dari orang lain, memuaskan diri dengan
penguasaanya terhadap orang lain.
2) Motivasi Eksternal.

Motivasi eksternal tidak dapat dilepaskan dari motivasi internal.


Motivasi eksternal adalah motivasi yang timbul dari luar/
lingkungan,misalnya: motivasi eksternal dalam belajar antara lain berupa

11
penghargaan, pujian, hukuman, atau celaan yang diberikan oleh guru, teman
atau keluarga.

2.1.2.2 Teori Motivasi.

1). Teori Motivasi Menurut Maslow.

Teori motivasi versi Maslow dikaitkan dengan pemuasan berbagai


kebutuhan manusia. Menurut Maslow, manusia mempunyai kebutuhan yang
diklasifikasikannya pada ilmu tingkatan atau hirarki

2) Teori Motivasi Menurut Douglas McGredor

Douglas McGredor menyatakan bahwa manajer menggolongkan pada


bawahannya pada dua kategori berdasarkan asumsi tertentu. Asumsi pertama
ialah, bahwa para bawahan tidak menyenangi pekerjaan, pemalas, tidak
senang memikul tanggung jawab dan harus dipaksa agar menghasilkan
sesuatu. Para bawahan yang diasumsikan berciri seperti dikategorikan sebagi
manusia X. sebaliknya dalam organisasi terdapat pula para karyawan yang
senang bekerja, kreatif, menyenangi tanggung jawab, dan mampu
mengendalikan diri, maka mereka dikategorikan sebagai manusia Y.
Implikasinya pada motivasi pasti ada. Para manajer akan lebih berhasil
menggerakkan manusia X jika mengguanakan motivasi negative. Sedangkan
mengahadapi para bawahan yang termasuk kategori manusia Y motivasi
positiflah yang akan lebih efektif.

3) Teori Motivasi Menurut Frederick Herzberg.

Teori Herzberg disebutnya sebagai “Teori Motivasi dan Higiene”.


Menurut teori ini factor-faktor yang mendorong aspek motivasi ialah
keberhasilan, pengakuan, sifat pekerjaan yang menjadi tanggung jawab,
kesempatan meraih kemajuan, dan pertumbuhan. Sedangkan faktor-faktor
hygiene yang menonjol ialah kebijaksanaan perusahaan, supervisi, kondisi

12
pekerjaan, upah dan gaji, hubungan dengan rekan sekerja, kehidupan pribadi,
hubungan dengan para bawahan, status dan keamanan.

4) Teori ERG (Existence Reletedness and Growth).

Kelompok eksistensi sebagai kebutuhan, berkaitan dengan pemuasan


kebutuhan materi yang diperlukan dalam mempertahankan eksistensi
seseorang. Kelompok hubungan berkaitan dengan pentingnya pemeliharaan
hubungan interpersonal. Sedangkan kelompok pertumbuhan merupakan
kebutuhan untuk perkembangan secara intelektual. Pemuasan tiga kelompok
kebutuhan ini secara stimultan akan merupakan pendorong yang kuat bagi
para karyawan dalam meningkatkan produktifitas kerjanya

5) Teori Evaluasi Kognitif Menurut P.C. Jordan.

Dalam teori ini menyatakan bahwa pengaruh motivasi intrinsik


berkurang apabila seseorang telah termotivasi oleh dorongan yang bersifat
ekstrinsik.

6) Teori Menurut David Mc. Clelland.

Dalam teori dibahas mengenai kebutuhan yang disebut pertama dapat


dinyatakan bahwa ingin berhasil merupakan kebutuhan seorang manusia.
Mengenai kebutuhan kedua adalah kebutuhan akan kekuasaan. Kebutuhan
infiltrasi penting mendapatkan perhatian untuk dipuaskan kerena hakikat
manusia sebagai makhluk sosial. Keinginan disenangi, dicintai, kesediaan
bekerjasama, iklim bersahabat, dan saling mendukung dalam organisasi,
merupakan bentuk-bentuk pemuasan kebutuhan ini.

7) Teori Penentuan Tujuan Menurut Edwin Locke .

Penting untuk mendapat perhatian dalam pemahaman teori ini, bahwa


yang dimaksud dengan tujuan yang hendak dcapai, bukan hanya tujuan
organisasi dan bukan hanya tujuan satuan kerja sebagai komponen organisasi,

13
akan tetapi juga tujuan-tujuan pribadi para anggota organisasi yang
bersangkutan.

8) Teori Penguatan.

Teori ini dikembangkan oleh R. M. Steers dan L. W. Porter.


Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan teori ini adalah pendekatan
keperilakuan dan bukan pendekatan kognitif. Titik tolak teori ini adalah bahwa
perilaku seseorang merupakan fungsi dari konsekuesi dari perilaku tersebut.
Teori penguatan merupakan salah satu teknik untuk membentuk perilaku para
bawahan kerena ia adalah penguat sistematik, yang melaluinya perilaku para
bawahan akan semakin dekat pada bentuk perilaku yangh diinginkan.

9) Teori keadilan.

Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam


motivasi adalah evaluasi individu atau keadilan dari penghargaan yang
diterima. Individu akan termotivasi jika hal yang mereka dapatkan seimbang
dengan usaha yang mereka kerjakan.

10) Teori Harapan.

Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom. Teori ini menekankan


bahwa kekuatan kecendrungan berprilaku tertentu tergantung pada kuatnya
harapan, bahwa perilaku tersebut akan diikuti oleh keluaran tertentu oleh
kuatnya daya tarik keluaran itu bagi orang yang bersangkutan.

Teori harapan memfokuskan analisanya pada tiga jenis hubungan yaitu :

(1) Hubungan upaya dengan kinerja dimana karyawan mempunyai


persepsi, bahwaupaya yang lebih besar berakibat pada kinerja yang
makin memuaskan.

14
(2) Hubungan Kinerja dengan imbalan. Hubungan ini menyangkut
keyakinan seseorang bahwa, menampilkan kinerja pada tingkat tertentu
akan berakibat pada hasil tertentu yang diingnkan.
(3) Hubungan timbal balik dengan tujuan pribadi. Sejauh mana imbalan
yang diterima dari organisasi memuaskan tujuan dan kebutuhan pribadi
dari karyawan dan seberapa besar daya tarik imbalan tersebut bagi
yang bersangkutan.

2.1.2.3. Model Umum Tentang Motivasi

Menurut Dunette, et al, dalam Winardi, 2002 dalam sebuah model


umum tentang variabel-varaibel interdependen yang bersifat dasar bagi
motivasi kerja, disajikan pada gambar berikut :

1) Kebutuhan, keinginan atau ekspektasi.


2) Perilaku.
3) Tujuan.
4) Umpan balik.

2.1.2.4. Unsur Penggerak Motivasi.

Motivasi tenaga kerja akan ditentukan oleh perangsangnya.


Perangsangnya dimaksud merupakan mesin penggerak motivasi tenaga kerja,
sehingga menimbulkan pengaruh perilaku individu tenaga kerja yang
bersangkutan. Beberapa unsur penggerak motivasi yaitu :

1) Kinerja (Achievement)

Seseorang yang memiliki keinginan berkinerja sebagai suatu kebutuhan


dapat mendorongnya mencapai sasaran. Melalui suatu Achievement Training
(AMT) maka interprenership, sikap hidup untuk berani mengambil resiko
untuk mencapai sasaran yang lebih tinggi dapat dikembangkan.

15
2) Penghargaan (Recognition)

Penghargaan, pengakuan atau recognition atas suatu kinerja yang telah


dicoba seseorang akan merupakan perangsang yang kuat. Pengakuan atas
suatu kinerja akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi dari pada
penghargaan dalam bentuk materi atau hadiah. Penghargaan atau pengakuan
dalam bentuk piagam penghargaan atau medali, dapat dijadikan perangsang.

3) Tantangan (Challenge)

Adanya tantangan yang dihadapi, merupakan perangsang kuat bagi


manusia untuk mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau
dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi perangsang.
Tantangan demi tantangan biasanya akan menumbuhkan gairah untuk
mengatasinya.

4) Tanggung jawab (Responsibility)

Adanya rasa ikut memiliki akan menimbulkan motivasi untuk turut


merasa bertanggung jawab.

5) Pengembangan (Development)

Pengembangan kemampuan seseorang, baik dari pengalamn kerja atau


kesempatan untuk maju, dapat merupakan perangsang kuat bagi tenaga kerja
untuk bekerja lebih giat atau lebih bergairah.

6) Keterlibatan (Involvement)

Rasa ikut terlibat atau involved dalam suatu proses pengambilan


keputusan yang dijadikan masukan untuk manajemen, merupakan perangsang
yang cukup kuat untuk tenaga kerja.

16
7) Kesempatan (Opportunity).

Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karir yang terbuka, dari
tingkat bawah sampai tingkat manajemen puncak merupakan perangsang yang
cukup kuat bagi tenaga kerja.

2.1.2.5. Bentuk Motivasi

Pada umumnya bentuk motivasi yang sering dianut perusahaan meliputi


empat unsur utama yaitu kompensasi bentuk uang, pengarahan dan
pengendalian, penerapan pola kerja yang efektif, serta kebijakan (Siswanto,
2002).

1) Kompensasi Bentuk Uang.

Salah satu bentuk yang paling sering diberikan pada tenaga kerja adalah
berupa kompensasi. Kompensasi yang diberikan kepada tenaga kerja biasanya
berwujud uang. Sebenarnya pemberian kompensasi bentuk uang sebagai
motivasi kerja para tenaga kerja memiliki dua pengaruh perilaku.

2) Pengarahan dan pengendalian

Pengarahan maksudnya mementukan apa yang harus mereka kerjakan


atau tidak mereka kerjakan. Sedangkan pengendalian maksudnya menentukan
bahwa tenaga kerja harus mengerjakan hal-hal yang telah diinstrukskan.

3) Penetapan Pola Kerja yang Efektif

Pola kerja yang kurang sesuai dengan porsi dan komposisi diakui
merupakan masalah berat. Hal ini bisa menjadi lebih negatif karena tenaga
kerja makin lama lebih muda dan berpendidikan lebih tinggi ketimbang masa-
masa sebelumnya.

17
4) Kebijakan

Kebijakan dapat didefinisikan suatu tindakan yang diambil dengan


sengaja oleh manajemen untuk mempengaruhi sikap atau perasaan para tenaga
kerja. Dengan kata lain kebijakan adalah usaha untuk membuat tenaga kerja
bahagia.

2.1.2.6. Prinsip-Prinsip dalam memotivasi kerja pegawai.

Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai menurut


Mangkunegara, 2000 dalam Nursalam, 2007 yakni :

1) Prinsip Partisipatif.

Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan


ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh
pemimpin.

2) Prinsip Komunikasi.

Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan


dengan usaha pencapaian tugas. Informasi yang jelas akan membuat pegawai
lebih mudah dimotivasi kerjanya.

3) Prinsip Mengakui Andil Bawahan

Pemimpin mengakui pegawai mempunyai andil dalam usaha pencapaian


tujuan. Dengan pengkuan tersebut pegawai akan lebih mudah dimotivasi
kerjanya.

4) Prinsip Pendelegasian Wewenang

Pemimpin akan memberi otoritas atau wewenang kepada pegawai untuk


sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekaryaan yang
dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi
untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.

18
5) Prinsip Pemberi Perhatian

Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai,


sehingga pegawai akan termotivasi bekerja sesuai harapan pemimpin.

2.2. Penelitian terkait


Fujino dan Nojima (2004), tentang ” Efek rotasi ruangan terhadap proses
transisi sesudahnya pada perawat klinik Jepang ” , menyimpulkan bahwa
rotasi ruangan yang diikuti oleh masa transisi yang sukses berdampak pada
pengembangan pribadi dan profesionalisme perawat. Tetapi sebaliknya jika
masa transisi sesudah rotasi ruangan mengalami kegagalan, maka
menyebabkan penurunan kapabilitas, penurunan percaya diri dan kemunduran
pada seorang perawat.

Misdah dan Sriningsih (2004) , tentang ” Hubungan rotasi ruangan


dengan motivasi kerja perawat di RSU Tangerang ”, didapatkan bahwa
perawat mempunyai pengalaman kurang baik setelah dirotasi , sebanyak
59,3%.

Marabessy tahun 2002, tentang ” Hubungan rotasi dengan kepuasan


kerja perawat di RTS Islam Roemani Semarang ” , didapatkan bahwa perawat
sebanyak 53,6 % setelah dirotasi merasa tidak puas dengan pekerjaannya dan
sistem rotasi kerja tidak berhubungan dengan kepuasan kerja.

2.3. Kerangka Pemikiran.


Rotasi adalah kegiatan manajemen tenaga kerja yang berhubungan
dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status tenaga kerja ke
situasi tertentu dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan
memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi
kerja yang semaksimal mungkinRotasi dimaksudkan sebagai pemindahan

19
pada jenjang horizontal sama dengan tugas pekerjaan sebelumnya. Sedangkan
promosi dimaksudkan pada tingkat vertikal lebih tinggi dengan tugas dan
pekerjaan sebelumnya. Perawat yang direncanakan untuk promosi
memerlukan penambahan pengalaman, pengetahuan dan keahlian dalam
bidang kerja yang menjadi tanggung jawabnya.,(Sastrohadiwiryo,2002).
Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong
seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam
berperilaku (Purwanto Ngalim, 2000 Dalam Mutikasari, 2008).
Pada umumnya bentuk motivasi yang sering dianut perusahaan meliputi
empat unsur utama yaitu kompensasi bentuk uang, pengarahan dan
pengendalian, penerapan pola kerja yang efektif, serta kebijakan (Siswanto,
2002).
Sehubungan hal diatas merupakan indikator menurunnya produktifitas
kerja disebabkan adanya penurunan motivasi dari pegawai bisa disebabkan
pegawai merasa tidak cocok dengan tempat kerja sekarang karena tidak
sesuainya kemampuan dengan pekerjaan yang diberikan dan juga bisa
disebabkan terlalu lamanya pegawai berada pada satu unit kerja sehingga
menimbulkan kejenuhan, pihak manajemen kemudian melakukan kebijakan
rotasi pegawai dengan tujuan meningkatkan kembali motivasi kerja pegawai
yang bersangkutan tetapi kebijakan tersebut mendapat reaksi yang beragam.
rotasi tersebut akan mempengaruhi motivasi kerja pegawai yang terkena
kebijakan tersebut yang juga mempengaruhi kepuasan kerja dan kinerjanya.
Dalam penelitian ini penulis hanya meneliti sampai motivasi kerja sedangkan
untuk kepuasan kerja dan kinerja tidak penulis teliti. Kerangka pemikiran
penulis digambarkan dengan bagan sebagai berikut :

20
Bagan 2.3.
Kerangka Pemikiran.

Rotasi : pemindahan tenaga kerja dari satu tempat ketempat lain yang sama
(Nitisemo,2000;Sastrohadiwiryo,2002)

Jenis Rotasi :Rotasi keinginan perawat (jangka panjang, jangkapendek),

Rotasi kebijakan manajemen.

Tujuan :

Meningkatkan produktifitas, menambah pengetahuan, menghilangkan


kejenuhan, pengakuan, merangsang upaya peningkatan karier.

Faktor dasar rotasi :

Kebijakan dan peraturan manajer,prinsip The Right Man on the Right Job, Meningkatkan motivasi kerja
tindakan untuk meningkatkan moral kerja, media kompetisi yang rasional,
langkah untuk promosi, jenjang karier, mengurangi Labour Turn dan
Over,Terkoordinasi meningkatkan
mutu pelayanan
Motivasi: Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi
kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. (Nursalam, 2007).

Pada dasarnya motivasi dibagi menjadi dua yaitu(Sudirman, 2003).

1. Motivasi Internal. (fisiologis, psikologis).


2. Motivasi Eksternal.

Unsur ;
21
Kinerja,penghargaan, tantangan, tanggung jawab, pengembangan,
keterlibatan, kesempatan.
2.4. Hipotesa Penelitian
“Hipotesa adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian” (Nursalam,2003)

Hipotesa pada penelitian ini adalah :

Ho : Tidak ada hubungan sikap perawat tentang rotasi pegawai dengan motivasi
kerja
H1 : Ada hubungan sikap perawat tentang rotasi pegawai dengan motivasi kerja

22
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian .


Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif korelatif.“Penelitian
korelasional bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel. Hubungan
korelatif mengacu pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh
variasi variabel yang lain”(Nursalam,2003)

3.2 Variabel Penelitian


Variabel penelitian adalah hal-hal yang menjadi objek penelitian yang
diharapkan dalam suatu kegunaan peneliti yang menunjukan variabel baik kuantitatif
maupun kualitatif (Arikunto, 2002)

3.2.1.Variabel Independen
“Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2007).Dalam penelitian ini variabel X
adalah rotasi terhadap motivasi kerja pegawai.

3.2.2.Variabel Dependen
“Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2007).Dalam penelitian ini variabel Y
adalah motivasi kerja.

23
3.3. Definisi Operasional
Tabel 3.3.

Definisi Ska
No Variabel Sub variabel Indikator Hasil ukur
operasional la
Variabel independen
1 Rotasi Rotasi a. Menerima - Menerima - Favourable O
(X) adalah kebijakan rotasi bila > median R
perubahan pegawai - Unfavoura D
terjadwal ble bila ≤ I
secara median N
periodik. b. Merespon - Bekerja lebih A
baik ditempat baru L

c. Menghargai
- Mengajak orang
lain bekerja lebih
baik
- Mendiskusikan
permasalahan yang
terjadi di unit kerja

d. Bertanggung
- Bertanggung
jawab
jawab terhadap
pekerjaannya

- Siap

24
menanggung segala
resiko yang timbul
setelah pemindahan

2 Motivasi Perasaan a. kinerja - Memiliki tekad - Tinggi bila O


Kerja atau pikiran kuat untuk > median R
(Y) yang mencapai sesuai - Rendah D
mendorong sasaran bila ≤ I
perawat median N
melakukan b. penghargaan - Penghargaan A
pekerjaan atau pengakuan L
dalam bentuk
piagam
penghargaan atau
medali

- Tantangan demi
c. tantangan
tantangan
biasanya akan
menumbuhkan
gairah untuk
mengatasinya

d. tanggung
- Adanya rasa ikut
jawab.
memiliki

25
e. Pengembangan - Pengembangan
. kemampuan

f. Keterlibatan - Rasa ikut terlibat


atau involved
dalam suatu
proses
pengambilan
keputusan yang
dijadikan
masukan untuk
manajemen

g. kesempatan
- Kesempatan
untuk maju
dalam bentuk
jenjang karir
yang terbuka,
dari tingkat
bawah sampai
tingkat
manajemen

26
3.4. Populasi dan Sampel penelitian
3.4.1 Populasi
“Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang
akan diteliti (Alimul, 2007).Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang
berjumlah 412 orang di RSU dr.Slamet garut.

3.4.2 Sampel
“Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Alimul, 2007).
Untuk mengetahui jumlah sampel seluruhnya menggunakan rumus :

Dimana :
N : jumlah populasi seluruhnya
d² : presisi yang ditetapkan
n : jumlah sampel seluruhnya
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁( 𝑑²)
412
𝑛=
1 + 412(0.01)
n = 81 perawat
Jumlah sampel seluruhnya pada penelitian ini adalah 81 orang perawat.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu :proportionate stratified
random sampling dimana pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan
berstrata secara proporsional.
Dalam pengambilan sampel penulis memakai rumusan alokasi proporsional dari
sugiyono (dalam Riduwan, 2004) dengan menggunakan rumus :

Dimana :

27
: jumlah sampel menurut stratum
n : jumlah sampel seluruhnya
: tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan
N : jumlah populasi seluruhnya
Jumlah sampel yang akan penulis ambil dari tiap ruangan adalah sebagai berikut :
1) Puspa Utama : 15/412 X 81 = 3
2) Intan Sartika : 20/412 X 81 = 4
3) Cempaka : 18/412 X 81 = 4
4) Safir : 15/412 X 81 = 3
5) Aster : 11/412 X 81 = 2
6) Mutiara : 29/412 X 81 = 6
7) NIB : 15/412 X 81 = 3
8) NIA : 11/412 X 81 = 2
9) HD : 14/412 X 81 = 3
10) ICU : 17/412 X 81 = 3
11) Topaz : 17/412 X 81 = 3
12) Agate : 15/412 X 81 = 3
13) Kalimaya : 13/412 X 81 = 3
14) Jade : 9/412 X 81 = 2
15) Zamrud : 15/412 X 81 = 3
16) Kecubung : 15/412 X 81 = 3
17) Mirah : 16/412 X 81 = 3
18) Perinatologi : 24/412 X 81 = 5
19) IBS : 36/412 X 81 = 7
20) IGD : 38/412 X 81= 7
21) Poli bedah : 5/412 X 81 = 1
22) Poli orthopedi: 2/412 X 81 = 0
23) Poli anak : 3/412 X 81 = 1
24) Poli jiwa : 1/412 X 81 = 0
25) Poli mata : 4/412 X 81 = 1

28
26) Poli dalam : 4/412 X 81 = 1
27) Poli jantung : 4/412 X 81 = 1
28) Poli syaraf : 2/412 X 81 = 0
29) Poli THT : 3/412 X 81 = 1
30) Poli gigi : 2/412 X 81 = 0
31) Poli intan : 3/412 X 81 = 1
32) MCU : 5/412 X 80 = 1
33) Kontrole : 4/412 X 80 = 1
34) Poli tumbang : 2/412 X 80 = 0
35) Audiometri : 1/412 X 80 = 0
36) Poli psikologi : 1/412 X 80 = 0
37) Poli pegawai : 1/412 X 80 = 0
38) Poli kulit : 2/412 X 80 = 0
Jumlah sampel = 81 orang
Sampel yang diambil adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Perawat RSUD dr .Slamet Garut


2) PNS maupun Non PNS
3) Pernah mengalami program rotasi pegawai
4) Jenis kelamin pria dan wanita
5) Perawat pelaksana
6) Masa kerja minimal 2 tahun
7) Bersedia ikut dalam penelitian

3.5. Instrumen Penelitian


Secara umum yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang karena
memenuhi persyaratan akademis maka dapat dipergunakan sebagai alat untuk
mengukur suatu obyek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu
variabel..(Ridwan, 2009).

29
3.5.1Angket Tertulis.
Digunakan untuk mengukur sikap, pendapatdan persepsisekelompok orang
tentang fenomenasosial.(sugiyono,1999).
1). Observasi.
Observasi yaitu semuabentuk penerimaan data yang dilakukan dengan cara
merekam kejadian, menghitungnya, mengukurnya dan mencatatnya.

3.6 Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen.


3.6.1. Uji Validitas.
Uji validitas dilakukan dengan mengukur kolerasi antara variabel/ item dengan
skor total variabel.
3.6.2 Uji Reabilitas.
Reabilitas merupakan indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur
dapat dipercaya atau diandalkan (Singarimbun,1989).

3.7. Pengolahan dan Analisa Data


3.7.1 Pengolahan Data
Data yang terkumpul diolah dengan meliputi :
1). Editing
Untuk meneliti kembali jawaban yang telah ada agar jawaban lengkap, editing
ini dilakukan di lapangan jika ada kekurangan atau ketidaksesuaian dapat segera
dilengkapi dan disempurnakan
2). Coding
Langkah ini dilakukan dengan memberikan kode pada atribut dan variabel
untuk memudahkan dalam analisa data.
3). Tabulating.
Kegiatan memasukan data yang telah diperoleh kedalam tabel-tabel sesuai
dengan jenis variabel.

30
3.8 Analisa Data
3.8.1 Analisis univariat.
untuk mengetahui distribusi frekuensi dari sub variabel yang diteliti sehingga
dapat diketahui gambaran dari setiap sub variabel. Untuk menghitung sebaran
persentase dari frekuensi digunakan rumus sebagai berikut:
Dimana :
P : Persentase
f : frekuensi
N : Jumlah subjek
100% : Bilangan Tetap

3.8.2 Analisis bivariat.


Untuk mengetahui dan membuktikan hipotesis, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan pengujian hipotesis. Rancangan dari uji hipotesis tersebut dengan
menggunakan pengujian hipotesis yaitu dengan menentukan Chi kuadrat Langkah-
langkah pengujian ini adalah sebagai berikut :
1). Menyusun tabel frekuensi pengamatan
2). Menyusun tabel frekuensi harapan dengan rumus

Keterangan:
fe = Frekuensi harapan baris ke I dan kolom ke-j
∑fk = Jumlah pada baris ke I
∑fb = Banyaknya kolom ke j
∑T = Banyaknya data(dari jumlah dua variabel)

3). Menghitung nilai Chi Kuadrat ( 2), dengan rumus :


Dimana :
² = Chi kuadrat
fo = frekuensi yang diobservasi (frekuensi empiris)

31
fe = frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)

4). Uji Signifikansi hipotesis, dengan kriteria :


Tolak Ho jika 2hitung 2tabel
Terima Ho jika 2hitung 2tabel

3.9 . Etika Penelitian.


Penelitian menjamin hak-hak responden, dengan menjamin identitas
kerahasiaan responden. Sebelum responden diberi lembar angket untuk diisi, peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan peneliti serta membuat surat persetujuan menjadi
responden dan memberikan hak untuk menolak menjadi responden.

32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil penelitian

4.1.1 Karakteristk Responden

Dari pengumpulan data didapatkan hasil tentang karakteristik responden


yang di kategorikan berdasarkan pendidikan, umur, jenis kelamin dan masa
kerja. Berikut ini tabel yang disusun untuk memberikan gambaran umum
mengenai karakteristik responden.

Tabel 4.1

Karakteristik responden

Kategori N %

Ners 0 0

Tingkat S1 keperawatan 3 3,7


Pendidikan
D III keperawatan 78 96,29

SPK 0 0

< 30 tahun 42 51,85

Umur 30 - 40 tahun 37 45,67

>40 tahun 2 2,46

Jenis Kelamin Laki-laki 39 48,14

33
Perempuan 42 51,85

< 5 tahun 42 51,85

Masa Kerja 5 – 10 tahun 16 19,75

>10 tahun 23 28,39

Berdasarkan tabel 4.1 diatas, diketahui kategori tingkat pendidikan


responden yaitu : D III keperawatan sebanyak 78 orang (96,29 %), S1
keperawatan sebanyak 3 orang ( 3,7 %). Kategori responden berdasarkan umur
yaitu : 42 orang (51,85 %) berusia kurang dari 30 tahun, 37 orang (45,67 %)
berusia antara 30 sampai dengan 40 tahun dan 2 orang (2,46 %) berusia lebih
dari 40 tahun. Kategori responden berdasarkan jenis kelamin yaitu : laki-laki
sebanyak 39 (48,14 %) sedangkan responden perempuan sebanyak 42 (51,85
%). Kategori responden berdasarkan masa kerja yaitu sebanyak 42 orang
(51,85 %) dengan masa kerja kurang dari 5 tahun , 16 orang (19,75 %) masa
kerja antara 5 sampai dengan 10 tahun dan sebanyak 23 orang (28,39 %) dengan
masa kerja lebih dari 10 tahun.

4.1.2 Analisa sikap tentang rotasi pegawai di RSU dr Slamet Garut.

Dalam menganalisa sikap tentang rotasi pegawai dilakukan


pengelompokkan skor atau kategori sumber data penelitian. Untuk variabel
sikap tentang rotasi pegawai dibagi dua kategori yaitu favourabel dan
unfavourabel. Bila total jawaban responden > median dikategorikan favourabel
dan total jawaban responden ≤ median dikategorikan unfavourabel. Dari hasil
perhitungan didapatkan nilai median untuk variabel sikap tentang rotasi pegawai
adalah 67.Tabel berikut dibawah ini adalah hasil perhitungan dari
pengelompokkan data tersebut.

34
Tabel 4.2

Distribusi frekuensi sikap tentang rotasi pegawai

Kategori f %

Favourabel 39 48,1

Unfavourabel 42 51,9

Total 81 100

Dari tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa sikap perawat terhadap rotasi
pegawai yaitu sikap favourabel sebanyak 39 orang (48,1 %) sedangkan sikap
unfavourabel sebanyak 42 orang (51,9 %).

4.1.3 Analisa tentang motivasi kerja perawat di RSU dr Slamet Garut.

Untuk mengetahui motivasi kerja perawat, data yang diperoleh di


kategorikan menjadi motivasi tinggi dan motivasi rendah. Motivasi kerja
dikategorikan tinggi bila > median dan motivasi kerja rendah ≤ median, nilai
median dari total jawaban responden adalah 72. Hasil dari perhitungan untuk
kategori motivasi kerja adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3

Distribusi frekuensi motivasi kerja

Kategori f %

Tinggi 40 49,4

35
Rendah 41 50,6

Total 81 100

Berdasarkan tabel 4.3 diatas didapatkan motivasi kerja tinggi sebanyak


40 orang (49,4 %) dan motivasi kerja rendah sebanyak 41 orang (50,6 %).

4.1.4 Analisa hubungan sikap tentang rotasi mutasi pegawai dengan motivasi
dan kedisiplinan kerja

Dalam menganalisa hubungan sikap tentang rotasi pegawai dengan


motivasi kerja perawat, penulis menggunakan uji chi kuadrat untuk mengetahui
apakah ada hubungan atau tidak antara kedua variabel tersebut. Berdasarkan
hasil pengelompokan data didapatkan hasil frekuensi observasi sikap tentang
rotasi pegawai terhadap motivasi kerja adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Hubungan Sikap Tentang Rotasi Pegawai Terhadap


Motivasi Kerja

Motivasi kerja Total 𝜒²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝜒²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 P

Tinggi Rendah

Favourabel 24 15 39 4,446 3,841 0,035

36
Sikap (61,5%) (38,5%)

Unfavourabel 16 26 42

(38,1%) (61,9%)

Dari hasil perhitungan dengan metode chi kuadrat didapatkan nilai χ² =


4,446 . Langkah selanjutnya nilai 𝜒²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dibandingkan dengan 𝜒²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , nilai

𝜒²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 3,841 dengan dk = (k – 1) (b – 1) = 1.1 = 1 dan α = 0,05. Ternyata


𝜒²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >𝜒²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau 4,446 > 3,841 maka Ho ditolak artinya ada hubungan
antara sikap tentang rotasi pegawai dengan motivasi kerja perawat pelaksana di
RSU dr Slamet Garut.

4.2 Pembahasan

Pada bagian ini akan disajikan pembahasan tentang hasil penelitian yang
di lakukan pada perawat pelaksana di RSU dr Slamet Garut pada bulan Februari
2016.

Sikap perawat terhadap rotasi pegawai yang dilakukan pihak manajemen


yang menerima kebijakan rotasi pegawai yang dilakukan pihak manajemen
sebesar 48,1%. Sedangkan 51,9% responden memilih sikap unfavourabel hal ini
disebabkan oleh rotasi pegawai dianggap bukan suatu upaya menempatkan
perawat pada unit kerja yang sesuai dengan keahlian dan kemampuannya,
sehingga tidak sesuai dengan prinsip the right man on the right job.
Menempatkan pegawai yang tepat pada pekerjaan yang tepat, pihak manajemen
tidak cukup dengan program seleksi dan penempatan tetapi harus aktif
mengadakan evaluasi secara kontinyu (Samsudin, 2009). Kedua pemindahan
yang dilakukan dianggap sebagai suatu hukuman. Menurut Wahyudi (2002
dalam Tampubolon, 2008) Setiap pemindahan yang dilakukan hendaknya

37
jangan sampai dirasakan sebagai hukuman bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
Oleh karena itu hendaknya organisasi melakukan konsultasi terlebih dahulu
dengan tenaga kerja yang bersangkutan sebelum rotasi dilaksanakan. Hal
tersebut penting untuk meyakinkan bahwa pemindahan merupakan sesuatu yang
bersifat rutin, wajar atau biasa dalam kehidupan suatu organisasi serta ditujukan
semata-mata demi kepentingan organisasi. Ketiga rotasi pegawai harus
direncanakan dengan matang karena rotasi pegawai dilakukan dilakukan untuk
memperkuat kerjasama kelompok.Untuk itu suatu organisasi harus sungguh-
sungguh mempertimbangkan dan melakukan seleksi dengan ketat setiap tenaga
kerja yang dipindahkan, apabila setelah pelaksanaan mutasi/perpindahan
personal ternyata justru menimbulkan konflik maka jelas mutasi tersebut
mengalami kegagalan (Wahyudi, 2002 dalam Tampubolon, 2008). Persepsi
perawat terhadap rotasi pegawai seperti yang disebutkan diatas dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu, seperti motif,
kepentingan, minat, pengalaman dan harapan. (Siagian, 1995,
http://www.infoskripsi.com)
Motivasi kerja perawat didapatkan hasil 49,4% memiliki motivasi kerja
tinggi dan yang memiliki motivasi kerja rendah sebesar 50,6%. Hal ini
disebabkan standar prestasi yang berlaku di rumah sakit ini dianggap tidak jelas,
karena pengakuan (recognition) merupakan salah satu faktor pendorong
seseorang untuk berprestasi (Herzberg dalam Novitasari, 2008).Adanya standar
prestasi yang jelas bisa mendorong pegawai untuk berprestasi.
Dari penelitian yang dilakukan untuk mencari hubungan antara kedua
variabel diatas penulis menggunakan uji chi kuadrat dan didapatkan nilai
𝜒²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝜒²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau 4,446 > 3,841 sehingga dapat dinyatakan terdapat
hubungan sikap tentang rotasi pegawai dengan motivasi kerja perawat pelaksana
di RSU dr Slamet Garut.Hal ini sejalan dengan ciri-ciri dari sikap menurut
Walgito (1999) bahwa Sikap mendukung faktor perasaan dan motivasi.Terhadap
suatu objek tertentu sikap akan selalu diikuti perasaan yang dapat bersifat positif
(menyenangkan) dan perasaan negatif (tidak menyenangkan). Disamping itu

38
sikap juga mengandung motivasi, ini berarti bahwa sikap itu mempunyai daya
dorong bagi individu untuk berperilaku secara tertentu terhadap objek yang
dihadapinya. Perawat yang mempunyai sikap unfavourabel terhadap rotasi
pegawai akan berperilaku negatif seperti memiliki motivasi kerja rendah
begitupun sebaliknya perawat yang mempunyai sikap favourabel akan
berperilaku positif seperti memiliki motivasi kerja tinggi.

39
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada BAB IV mengenai sikap
tentang rotasi pegawai dengan motivasi kerja dapat diambil beberapa kesimpulan
yaitu :

1. Sikap perawat terhadap rotasi pegawai yang dilakukan pihak manajemen


RSU dr Slamet Garut, lebih banyak sikap unfavourabel dibanding sikap
favourabel. Dimana 51,9 % sikap perawat adalah unfavourabel / tidak
menerima kebijakan rotasi pegawai yang dilakukan sedangkan sikap yang
favourabel terhadap rotasi pegawai sebesar 48,1 %.
2. Motivasi kerja perawat di RSU dr Slamet Garut lebih banyak yang memiliki
motivasi rendah walaupun perbedaannya tidak terlalu besar. Untuk motivasi
tinggi sebesar 49,4 % sedangkan untuk motivasi rendah sebesar 50,6 %.
3. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan menggunakan uji Chi Kuadrat
untuk mencari hubungan sikap tentang rotasi pegawai dengan motivasi kerja
didapatkan nilai 𝜒²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >𝜒²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau 4,446 > 3,841 maka Ho ditolak artinya
ada hubungan antara sikap tentang rotasi pegawai dengan motivasi kerja
perawat pelaksana di RSU dr Slamet Garut.

40
5.2 Saran

Dalam penelitian ini Penulis mencoba memberikan masukan kepada


beberapa pihak antara lain :

1. Untuk pihak manajemen RSU dr Slamet Garut


A. Sebaiknya dibuat standar tentang kebijakan rotasi pegawai yang nantinya
harus dipatuhi semua pegawai.
B. Sebaiknya rotasi pegawai harus direncanakan dengan matang.
C. Sebaiknya standar prestasi harus dibuat secara jelas agar pegawai dapat
termotivasi untuk lebih berprestasi.
2. Untuk Perawat
Perawat pelaksana sebagai staf sebaiknya menerima kebijakan rotasi
sebagai Kegiatan yang rutin dalam suatu rumah sakit.kebijakan ini dilakukan
oleh manajemen untuk mengembangkan kualitas kinerja perawat, karena
Perawat yang dipindahkan berarti diberikan kesempatan untuk meningkatkan
dan mengembangkan kualitas dan kuantitas kerjanya, sekaligus
mengembangkan karier dirinya untuk lebih maju.
3. Untuk penelitian lanjutan
Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi kerja perawat di RSU dr Slamet Garut ini.

41
42

Anda mungkin juga menyukai