Anda di halaman 1dari 10

MUNASABAH

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ulumul Qur’an

Dosen Pengampu : Nadhifah, S.Th. I, M. Si

Disusun oleh:
Taufik Ismail(113111090)
Yuliana Megawati (113111091)
Deavi Nur Zamiella R.S(113111092)
M. Zainal Arifin (113111093)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2011

MUNASABAH

I. PENDAHULUAN

Sebagai mana halnya pengetahuan tentang asbab al nuzul yang memiliki pengaruh
dalam memahami makna dan menafsirkan Al-Qur’an, maka pengetahuan tentang munasabah
atau korelasi antara ayat dengan ayat atau surat dengan surat mempunyai arti pnting dalam
memahami makna ayat Al-Qur’an serta membantu dalam proses mentakwilkan dengan baik
dan cermat. Oleh sebab itu sebagian ulama’ menghususkan perhatian untuk menulis kitab
mengenal masalah itu.

Bahkan menurut Masyfuk Zuhudi, ilmu munasabah berperan ”menggantikan” ilmu


asbab al nuzul, apabila seseorang tidak mengetahui sebab turunya suatu ayat, teapi
mengetahui korelasi ayat dengan ayat yang lain.

II. RUMUSAN MASALAH


A. Apa Pengertian Munasabah?

B. Apa Macam-macam Munasabah?

C. Apa Kegunaan/fungsi Munasabah?

III. PEMBAHASAN

A. Pengertian Munasabah

Secara etimologi, munasabah berasal dari bahasa arab dari asal kata nasaba-yunasibu-
munasabahan yang berarti musyakalah (keserupaan)1[1], dan muqarabah. Lebih jelas
mengenai pengertian munasabah secara etimologis disebutkan dalam kitab Al burhan fi
ulumil Qur”an bahwa munasabah merupakan ilmu yag mulia yang menjadi teka-teki akal
fikiran, dan yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai (kedudukan) pembicara terhadap
apa yang di ucapkan.

Sedangkan secara terminologis definisi yang beragam muncul dari kalangan para
ulama terkait dengan ilmu munasabah ini. Imam Zarkasyi salah satunya, memaknai
munasabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya,
mengaitkan lafal-lafal umum dan lafal lafal khusus, atau hubungan antar ayat yang terkait
dengan sebab akibat, illat dan ma’lul, kemiripan ayat pertentangan (ta’arudh).2[2]

Manna Al-Qathan dalam mabahis fi ulum Al-Qur’an menjelaskan bahwa yang


dimaksud dengan munasabah dalam pembahasan ini adalah segi-segi hubungan antara satu
kata dengan kata yang lain dan satu ayat dengan ayat yang lain atau antara satu surat dengan

1[1] Badr al-Din al-Zarkasyi, al Burhany fii ulum Al-Qur’an, (beirut:Dar al-Ma’rifah li al-Tiba’ah
wa al_Nasyir, 1972), hal. 35-36.

2[2] Ibid
surat yang lain. Menurut M Hasbi Ash Shiddieq membatasi pengertian munasabah kepada
ayat-ayat atau antar ayat saja.

Dalam pengertian istilah, munasabah diartikan sebagai ilmu yang membahas hikmah
korelasi urutan ayat Al-Qur’an atau dengan kalimat lain, munasabah adalah usaha pemikiran
manusia dalam menggali rahasia hubungan antar surat atau ayat yang dapat diterima oleh
akal. Dengan demikian diharapkan ilmu ini dapat menyingkap rahasia illahi, sekaligus
sanggahanya, bagi mereka yang meragukan Al-Qur’an sebagai wahyu. 3[3]

B. Macam-macam Munasabah

Menurut Nashr Hamid Abu Zaid hubungan (munasabah) Al-Qur’an dapat dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu

1. Munasabah antar surat

Dalam hal ini Nashr Hamid telah membagi sedikitnya 4 bagian:

a. Hubungan stilistika-kebahasaan.contohnya adalah hubungan khusus antara surat al-fatihah


dengan surat al-baqarah. Termasuk dalam kategori ini adalah munasabah antar surat pendek.
Hubungan antara surat al-fiil dengan surat al-Quraisy adalah hubungan kebahasaan yang
mengubah keduanya menjadi 1 surat apabila kita menerima pandangan ulama klasik terhadap
kedua surat tersebut.

b. Hubungan antara “dalil” dengan “keraguan akan dalil” atau disebut juga dengan hubungan
ta’wil. Contohnya adalah hubungan antar surat al-Baqarah dengan surat Ali Imron. Urutan
surat dalam mushaf didasarkan pada asas yang didasarkan pada asas mendahulukan yang
universal yang dibentuk oleh surat al-Fatihah kemudian surat al-Baqarah yang bertugas
menjelaskan hukum-hukum dan secara khusus surat ali Imron memuat jawaban atas keragu-
raguan musuh akan hukum-hukum tersebut. Surat An-Nisa dan al-Maidah memiliki

3[3] Hasbi Ash Shiddiqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmui Tafsir, (Jakarta:Bulan Bintang, 1965),
hal. 95.
kedudukan sebagai perincian legislasi bagi ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
hubungan sosial dan ekonomi, kemudian dua surat berikutnya yaitu al A’raf menjelaskan
tujuan tujuan dan sasaran-sasaran syari’at dari rincian hukum tersebut

c. Hubungan ritmik yang didasarkan pada ritme “fashilah”. Contohnya adalah hubungan antara
surat al-Lahab dengan surat al-Ikhlas.

d. Hubungan antar surat pendek adalah hubungan kekontrasan, yaitu tipe yang dapat ditemukan
antar surat al-Maun dengan surat al-Kautsar disatu sisi dan antara surat ad-Duha dan al-Syarh
disisi lain.

2. Munasabah antar ayat

Pada dasarnya, konsep kesatuan teks (wihdah al-nash) merupakan konsep yang
merujuk pada persoalan I’jaz, yaitu sebuah persoalan yang dalam skala besar mengacu
kepada perbedaan antara pembicara teks (Allah) dengan pembicara- pembicara selain-Nya.
Oleh karena itu, para penganjur ilmu munasabah menghindari pembicaraan tentang
munasabah antar ayat, yang aspek keterkaitan antar ayatnya sangat jelas, seperti:”Apabila
yangt kedua terhadap yang pertama merupakan bentuk penegasan, penafsiran, atau bantahan
dan tekanan”.4[4]

Dalam hal ini munasabah tidak mengkaji hubungan-hubungan eksternal (alaqah


khorijiah), dan tidak pula berdasarkan pada bukti-bukti diluar teks (kharij al-Nas). Tekslah
yang menegaskan norma-norma hubungan-hubunganya atas dasar strukturnya yang berifat
kebahasaan, rasional dan indrawi. Ini tidak berarti bahwa hubungan-hubungan tersebut
merupakan hubungan-hubungan objektif (maudhu’iyah) yang terpisah dari gerak akal
pembaca atau mufasir, tetapi ia merupakan hubungan yangg muncul dari dealekstika antara
pembaca dan teks dalam proses pembacaan.

4[4] Nashr Hamid Abu Zaid, Mafhum al-Nash Dirasat Fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut:al-Markaz al-
Tsaqafiy al-‘Arabi,1998), hal. 159
Sedangkan magam-macam munasabah menurut Abdul Jalal yang ditinjau dari
sifatnya, munasabah dibagi menjadi dua bagian, yaitu

1. Zhahir al-Irtibath (persesuai nyata)

Munasabah ini terjadi karena bagian al-Qur’an yang satu dengan yang lainya tampak
jelas dan kuat disebabkan kuatnya kaitan kalimat yang satu dengan yang lain. Deretan
beberapa ayat yang menerangkan sesuatu materi itu terkadang, ayat yang satu berupa
penguat, penafsir, penyambut,penjelas, pengecualian atau pembatas dengan ayat yang lain,
sehingga semua ayat itu tampak sebagai satu kesatuan yang utuh.

2. Khafiy al-Irtibath (persesuaian yang nyata)

Munasabah ini terjadi karena antara bagian-bagian al-Qur’an tidak ada kesesuaian,
sehingga tidak tampak adanya hubungan diantara keduanya, bahkan tampak masing-masing
ayat atau surat berdiri sendiri, baik karena ayat-ayat yang dihubungkan dengan ayat lain
maupun karena yang satu bertentangan dengan yang lain.5[5]

C. Kegunaan/fungsi Munasabah

1. Dari sisi balagah, korelasi antara ayat dengan ayat menjadikan keutuhan yang indah dalam
tata bahasa al-Qur’an, dan bila dipenggal maka keserasian, kehalusan dan keindahan ayat
akan hilang. Untuk itu imam Ar-Razi berkata,”kebanyakan kehalusan dan keindahan al-
Qur’an dibuang begitu saja, yakni dalam tertib hubungan dan susunanya (al-Munasabah)

2. Ia memudahkan orang dalam memahami makna ayat atau surat, sebab penafsiran Al-Qur’an
dengan ragamnya (Bil Ma’tsur dan Bir- Ra’yi) jelas membutuhkan pemahaman korelasi
(munasabah) antara satu ayat dengan ayat yang lain. Akan fatal akibatnya bila penafsiran ayat
dipenggal-penggal sehingga menghilangkan keutuhan makna.6[6]

5[5] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, (Cet. Ke-1:Surabaya:Dunia Ilmu, 1998), hal. 155-157

6[6] Az Zarkasy, Al Buhan fi Ulumil Qur’an, Juz 1(Mesir: Maktabah Tijariyah, Al-Kubra, 1998), hal 12
IV. KESIMPULAN

Munasabah berasal dari bahasa arab dari asal kata nasaba-yunasibu-munasabahan


yang berarti musyakalah dan muqarabah. Lebih jelas mengenai pengertian munasabah secara
etimologis disebutkan dalam kitab Al burhan fi ulumil Qur”an bahwa munasabah merupakan
ilmu yag mulia yang menjadi teka-teki akal fikiran, dan yang dapat digunakan untuk
mengetahui nilai (kedudukan) pembicara terhadap apa yang di ucapkan.

Munasabah Al-Qur’an dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu

1. Munasabah antar surat

2. Munasabah antar ayat

V. PENUTUP

Demikian pembahasan makalah yang telah kami susun, semoga bermanfaat bagi
pembaca dan pemakalah sendiri. Mudah-mudahan apa yang telah kita diskusikan bisa
menambah ilmu dan wawasan kita dan juga menambah rasa puji syukur kita kepada Allah
SWT yang telah memberi kita akal fikiran apa yang telah diciptakan-Nya. Kami menyadari
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami butuhkan guna memperbaiki makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Chirzin, Muhammad. 1998. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Jakarta : Dana Bhakti Prima Yasa

Ikhwan, Muhammad Nor. 2008. Studi ilmu-ilmu Al-Qur’an. Semarang : RaSAIL

Sutiyana dan Karman, M. 2002. Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka Islamika

Syadali, Ahmad dan Rafi’I, Ahmad. 1997. Ulumul Qur’an . Bandung : Pustaka setia

Anda mungkin juga menyukai