Hungtington Disease
Hungtington Disease
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 EPIDEMIOLOGI
Distribusi global Penyakit Huntington cukup menarik. Umumnya
penyakit tersebutdiasosiasikan dengan populasi Eropa Barat, namun kasusnya juga ada di
wilayah lain sepertiTasmania dan Papua Nugini. Pada kasus Tasmania, seorang Janda, yang pada
1848meninggalkan desanya di Somerset, Inggris dan pindah ke Australia bersama
13 anaknya. Pada1964, sebagian besar di antara 120 orang penderita Huntington
di Tasmania merupakanketurunan keluarga tersebut.3
Pada kasus Papua Nugini, kemungkinan Penyakit Huntington dibawa
oleh para pemburuikan paus dari New England pada awal abad ke-20. Data
epidemiologis menunjukkan bahwa Penyakit Huntington umumnya menyebar
melalui migrasi manusia dari Eropa Barat.Kasus penyebaran Penyakit Huntington
tertinggi di dunia terletak di desa-desa terpencilsepanjang pantai Danau
Maracaibo, Venezuela. Penyakit tersebut datang (kemungkinan dariseorang pelaut
Inggris) pada awal abad ke-19 dan selanjutnya mengalami peningkatanfrekuensi
hingga lebih dari 70 kali lipat frekuensi biasanya di Eropa Barat.1,3
2.2 ETIOLOGI
Huntington merupakan suatu penyakit yang bersifat genetik autosomal,
sehingga penyebab satu-satunya dari Huntington disease ini adalah terjadinya
pewarisan gen dari seorang pengidap ke anaknya, pada kasus yang sangat jarang,
diperkirakan jikalau Huntington Disease dapat terjadi tanpa faktor keturunan
ketika terjadi mutasi spesifik pada kromosom ke 4 yang menyebabkan terjadinya
replikasi yang berlebihan pada trinukleotid CAG.1,2,3
2.3 PATOFISIOLOGI
Atrofi bilateral pada daerah kepala nukleus kaudatus dan putamen
merupakan karakteristik abnormalitas dari Huntington disease, dan umumnya juga
ditemukan atrofi girus pada daerah lobus frontal dan temporal. Atrofi dari
nuklelus kaudatus menyebabkan terjadinya perubahan penampakan dari frontal
horns yang terbentuk pada gambar CT scan kepala karena adanya ventrikel lateral
dextra dan sinisitra, karena kepala dari nukleus kaudatus akan memberi gambaran
menonjol pada ventrikel. Selain itu ventrikel otak akan nampak membesar yang
berjalan seiringan dengan progresivitas penyakit ini.1
Secara mikroskopik, degenerasi yang terjadi dibagi menjadi 3 stadium,
early, moderately advanced, dan far advanced. Pada stadium awal, meskipun
sudah terdiagnosa oleh pemeriksaan genetik, tidak terdapat lesi striatal, sehingga
dari hal ini dapat disimpulkan bila manifestasi yang muncul terjadi karena adanya
kelainan biokimiawi atau perubahan infrastruktural. Penemuan ini didukung
dengan pemeriksaan PET scan pada penderita Huntington disease dimana
ditemukan karakteristik penurunan metabolisme glukosa di nukleus kaudatus yang
mendahului hilangnya jaringan pada tahap lanjut. Degenerasi striatal yang terjadi
dimulai pada bagian medial nukleus kaudatus dan menyebar ke daerah lateral.
Sel-sel neuron yang ada pada otak berukuran berbeda-beda dan umumnya
degenerasi yang terjadi menyerang neuron-neuron yang berukuran kecil. Dimulai
dari hilangnya dendrit dari neuron yang berukuran kecil, neuron yang berukuran
besar umumnya tidak terkena. Sel-sel yang mengalami degenerasi akhirnya
digantikan oleh astrosit yang bersifat fibrous. Daerah anterior dari kaudatus dan
putamen umumnya yang terkena secara lebih ekstensif dibandingkan daerah
posteriornya. Beberapa peneliti menemukan berbagai perubahan pada globus
pallidus, nukleus subthalamikus, nukleus merah, cerebellum, dan pars retikulata
dari substansia nigra. Pada daerah korteks serebrum, didapatkan neuronal loss
yang digantikan oleh jaringan glia.1,3
Mekanisme dari Huntington disease merupakan suatu patogenesis yang
jelas namun masih sulit dimengerti. Ekspansi dari regio poliglutamine dari
Huntingtin ( protein produk gen Huntington ) menyebabkan terjadinya agregasi
protein tersebut pada nukleus neuron otak. Lebih dari itu, protein tersebut
memiliki kecenderungan untuk beragregasi pada neuron daerah striatal dan
korteks otak. Hasil penelitian dari Wetz menyimpulkan jikalau protein ini bersifat
toksik terhadap neuron secara langsung atau dalam bentuk yang tak teragregasi.
Namun letak permasalahannya ada pada dominasi agregasi protein Huntingtin
yang terutama pada daerah korteks, sedangkan neuron loss terdapat pada daerah
striatal. Sebuah teori menyatakan jikalau Huntingtin akan menyebabkan neuron
tertentu lebih sensitif pada glutamat-mediated eksitotoksisitas. Selain itu, sekarang
dikemukakan 2 mekanisme yang berdasarkan pada interupsi transkripsi protein
karena ikatan protein huntingtin pada protein untuk transkripsi, atau terjadi
disfungsi mitokondrial terjadi secara langsung atau melalui mekanisme transkripsi
yang sama. Karena ekspansi poliglutamine ditemui pada berbagai kelainan
neurodegeneratif.1
2.4 MANIFESTASI DAN GEJALA KLINIS
Gangguan mental dapat muncul sebagai gejala awal sebelum terjadi
kemunduran fungsi kognitif menjadi nyata. Hampir separuh dari pasien yang
memiliki Huntington, mengalami perubahan kepribadian yang mengganggu
orang-orang disekitarnya. Pasien umumnya mempersalahkan keadaan dirinya
kepada orang-orang lain, menjadi pencuriga, mudah tersinggung, impulsif, tidak
rapih, atau mendadak menjadi fanatik mengenai suatu keyakinan. Pasien sering
marah dan umumnya mencari suatu pelarian seperti alkoholisme atau narkoba.
Depresi ditemukan pada lebih dari separuh pasien dengan Huntington. Setelah itu,
tingkat kecerdasan pasien akan menurun secara menyeluruh. Pasien akan menarik
diri dari kehidupan sosial dan dapat mengalami psikosis.1,2,3
Penurunan kemampuan produktivitas kerja, ketidakmampuan dalam
menangani masalah, dan gangguan tidur memerlukan konsultasi medis. Pasien
akan mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam mempelajari suatu hal yang baru.
Seiring berjalannya waktu, kemampuan motorik pasien akan berkurang dan
menghilang. Pasien juga akan mengalami penurunan dalam kemampuannya
berbahasa. Namun umumnya ingatan pasien tetap terjaga. Hal tersebut
dikategorikan sebagai “ Subcortical Dementia ”.1,2,3
Kelainan fungsi motorik akan muncul pertama pada tangan dan wajah
pasien. Umumnya pasien hanya akan dianggap resah oleh orang-orang
disekitarnya. Pergerakan tangan akan menjadi melambat dan pasien akan
kesulitan dalam melakukan hal yang didominasi tangan seperti menulis. Hal ini
akan terus berkembang sehingga menjadi suatu chorea. Frekuensi berkedip akan
meningkat, dan umumnya lidah pasien akan dijulurkan, selain itu umumnya bila
pasien ingin melakukan sesuatu, pergerakannya akan terganggu karena
kecenderungan gerakan chorea yang tidak terkontrol. Tonus otot pasien akan
menurun, terdapat rigiditas, bradikinesia, dan tremor seperti pada parkinsonisme.
Pada sepertiga pasien mengalami hiperrefleks namun hanya beberapa yang
menunjukan reflek babinski positif. Pergerakan pasien menjadi lambat tanpa
adanya penurunan kekuatan atau ataxia. Pasien akan mengalami kesulitan
berbicara karena inkoordinasi otot-otot lidah dan diafragma.1
Selain itu, pasien akan mengalami kesulitan dalam menggerakan bola
pasien harus menoleh untuk dapat melihat ke samping. Pasien akan mengalami
matanya baik dalam gerakan mengejar ataupun melirik, sehingga umumnya
kesulitan dalam berkonsentrasi pada satu titik, karena pasien tidak dapat melawan
“ keinginannya “ untuk menatap benda lain.1
Gejala chorea dan dementia dapat terjadi tidak berurutan, namun pada
umumnya bila gejala chorea dan dementia sudah muncul, rata-rata dalam 10 – 15
tahun pasien akan memasuki fase vegetatif dan kemudian meninggal karena
infeksi atau keadaan medis lainnya.1,2,3
2.5 DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik, kadang-kadang dikombinasikan dengan pemeriksaan
psikologis, dapat menentukan apakah timbulnya penyakit telah dimulai.
Pencitraan medis, seperti computerized tomography (CT) dan magnetic resonance
imaging (MRI), hanya menunjukkan atrofi otak terlihat pada stadium lanjut
penyakit. Teknik neuroimaging fungsional seperti fMRI dan PET dapat
menunjukkan perubahan dalam aktivitas otak sebelum timbulnya gejala fisik.
Hasil positif tidak dianggap diagnosis, karena dapat diperoleh dekade sebelum
gejala dimulai. Namun, tes yang negatif berarti bahwa individu tidak membawa
salinan gen diperluas dan tidak akan mengembangkan hungtington disease.
Kesulitan dalam penegakan diagnosis terutama terletak pada kurangnya
riwayat keluarga, namun menunjukan chorea yang progresif, gangguan emosi, dan
mengalami dementia. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan pemeriksaan
genetik. Adanya pengulangan CAG lebih dari 39 kali pada lokus huntington
merupakan diagnosis definitif dari penyakit huntington ini.
2.6 PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya Huntington tidak memeiliki terapi definitif karena bersifat
genetik, terapi yang ada hanya bersifat simptomatik dan suportif. Terapi
simptomatik untuk mengatasi gangguan emosi dan chorea dapat diberikan
Haloperidol ( 2 – 10 mg ) namun pemberiannya harus dipantau dengan ketat
karena dapat menimbulkan ketergantungan dan diberikan dalam dosis yang
minimal. Levodopa dan dopamin agonis yang lain hanya memperburuk
manifestasi chorea. Obat-obatan yang memblok reseptor dopamine dapat
mengurangi gejala chorea ( reserpine, clozapine, terutama tetrabenazine ) namun
efek sampingnya ( mengantuk dan tardive diskinesia ) melebihi manfaatnya. Pada
tahap awal, pemberian terapi seperti terapi parkinsonisme dapat membantu untuk
kekakuannya. Transplantasi jaringan ganglionik fetus ke striatum pasien
memberikan hasil yang tidak tetap. Umumnya pasien huntington diberikan
antidepresant karena selain merupakan salah satu manifestasinya, pasien akan
merasa tertekan dengan kenyataan penyakit ini.1,3
2.7 PROGNOSIS
Umumnya pasien akan secara progresif mengalami kehilangan fungsi
motorik dan mengalami dementia, sehingga pasien tidak dapat melakukan ADL.
Rata-rata, pasien Huntington akan mengalami kematian 15 – 20 tahun setelah
gejalanya muncul.1,3
DAFTAR PUSTAKA