Anda di halaman 1dari 22

Jurnal Kesehatan

Masyarakat
FAKTOR-FAKTOR YANGBERHUBUNGAN DENGAN KASUS DIAREDI PUSKESMAS
ULEE KARENG KOTA BANDA ACEHTAHUN 2012MUHZIADI

Mahasiswa STIKes U’Budiyah Banda Aceh

Intisari
Diare didefinisikan secara klinis sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebihdari
biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi
cair)dengan atau tanpa darah..Tujuan penelitianuntukmengetahui bagaimana
faktor-faktor yangberhubungan dengan kasus diare di Kecamatan Ulee Kareng Kota
BandaAceh Tahun 2012.Penelitian ini bersifat deskriptif analatik dengan desain cross
sectional yaitu menjelaskan tentangfaktor-faktor yang berhubungan dengan kasus diare
diPuskesmas Ulee KarengKota Banda Aceht a h u n 2 0 1 2 . P o p u l a s i s e b a n ya k
1 7 3 p a s i e n ya n g p e r n a h m e n g a l a m i k a s u s d i a r e d a n s a m p e l sebanyak 64
responden, tehnik pengambilan sampel dengan random sampling. Penelitian inidilakukan
pada tanggal 16 Juli sampai 21 Juli 2012 di Puskesmas Ulee Kareng kota Banda
Aceh.Teknik pengumpulan data dengan cara menyebarkan kuesionerdan
wawancara.Teknik analisadata menggunakan statistik uji chi-
square test ( = 0.05).
Hasil penelitianmenunjukkan bahwaadahubungan antara lingkungan dengan kasus diare
dengan p = 0,001.Ada hubungan antara perilakudengankasus diare dengan p = 0,036. Ada
hubungan antara makanan dengan kasus diare denganp = 0,037. Kesimpulan : menunjukan
bahwa terdapat hubungan antara lingkungan, perilaku,makanan dengan kasus diare.Saran:
diharapkan kepada seluruh tenaga kesehatan , agarlebihmeningkatkan promosi kesehatan
tentang upaya pencegahan kasus diare
.
Kata Kunci :
Kasus Diare, Lingkungan, Perilaku, Makanan
Abstract
Diarrhea is clinically defined asanincreased frequency of
b o w e l movements (defecation) more than usual/ more than three times per day,accompanied
by a change in stool consistency (becomes liquid) with or withoutblood.This was a
descriptive analytical research with cross-sectional design. Itdescribed the factors related to
diarrhea cases in Ulee Kareng Sub district of Banda Aceh in 2012. The population was 173
patients who have experienceddiarrhea case and samples were 64 respondents collected by
using randomsampling technique. The research was conducted on July 16 to July 21, 2012
inUlee Kareng Sub district of Banda Aceh in 2012. Data were collected bydistributing
questionnaire and interviewing the patients. Data were analyzed withchi-
square statistic test (
= 0 . 0 5 ) . R e s u l t s t h e r e w a s c o r r e l a t i o n b e t w e e n environment and diarrhea cases with
p=0.001; there was a correlation betweenbehavior and diarrhea cases with p=0.036; there was a
correlation between foodand diarrhea cases with p= 0.037. Conclusion: there was correlation
betweenenvironment, behavior, food and diarrhea cases. Suggestion: it is expected that
allhealth personnel improve health promotion about the effort of preventing diarrheacases.
Keywords:
Diarrhea Cases, Environment, behavior, food
PENDAHULUAN
Diare didefinisikan secaraklinis sebagai bertambahnyadefekasi (buang air besar) lebih
daribiasanya/lebih dari tiga kali sehari,disertai dengan perubahan konsistentinja (menjadi
cair) dengan atautanpa darah. Secara klinik dibedakantiga macam sindroma diare yaitudiare
cair akut, disentri, dan diarepersisten. (WHO, 2000).Setiap orang dalam hidupnyat i d a k
m u n g k i n l e p a s d a r i m a s a l a h penyakit, apakah penyakit tersebutringan atau berat.
Dalam keadaantersebut pengobatan sangatdibutuhkan untuk penyembuhansebagaimana kondisi
semula.Kebutuhan akan dibutuhkanpengobatan masyarakat secara prosesalam terjadi pola
penggunaanfasilitas kesehatan di masyarakat.(Notoatmodjo,1999).Setiap orang dalam
hidupnyatidak mungkin lepas dari masalahpenyakit, apakah penyakit tersebutringan atau berat.
Dalam keadaantersebut pengobatan sangatdibutuhkan untuk penyembuhans e b a g a i m a n a
k o n d i s i s e m u l a . Kebutuhan akan dibutuhkanpengobatan masyarakat secara
prosesalam terjadi pola penggunaanfasilitas kesehatan di masyarakat.Pada dasarnya tujuan
hidupsehat pada masa depan adalahlingkungan yang bebas polusi,tersedianya air bersi,
sanitasilingkungan yang memadai,perumahan dan pemukiman yangsehat, perencanaan kawasan
yangberwawasan kesehatan, serta tolong-menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.
(Dep.Kes RI,2000).B e r d a s a r k a n d a t a t a h u n 2 0 0 7 sebanyak 4.121 kasus, tahun
2008sebanyak 5.750 kasus, tahun 2009sebanyak 5.875 kasus dan tahun2 0 1 0 s e b a n y a k 6 . 4 5 4
k a s u s . D i a r e umumnya lebih sering dialami anak balita (bayi dibawah 5 tahun).(Din.Kes
Kota Banda Aceh, 2011).Berdasakan laporan tahunanrekapitulasi dari seluruh kegiatanpokok
di Puskesmas Ulee Karengyang dilaporkan selama tahunanggaran 2011. Pada tahun 2011telah
berjalan program JaminanKesehatan Aceh (JKA) sehinggaseluruh masyarakat Aceh dapatberobat
secara gratis. Diaremerupakan salah satu 20 penyakitterbesar diwilayah Puskesmas
UleeKareng. Jumlah kasus diare 655kasus pada tahun 2011. (PuskesmasUlee Kareng, 2011).
Rumusan Masalah
B e r d a s a r k a n l a t a r b e l a k a n g diatas maka peneliti
inginm e n g e t a h u i f a k t o r - f a k t o r a p a s a j a yang berhubungan dengan
kasusdiare di PuskesmasKecamatan UleeKareng Kota Banda Aceh tahun2012.

TujuanPenelitianTujuan Umum
Mengetahui bagaimana faktor-faktoryang berhubungan dengan kasusdiare di Kecamatan Ulee
KarengKota Banda Aceh Tahun 2012.
Tujuan Khusus
a . M e n g e t a h u i f a k t o r p e r i l a k u y a n g berhubungan dengan kasus diaredi Kecamatan
Ulee Kareng KotaBanda Aceh.b . M e n g e t a h u i f a k t o r l i n g k u n g a n yang
berhubungan dengan kasusdiare di Kecamatan Ulee Kareng.c . M e n g e t a h u i f a k t o r
m a k a n a n y a n g berhubungan dengan kasus diaredi Kecamatan Ulee Kareng.
Manfaat Penelitian
1 . S e b a g a i t a m b a h a n p e n g e t a h u a n dan pengalaman dalam prosespenelitian
tentang faktor-faktoryang berhubungan dengan kasuspenyakit diare.2 . S e b a g a i
b a h a n m a s u k a n b a g i Puskesmas Ulee Kareng dalammeningkatkan PHBS
kepadamasyarakat, penyuluhan tentangkesehatan lingkungan dan bahayapenyakit
diare.3 . S e b a g a i b a h a n m a s u k a n d a l a m pengembangan ilmu
pengetahuanmanajemen kesehatan dan hasilpenelitian ini dapat dijadikanreferensi bagi peneliti
berikutnya.
METODE PENELITIAN
Berdasarkanteori yang dikemukakano l e h D e p k e s R I
( 2 0 0 2 ) , Notoadmojdo (2010), dan Widoyono(2002) mengenai diare, maka
konseppemikiran dapat digambarkansebagai berikut :
VariabelPenelitian
Dalam penelitian ini terdapatbeberapa variabel yang diteliti, untuk lebih jelas dapat
dilihatdari kerangkat e o r i t e n t a n g f a k t o r - f a k t o r y a n g berhubungan dengan kasus
diare diPuskesmasUlee Kareng Kota BandaAceh berikut ini :V .
I n d e p e n d e n t V . D e p e n d e n t
Hipotesis
1 . A d a h u b u n g a n a n t a r a l i n g k u n g a n dengan kasus diare di PuskesmasUlee kareng Kota
Banda Aceh.2 . A d a h u b u g a n a n t a r a p e r i l a k u dengan kasus diare di PuskesmasUlee
kareng kota Banda Aceh.3 . A d a h u b u n g a n a n t a r a m a k a n a n yang dikonsumsi dengan
kasusdiare di Puskesmas Ulee karengkota Banda Aceh.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifatd e s k r i p t i f a n a l i t i k d e n g a n d e s a i n
cross sectional
yaitu menjelaskantentang faktor-faktor yangberhubungan dengan kasus diare diPuskesmas Ulee
Kareng tahun 2012.
LingkunganPerilakuMakananKasusDiare

READ PAPER

 About
 Blog
 People
 Papers
 Job Board
 Advertise

 We're Hiring!

Puskesmas Ulee Kareng Kota BandaAceh dengan nilai p yaitu 0,001.Menurut penelitian Aprilia
AyuPamela (2009), kondisi lingkungan didalam dan sekitar rumah adalahkeadaan responden
yang terdiri darisemak-semak dan kandang ternak sebagai tempat istirahat nyamuk,parit, atau
selokan saluran air yangdigunakan untuk pembuangan airhujan, limbah rumah tangga
yangmengenang yang dapat digunakansebagai tempat berkembangnyanyamuk.Kesehatan lingkungan
ini untuk menghindari dari lingkungan yangapabila dipraktekkan dapat mencegahbanyak penyakit
infeksi lebih dari jenis penyakit dan kematian padaanak balita disebabkan oleh kumanyang
masuk ke dalam mulut melaluimakanan, air dan tangan yang kotoroleh karenanya kotoran manusia
dantinja harus dibuang ke jamban(Dep.kes RI, 2006)P e n e l i t i
b e r a s u m s i l i n g k u n g a n sehattidak menutup kemungkinanbisa
t e r k e n a d i a r e d a n a p a b i l a l i n g k u n g a n m a s ya r a k a t t i d a k
sehatm a k a s u d a h
t e n t u s e m a k i n meningkat kasus diare. Meskipun adaresponden
dengan lingkungan tidak sehat tetapi kasus diarenya akutkarena kebiasaan dan
mengkonsumsimakanan yang sehat seperti carapengolahan makanan yang bersih danterhindar
dari binatang seperti lalat,kecoak, tikus dan lain-lain.Lingkungan sehat juga bisaterjadinya diare
apabila apabilaseseorang sering melakukankegiatannya di luar lingkungant e m p a t
t i n g g a l n y a . B e g i t u p u l a sebaliknya lingkungan tidak sehatbelum tentu seseorang
terjadi diare,apabila diabisa mengantisipasinya.Hal ini sesuai dengan hasil
penelitianyang telah dilalukan di PuskesmasKecamatan Ulee Kareng Kota BandaAceh.
HubunganPerilakuDengan Kasus Diare
Berdasarkan tabel 6.6 diatasmenunjukkan bahwa dari 64 orangresponden, yang perilakunya
buruk sebanyak 56 orang (87,5%), dan 52orang (81%) yang mengalami diareakut. Hasil
analis data menunjukkanbahwa ada hubungan antara perilakudengan kasus diare di
PuskesmasUlee Kareng kota Banda Acehdengan nilai p yaitu 0,036.Berdasarkan
penelitianAprilia Ayu Pamela (2009) perilakubaik dan sehat adalah mencakupbagaimana masyarakat
menjagakesehatan dan terhindar dari berbagaimacam penyakit, dengan perilakumasyarakat
yang tidak membuangsampah sembarangan dan perilakumasyarakat dalam menjaga
PHBS.Indikator perilaku adalahtidak merokok, pertolonganpersalinan oleh
tenagakesehatan,imunisasi, penimbanganbalita, gizi keluarga atau sarapan,kesertaan Askes,
mencuci tanganpakai sabun, menggosok gigisebelum tidur, olah raga teratur.Indikator lingkungan
tersebut adalahada jamban, ada air bersih, adatempat sampah, ada SPAL, adaventilasi (Dep.kes RI,
2006)Hal ini sesuai dengan teoriDep.kes (2006), yang menyatakanbahwa perilaku sehat adalah
sikapdan tindakan proaktif untuk

m e m e l i h a r a d a n m e n c e g a h r e s i k o terjadinya penyakit, melindungi diridari ancaman


penyakit serta berperanaktif dalam gerakan kesehatanmasyarakat dengan demikian upayauntuk
meningkatkan pengetahuan,sikap dan tindakan dalammenciptakan suatu kondisi
bagik e s e h a t a n p e r o r a n g a n , k e l u a r g a , kelompok dan masyarakat
secaraberkesinambungan dapat terlaksana.Peneliti berasumsi adanyaresponden dengan perilaku
baik tetapi masih terkena diare disebabkankarena perilaku responden dalampengolahan makanan
tidak benarseperti jika mengkonsumsi buah-buahan tetapi tidak dicuci terlebihdahulu, oleh
karena itu bisamenyebabkan diare. Begitu pula bilaresponden yang perilaku buruk tetapiada
yang tidak terkena diare tidak akut karena cara pengolahanmakanan yang sesuai sepertimemasak sayur
sebelum dimasak sayurannya dicuci dulu. Maka belumtentu semakin buruk perilakumasyarakat
semakin meningkat kasusdiare dan apabila baik perilakumasyarakat semakin menurun
kasusdiare.
H u b u n g a n M a k a n a n D e n g a n Kasus Diare
Berdasarkan tabel 6.7 diatasmenunjukkan bahwa dari 64 orangresponden, makanannya
bersihsebanyak 39 orang (61%), dan 32orang (50%) yang mengalami DiareAkut. Hasil analis
data menunjukkanbahwa ada hubungan antara perilakudengan kasus diare di PuskesmasUlee
Kareng kota Banda Acehdengan nilai p yaitu 0,037.Penyakit diare sebagian besar75 %
disebabkan oleh kuman sepertivirus dan bakteri. Melalui air yangmerupakan media penularan
utama.Diare dapat terjadi bila seseorangmenggunakan air minum yang sudahtercemar, baik
tercemar darisumbernya, tercemar selamaperjalanan sampai ke rumah-rumahatau tercemar
pada saat disimpan dirumah. Pencemaran dirumah terjadibila tempat penyimpanan
tidak tertutup atau apabila tangan tercemarmenyentuh air pada saat mengambilair ataupun
makanan dari tempatnya.(Widoyono, 2004)Peneliti berasumsi adanyaresponden yang
makanannya bersihtetapi bisa terkena diare tidak akutkarena cara pengolahan makananyang
tidak bersih dan tidak memperhatikan makanan yangmereka makan seperti selesaimemasak maka
makanan tersebuttidak di tutup sehinga lalat hinggapdi makanan tersebut dan air yang dikonsumsi
ternyata tidak terlalum e n d i d i h . M a k a n a n b e r s i h t i d a k menutup kemungkinan juga
bisaterkena diare, karena makanan bersihbelum tentu makanan tersebut sehatdan bisa
dikonsumsi. Hal ini sesuaidengan teori Wijdaja (2002), yangmenyatakan makanan yang juga
bisamenyebabkan diare adalah makananyang tercemar, basi, beracun, terlalubanyak lemak
mentah (sayuran) dank u r a n g
m a t a n g . T e t a p i f a k t o r psikologisjugadapat
m e n i m b u l k a n diare disebabkan oleh rasa takut,cemas dan tegang.

PENUTUPKesimpulan
Berdasarkan penelitian yangtelah dilakukan dari tanggal 16 s/d21 Juli 2012 di Puskesmas
UleeK a r e n g K o t a B a n d a A c e h d a p a t d i s i m p u l k a n
h a s i l p e n e l i t i a n sebagai berikut:1 . A d a h u b u n g a n a n t a r a
l i n g k u n g a n dengan kasus diare di PuskesmasUlee Kareng kota Banda Acehtahun 20122 . A d a
h u b u n g a n a n t a r a p e r i l a k u dengan kasus diare di PuskesmasUlee Kareng kota Banda
Acehtahun 20123 . A d a h u b u n g a n a n t a r a m a k a n a n dengan kasus diare di
PuskesmasUlee Kareng kota Banda Acehtahun 2012
Saran
1 . K e p a d a P e n e l i t i Mendapatkan tambahanpengetahuan dan pengalamandalam proses
penelitian tentangfaktor-faktor yang berhubungandengan kasus penyakit
diare.2 . K e p a d a P u s k e s m a s P e n e l i t i b i s a
m e m b e r i k a n masukan bagi Puskesmas UleeKareng dalam meningkatkanPHBS
kepada masyarakat,penyuluhan tentang kesehatanlingkungan dan bahaya penyakitdiare.3 . K e p a d a
Prodi Ilmu Kesehatan
Masyarakat STIKes U’budiyah
B a n d a A c e h P e n e l i t i b i s a memberikan masukan
dalampengembangan ilmu pengetahuanmanajemen kesehatan dan hasilpenelitian ini dapat
dijadikanreferensi bagi peneliti berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dep.Kes MTBS
(Penanganan diare
),Jakarta : 2004Din.Kes NAD,
Profil kesehatan NAD
tahun 2011, NAD, 2011Notoadmodjo, Soekidjo. 2010.
Metodologi PenelitianKesehatan
. Penerbit RinekaCipta: Jakarta
READ PAPER
 About
 Blog
 People
 Papers
 Job Board
 Advertise

 We're Hiring!

 Help Center

2
Abstract
Children under five are suspectible to
be under nutrition and not suggested to
have vegetarian diet. The objective of th
is study is to understand the factors
related to BAZ of vegetarian and non vegetarian children under five..
Cross-
sectional design is used and sample collected by
purposive sampling
. Total
samples are 148 children under five (75 vegetarian, 73 non vegetarian).
The
dependent variable
is BAZ and independent vari
ables are energy, protein
intakes, diet pattern, infectious disease, child’s sex and age, child caring,
breast-
feeding, child’s and mother’s hand-washi
ng, health service, mother’s nutritional
status, education, nutritional knowledge, j
ob, family income, number of children
under five. The result shows 5.3% vegeta
rian children under five are obese,
13.3% overweight, 25.3% at risk of
overweight, 56% normal and 12.3% non
vegetarian children under five are obe
se, 8.2% overweight, 21.9% at risk of
overweight, 57.5% normal. There is no si
gnificant difference in BAZ between
vegetarian and non vegetari
an children under five. Fam
ily income is the most
dominant factor related to
lacto ovo vegetarian’s BAZ
and infectious disease is
the one for non vegetarian’s BAZ. It’s necessary to educate the children’s
mothers about the risk of obesity and the importance of
nutritional knowledge.
Key words
: BAZ, lacto ovo vegetarian, diet pa
ttern, children under five, obesity
3
1. Pendahuluan
Vegetarian adalah orang yang hidup dari mengonsumsi produk nabati
dengan atau tanpa susu dan telur, te
tapi menghindari konsumsi daging, unggas
dan hewan laut. Vegetarian yang hanya
mengonsumsi makanan nabati disebut
Vegan
, sedangkan vegetarian yang mengons
umsi makanan nabati, susu dan
produk olahannya disebut
Vegetarian lakto
. Vegetarian yang mengonsumsi
makanan nabati, susu dan telu
r serta produk olahannya disebut
Vegetarian lakto
ovo
.
1
Beberapa alasan mengapa orang memilih menjadi vegetarian, antara lain
karena ingin hidup sehat, ajaran ag
ama, kepedulian akan hewan dan
lingkungan.
2
Hasil Survei tahun 1997 melaporka
n terdapat 1% penduduk Amerika
Serikat adalah vegetarian. Angka ini
meningkat menjadi 2,5% pada tahun 2000
dan 2,8% tahun 2003.
3
Penduduk Inggris yang berveg
etarian pada tahun 1987
sebanyak 3%, meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 1997 menjadi
5,4%.
2
Newspoll Survei pada tahun 2000 melapor
kan terdapat 2% penduduk Australia
adalah vegetarian dan 18% penduduk lebih menyukai makanan vegetarian,
4
sedangkan di India pada tahun 2003 te
rdapat lebih dari 50% penduduknya
adalah vegetarian.
5
Jumlah vegetarian yang terdaf
tar pada Indonesia Vegetarian
Society (IVS) saat berdiri pada
tahun 1998 sekitar lima ribu orang dan
meningkat menjadi enam puluh ribu anggota pada tahun 2007. Angka ini
merupakan sebagian kecil dari juml
ah vegetarian yang sesungguhnya karena
tidak semua vegetarian mendaftar menjadi anggota. Di Indonesia terdapat
tiga
ratusan balita vegetarian dimana hamp
ir sepertiganya berdomisili di DKI
Jakarta.
6
Penelitian terhadap pertumbuhan da
n perkembangan anak vegetarian
pertama kali dilakukan oleh Hardinge pada tahun 1954 dengan besar
sampel 30
anak vegetarian berumur 13–17 tahun. De
sain penelitian yang digunakan adalah
cross-sectional
untuk menilai status gizi berdasarkan indeks antropometri.
Hardinge melaporkan bahwa pertumbuhan
anak vegetarian lakto ovo mirip
dengan kelompok anak non vegetarian yang sebaya, sedangkan anak
vegan
memiliki tubuh lebih kecil dengan berat
badan (BB/U) dan tinggi badan (TB/U)
yang lebih rendah dari kelompok an
ak non vegetarian yang sebaya.
7-10
Penelitian
4
di Inggris menunjukkan bahwa anak vegetarian pra sekola
h (1,5-4,5 tahun)
mempunyai asupan energi protein dan le
mak, kolesterol, niacin, sodium dan
serum feritin yang lebih rendah dari anak
non vegetarian, te
tapi lebih tinggi
asupan karbohidrat, vitamin A, C, E da
n kalium, serta cukup zat Fe, Zinc dan
B12.
11
Anak vegan jika dibandingkan dengan anak yang mengonsumsi daging,
akan cenderung lebih pendek (TB/U)
dan kurus (BB/TB) serta berisiko
kekurangan zat-zat gizi
penting untuk pertumbuhan.
10
Penelitian di India,
Inggris dan Amerika Serikat membuktikan bahwa kelompok vegan dan
jenis
vegetarian lainnya menderi
ta kekurangan vitamin B12.
5
Kurang energi dan protein merupakan
faktor yang mempengaruhi status
gizi balita.
12
Orisinal
13
dan Supriatna
14
melaporkan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna konsumsi energi dan protein dengan status gizi. Penyakit
infeksi
menjadi penyabab langsung terjadinya gi
zi kurang pada balita selain kurang
asupan zat gizi.
12
Penelitian Hermansyah
15
menyatakan bahwa ada hubungan
bermakna antara kejadian gizi kurang
pada balita dengan penyakit infeksi (ISPA
dan diare). Hasil penelitian Basuki
16
menunjukkan bahwa pendidikan secara
tidak langsung mempengaruhi status gi
zi balita, dimana pendidikan rendah
menjadi salah satu penyebab terjadinya ma
salah gizi balita. Pengetahuan gizi ibu
juga terbukti berhubungan dengan status gizi dalam penelitian Harsiki.
17
Keluarga yang memiliki anak maksimal dua orang mempunyai anak
dengan
status gizi lebih baik daripada keluarga yang memiliki lebih dari dua anak
Hadi.
18
Mengingat balita merupakan sa
lah satu kelompok yang rawan
kekurangan gizi dan berada dalam masa
pertumbuhan yang pesat sehingga akan
mempengaruhi status gizi fase kehidupan selanjutnya,
19
serta secara teoritis
balita tidak dianjurkan
vegetarian karena dikhawatirkan akan menderita
kekurangan gizi, maka penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang
berhubungan dengan status gizi balita ve
getarian yang bertempat tinggal di
Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran IMT/U dan faktor-
faktor yang berhubungan pada balita vege
tarian lakto ovo dan non vegetarian di
DKI Jakarta.
5
2. Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah
Cross-Sectional
dimana
variabel independen dan variabel
dependen diukur secara bersamaan.
20
Penelitian ini dilakukan di DKI Jakarta
pada bulan Februari sampai dengan
Maret 2008.
Sampel minimum yang dibutuhkan sebesar 70 balita (0-59 bulan)
vegetarian dan 70 balita non vegetarian (total sampel minimum =140
balita)
menggunakan rumus besar sampel pengujian
hipotesis untuk beda dua proporsi
dua sisi, sedangkan sampel minimu
m yang diperlukan untuk pengujian
perbedaan Z skor antara balita vegetarian dengan balita non vegetarian
sebesar
21 balita vegetarian dan 21 balita non vegetarian (total sampel minimum =
42
balita), menggunakan rumus uji hipotes
is beda mean pada dua kelompok
independen.
21
Sebanyak 75 balita vegetarian di DKI Jakarta
6
dan 73 balita non
vegetarian (murid playgroup dan TK
”Mutiara Bangsa” yang ibunya bersedia
menjadi responden) diambil secara
purposive
sampling sebagai sampel dalam
penelitian ini (total sampel = 148). Be
rat badan ditimbang dengan timbangan
Seca model 872 (ketelitian 0,1 kg). Panj
ang/tinggi badan diukur dengan length
board/microtoice (ketelitian 0,1 cm).
Data konsumsi makanaan dikumpulkan
dengan menggunakan formulir
food recall
1 x 24 jam dan FFQ, sedangkan data
karakteristik ibu dan balita serta data lainnya dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner.
3. Hasil Penelitian
3.1. Analisis Univariat
3.1.1. Gambaran Karakteristik Ibu dan Balita
Dalam penelitian ini, jumlah balita laki-laki lebih banyak daripada
perempuan baik pada kelompok balita vegetarian maupun non vegetarian
yang
masing-masing perbandingannya adalah
60% : 40% dan 53,4% : 46,6%. Jumlah
balita vegetarian lebih banyak yang berumur di bawah dua tahun (42,7%)
dibandingkan balita non vegetarian (13,7%), sedangka
n balita non vegetarian
lebih banyak yang berusia di atas
tiga tahun (74%) dibandingkan balita
vegetarian (42,7%). Umur ibu balita da
lam penelitian ini adalah 31,9 ± 4,2 tahun
dengan median 31 tahun, minimum 22 tahun dan maksimum 43 tahun.
6
Sebaliknya terdapat perbedaan bermakna (p=0,005) pada proporsi
pendidikan
ibu balita vegetarian di
bandingkan ibu balita non vege
tarian terutama pada
tingkat pendidikan tinggi yaitu 62,7% berb
anding 41,1%. Lebih dari separuh ibu
balita (62,7% vegetarian dan 60,3% non ve
getarian) tidak bekerja atau menjadi
ibu rumah tangga. Jumlah keluarga vegetarian yang berpenghasilan di atas
lima
juta rupiah per bulan (
83,6%) lebih dari dua kali lip
at dibandingkan keluarga
balita non vegetarian (40,9%). Hampir semua ibu balita memiliki
maksimal dua
balita yaitu 96% balita vegetarian da
n 98,6% balita non vegetarian. Jumlah ibu
balita vegetarian yang obesitas (66,7
%) ternyata lebih banyak daripada non
vegetarian yang hanya sebanyak 33,3%,
sedangkan yang menderita gizi kurang
lebih banyak terjadi pada ibu balita
non vegetarian (60%) dibandingkan ibu
balita vegetarian yang hanya 40% (Tabel 1).
3.1.2. Gambaran Asupan Zat Gizi
Pada tabel 2 terlihat bahwa lebih
dari separuh balita vegetarian
(57,3%) mempunyai asupan energi ’lebih’ (>100%AKG), lebih tinggi
daripada
balita non vegetarian (35,6%). Balita
non vegetarian yang mengonsumsi protein
’lebih’ (>100%AKG) sedikit di atas bali
ta vegetarian dengan 82,2% berbanding
72%. PUGS menganjurkan komposisi asupan zat gizi seimbang terhadap
energi
total yaitu 10-20% protei
n, 20-30% lemak dan 50-65
% karbohidrat (WNPG,
2004). Terdapat sebagian besar vegeta
rian (73,3%) dan balita non vegetarian
(68,5%) yang tidak memenuhi komposisi as
upan zat gizi sesuai dengan anjuran
PUGS.
3.1.3. Gambaran Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah diare atau
ISPA (batuk atau influenza). Jumlah ba
lita vegetarian yang menderita penyakit
infeksi sebanyak 50,7% sedikit di atas
balita non vegetarian sebanyak 43,8%,
sehingga tidak terdapat perb
edaan bermakna antara penyakit infeksi pada balita
vegetarian dan non vegetarian (Tabel 2).
3.1.4. Gambaran Pola Asuh
Tidak ada balita non vegetarian ya
ng mendapat pola asuh yang baik dan
hanya ada satu balita vegetarian yang me
ndapat pola asuh yang baik (Tabel 2).
7
Tabel 1
Distribusi Balita Vegetarian dan Non
Vegetarian Menurut Karakteristik
Ibu dan Balita di DKI Jakarta Tahun 2008
Pola Diet
Vegetarian
(n=75)
Non Vegetarian
(n=73)
Variabel
n
%
n
%
P
Value
Karakteristik Balita :
Jenis Kelamin Balita
45
30
60,0
40,0
39
34
53,4
46,6
0,521
Laki-laki
Perempuan
Umur Balita
Usia 0 bln s/d 23 bln
*) = Variabel dengan nilai p < 0,05
Sebagian besar balita vegetarian
(85,3%) dan non vegetarian (91,8%)
diasuh oleh pembantu rumah tangga (PRT), bukan oleh ibunya sendiri.
Terdapat
kurang dari separuh balita vegetari
an (37,3%) dan non
vegetarian (32,9%)
mengonsumsi makanan yang mengandung semu
a zat gizi (karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral) setiap
kali makan, sedangkan balita yang
mengonsumsi makanan ringan/snack sangat ba
nyak (80% balita vegetarian dan
87,7% balita non vegetarian).
Usia 24 bln s/d 35 bln
Usia 36 bln s/d 59 bln
32
11
32
42,7
14,7
42,7
10
9
54
13,7
12,3
74,0
0,0001*
Karakteristik Ibu :
Umur Ibu
Usia

31 tahun (median)
39
36
52,0
48,0
38
35
52,1
47,9
1,000
Usia > 31 tahun (median)
Pendidikan Ibu
Rendah (SD & SLTP)
Menengah (SLTA)
Tinggi (PT)
12
16
47
16,0
21,3
62,7
9
34
30
12,3
46,6
41,1
0,005*
Pekerjaan Ibu
Tidak bekerja atau IRT
47
28
62,7
37,3
44
29
60,3
39,7
0,896
Bekerja
Penghasilan Keluarga (n=133)
11
56
16,4
83,6
39
27
59,1
40,9
0,0001*

5 juta/bulan
> 5 juta/bulan
Jumlah
Balita
Besar, jika >2
3
72
4,0
96,0
1
72
1,4
98,6
0,632
Kecil, jika

2
Status Gizi Ibu
Obesitas (IMT>27)
Lebih (25<IMT

27)
Baik (18,5

IMT

25)
Kurang (IMT<18,5)
8
8
53
6
66,7
57,1
49,5
40,0
4
6
54
9
33,3
42,9
50,5
60,0
0,532
8
Tabel 2
Distribusi Balita Vegetarian dan Non
Vegetarian Menurut Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Status
Gizi di DKI Jakarta Tahun 2008
Pola Diet
Vegetarian
(n=75)
Non Vegetarian
*) = Variabel dengan nilai p < 0,05
3.1.5. Gambaran Pemberian ASI
Air susu ibu (ASI) merupakan hak setiap anak. Namun demikian, dalam
penelitian ini masih terdapat hampir se
pertiga balita non
vegetarian (31,5%)
yang tidak mendapatkan ASI dari ibunya
. Balita vegetarian yang mendapatkan
ASI dari ibunya sebanyak 88%, ternya
ta lebih banyak daripada balita non
vegetarian yang hanya 68,5% (Tabel 2).
(n=73)
Variabel
N
%
n
p value
%
Asupan Energi
>100% AKG
43
18
14
57,3
24,0
18,7
26
17
30
35,6
23,3
80-100% AKG
< 80% AKG
41,1
0,007*
Asupan Protein
54
14
7
72,0
18,7
9,3
60
7
6
82,2
9,6
>100% AKG
0,259
80-100% AKG
< 80% AKG
8,2
Penyakit Infeksi
Pernah
Tidak Pernah
38
37
50,7
49,3
32
41
43,8
56,2
0,504
Pola Asuh
38
36
1
50,7
48
1,3
32
41
0
43,8
56,2
Kurang, jika skor < 60
0,333
Cukup, jika skor 60-80
Baik, jika skor > 80
0
Pemberian ASI
Tidak
Ya
9
66
12,0
88,0
23
50
31,5
0,007*
68,5
Anak
Mencuci Tangan
Tidak
Ya
13
62
17,3
82,7
7
66
9,6
0,255
90,4
Ibu Mencuci Tangan
Tidak
0,221
Ya
8
67
10,7
89,3
14
59
19,2
80,8
Sumber Air Bersih
1,000
Sumur
PAM & Mineral
3
72
4
96,0
2
71
2,7
97,3
Pemanfaatan
Yankes
Tidak
Ya
16
59
21,3
78,7
23
50
31,5
68,5
0,223
Pengetahuan Gizi Ibu
Kurang, jika skor < 60
39
29
7
52
38,7
9,3
53
19
1
72,6
26
Cukup, jika skor 60-80
Baik, jika skor > 80
1,4
0,010*
9
3.1.6. Gambaran Anak Mencuci Tangan
Mencuci tangan sebelum makan ad
alah perilaku yang sangat penting
dalam mencegah penyakit infeksi sepe
rti diare. Tabel 2 menunjukkan bahwa
sebagian besar balita me
ncuci tangan sebelum makan yaitu sebanyak 82,7%
balita vegetarian dan 90,4% balita non
vegetarian mencuci tangan sebelum
makan.
3.1.7. Gambaran Ibu Mencuci Tangan
Kebiasaan ibu mencuci tangan sebe
lum memberi makan anaknya juga
sangat penting dalam mencegah penulara
n penyakit infeksi pada anak melalui
tangan ibunya. Tabel 2 juga
memperlihatkan bahwa sebagian besar ibu telah
mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum memberi makan anaknya,
yaitu
89,3% pada ibu balita vegetarian dan 80,8%
pada ibu balita non vegetarian.
3.1.8. Gambaran Sumber Air Bersih
Air bersih sangat penting dalam me
ncegah penyakit infeksi. Hampir
semua keluarga balita dalam penelitian ini memiliki sumber air bersih
yang baik
yaitu 96% keluarga balita vegetarian
dan 97,3% baltia non vegetarian memiliki
sumber air bersih dari PAM dan mineral (Tabel 2).
3.1.9. Gambaran Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam penelitian ini diukur dengan
melihat kepemilikan kartu menuju seha
t (KMS) atau buku catatan kesehatan
balita. Pada tabel 2 terlihat masih terdap
at hampir sepertiga balita non vegetarian
(31,5%) tidak memanfaatkan pelayanan ke
sehatan, sedikit lebi
h banyak daripada
balita vegetarian (21,3%).
3.1.10. Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu
Tabel 2 memperlihatkan lebih dari se
paruh ibu balita vegetarian (52%)
dan sebagian besar ibu balita non vegeta
rian (72,6%) masih te
rgolong ’kurang’
pengetahuan gizinya, sedangkan ibu balita vegetarian yang
pengetahuan gizinya
’cukup’ lebih banyak daripada ibu balita non vegetarian yaitu 38,7%
berbanding
19%. Hampir semua ibu balita vegetarian (98,7%) dan semua ibu balita
non
vegetarian (100%) mengetahui bahwa balita seharusnya diberikan ASI dan
juga
kolostrum (94,7% ibu balita vegetarian
dan 75,3% ibu balita non vegetarian),
namun masih kurang dari saparuh ibu balita (48% vege
tarian dan 39,7% non

Anda mungkin juga menyukai