TEKNOLOGI BIOPROSES
Pembuatan Antibiotik dari Daun Sirih sebagai
pengobatan pada sapi Mastitis
i
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh:
Irawati.W/33116030
Makassar, 2018
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Teknologi Bioproses
Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Ujung Pandang
ii
KATA PENGANTAR
Penyusun
Kelompok I
iii
DAFTAR ISI
Halaman
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara kerja antibiotik alami daun sirih dalam mengatasi
mastitis pada sapi perah?
2. Apa manfaat antibiotik alami secara umum
3. Bagaimana penerapan antibiotik terhadap penyakit mastitis pada sapi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
c) Golongan Glikopeptida. Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin
dan dekaplanin.
4
dan melawan infeksi pada luka serta flavanoid selain berfungsi sebagai
bakteriostatik juga berfungsi sebagai anti inflamasi.
Dalam penelitian Zalizar (2009) ekstrak daun sirih maupun salep daun
sirih terbukti dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus dan
bakteri Escherichia coli yang merupakan bakteri yang umum ditemukan pada
susu mastitis. Penelitian tersebut menggunakan biakan bakteri Staphylococcus
aureus dan bakteri Escherichia coli dalam media spesifik. Seperti yang diketahui,
mastitis tidak hanyadisebabkan oleh bakteri patogen Staphylococcus aureus dan
bakteri Escherichia coli saja dan sampai dengan saat ini pengujian efektivitas
antibakterial dari bahan herbal terhadap susu penderita mastitis belum pernah
dilakukan.
Adapun bahan alami yang digunakan dalam pembuatan antibiotik adalah sebagai
berikut:
1. Daun sirih
Pemanfaatan daun sirih dalam pengobatan tradisional ini disebabkan
adanya sejumlah senyawa zat kimia atau bahan alami sehingga daun sirih juga
mempunyai kekuatan sebagai antioksidasi dan fungisida. Kandungan eugenol dan
hidroksikavikol dalam daun sirih memiliki aktivitas antimikroba dan kandungan
lain seperti kavikol, kavibetol, tannin, karvakrol, kariofilen dan asam askorbat
juga mempunyai aktivitas antibakteri.
2. Lidah buaya (Aloevera)
Lidah buaya adalah tanaman tradisional yang tumbuh di iklim panas dan
kering. Daun lidah buaya dikenal dapat mengobati ruam, luka, peradangan,
arthritis, dan sembelit.
3. Kunyit
Tanaman ini telah digunakan sebagai pengobatan masyarakat India
Ayurvedic dan masyarakat Tiongkok selama ribuan tahun untuk mengobati
infeksi.
5
Kualitas antibakteri dan anti-inflamasi pada kunyit dilaporkan sangat efektif
dalam mengobati infeksi bakteri. Kunyit juga bisa digunakan dengan cara
dioleskan untuk mengobati bakteri methicillin resistant staphylococcus aureus
(bakteri yang ditemui di kulit dan rongga hidung manusia) dan lesi kulit.
4. Goldenseal
Tanaman goldenseal merupakan antibiotik herbal yang menakjubkan.
Tanaman ini dapat melawan bakteri dan jamur. Goldenseal dikenal karena
kemampuannya menenangkan peradangan. Khasiat anti-inflamasinya dapat
mengobati masalah liver dan pencernaan.
5. Bawang putih
Tanaman bumbu yang melejitkan selera ini sudah digunakan sebagai
pengobatan di seluruh dunia selama ribuan tahun. Pada 1700-an, bawang putih
bahkan dipakai untuk menangkal wabah. Bawang putih memiliki khasiat sebagai
antibiotik, antivirus, dan anti-jamur yang sangat kuat.
6. Daun zaitun
Tanaman herbal lainnya adalah daun zaitun. Herbal ini memiliki
keistimewaan besar sebagai anti-inflamasi, anti-jamur, dan anti-bakteri. Selain
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, daun zaitun juga mengobati gejala
penyakit jantung, infeksi HIV, masalah pencernaan, jamur, infeksi saluran kemih,
nyeri kronis kanker, dan arthritis.
7. Minyak Oregano
Ini adalah minyak esensial yang dikenal memiliki kemampuan membunuh
bakteri, serta mengendalikan infeksi Staph (yang disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus) seperti MRSA. Minyak oregano mengandung antioksidan,
antiseptik, antivirus, anti-jamur, anti-inflamasi, anti-parasit, dan penghilang rasa
sakit.
Pada 2001, Jurnal Science Daily melaporkan studi dari Universitas
Georgetown. Ada zat pembunuh kuman di dalam minyak oregano yang hampir
sama efektifnya dengan kebanyakan antibiotik.
6
8. Echinacea
Senyawa di dalam tanaman dari keluarga bunga aster ini bermanfaat untuk
mengobati penuaan dan berbagai infeksi selama berabad-abad lamanya.
Secara tradisional, tanaman ini digunakan untuk mengobati luka terbuka,
kerucunan darah, difteri, dan penyakit lain yang disebabkan oleh bakteri.
Belakangan, tanaman ini digunakan untuk mengobati pilek dan flu.
1. Penicillium chrysogenum
Penicillium chrysogenum adalah spesies fungi dalam famili
Trichocomaceae. Hal ini umum di daerah beriklim subtropis dan sedang dan dapat
ditemukan pada produk makanan asin, tetapi sebagian besar ditemukan di
lingkungan dalam ruangan, terutama di gedung-gedung basah atau air yang rusak.
Bakteri ini adalah sumber dari beberapa antibiotik β-laktam, yang paling
signifikan penisilin. Metabolit sekunder lain dari P. chrysogenum termasuk
roquefortine C, meleagrin, chrysogine, xanthocillins, asam secalonic,
sorrentanone, sorbicillin, dan PR-toxin
2. Bacillus brevis
Sebagai bakteri yang menguntungkan bagi kehidupan manusia bakteri
bacillus ini memiliki fungsi dan manfaat. Manfaat dari bakteri bacillus brevis ini
adalah menghasilkan zat antibiotik yang dinamakan dengan terotrisin. Dalam hal
ini zat antibiotik terotrisin dapat digunakan dalam pembuatan jenis obat tertentu
ataupun jenis antibiotik.
3. Bacillus polymixa
Bakteri Bacillus polymyxa termasuk jenis bakteri yang menguntungkan di
bidang kesehatan dan bidang lingkungan dan pangan karena mengandung
antibiotik dimana Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan oleh
mikroorganisme dan mempunyai daya hambat terhadap kegiatan mikroorganisme
lain. Antibiotik yang efektif bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil,
maupun spiril, dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebaliknya, suatu antibiotik
7
yang hanya efektif untuk spesies tertentu, disebut antibiotik yang spektrumnya
sempit.
4. Bacillus subtilis
Bacillus subtilis termasuk jenis Bacillus. Bacillus subtilis mempunyai
kemampuan untuk membentuk endospora yang protektif yang memberi
kemampuan bakteri tersebut mentolerir keadaan yang ekstrim. Tidak seperti
species lain seperti sejarah, Bacillus subtilis diklasifikasikan sebagai obligat
anaerob walau penelitian sekarang tidak benar. Bacillus subtilis tidak dianggap
sebagai patogen walaupun kontaminasi makanan tetapi jarang menyebabkan
keracunan makanan. Sporanya dapat tahan terhadap panas tinggi yang sering
digunakan pada makanan dan bertanggung jawab terhadap kerusakan pada roti.
5. Streptomyces griseus
Streptomyces griseus merupakan jenis alkaliphilic, organisme ini dapat
tumbuh diberbagai pH( 5- 11), tetapi pertumbuhan optimal dari bakteri ini ada
pada temperature 25-35 C dan pada pH 9. S.griseus mempunyai peptinogen yang
tebal, lipid, Spura rantai yang Reflexible,Memiliki spora pada subtract
mycelium,Sebagai pemanfaatan garam sitrat, Dan dapat memproduksi obat anti
kanker Streptocin.
6. Streptomyces venezuelae
Streptomyces venezuelae menghasilkan loramfenikol yang merupakan
suatu antibiotik broad spectrum yang aktif terhadap bakteri gram positif dan gram
negatif. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang digunakan sebagai obat penyakit
tifus.
8
cair, serbuk, tablet, maupun kapsul .Untuk pemberian pada hewan, tentu tetap
harus sesuai dengan dosis dan pengawasan dokter hewan.
9
mengefisienkan daya cerna ternak, sehingga memberikan dampak baik pada
tingkat kesehatan ternak itu sendiri.
10
BAB III
PEMBUATAN ANTIBIOTIK
11
cabut canulnya, tekan puting dengan satu tangan dan tangan lain memijat supaya
obat merata pada kwartir tersebut.
12
Diagram Alir Prosedur Pembuatan Antibiotik Daun sirih
Daun sirih 10 kg
Aquades 10 L
Injeksi Intramaria
Alkohol
Kanula
Injektor
Injeksikan
Bersihkan antibiotik
Pijat puting
putting sapi daun sirih
pada ambing
dengan alkohol secara
sapi
intramamaria
13
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil yang telah diperoleh, menunjukkan bahwa rebusan daun sirih
mempunyai efektivitas yang sama dengan antibiotik penicillin-
dihydrostreptomycin dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Daya efektivitas
diperoleh dari jumlah koloni bakteri yang tidak berbeda nyata antara kelompok
perlakuan daun sirih dan antibiotik. Kandungan zat antibakteri yang terdapat
dalam daun sirih sangat efektif digunakan dalam menghambat pertumbuhan
bakteri, dan dapat diketahui daun sirih memiliki minyak atsiri, minyak atsiri
mengandung sitral dan eugenol yang berfungsi sebagai anastetik antiseptik.
Dibuktikan dalam bahwa, pengujian ekstrak daun sirih secara in vivo yang
mempunyai efektivitas untuk menurunkan jumlah bakteri susu dari sapi penderita
mastitis yang kemudian di injeksikan dengan intramamaria pada sapi yang
dianggap terkena penyakit mastitis.
5.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Lutviandhitarani, G, dkk. Green Antibiotic Daun Sirih (Piper betle l.) Sebagai
Pengganti Antibiotik Komersial untuk Penanganan Mastitis, Jurusan
Peternakan, Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro
Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah Fakultas Peternakan dan
Pertanian UNDIP
15
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan
Vol. 05 No. 1 Januari 2017
ISSN 2303-2227
Hlm: 29-3
ABSTRACT
One of the popular livestock product in Indonesia is chicken meat. Poultry
farm use antibiotics to treatment of poultry disease, therapy, supportive or
prevention and food additive to improve chicken performance. However, use
antibiotic not suitable with regulation can be residues to poultry product.
The residues can affect various disease such as allergy, toxicity, affecting
intestinal flora, immune response, resistance to microorganisms and etc. The
purpose of this study is to know about how many case of residue antibiotic in
indonesia and improve awareness poultry farmers and consumer about the
dangerous of antibiotics in poultry product. In 1993- 2004 case about
antibiotics residues in poultry product in indonesia was found. The range of
antibiotic residues found in chicken meat is 8% -70%. The case antibiotics
residues in poultry product found in some area with different various types
antibiotics. Antibiotics residues case in 2011-2016 in Indonesia was decrease,
even some research not found the antibiotics residues case in poultry
product. But, another researcher found antibiotics residues from tetraciclyn
in poultry product with small concentration (4,1% and 4,17%). While,
antibiotics residues case in chicken liver is more than antibiotics residues
case in chicken meat (4.17% -83.3%).
16
PENDAHULUAN
Daging merupakan pangan asal hewani yang menjadi kebutuhan pokok
bagi kehidupan manusia karena memiliki kandungan gizi dan sebagai sumber
protein. Protein hewani sangat penting karena mengandung asam-asam amino
yang mendekati susunan asam amino yang dibutuhkan manusia, serta lebih
mudah dicerna dan lebih efisien pemanfaatannya. Daging ayam merupakan salah
satu produk asal ternak yang memiliki angka konsumsi cukup tinggi, karena
selain mudah diperoleh, pertumbuhannya cepat, dan harganya juga lebih
terjangkau dibanding dengan jenis ternak besar (Saniwati et al. 2015). Kebutuhan
daging ayam ras pedaging (broiler) cenderung meningkat setiap tahun.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2011-
2014, perkembangan konsumsi protein hewani khususnya dari daging ayam ras
per kapita masyarakat Indonesia cenderung terus meningkat sebesar 2,27% per
tahun. Peningkatan konsumsi daging ayam nasional didukung pertumbuhan
jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat yang cenderung meningkat.
17
Peternakan broiler umumnya rentan terhadap serangan penyakit yang
disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, jamur, lingkungan dan kekurangan salah
satu unsur nutrisi (Tamalluddin, 2012). Penggunaan antibiotik pada industri
peternakan umumnya bertujuan untuk pengobatan ternak sehingga mengurangi
resiko kematian dan mengembalikan kondisi ternak menjadi sehat. Pada industri
peternakan, pemberian antibiotika juga digunakan sebagai imbuhan pakan (feed
additive) untuk memacu pertumbuhan (growth promoter), meningkatkan
produksi, dan meningkatkan efisiensi penggunaan pakan (Bahri et al. 2005).
Namun penggunaan obat-obatan, antibiotika, feed additive ataupun hormon
pemacu pertumbuhan hewan yang tidak sesuai anjuran dan tidak sesuai dengan
dosis yang ditetapkan dapat menyebabkan residu pada produk ternak yang
dihasilkan (Bahri et al. 2005).
18
Selama tahun 1990an, pelarangan penggunaan antibiotik sebagai promotor
pertumbuhan di Uni Eropa mulai diterapkan (larangan tersebut mulai berlaku
tahun 2006) karena dikhawatirkan adanya residu pada produk-produk ternak
seperti daging, telur serta susu (Maron et al. 2013). U.S Agriculture Department
melakukan pemeriksaan terhadap daging, unggas, dan produk olahan telur, jarang
ditemukan residu pada level yang aman. Pusat pengendalian dan pencegahan
penyakit di Amerika melaporkan bahwa bakteri resisten semakin meningkat dan
mengkhawatirkan karena pemberian antibiotik dengan dosis yang rendah dalam
jangka waktu yang lama. Karena hal tersebut, akhirnya FDA juga mulai
membatasi penggunaan antibiotik sebagai promotor pertumbuhan (Friden, 2013).
19
METODE PENGUJIAN RESIDU ANTIBIOTIK
Residu antibiotik pada daging ayam dan hati ayam ditemukan pada
penelitian Hartati et al. (1993), Darsono (1996), Dewi et al. (1997), Murdiati et
al., (1998), Widiastuti et al., (2004), Wijaya (2011), Werdiningsih et al. (2013),
Consalesius et al. (2014), Marlina et al. (2015), Yulianti et al. (2016) dengan jenis
antibiotik yang beragam. Berdasarkan data pada Tabel 1. Dapat dilihat bahwa
pada penelitian - penelitian yang dilakukan pada rentang tahun 1993-2004 kisaran
residu antibiotik yang ditemukan pada daging ayam cukup besar yaitu antara 8% -
70%. Banyaknya sampel yang terpapar residu antibiotik dimungkinkan karena
pemakaian antibiotik yang cenderung berlebihan dan kurang tepat tanpa
pemperhatikan aturan pemakaian. Sekitar 30,08% peternak ayam pedaging skala
kecil tidak mempunyai dokter hewan dan mendapat obat langsung dari distributor
20
atau importir sehingga penggunaan obat-obatan cenderung tidak mengikuti aturan
yang benar (Kusumaningsih et al. 1997).
Tabel 1. Beberapa kasus residu antibiotika yang ditemukan pada daging ayam dan
hati ayam di Indonesia
Daging ayam
21
Daging
ayam Jatim 60 13,2 Antibiotik Hartati et al. (1993)
Daging
ayam Bali 50 8 Sulfa Dewi et al. (1997)
Daging Oksitetrasikli
ayam Jabar 93 70 n Murdiati et al. (1998)
Daging
ayam Jabar 36 - - Wijaya (2011)
Daging
ayam Bogor 24 4,17 Tetrasiklin Marlina et al. (2015)
Daging
ayam 13 provinsi 156 - - Yulianti et al. (2016)
Hatiayam
Hati Oksitetrasikli
ayam Jatim 30 83,3 n Darsono (1996)
22
Hati
ayam Bogor 24 45,83 Makrolida Marlina et al. (2015)
Hati
ayam Bogor 24 4,17 Tetrasiklin Marlina et al. (2015)
masih ditemukannya residu antibiotik pada daging ayam, walaupun dalam jumlah
yang sedikit.
23
imunopatologi (reaksi alergis). Residu antibiotika juga berdampak negatif bagi
ekonomi karena dapat mengakibatkan penolakan produk terutama bila produk
tersebut di ekspor ke negara yang konsisten dan serius dalam menerapkan sistem
keamanan pangan.
24
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Anthony T. 1997. Food Poisoning. Departement Of Biochemistry Colorado
Estate University. New York.
Botsoglou, NA, Fletouris, DJ. 2000. Drug Residues in Foods. Marcel Dekker, Inc,
USA.
Consalesius, AN, Annytha, IRD, Diana, AW. 2014. Pengkajian Residu Tetrasiklin
dalam Daging Ayam Pedaging, Ayam Kampung dan Ayam Petelur Afkir
yang Dijual di Kota Kupang. Jurnal Kajian Veteriner Vol.2 No. 2 : 175-181.
ISSN: 2356-4113
Donkor, ES, Mercy, JN, Sammy, CKT, Nocholas, TKDD, Elizabeth, B, Michael,
O. 2011. Investigation into the risk of exposure to antibiotic residue
contaminating meat and egg in Ghana. Food Control. 22:869-873.
Donkor, ES. 2011. Investigation into the risk of exposure to antibiotic residues
contaminating meat and egg in Ghana, Food Cont 22:869-873.
Donoghue, DJ. 2003. Antibiotic residues in poultry tissues and eggs: human
health concerns? Poult. Sci. 82, 618e621.
Friden, T. 2013. Antibiotic Resistence Threats in the United States 2013. U.S.
Centers for Disease Control and Prevention.
26
Hartati, T, Sarmanu, S, Prawesthirini, Ivone, M. 1993. Pemeriksaan residu
antibiotika pada ayam pedaging di beberapa pasar di wilayah Kotamadya
Surabaya. Media Kedokteran Hewan 9(1):36-43.
Iyo. 2015. Peternak, penyakit bakteri dan antibiotika. Majalah Infovet Online.
(http://www.majalahinfovet. com/2007/10/peternak-penyakit-bakteri-
dan.html) Diakses tanggal 3 November 2017
Kabir, JVJ, Umoh E, Kwaga, JKP. 2004. Veterinary drug use in poultry farms and
determination of antimicrobial drug residues in commercial eggs and
slaughtered chicken in Kaduna State, Nigeria. Food Control. 15:99-
Wijaya, MR. 2011. Residu Antibiotik pada daging Ayam dan Sapi dari Pasar
Tradisional di Provinsi Jawa Barat. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor. Skripsi
27
PRODUKSI ANTIBIOTIKA SECARA FERMENTASI DARI BIAKAN
MIKROORGANISME SIMBION RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii
ABSTRAK
Antibiotika merupakan bahan baku obat yang sangat memegang peranan penting
dalam menanggulangi penyakit infeksi di Indonesia. Pemakaian antibiotik yang
kurang terkontrol menyebabkan timbulnya resistensi mikroba patogen terhadap
antibiotik sehingga penemuan antibiotik baru yang memiliki khasiat farmakologik
sangat diperlukan. Kebanyakan antibiotik yang telah digunakan saat ini
merupakan hasil isolasi alami dari tanah atau perairan. Penelitian ini dimaksudkan
untuk skrining mikroorganisme penghasil antibiotika dari sumber bahan alam
Indonesia, khususnya rumput laut Eucheuma cottonii asal perairan Takalar.
Isolasi bakteri dilakukan dengan metode tuang menggunakan medium Marine
agar, dilanjutkan dengan pemurnian menggunakan metode gores sebelum
dilakukan proses produksi melalui fermentasi. Uji aktivitas antimikroba dilakukan
terhadap supernatan hasil fermentasi menggunakan metode difusi agar pada
medium Muller Hinton agar untuk bakteri uji Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Hasil penelitian isolasi bakteri simbion dari rumput laut
Eucheuma cottonii diperoleh 3 isolat bakteri yaitu EC-1, EC-2 dan EC-3. Hasil uji
antagonis menunjukkan bahwa setiap isolat dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme uji. Berdasarkan dari hasil uji aktivitas dalam menghambat
mikroorganisme patogen, isolat EC-2 memperlihatkan potensi yang baik untuk
dikembangkan sebagai mikroorganisme penghasil antibiotika. Coloni EC-2
berbentuk lonjong dengan warnaputih. Produk isolat bakteri simbion EC-2
memperlihatkan daya hambat rata-rata terhadap Escherichia coli sebesar 9.43 mm
28
dibandingkan dengan antibiotika kloramfenikol baku pada konsentrasi 30 ppm
yang memiliki daya hambat 7,32 mm. Uji aktifitas dari produk isolat bakteri
simbion EC-2 juga memperlihatkan hasil yang serupa dengan baku antibiotika
ampisilin pada konsentrasi 30 ppm terhadap bakteri Staphylococcus aureus
dengan daya hambat masing-masing sebesar 6,21 mm dan 6,25 mm. Pengamatan
mikroskopik dan uji pewarnaan memperlihatkan bahwa isolat EC-2 terdiri atas
bakteri coccus gram negatif yang berbentuk lonjong. Isolat ini dapat
menggunakan galaktosa sebagai sumber karbonnya.
29
PENDAHULUAN
30
penumpukan sampah (8) dan 5 spesies mikroorganisme peng-hasil antibiotika dari
tiram jenis Crassostrea iredalei, yang terdiri dari 1 spesies bakteri dan 4 spesies
jamur. Salah satu mikroorganisme dari spesies tersebut adalah Chrysosporium sp
(9).
31
antibiotika yang ada dan juga untuk menunjang program pemerintah tentang
produksi bahan baku obat dalam negeri.
32
METODE PENELITIAN
Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan dicuci bersih dengan deterjen lalu dibilas dengan
air kran dan terakhir dengan akuades. Alat tersebut kemudian dikeringkan di oven
pada suhu 60 – 70oC dan ditutup dengan aluminium foil. Untuk tabung reaksi dan
labu erlenmeyer terlebih dahulu disumbat dengan kapas bersih kemudian
disterilkan. Alat yang terbuat dari gelas disterilkan dalam oven pada suhu 180 oC
selama 2 jam, sedangkan alat-alat yang tidak tahan pemanasan tinggi dan berskala
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121OC, tekanan 2 atm selama 15 menit.
Jarum ose disterilkan dengan cara pemanasan langsung hingga memijar.
Pembuatan Medium
33
di atas penangas air dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15
menit dengan tekanan > 1 atm.
Medium Produksi
34
Isolasi Bakteri Simbion
Rumput laut (Eucheuma cottonii) dicuci dengan air laut steril lalu
dimasukkan ke dalam mesin penghalus (blender) dan ditambah air laut steril.
Sampel dihaluskan dan diambil sarinya se-banyak 10 ml lalu dimasukkan dalam
botol peng-encer berisi 90 ml air laut steril (pengenceran 10-1). Pengenceran
bertingkat dibuat hingga 10-5. Seba-nyak 1 ml dari pengenceran 10-1 dipipet untuk
di-inokulasikan ke dalam cawan petri lalu dimasukkan medium Marine Agar. Hal
yang sama dilakukan pada pengenceran selanjutnya, lalu semua cawan petri
diinkubasi pada suhu 37oC selama 1-5 hari.
Purifikasi bakteri
Uji Antagonis
35
Produksi Metabolit Sekunder
Pada setiap medium uji terdapat kontrol positif yaitu larutan ampisilin
baku 30 ppm pada cawan petri yang berisi inokulum Staphylococcus aureus,
sedangkan larutan kloramfenikol 30 ppm untuk Escherichia coli. Adanya aktivitas
antibiotika ditandai dengan terbentuknya zona bening di seki-tar kertas cakram
setelah masa inkubasi dan di-ukur diameter zona hambatannya dengan meng-
gunakan jangka sorong.
36
didispersikan dengan akuades steril hingga batas tanda dan dikocok hingga larut.
Selanjutnya dari larutan tersebut di-pipet 3 ml ke dalam labu ukur 100 ml dan
ditambah akuades steril hingga batas tanda volume.
37
Karakterisasi Mikroorganisme
Identifikasi biokimia
Uji Indol
38
permukaannya ditetesi dengan reagen kovac sekitar 0,25 ml. Uji positif ditandai
dengan adanya cincin merah.
Uji polisakarida
Isolasi bakteri simbion dari rumput laut Eucheuma cottonii dengan metode
tuang dengan variasi pengenceran dari 10-1 sampai 10-5 (Gambar 1 dan 2)
menghasilkan tiga jenis isolat awal bakteri simbion yaitu: EC-1, EC-2, EC-3.
Hasil isolasi awal dapat dilihat pada Gambar 3.
-5 -4 -3 -2 -1
10 10 10 10 10
39
Gambar 1. Sampel sari rumput laut (Eucheuma cottonii) yang telah diencerkan
dengan air laut steril
Dari hasil isolasi awal diperoleh 3 isolat bakteri simbion (Gambar 4) yaitu
3 isolat bakteri endofit (EC-1, EC-2 dan EC-3). Untuk memurnikan menjadi
monokultur, isolasi dilanjutkan dengan cara menggores masing-masing isolat ke
cawan petri yang berisi medium MA baru. Hasil isolat murni ditandai dengan
bentuk koloni dan warna yang sama. Untuk mengamati apakah isolat yang
didapatkan sudah murni maka dilakukan peng-amatan makroskopik dengan cara
meletakkan 1 ose isolat pada medium MA baru.
40
Gambar 3. Hasil Isolasi awal menggunakan metode tuang
Gambar 4. Isolat bakteri simbion dari rumput laut Eucheuma cottonii hijau
EC-1 kuning
EC-2 putih
41
EC-3 putih bentuk koloni bulat
Dari hasil uji antagonis terlihat semua iso-lat bakteri simbion menghambat
pertumbuhan bak-teri Staphylococcus aureus yang ditunjukkan de-ngan tidak
menyebarnya koloni bakteri dari daerah goresan dan terkhusus isolat EC-1
memperlihat-kan adanya zona bening di sekitar goresan (Gambar 5).
42
Dari hasil uji antagonis terlihat semua iso-lat bakteri simbion menghambat
pertumbuhan bak-teri Erchericiae coli yang ditunjukkan dengan tidak
menyebarnya koloni bakteri dari daerah goresan dan terkhusus isolat EC-1
memperlihatkan adanya zona bening di sekitar goresan (Gambar 6).
Hasil fermentasi isolat EC-1 dalam shaker memberi warna bening dan
tidak mengandung gumpalan, sedangkan isolat EC-2 dan EC-3 mem-beri warna
bening keruh dan tanpa gumpalan. Sebelum dilakukan uji aktivitas antibiotika
terlebih dahulu dilakukan proses sonifikasi dengan tujuan untuk memecahkan
dinding sel bakteri agar mu-dah untuk mengekstraksi metabolit antibiotika yang
berada dalam sel. Selanjutnya dilakukan sentrifu-gasi dengan kecepatan 3000 rpm
selama 15 menit untuk memisahkan supernatan dari residu.
Pada pengujian daya hambat didapatkan hasil bahwa setiap produk isolat
bakteri simbion memiliki aktivitas berspektrum luas terhadap se-mua
mikroorganisme uji dengan tingkat pengham-batan yang bervariasi. Dari Tabel 2,
juga dapat dilihat bahwa produk isolat bakteri simbion EC-2 memperlihatkan
daya hambat terbesar terhadap bakteri Escherichia coli (9.43 mm) dibandingkan
dengan antibiotika kloramfenikol baku (7,32 mm). Sedangkan aktifitas lebih
rendah terlihat pada produk isolat bakteri simbion EC-2 pada bakteri
43
Staphylococcus aureus (6,21 mm) dibandingkan antibiotika ampisilin baku (6,25
mm).
Pembanding
S.aureu
s E.coli
- 7,42
- 7,41
Rata-Rata 0 7,41
6,24 9,17
6,2 9,16
6,53 -
44
6,13 -
ampisilin baku 30
6,24
ppm
6,25
Gambar 6 menunjukkan hasil yang sama dengan yang ditunjukkan pada uji
antagonis ter-hadap bakteri S.aureus. Hal ini sangat jelas terlihat bahwa setiap
goresan bakteri Escherichia coli tidak ada yang menyebar dari daerah goresannya.
kloramfenikol baku
30 7,48
ppm 7,35
Rata-Rata 0 7,32
45
Karakterisasi Mikroorganisme Simbion
Bentuk
46
EC-3 Coccus Bakteri gram negatif
menguraikan
karbohidrat
47
Fermentasi
48
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
a) Isolasi bakteri simbion dari rumput laut Euche-uma cottonii (hijau) asal
Kabupaten Takalar, diperoleh 3 isolat bakteri yaitu EC-1, EC-2 dan EC-3.
b) Hasil uji antagonis didapatkan bahwa setiap isolat dapat menghambat
pertumbuhan mikro-organisme uji seperti Staphylococcus auresus dan
Escherichia coli.
c) Hasil uji aktivitas antibiotika dari produk isolat bakteri simbion EC-2
memperlihatkan daya hambat terbesar terhadap bakteri Escherichia coli (9.43
mm) dibandingkan dengan antibiotika kloramfenikol baku konsentrasi 30 ppm
(7,32 mm). Sedangkan uji aktifitas dari produk isolat bakteri simbion EC-2
dan EC-3 memperlihatkan hasil yang sama dengan baku antibiotika ampi-silin
terhadap bakteri Staphylococcus aureus (6,21 mm) dibandingkan antibiotika
ampisilin baku konsentrasi 30 ppm (6,25 mm).
d) Semua jenis bakteri yang diperoleh dari rumput laut Eucheuma cottonii,
termasuk ke dalam kelompok bakteri gram negatif.
Saran
49
DAFTAR PUSTAKA
Sirait, M., 1984, Peningkatan Pemanfaatan Bahan Baku Alam dalam Upaya
Kesehatan Masyarakat, Proceeding Seminar Nasional Ke-kayaan Alam
Indonesia sebagai Bahan Baku Obat, Bandung.
Sasongko, S.A dan P. Tarigan, 1987, Isolasi dan Skrining Mikroorganisme Tanah
dari Ordo Actinomycetes yang Antagonis Terhadap Bebe-rapa
Mikroorganisme Patogen, Proceeding Seminar Nasional Antibiotika,
Bandung.
Naid, T., dan Kasim, S., 1990, Isolasi dan Karakterisasi Kandungan Antibiotika
dari Mikro-organisme Tanah yang berasal dari Malino, Laporan Penelitian
OPF, Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.
Kasim, S., 1997, Produksi Penisilin V dengan Fermentasi Curah dari Biakan
Penicillium chry-sogenum ATCC 26818, Majalah Farmasi dan
Farmakologi, Vol.1 No. 1.
50
Betina, V., 1983, The Chemistry and Biology of Antibiotics, Elsevier Scientific
Publishing Co.,Amsterdam.
Naid, T., dan Kasim, S., dan Abdullah, 1992, Isolasi dan Karakterisasi
Kandungan Antibiotika dari Mikroorganisme Rumput Laut Eucheuma
spinosum yang berasal dari Takalar, Laporan Penelitian DPP, Lembaga
Penelitian Universi-tas Hasanuddin, Ujung Pandang.
Kasim, S., Ermina, P., dan Syukur, R., 1998, Isolasi Mikroorganisme Penghasil
Antibiotika dari Tiram (Crassostrea iredalei), Laporan Penelitian Dosen
Muda (PDM)-Dikti, Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin, Makassar.
Kasim, S., dan Ermina., dan Syukur, R., 2000, Produksi Antibiotika secara
Fermentasi Meng-gunakan Mikroorganisme dari Tiram (Crasso-strea
iredalei), Laporan Penelitian Dosen Muda (PDM)-Dikti, Lembaga
Penelitian Universitas Hasanuddin, Makassar.
51
Green Antibiotic Daun Sirih (Piper betle l.) Sebagai Pengganti Antibiotik
Komersial untuk Penanganan Mastitis
(Green antibiotic betel leaf (Piper betle l.) as a substitute for commercial
antibiotic in mastitis treatment)
ABSTRACT
The present study was carried out to investigate the possible antibacterial activity
of betel leaf on the amount and microscopic appearance of mastitis-causing
bacteria. The randomized block design with 5 treatment groups were : K group
(mastitis milk only as negative control), Ab group (mastitis milk + antibiotic
penicillin-dihydrostreptomycin as positive control), S1 group (mastitis milk +
1,25 ml betel leaf water extract), S2 group (mastitis milk+ 2,5 ml betel leaf water
extract), and S3 group (mastitis milk + 5 ml betel leaf water extract). The result
showed that the amount of bacteria in the betel leaves groups (S1, S2, and S3
groups) were lower (P< 0,05) than that of the control group (K group).
Nonetheless the different concentration of betel leaf water extract in the S1, S2
and S3 groups did not affect to the amount of bacteria (P> 0,05). Moreover, this
research showed that betel leaf water extract had the same effectiveness with
commercial antibiotic penicillin-dihydrostreptomycin to inhibit the growth of
bacteria as indicated by the same amount of bacteria (P>0,05) among the betel
leaf groups (S1, S2, and S3 groups) and the Ab group. Gram-positive and
negative bacteria were seen in the K group. However, only Gram-negative
bacteria were visible in the betel leaf groups (S1, S2, and S3 groups) and in the
Ab groups, indicating that betel leaf had the same effectiveness as penicillin-
dihydrostreptomycin to inhibit the growth of Gram-positive bacteria.
52
PENDAHULUAN1
Daun sirih mengandung fenol, yang memiliki peran sebagai racun bagi
mikroba dengan menghambat aktivitas enzimnya. Katekol, pirogalol, quinon,
eugenol, flavon dan flavonoid merupakan termasuk golongan fenol dan
mempunyai kemampuan sebagian bahan antimikroba (Suliantari et al., 2008),
sedangkan menurut Mursito (2002) saponin dan tannin pada daun sirih bersifat
sebagai antiseptik pada luka permukaan, bekerja sebagai bakteriostatik yang
biasanya digunakan untuk infeksi pada kulit, mukosa dan melawan infeksi pada
luka serta flavanoid selain berfungsi sebagai bakteriostatik juga berfungsi sebagai
anti inflamasi. Dalam penelitian Zalizar (2009) ekstrak daun sirih maupun salep
daun sirih terbukti dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus dan
bakteri Escherichia coli yang merupakan bakteri yang umum ditemukan pada
susu mastitis. Penelitian tersebut menggunakan biakan bakteri Staphylococcus
53
aureus dan bakteri Escherichia coli dalam media spesifik. Seperti yang diketahui,
mastitis tidak hanya disebabkan oleh bakteri patogen Staphylococcus aureus dan
bakteri Escherichia coli saja dan sampai dengan saat ini pengujian efektivitas
antibakterial dari bahan herbal terhadap susu penderita mastitis belum pernah
dilakukan.
Daun sirih hijau segar sebanyak 100 gram dicuci bersih dan disterilkan
dengan alkohol. Selanjutnya, ditambah dengan 1 liter aquades steril kemudian
dipanaskan hingga mendidih dan aquades berkurang menjadi 500 ml. Setelah
didinginkan, air rebusan tersebut kemudian digunakan untuk percobaan secara in
vitro.
Susu dikoleksi dari sapi mastitis yang sebelumnya telah diuji terlebih
dahulu menggunakan metode California Mastitis Test (CMT) (Sudarwanto,
1999).
Uji Pengaruh Rebusan Daun Sirih Terhadap Koloni Bakteri Dalam Susu
Mastitis Secara In Vitro
54
menggunakan uji Total Plate Count (TPC). Semua sampel diinkubasi pada suhu
37°C selama 2x24 jam.
Pewarnaan Gram
55
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil uji yang telah dilakukan, rebusan daun sirih mampu
menghambat pertumbuhan bakteri dalam susu mastitis subklinis, ditunjukkan dari
jumlah bakteri pada kelompok perlakuan rebusan daun sirih (S1, S2, dan S3) yang
lebih sedikit (P<0,05) dibandingkan kontrol (K) (Tabel 1). Dibuktikan dalam
penelitian Poeloengan et al. (2005) bahwa, pengujian ekstrak daun sirih secara in
vitro (metode cakram) dan in vivo (dipping) mempunyai efektivitas untuk
menurunkan jumlah bakteri susu dari sapi penderita mastitis.
56
jumlah koloni bakteri yang tidak berbeda nyata (P>0,05) antara kelompok
perlakuan daun sirih (S) dan antibiotik (Ab). Kandungan zat antibakteri yang
terdapat dalam daun sirih sangat efektif digunakan dalam menghambat
pertumbuhan bakteri, seperti yang dikemukakan oleh Dalimartha (2005) bahwa,
diketahui daun sirih memiliki minyak atsiri, minyak atsiri mengandung sitral dan
eugenol yang berfungsi sebagai anastetik antiseptik.
57
Pada S1, S2, dan S3 menunjukkan penampang bakteri berwarna merah
serta berbentuk batang pendek dan terlihat membentuk rantai yang bergerombol
dari ciri-ciri tersebut menandakan bahwa bakteri yang terkandung dalam sampel
susu yang dipakai adalah bakteri Gram negatif, hal ini sesuai pendapat Madigan et
al. (2006), bahwa bakteri Gram negatif adalah bakteri yang tidak dapat
mempertahankan zat warna kristal violet sewaktu pewarnaan Gram, sehingga
akan berwarna merah apabila diamati menggunakan mikroskop.
Kepadatan bakteri pada preparat apusan (S1, S2, dan S3) terlihat
berkurang dibandingkan kontrol.. Tidak adanya bakteri Gram positif pada S1, S2,
S3 diduga karena bakteri Gram positif lebih sensitif terhadap zat antimikroba
seperti tanin yang terdapat pada rebusan daun sirih, hal ini sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Tian et al.(2009) bahwa bakteri Gram positif
(Staphylococcus aureus) lebih sensitif terhadap ekstrak daun sirih dibanding
bakteri Gram negatif (Escherichia coli) yang mengandung senyawa tanin lebih
efektif melawan bakteri Gram positif dari pada Gram negatif. Sensitifitas bakteri
Gram positif diduga karena perbedaan struktur dinding sel yang dimiliki bakteri
Gram positif dan Gram negatif, seperti yang dikemukakan oleh Maillard (2002)
bahwa perbedaan struktur dinding sel berpengaruh pada ketahanannya terhadap
perlakuan antimikroba. Diperkuat oleh Pelczar dan Chan (1988) bahwa perbedaan
struktur dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif memberikan respon
berbeda dalam pewarnaan Gram maupun pemberian antibiotik.
58
bakteri, sehingga bersifat membunuh bakteri (Yuningsih, 2004). Pemberian
antibiotik pada media padat akan menghambat atau mengganggu sintesis dari
dinding sel bakteri, antibiotik akan menyebar atau berdifusi ke dalam media
sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan atau perkembangbiakan bakteri Gram
positif dan bakteri Gram negatif (Satish,1990). Berdasarkan hasil pengamatan
yang telah dilakukan, hanya bakteri Gram negatif yang ditemukan pada kelompok
daun sirih (S) dan kelompok antibiotik (Ab) hal ini membuktikan bahwa daun
sirih mempunyai efektivitas yang sama dengan antibiotic penicillin
dihydrostreptomycin dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif.
59
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Pengolahan dan jumlah daun sirih merah (Piper croatum) terhadap pertumbuhan
Porphyromonas gingivalis (Kajian in vitro). Universitas Gajah Mada
[skripsi].
Maillard, J. J., 2002. Bacterial Target Sites for Biocide Action. J. of Applied
Microbiology Symposium Supplement (92): 16 S- 27 S.
Moeljanto, R.D. dan Mulyono, 2003. Khasiat Manfaat Daun Sirih: Obat Mujarab
Dari Masa ke Masa, PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.\
Mursito, B., 2002. Ramuan Tradisional Untuk Penyakit Malaria, PT. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Poeloengan, M., M.N. Susan dan Adriani. 2005. Efektivitas ekstrak daun sirih
(Piper betle Linn) terhadap mastitis subklinis. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12-13 September 2005. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Hal 1015-1019.
60
Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1. UI Press.
Jakarta Saleh, E., 2004. Teknologi Pengolahan Susu Dan Hasil Ikutan
Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Sumatera Utara.
SNI. 2008. Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika pada Daging,
Telur, dan Susu Secara Bioassay, BSN, Jakarta.
Tian, F., B. Li, B. Ji, J. Yang, G. Zhang, Y. Chen and Y. Luo. 2009. Antioxidant
and antimicrobial activities of consecutive extracts from Galla chinensis :
The polarity affects the bioactivities. Food Chemistry 113: 173-179.
61
FERMENTASI DAN ISOLASI ANTIBIOTIKA T 0594SY10-A
ABSTRAK
62
PENDAHULUAN
Dalam pengobatan modern saat ini penggunaan antibiotika tetap
memegang peranan yang penting. Hal ini disebabkan karena dengan ditemu-
kannya penisilin sebagai antibiotika pertama pada tahun 1929 oleh Alex- ander
Fleming, maka perkembangan penelitian yang mengarah pada pene-muan baru
terus dikembangkan. Para ahli berusaha menemukan obat-obatan yang mampu
menyelamatkan jutaan manusia dari serangan penya-kit infeksi dan penyakit lain
yang membahayakan dunia seperti kanker, hepatitis dan malaria.
Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan antibiotika baru di negara-
negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang terutama diarahkan
kepada pemanfaatan sum- ber daya alam seoptimal mungkin menggunakan
rekayasa genetik de-ngan peranan bioteknologi sangat me-nentukan. Aplikasi
media bioindustri semakin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, yang puluhan
tahun se-belumnya hanyalah angan-angan ilmiah. Antibiotika menurut Waksman
adalah suatu substansi yang dihasil-kan oleh mikroorganisme yang dalam jumlah
yang kecil sekalipun mampu menghalangi pertumbuhan atau mem-bunuh
mikroorganisme lain.
Matarrhizium anisopliae (Me-tonikoff) merupakan salah satu jenis fungi
yang termasuk dalam kelas Den-tromycetes yang dapat digunakan se-bagai
bioinsektisida. Untuk menguji aktivitas antibiotika digunakan bebe- rapa
mikroorganisme uji seperti Can-dida albicans, Aspergillus niger, Try-choderma
viridiae, Escherichia coli dan Staphylaccccus aureus.
63
METODE PENELITIAN
Bahan
Biakan murni Metarrhizium anisopliae diperoleh dari laboratorium Dinas
Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan. Medium inokulum yang me-ngandung
karbohidrat dan ekstrak ragi. Medium produksi berupa E me-dium yang kaya
akan zat-zat gizi yang sangat dibutuhkan mikroorganisme. Mikroorganisme uji
terdiri dari Candida albicans, Aspergillus niger, Trychoder- ma virideae,
Escherichia coli dan Sta- phylococcus aureus.
Pembuatan Media Inokulum
Medium mengandung maltose 1,0 %, ekstrak ragi 0,2 % dan air suling
hingga 100%. Maltose dan ekstrak ragi dilarutkan dalam air suling dan diatur pH
nya pada 7,2. Kemudian larutan disterilkan di dalam otoklaf selama 15 menit pada
suhu 121°C.
Pembuatan Media Produksi
Medium mengandung pati ter-larut 1,5%, glukosa 1,0%, soybean meal
2,0%, ebios 0,5%, NaCl 0,25% dan CaC03 0,3% dan air suling hingga 100%.
Semua bahan dilarutkan dalam air suling dan diatur pada pH 7,6. La- rutan
disterilkan di dalam otoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C.
Pembuatan Media Glukose Nutrien Agar
Medium mengandung glukosa 1,0%, ekstrak ragi 0,5%, pepton 1,0%,
NaCl 0,25%, agar 1,5% dan air suling hingga 100%. Bahan dilarutkan de-ngan air
suling dan diatur ada pH 7,2. Larutan disterilkan di dalam otoklaf selama 15
menit pada suhu 121°C.
Fermentasi
Metarrhizium anisopliae di-biakkan pada medium inokulum steril di atas
"reciprocal shaker" dengan ke-cepatan 130 stroke/menit selama 24 jam pada
suhu 27°C. Strain yang sedang tumbuh tersebut ditanam pada media produksi
steril, kemudian difer-mentasikan di atas "reciprocal shaker" dengan kecepatan
putaran 130 stroke/ menit selama 120 jam pada suhu 27°C. Hasil fermentasi inilah
yang akan mengasilkan antibiotika.
64
Isolasi dan Pemurnian
Antibiotika diisolasi dari kaldu fermen- tasi sesudah diputar dan di-
pisahkan dari bagian miselia. Anti-biotika pada bagian miselia di- isolasi dengan
menggunakan metanol. Hasil penyarian diuapkan dengan "rotary evaporator".
Pemurnian antibiotika di-lakukan melalui pemisahan secara kromatografi kolom,
kromatografi lapis tipis preparatif dan rekristalisasi. Un-tuk mendeteksi
antibiotika digunakan lampu ultra violet, uap iodium dan larutan asam sulfat
encer.
Pengujian Secara Mikrobiologi Dan Spektrofotometri
Pengujian secara mikrobiologi dilakukan secara difusi menggunakan
pencadang yang berdiameter luar 8 mm dan diameter dalam 6 mm de-ngan tinggi
10 mm. Pengujian dilaku-kan terhadap kaldu fermentasi, hasil penyarian metanol
dan antibiotika mentah (crude antibiotics).
Medium glukosa nutrien agar dipanaskan di atas penangas air hingga
mencair, dibiarkan sampai suhu 400 – 500C, kemudian dituang-kan ke dalam
masing-masing cawan petri sebanyak 10 ml sebagai lapis dasar dan didiamkan
sampai mem-beku. Pada tabung reaksi steril yang telah berisi suspensi
mikroorganisme uji 1 ml, dituangkan pada medium glukosa nutrien agar sebanyak
5 ml, dicampur baik-baik, lalu dituang ke dalam cawan petri yang telah berisi
medium tadi, kemudian dibiarkan membeku. Setelah itu pencadang di- letakkan
dan diisi dengan bahan uji, lalu diinkubasikan pada suhu 300C selama 24 sampai
48 jam.
Identifikasi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer ultra violet
dan infra merah. Masing-masing dimasudkan untuk mengetahui serap-an
maksimum dan adanya gugusan fungsional dari T0594SY10-A.
65
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas antimikroba dari kal-du fermentasi terhadap Staphylococ-cus
aureus, Candida albicans, dan Trycoderma viridiae menunjukkan adanya daya
hambat pertumbuhan dan daya hambat terbesar terlihat pada Candida albicans.
Sedang peng-ujian pada Escherichia coll dan Aspergillus niger tidak
menunjukkan adanya daya hambat pertumbuhan.
66
KESIMPULAN DAN SARAN
67
DAFTAR PUSTAKA
Ilatwy, K., 1993, Pengantar Penge-lolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, 180.
Pelczar, M.J. & E.C. Chan, 1977, Laboratory Excercise in Microbio-logy, 4th ed.,
McGraw- Hill Book Co., New York, 85 - 88, 291 - 299.
Kurata, H & Y. Ueno, 1984, Toxige-nic Fungi, Their Toxins and Health Hazard.
Elsevier, Tokyo, 121, 123.
Jenie, V., 1992, Biosintesis Meta-bolit Sekunder. Makalah dalam Pekan Ilmiah
Farmasi, Yogyakarta.
Weinstein, M.J & G.H Wagmen, 1978, Antibiotic Isolation, Separat-ion and
Purification, Elsevier SC. Pub. Co., New York, 387.
Lorian, V., 1986, Antibiotics in La-boratory Medicine. 2nd ed., Willians &
Wilkins, London, 8, 34
68
69