Anda di halaman 1dari 9

Buletin Psikologi ISSN 0854-7106 (Print)

2017, Vol. 25, No. 1, 45 – 53 ISSN 2528-5858 (Online)


DOI: 10.22146/buletinpsikologi.27193 https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi

Terapi Musik: Bebas Budaya atau Terikat Budaya?


Alma Marikka Geraldina1
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Abstract
Music therapy began to show its existence as one of the new therapeutic methods. Music
therapy which was previously identic with Western society, is now starting to be used in
Indonesia. It began to develop as one of therapy methods in psychology field. Along with
the development of music therapy, the issues around music therapy are also an interesting
study material. Newly developed music therapy in Indonesia often has very different
application methods between one and another study, and the use of music as a method of
therapy is still being debated issue to find good operational standards. Therefore, this paper
attempts to examine the growing cultural-related assumptions around music and music
therapy.
Keywords: culture, cultural psychology, cultural-related music therapy, music, music
therapy, psychology of music

Pengantar terapi musik sebagai hiburan (music therapy


entertainment), guided imagery, improvisasi,
Dibukanya klinik terapi musik1 oleh dan mendengarkan musik (Yinger, 2017).
Conservatory of Music Universitas Pelita Musik yang digunakan dalam terapi musik
Harapan Jakarta pada bulan Maret 2015, sendiri disarankan merupakan musik yang
menunjukkan pada publik bahwa terapi lembut dan teratur seperti instrumentalia
musik mulai menarik perhatian masyarakat dan musik klasik (Dillman Carpentier &
Indonesia, khususnya dari kalangan Potter, 2007).
akademisi (“Conservatory of Music UPH
Perkembangan terapi musik yang
Buka Klinik Terapi Musik,” 2015). Terapi
tergolong masih baru, tentunya tidak lepas
musik sendiri merupakan intervensi yang
dari berbagai perdebatan yang masih
sedang berkembang belakangan ini sebagai
mempertanyakan efektivitas, standar
sebuah intervensi sistematis dengan terapis
prosedur, musik yang digunakan dan
yang membantu klien untuk meningkatkan
berbagai hal lain yang menjadi detail dalam
kesehatan menggunakan pengalaman
terapi. Meski begitu, popularitas terapi
musik dan hubungan yang berkembang
musik semakin menanjak dari waktu ke
diantaranya sebagai kekuatan dinamis
waktu. Jika dahulu terapi musik banyak
perubahan (Bruscia, 2014).
dilakukan oleh masyarakat-masyarakat
Treatment dalam terapi musik dilaku- Barat, di masa sekarang Indonesia sudah
kan dalam berbagai metode, diantaranya mulai mempertimbangkan untuk menggu-
dengan menyanyi dan bermain instrumen, nakan terapi musik meskipun penggunaan-
menulis lagu, memilih lagu, reviu nya masih eksklusif dan terbatas (Rahardjo,
kehidupan bermusik (musical life review), 2016).
Seiring dengan perkembangannya,
1 Korespondensi mengenai artikel ini dapat dilaku- pertanyaan mengenai detail-detail terapi
kan melalui: alma.marikka.g@ugm.ac.id

Buletin Psikologi 45
GERALDINA

musik mendorong dilakukannya riset untuk sehingga suara dering jam weker di pagi
mengungkap hal-hal baru yang belum hari, suara kucuran air di kamar mandi,
diangkat menjadi sebuah isu yang penting. suara desis penggorengan di dapur, suara
Tulisan ini dibuat sebagai salah satu kajian mobil di garasi, belum dapat disebut
mengenai unsur universalitas dan lintas sebagai musik jika tidak memenuhi unsur
budaya yang terdapat dalam terapi musik. keberaturan yang penting terdapat dalam
Diharapkan tulisan ini mampu memberikan musik (Campbell, 2001).
sumbangan bagi keilmuan psikologi
khususnya pada pengembangan Musik sebagai Sarana Terapi
pendekatan terapi musik.
Dalam perkembangannya, musik selalu
berkembang mengikuti perkembangan aktif
Pembahasan dari masyarakat. Pada zaman dahulu,
musik digunakan sebagai katalis untuk
Apa yang Dimaksud dengan Musik? menstimulasi emosi dan mengantarkan
individu pada kondisi istriahat dan
Pemandangan orang-orang berolahraga di
relaksasi sampai kemudian orang-orang
pagi hari dengan earphone di telinga sambil
Yunani pada abad kelima sebelum masehi
mengangguk-angguk tentunya tidak asing
menggunakan jenis musik tertentu untuk
lagi dijumpai. Orang-orang berhenti di
mengatasi orang-orang yang memiliki
jalanan untuk mendengarkan pemusik
masalah (Grocke & Wigram, 2007). Musik
jalanan mendendangkan lagunya, orang-
yang digunakan untuk penyembuhan pada
orang bernyayi mengikuti irama lagu yang
perkembangannya mengilhami lahirnya
diputar melalui handphone, orang-orang
terapi musik.
bersenandung mengikuti lagu yang diputar
di pusat perbelanjaan juga tentunya juga Terapi musik merupakan terapi yang
bukan merupakan pemandangan yang dilakukan menggunakan musik dan aktivi-
jarang dijumpai lagi. Ketika ditanya, apa tas musik untuk memfasilitasi proses terapi
yang sedang mereka lakukan? Mereka akan dalam membantu kliennya. Sebagaimana
menjawab “saya sedang mendengarkan halnya terapi yang merupakan upaya yang
musik”. Namun apakah yang dimaksud dirancang untuk membantu orang dalam
dengan ‘musik’ itu sendiri? konteks fisik atau mental, terapi musik
mendorong klien untuk berinteraksi,
Djohan (2009) mendefinisikan musik
improvisasi, mendengarkan, atau aktif
sebagai produk pikiran, maka dari itu
bermain musik (Djohan, 2006).
elemen vibrasi (fisika dan kosmos) dalam
bentuk frekuensi, amplitudo, dan durasi World Federation of Music Therapy
belum menjadi musik bagi manusia sampai menjelaskan terapi musik sebagai
semua itu ditransformasi secara neurologis penggunaan profesional dari musik dan
dan diintepretasikan melalui otak menjadi elemennya sebagai salah satu intervensi
pitch (nada-harmoni), timbre (warna suara), dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan
dinamika (keras-lembut), dan tempo (cepat- lingkungan sehari-hari dengan individu,
lambat). Musik adalah suara yang disusun kelompok, keluarga, atau komunitas yang
demikian rupa sehingga mengandung mencoba untuk melakukan optimalisasi
irama, lagu, dan keharmonisan terutama kualitas hidupnya dan meningkatkan
suara yang dihasilkan dari alat-alat yang kesehatan fisik, sosial, komunikatif,
dapat menghasilkan bunyi (Suryana, 2012). emosional, intelektual, spiritualnya serta
Musik berkaitan dengan unsur keberaturan, kondisi well-being dirinya (Edwards, 2017).

46 Buletin Psikologi
TERAPI MUSIK: BEBAS BUDAYA ATAU TERIKAT BUDAYA?

Lebih lanjut, terapi musik dapat dide- Musik juga menyediakan media relaksasi
finisikan sebagai sebuah aktivitas terapeutik dengan komunikasi lewat ritme, men-
yang menggunakan musik sebagai media dengarkan musik, isyarat non-verbal,
untuk memperbaiki, memelihara, mengem- eksplorasi, gerakan, dan improvisasi (Torres
bangkan mental, fisik, dan kesehatan emosi. ML, Ramos V, Suarez PC, Garcia S, &
Terapi musik juga dijelaskan sebagai sebuah Mendoza M, 2016).
proses intervensi sistematis dengan terapis
yang membantu klien untuk meningkatkan Musik sebagai Sarana Terapi: Bebas Budaya vs
kesehatan menggunakan pengalaman Terikat Budaya
musik dan hubungan yang berkembang
Musik dan manfaatnya sebagai sarana
diantaranya sebagai kekuatan dinamis
penyembuhan dalam terapi telah banyak
perubahan (Bruscia, 2014). Pengertian yang
diungkapkan dalam berbagai penelitian dan
sama juga diberikan oleh Do (2012) yang
berbagai literatur. Musik sendiri dianggap
menjelaskan terapi musik sebagai penggu-
merupakan sesuatu yang ”spesial” sebagai
naan klinis dari intervensi musik untuk
metode terapi, dikarenakan adanya
mencapai tujuan individual dalam hubung-
pendapat yang menjelaskan jika musik
an terapeutik oleh seorang profesional yang
merupakan bahasa universal yang mem-
sudah menyelesaikan program pendidikan
fasilitasi belajar, membangun hubungan,
terapi musik.
self-expression, dan komunikasi (Havlat,
Selama ini terapi musik banyak diguna- 2006).
kan untuk mengatasi berbagai permasa-
Do (2012) menjelaskan bahwa musik
lahan seperti untuk menurunkan stres
bersifat universal. Musik akan menyediakan
(Rosanty, 2014), terapi musik untuk
“jembatan” alami antara individu dengan
menurunkan kecemasan pada pasien yang
individu lain, dengan lingkungan, memfa-
akan menjalani pengobatan (Savitri,
silitasi hubungan, belajar, self-expression dan
Fidayanti, & Subiyanto, 2016). Musik juga
komunikasi. Musik menangkap dan
digunakan sebagai media untuk mening-
membantu memelihara perhatian. Musik
katkan well-being (Weinberg & Joseph, 2017),
juga sangat memotivasi dan digunakan
dan sebagai media intervensi untuk
sebagai natural reinforcer untuk respon yang
pengembangan kemampuan anak autis
diinginkan (Do, 2012).
(Eren, 2015; Havlat, 2006; Kim, Wigram, &
Gold, 2008; Lim, 2010; Shi, Lin, & Xie, 2016). Alasan universalitas dari musik inilah
yang selanjutnya banyak digunakan
Penelitian-penelitian tersebut menun-
menjadi pijakan dalam berbagai penelitian
jukkan jika terapi musik memiliki manfaat
yang menggunakan musik sebagai media
untuk menurunkan stress, meningkatkan
utama terapi, seperti penelitian yang
well-being individu dan bahkan dapat
dilakukan oleh Havlat (2006) yang
dikembangkan sebagai media untuk
menggunakan musik sebagai sarana terapi
optimalisasi perkembangan kemampuan
untuk mengembangkan kemampuan
penyandang autis karena musik yang
komunikasi verbal dan non-verbal anak
mampu menjembatani komunikasi antara
autis. Penelitian ini menggunakan terapi
terapis dengan subjek dalam komunikasi
musik karena menganggap musik sebagai
verbal maupun non-verbal. Terapi musik
aspek universal pengganti bahasa yang
memberikan fasilitas pada individu yang
dapat digunakan untuk membangun
menjalani terapinya untuk masuk dalam
komunikasi dengan anak autis (Havlat,
proses yang emosional, bebas, dan kreatif.
2006). Penelitian lain yang dilakukan oleh

Buletin Psikologi 47
GERALDINA

Fritz juga menunjukkan bahwa musik Persepsi emosi adalah kemampuan


dalam tataran tertentu memiliki aspek yang untuk mengidentifikasi dan menguraikan
dapat dikenali secara universal seperti pada emosi pada wajah, gambar, suara, dan
ekspresi wajah dan emotional prosody (Fritz artefak budaya seperti musik. Musik sendiri
et al., 2009). merupakan kode emosi yang dapat
Terapi musik adalah terapi yang diterjemahkan secara subjektif. Keakuratan
universal dan bisa diterima oleh semua deteksi emosi dari sebuah musik/lagu dapat
orang karena tidak membutuhkan kerja disejajarkan dengan deteksi emosi dari
otak yang berat untuk menginterpretasi ekspresi atau ekspresi verbal. Unsur prosodi
alunan musik. Terapi musik sangat mudah dalam musik juga merupakan salah satu
diterima organ pendengaran dan kemudian unsur dalam komunikasi dasar yang
melalui saraf pendengaran disalurkan ke berperan sebagai kode informasi yang
bagian otak yang memproses emosi (sistem memungkinkan pembicaraan menjadi dapat
limbik) (Reza, Ali, Saeed, Abul-Qasim, & dirasakan, lebih dari sekedar verbal saja. Di
Reza, 2007). Namun di sisi lain, beberapa sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh
pendapat menyatakan bahwa musik adalah Scherer et al., menunjukkan jika ada
sebuah produk budaya. pengaruh kultur yang spesifik dalam
mengidentifikasi emosi dalam musik
Unsur-unsur budaya yang terdapat
(dalam Argstatter, 2016).
dalam musik terlihat jelas dalam beberapa
penelitian terbaru. Salah satunya adalah Hasil dari penelitian tersebut menjelas-
penelitian yang dilakukan oleh Argstatter kan jika emosi dasar yang disampaikan
(2016) yang mencoba meninjau apakah lewat musik diterima oleh pendengar sesuai
emosi dalam musik dirasakan secara uni- dengan latar belakang budaya yang
versal oleh pendengar dengan background dimilikinya. Hal ini menjelaskan sisi lain
kultur yang berbeda. Penelitian mengenai dari adanya pengaruh budaya dalam musik.
persepi emosi dari musik menjadi penting Penelitian serupa dilakukan oleh Laukka et
karena musik dalam intepretasinya tidak al. (2013), yang mencoba menggali apakah
bisa dipisahkan dari emosi (Argstatter, emosi bisa dikomunikasikan dengan musik
2016). dalam setting kultur yang berbeda.
Penelitian tersebut dibuat karena dilatar-
Ditinjau dari sejarahnya, musik di masa
belakangi perdebatan apakah ekspresi dari
lalu terikat dengan dua fungsi pokok, yaitu
musik merupakan hal yang dapat
sebagai sarana nemesis (dari bahasa Yunani
diidentifikasi secara universal atau kultural.
yang artinya transformasi dan imitasi dari
Musik sebagai fenomena muncul di
luar ke dalam diri manusia) dan juga
berbagai kultur, ditambah bahwa unsur
katarsis yang mengandung arti pemurnian
utama dari musik seperti pitch dan durasi
jiwa melalui pengalaman emosional. Pada
merupakan aspek yang dapat dikenali
perannya sebagai sarana nemesis, musik
secara universal. Di sisi lain, musik juga
ditunjukkan dalam permainan opera yang
dianggap sebagai produk kultur karena
tidak hanya membawakan musiknya saja
persepsi dan kognisi dari struktur elemen
namun juga dituntut untuk menjiwai peran
musik yang dikenali secara berbeda oleh
yang dibawakannya. Sedangkan sebagai
manusia dengan background kultur yang
sarana katarsis, musik dipandang sebagai
berbeda (Laukka, Eerola, Thingujam,
saran mengekspresikan diri. Maka dari itu
Yamasaki, & Beller, 2013).
musik sangat erat kaitannya dengan emosi
(Djohan, 2006).

48 Buletin Psikologi
TERAPI MUSIK: BEBAS BUDAYA ATAU TERIKAT BUDAYA?

Penelitian tersebut menunjukkan hasil menggunakan musik klasik untuk menu-


bahwa ada perbedaan keakuratan dari in- runkan stres kerja pada pegawai rumah
group dan out-group dalam setting lintas sakit daerah (Kurnianingsih, Suroso, &
budaya. Hasil ini menjelaskan jika Muhajirin, 2017). Penelitian serupa dilaku-
partisipan yang berasal dari latar belakang kan oleh Rosanty, yang menggunakan
budaya yang sama atau yang berdekatan musik klasik Mozart untuk mengatasi stres
memiliki penilaian yang mirip terhadap mahasiswa yang sedang mengerjakan
emosi yang dirasakan dari musik, skripsi (Rosanty, 2014). Penelitian-penelitian
sedangkan partisipan yang berasal dari latar ini mendasarkan pada pemikiran bahwa
belakang budaya yang berbeda jauh, musik klasik akan memberikan efek
misalnya dari negara-negara Asia dengan penyembuhan yang luar biasa bagi
masyarakat Barat, menunjukkan penilaian pendengarnya, contohnya adalah efek
yang berbeda terhadap emosi yang Mozart (Campbell, 2001).
dirasakan dari musik. Hasil penelitian Seperti yang sudah dijelaskan sebelum-
tersebut menunjukkan bahwa musik nya bahwa musik tidak bisa dipisahkan dari
sebenarnya juga terikat dengan budaya emosi yang terkandung di dalamnya,
(Laukka et al., 2013). penelitian-penelitian yang menggunakan
Lebih lanjut, Juslin dan Sloboda (2008) musik untuk menurunkan stres dan
mengungkapkan bahwa kebudayaan memi- kecemasan jelas melibatkan emosi dalam
liki peran terhadap respons emosi melalui penggunaan musiknya, maka dari itu
musik sebagai stimulasi non-verbal. Masya- tampaknya penggunaan musik barat perlu
rakat dengan budaya tertentu memiliki cara untuk dijadikan bahan pertimbangan
respons dan ekspresi yang berbeda pula. kembali mengingat sulit untuk melakukan
Kajian terhadap latar belakang penciptaan adaptasi terhadap modul terapi musik dari
musik juga terkait erat dengan kondisi Barat dan langsung menerapkannya pada
budaya dan aspek-aspek sosiopsikologis klien Indonesia. Pertimbangan ini diberikan
yang ada di lingkup pencipta musik pada karena sulit untuk memastikan bahwa klien
tempat dan waktu tertentu (Juslin & akan mempersepsikan emosi yang dituang-
Sloboda, 2008). Sementara itu, masih kan dalam musik sama seperti yang
banyak intervensi terapi musik khususnya diharapkan saat pemberian musik.
di Indonesia yang dalam pemberian musik- Untuk menyediakan musik yang cocok
nya dalam konteks terapi tidak memper- digunakan dalam sesi terapi, diperlukan
hatikan faktor-faktor budaya yang mungkin pemahaman lebih lanjut dari latar belakang
terdapat dalam prosesnya, salah satunya pembuatan musik, terutama pesan emosi
adalah terapi musik untuk klien orang apa yang akan disampaikan dalam musik,
Indonesia menggunakan musik klasik barat. karena dikhawatirkan pesan yang
Saat ini banyak penelitian di Indonesia ditangkap oleh pendengar berbeda dengan
yang menggunakan musik klasik barat pesan sesungguhnya yang dituangkan
sebagai musik yang digunakan sebagai penulis dalam musiknya karena ada peran
sarana intervensi dalam terapi musik kultur (Argstatter, 2016). Penjelasan tersebut
terutama untuk mengatasi stress dan dapat digambarkan dalam Brunswik’s Lens
kecemasan. Diantaranya penelitian yang Model (Fan, 2014), seperti berikut.
dilakukan oleh Kurniangsih et al. yang

Buletin Psikologi 49
GERALDINA

Accoustic & Musical Cues


Encoding Decoding
Dynamics
The performer’s The listenener’s
Rhythm
intended affective
Timbre
expression judgement
Register
Tonality
Structure
Gambar 1.
Brunswik.s Lens Model (Fan, 2014)

Meninjau dari bagan tersebut, emosi penelitian tersebut terapi musik untuk
yang ingin disampaikan oleh pemain musik masyarakat Afrika-Amerika berbeda karena
melewati proses encoding ke dalam bentuk mereka memiliki spiritual-religiusitas, juga
musik, kemudian melalui proses decoding paham masyarakat kolektivis yang berbeda
sebelum sampai ke pendengar. Dalam dengan masyarakat kulit putih. Faktor-
proses encoding dan decoding ini terdapat faktor ini nantinya memengaruhi prosedur,
faktor budaya yang menjadi latar belakang bahasa, lagu-lagu, dan detail lainnya yang
pemain musik dengan pendengar. Latar digunakan dalam terapi musik. Contohnya
belakang budaya yang dimiliki oleh pemain masyarakat Afrika-Amerika tersebut bisa
dan pendengar ini nantinya akan meme- diterapi menggunakan musik-musik gereja,
ngaruhi tersampaikannya intensi yang musik-musik tradisional, dan sebagainya
sesungguhnya dari musik yang diterima (Goelst, 2016).
oleh pendengar. Bisa jadi maksud sesung- Hal ini merupakan salah satu dari
guhnya yang ingin disampaikan dari musik kekurangan terapi musik yang belum
menjadi “bergeser” dikarenakan dipersepsi- banyak disorot. Terapi musik mungkin
kan oleh pendengar sebagai maksud lain. merupakan metode yang efektif untuk
Asumsi ini dikhawatirkan akan terjadi pada melakukan intervensi demi perubahan
penelitian-penelitian yang menggunakan klien, namun faktor-faktor budaya yang
media musik klasik barat dalam proses masih terikat di dalamnya perlu diperhati-
intervensinya untuk klien orang Indonesia. kan dan dimodifikasi lebih lanjut sebelum
Pemilihan atau pembuatan lagu-lagu memberikan stimulus musik yang akan
dalam terapi musik digunakan untuk digunakan dalam setting terapi. Namun
meminimalisasi faktor latar belakang penjelasan ini juga membuka kemungkinan
budaya tidak hanya dari kliennya saja akan adanya pengembangan terapi-terapi
namun dari latar belakang budaya terapis musik di masa depan menggunakan budaya
juga. Jika terapis dan klien memiliki faktor lokal tetapi dengan standardisasi yang lebih
latar belakang budaya yang sangat berbeda layak seperti terapi musik menggunakan
dikhawatirkan hal ini akan memengaruhi gamelan juga terapi menggunakan lagu-
proses terapi itu sendiri (Goelst, 2016). lagu daerah mengingat Indonesia kaya akan
Seperti penelitian yang dilakukan oleh budaya termasuk keseniannya. Selain lagu
Goelst pada tahun 2016. Goelst melakukan yang dipilih mempertimbangkan faktor
penelitian mengenai kultur yang sensitif budaya, faktor-faktor lain yang sekiranya
dalam terapi musik. Dicontohkan dalam memengaruhi seperti faktor keluarga dan

50 Buletin Psikologi
TERAPI MUSIK: BEBAS BUDAYA ATAU TERIKAT BUDAYA?

religiusitas yang khas dari masyarakat terikat dengan latar belakang budaya klien
Indonesia juga perlu dipertimbangkan yang terlibat di dalamnya. Keterikatannya
dalam proses pemilihan lagu dan proses dengan budaya ini membuat terapi musik
berjalannya terapi. Selanjutnya diperlukan perlu memperhatikan detail-detail lagu
standardisasi prosedur terapi untuk yang digunakan dalam terapi dengan
menghasilkan terapi musik yang efektif. memperhatikan latar belakang klien yang
Di masa depan, kritik tentang adanya akan mendapatkan terapi. Namun keter-
peran budaya dalam terapi musik mungkin batasan ini diharapkan justru membuka
akan mengilhami lahirnya metode musik kemungkinan untuk dikembangkannya
terapi yang bersifat multikultural. Dengan terapi musik lanjutan berbasis kesenian
begitu terapi musik akan terus berkembang tradisional di masa depan.
dan dapat memperbaiki diri terus menerus
di masa depan. Daftar Pustaka

Argstatter, H. (2016). Perception of basic


Penutup
emotions in music: Culture-specific or
Universalitas yang dimiliki musik merupa- multicultural? Psychology of Music, 44(4),
kan salah satu alasan mengapa musik 674–690.
dikembangkan menjadi sarana terapi pada Bruscia, K. E. (2014). Defining music therapy
akhirnya. Musik digunakan untuk meng- (3rd ed). Gilsum, NH: Barcelona
hadirkan situasi yang diinginkan dalam Publishers.
setting terapi, musik digunakan untuk Campbell, D. G. (2001). The Mozart effect:
membangun komunikasi dengan pasien Tapping the power of music to heal the
bahkan melalui jalur non-verbal dalam body, strengthen the mind, and unlock the
terapi, musik bahkan juga digunakan untuk creative spirit. New York: Quill.
menghadirkan emosi-emosi positif dan
Conservatory of Music UPH Buka Klinik
mengurangi emosi-emosi negatif yang
Terapi Musik. (2015, April 22).
terdapat dalam diri klien terapi (Djohan,
Retrieved from http://www.uph.edu/id/
2006).
component/wmnews/new/2162-
Bertolak belakang dengan konsep conservatory-of-music-uph-buka-klinik-
tersebut, musik justru tidak dapat diidenti- terapi-musik.html
fikasi secara universal seperti dari segi
Dillman Carpentier, F. R., & Potter, R. F.
persepsi emosi dalam musik yang ternyata
(2007). Effects of music on physiological
diidentifikasi sesuai dengan latar belakang
arousal: Explorations into tempo and
budaya dari pendengar musik tersebut.
genre. Media Psychology, 10(3), 339–363.
Sementara musik yang dihadirkan dalam
setting terapi digunakan sebagai sarana Djohan. (2006). Terapi musik: Teori dan
untuk melakukan kontrol terhadap emosi aplikasi. Yogyakarta: Galangpress.
klien. Berdasarkan penjelasan tersebut Djohan. (2009). Psikologi musik. Yogyakarta:
apakah masih bisa dikatakan jika terapi Best Publisher.
musik sifatnya bebas dari budaya? Do, W. D. M. T. (2012). Music therapy.
Terapi musik mungkin metode yang Retrieved from http://registration.ocali.
efektif digunakan sebagai metode intervensi org/rms_event_sess_handout/5942_Han
namun masih memiliki keterbatasan yang dout.pdf
sebelumnya kurang diperhatikan yaitu

Buletin Psikologi 51
GERALDINA

Eren, B. (2015). The use of music Kim, J. (2006). The effects of improvisational
interventions to improve social skills in music therapy on joint attention behaviours
adolescents with autism spectrum in children with autistic spectrum disorder.
disorders in integrated group music unknown. Retrieved from http://vbn.
therapy sessions. Procedia - Social and aau.dk/ws/files/66948224/jinah_kim.pdf
Behavioral Sciences, 197, 207–213. doi: Kim, J., Wigram, T., & Gold, C. (2009).
10.1016/j.sbspro.2015.07.125 Emotional, motivational and inter-
Fan, Q. (2014). Research of lens model in personal responsiveness of children
music emotional communication. with autism in improvisational music
BioTechnology: An Indian Journal, 10(19). therapy. Autism, 13(4), 389–409. doi:
Retrieved from http://www. 10.1177/1362361309105660
tsijournals.com/abstract/research-of- Kurnianingsih, D., Suroso, J., & Muhajirin,
lens-model-in-music-emotional- A. (2017). Efektifitas terapi musik klasik
communication-8144.html terhadap penurunan stres kerja perawat
Fritz, T., Jentschke, S., Gosselin, N., IGD di RSUD dr. R. Goetheng
Sammler, D., Peretz, I., Turner, R., … Taroenadibrata Purbalingga tahun 2013.
Koelsch, S. (2009). Universal Recog- Prosiding Seminar Nasional & Interna-
nition of Three Basic Emotions in Music. sional. Retrieved from http://jurnal.
Current Biology, 19(7), 573–576. unimus.ac.id/index.php/psn12012010/ar
doi:10.1016/j.cub.2009.02.058 ticle/view/870
Goelst, I. L. (2016). Multicultural music Laukka, P., Eerola, T., Thingujam, N. S.,
therapy: A manual on cultural sensitivity in Yamasaki, T., & Beller, G. (2013).
music therapy practice. The Florida State Universal and culture-specific factors in
University. Retrieved from http:// the recognition and performance of
search.proquest.com/openview/9576abb musical affect expressions. Emotion,
71833230ec65e305f1776397c/1?pq- 13(3), 434–449. doi: 10.1037/a0031388
origsite=gscholar&cbl=18750&diss=y Lim, H. A. (2010). Effect of “developmental
Grocke, D. E., & Wigram, T. (2007). Receptive speech and language training through
methods in music therapy techniques and music” on speech production in
clinical applications for music therapy children with autism spectrum disor-
clinicians, educators, and students. ders. Journal of Music Therapy, 47(1), 2–
London; Philadelphia: Jessica Kingsley 26.
Publishers. Retrieved from http://site. Edwards, J (Ed). (2017). The Oxford
ebrary.com/id/10182455 handbook of music therapy. Oxford:
Havlat, J. J. (2006). The effects of music therapy Oxford University Press
on the interaction of verbal and non-verbal Rahardjo, W. (2016). Terapi musik untuk
skills of students with moderate to severe kesehatan. Femina. Retrieved from
autism. California State University San https://www.femina. co.id/health-
Marcos. Retrieved from http://www. diet/terapi-musik-untuk-kesehatan
juniordrummer.com/therapy1.pdf
Reza, N., Ali, S. M., Saeed, K., Abul-Qasim,
Juslin, P. N., & Sloboda, J. A. (Eds.). (2008). A., & Reza, T. H. (2007). The impact of
Music and emotion: Theory and research music on postoperative pain and
(Reprinted). Oxford: Oxford Univ. anxiety following cesarean section.
Press. Middle East J Anesthesiol, 19(3), 573–586.

52 Buletin Psikologi
TERAPI MUSIK: BEBAS BUDAYA ATAU TERIKAT BUDAYA?

Rosanty, R. (2014). Pengaruh musik mozart Suryana, D. (2012). Terapi musik (Vols. 1–5).
dalam mengurangi stres pada Retrieved from https://books.google.
mahasiswa yang sedang skripsi. Journal co.id/
of Educational, Health and Community Torres ML, M., Ramos V, J., Suarez PC, M.,
Psychology, 3(2), 71–78. Garcia S, A., & Mendoza M, T. (2016).
Savitri, W., Fidayanti, N., & Subiyanto, P. Benefits of Using Music Therapy in
(2016). Terapi musik dan tingkat Mental Disorders. Journal of Biomusical
kecemasan pasien preoperasi. Media Engineering, 04(2). doi: 10.4172/2090-
Ilmu Kesehatan, 5(1), 1–6. 2719.1000116
Shi, Z.-M., Lin, G.-H., & Xie, Q. (2016). Weinberg, M. K., & Joseph, D. (2017). If
Effects of music therapy on mood, you’re happy and you know it: Music
language, behavior, and social skills in engagement and subjective wellbeing.
children with autism: A meta-analysis. Psychology of Music, 45(2), 257–267.
Chinese Nursing Research, 3(3), 137–141. Yinger, O. S. (2017). Music therapy: Research
doi: 10.1016/j.cnre.2016.06.018 and evidence-based practice. S.l.: Elsevier.

Buletin Psikologi 53

Anda mungkin juga menyukai