Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA NY.W DENGAN POST PARTUM SECTIO SECARIA


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Oleh :
GARDENA RIZKI INDAH
NIM : 170104060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

TAHUN 2017/2018
A. Pengertian
Sectio Saesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding rahim (Liu, 2007).
Seksio sesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2009).

B. Jenis
1. Bedah Caesar klasik /corporal.
2. Bedah Caesar transperitoneal profunda
3. Bedah Caesar ekstraperitoneal
Yang paling banyak dilakukan saat ini adalah SC transperitoneal profunda dengan insisi
dari segmen bawah uterus.
Keunggulan dari SC transperitoneal profunda :
1. Perdarahan luka insisi tidak terlalu banyak.
2. Bahaya peritonitis tidak terlalu besar.
3. Parut pada uterus umumnya kuat sehingga bahaya terjadi ruptur uteri di kemudian
hari tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.
C. Indikasi
1. Indikasi Ibu :
a. Panggul sempit
b. Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
c. Stenosis serviks uteri atau vagina
d. Plassenta praevia
e. Disproporsi janin panggul
f. Rupture uteri membakat
g. Partus tak maju
h. Incordinate uterine action
2. Indikasi Janin
a. Kelainan Letak :
1) Letak lintang
2) Letak sungsang ( janin besar, kepala defleksi)
3) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
4) Presentasi ganda
5) Kelainan letak pada gemelli anak pertama
b. Gawat Janin
3. Indikasi Kontra(relative)
a. Infeksi intrauterine
b. Janin Mati
c. Syok/anemia berat yang belum diatasi
d. Kelainan kongenital berat

D. Tekhnik Pelaksanaan
1. Bedah Caesar klasik /corporal.
a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus
uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai
sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari
operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
2) Lapisan II : lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (
lambert) dengan benang yang sama.
3) Lapisan III : Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit
secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air
ketuban
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2. Bedah Caesar transperitoneal profunda
a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1
cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan
gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin
dengan dua jari operator.
c. Stetlah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan
cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
2) Lapisan II : lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
3) Lapisan III : Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air
ketuban
i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
3. Bedah Caesar ekstraperitoneal
a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser
kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal
profunda demikian juga cara menutupnya.
4. Histerektomi Caesarian ( Caesarian hysterectomy)
a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga
cara melahirkan janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan
klem secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi
segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada
tunggul serviks uteri diatasi.
f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no.
2.
g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut (
no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.
i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera
abdominis.
j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

E. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN PADA SC


1. SC elektif : pembedahan direncanakan terlebih dahulu , karena segala persiapan
dapat dilakukan dengan baik.
2. Anestesia : anestesia umum akan mempengaruhi defensif pada pusat pernafasan
janin, anestesi spinal aman buat janin tetapi ada kemungkinan tekanan darah ibu
menurun yang bisa berakibat bagi ibu dan janin sehingga cara yang paling aman
adalah anestesi local, tetapi sering tidak dilakukan karena mengingat sikap mental
penderita.
3. Transfusi darah : pada umumnya SC perdarahannya lebih banyak disbanding
persalinan pervaginam, sehingga perlu dipersiapkan.
4. Pemberioan antibiotik : pemberian antibiotik sangat dianjurkan mengingat adanya
resiko infeksi pada ibu.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG POST SC


1. Darah lengkap : Hb, Ht, Lekosit
2. Urin kultur
3. Darah vagina & lochea

G. PENATALAKSANAAN POST OP SC
1. Pasien tidur miring dengan dimonitor tanda-tanda vital tiap 15 menit untuk jam I,
kemudian tiap 30 menit untuk jam II, dan tiap 1 jam berikutnya.
2. Pertahankan jalan nafas tetap terbuka
3. Tungkai atas dalam posisi fleksi
4. Beri analgetik
5. Pasien dapat duduk pada jam ke 8 -12 dan 24 jam post op boleh jalan
6. Setelah 6 jam post op, jika peristaltic positif dapat diberi minum
7. Klien dapat makan lunak hari I, infuse dapat di aff setelah 24 jam post op.
8. Kateter dapat dicabut 24 jam post op.
9. Luka operasi harus dilihat hari I post op, bila kotor kasa diganti, biasanya balutan
diganti pada hari ke 3-4.
10. Jahitan dapat dibuka hari ke-5 post op.
11. Pasien dapat digabung dengan bayi untuk memberikan ASI
12. Pemeriksaan lab : Hb, Ht, biasanya terjadi penurunan 2 %
13. Bila turun < 8% perlu untuk tranfusi.

H. KOMPLIKASI
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas (ringan),
atau sedang, yang berat bisa berupa peritonitis, sepsis.
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencinmg, embolisme paru
yang sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang
cara menyusui yang benar.
2. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar dengan
sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin.
5. Retensi urine berhubungan dengan spinkter yang kuat dan kaku
6. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi.
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan bina pustaka.


Adams, John., Liu, P.T.,Chun.,R.,Modlin.,R.B.,Hewison, M. (2007) Vitamin D in
defense of the human immune response [abstrak]. Annals of the New York
Academy of Science.; 1117: 94-105
Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu kandungan. Yayasan bina pustaka. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai