Anda di halaman 1dari 91

PENGARUH BESAR BUTIR TERHADAP STRUKTUR MIKRO

DAN SIFAT MEKANIK

LAPORAN SEMINAR

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Kurikulum

Mata Kuliah Perpindahan Panas Dan Pembentukkan

Disusun Oleh :

NAMA : M.NUR SATRIO

NIM : 1422110021

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TRIDINANTI PALEMBANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pada umumnya proses perlakuan panas biasa digunakan untuk

mendapatkan sifat mekanik suatu logam atau paduan sesuai dengan yang

diinginkan. Selain itu, proses perlakuan panas juga dimanfaatkan untuk

homogenisasi struktur mikro, memperhalus butir-butiran, menaikkan kekerasan,

menambah keuletan, dan meningkatkan machinability pada baja. Misalnya, pada

industri otomotif proses perlakuan panas yang dilakukan terhadap baja

digunakan untuk mendapatkan kualitas baja yang keras dan kuat agar mudah

dibentuk pada saat proses pengerjaan mesin berlangsung dalam pembuatan

komponen-komponen suatu mesin.

Perlakuan panas itu sendiri bermacam-macam antara lain annealing,

normalizing, quenching dan lain-lain, dimana masing-masing perlakuan panas

tersebut memiliki fungsi tertentu sesuai yang dibutuhkan. Seperti halnya

quenching yang merupakan suatu metode perlakuan panas yang berfungsi untuk

meningkatkan derajat kekerasan baja dengan cara memanaskannya terlebih

dahulu di dalam furnace hingga mencapai temperatur austenit yang kemudian

didinginkan melalui media air. Dan juga tempering yang berfungsi untuk

mengembalikan kekenyalan pada baja setelah dilakukan proses pemanasan

kembali terhadap baja tersebut pada suhu tertentu. Oleh karena itu, penulis ingin

menerapkan proses perlakuan panas tersebut terhadap baja karbon sedang (AISI
1035). Seperti telah diketahui bahwa baja tersebut banyak digunakan di dunia

industri dan untuk menghasilkan suatu produk dengan kualitas yang baik maka

perlu dilakukan modifikasi terhadap baja tersebut yang diantaranya dengan

memberikan perlakuan panas.

Perlakuan panas yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu Normalizing

yang dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap baja karbon AISI 1035

dan memberikan informasi tentang spesifikasi baja tersebut. Pada proses

tempering akan diberikan variasi temperatur dan lama waktu penahanan.

Kemudian akan dilihat sifat mekanik dan struktur mikro yang dihasilkan. Sifat-

sifat tersebut akan digunakan sebagai penilaian terhadap kualitas baja karbon

AISI 1035. Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh M.NUR SATRIO

memperlihatkan bahwa proses perlakuan panas Normalizing terhadap baja AISI

1035 dengan temperatur austenisasi 880 oC, 870 Oc, 860 oC, 850 oC, 840 oC, 830
oC, 820 oC, 810 oC, 800 oC dan holding time selama 5 menit.

Proses perlakuan panas merupakan proses yang dilakukan dengan

memanaskan dan mendinginkan suatu logam dalam keadaan padat untuk

mendapatkan perubahan fasa (struktur). Perubahan struktur tersebut akan

merubah sifat-sifat mekanis dari logam tersebut perlakuan panas bisa

didefinisikan sebagai suatu operasi atau kombinasi operasi yang melibatkan

pemamanasan dan pendinginan logam/ paduannya dalam keadaan padat untuk

memperoleh kondisi dan sifat-sifat yang diinginkan. Melalui perlakuan panas

yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan ukuran butir diperbesar atau

diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan

yang keras disekeliling inti yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas
yang tepat, komposisi kimia baja harus diketahui karena perubahan komposisi

kimia khususnya karbon dapat mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisik.

Semua dasar proses perlakuan panas baja adalah meliputi transormasi atau

dekomposisi austenit. Hasil dari transformasi tersebut memperlihatkan

perkembangan sifat-sifat fisik dan mekanik pada baja. Laju pendinginan

memegang peranan penting dalam Transformasi austenit ke pearlite atu martensite

dan sebagainya. Perlakun panas hanya efektif untuk paduan tertentu saja (conto:

Fe-C, aluminium bronze, dan lain-lain), sebab hal ini tergantung dari elemen yang

saling larut satu sama lain secara solid solution (larut padat). Teori perlakuan

panas didassarkan pada prinsip bahwa suatu paduan berubh struktur jika

dipanaskan ke temperatur di atas temperatur tertentu dan akan menglami perubhan

kembali bila didinginkan ke temperatur kamar. Laju pendinginan adalah faktor

penting dalam pengembangan struktur yang berbeda (lunak atau keras).

Pendinginan lambat sekitar temperatur kritis pada baja akan menghasilkan

struktur mikro pearlit (lunak) sementara pendinginan cepat (tergantung pada

komposisi kimia baja) akan menghasilkan struktur mikro martensit keras.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah

penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana persentase komposisi kimia baja AISI 1035 sebelum dilakukannya

perlakuan panas?
2. Bagaimana pengaruh perlakuan panas dengan Proses Normalizing terhadap

nilai kekerasan dan struktur mikro baja AISI 1035?

3. Bagaimana pengaruh hardening serta media pendinginan udara terhadap

kekerasan dan struktur mikro baja AISI 1035 yang digunakan?

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Baja yang digunakan pada penelitian ini adalah baja AISI 1035

2. Proses heat treatment dengan suhu pre-heating 600°C dengan waktu tahan 5

menit dilanjutkan hardening 800°C dan 825°C ditahan selama 5 menit kemudian

didinginkan dengan media pendingin.

3. Pendinginan yang digunakan yakni udara .

4. Persentase media pendinginan yang digunakan udara.

5. Proses Hardening dilakukan pada suhu 890°C ,880°C, 870°C, 860°C, 850°C,

840°C, 830°C, 820°C, 810°C, 800°C dengan holding time selama 5 menit.

6. Pengujian yang dilakukan adalah uji komposisi kimia, uji kekerasan, struktur

mikro.

1.4.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh heat treatment terhadap nilai kekerasan dan struktur

mikro.
2. Mengetahui pengaruh besar butir terhadap struktur mikro dan sifat mekanik

dengan persentase media pendingin udara terhadap nilai kekerasan baja AISI

1035.

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Dapat memberikan informasi tentang komposisi kimia, nilai kekerasan dan

struktur mikro baja AISI 1035 dari bengkel universitas tridinanti palembang.

2. Dapat dijadikan sumber referensi ilmiah bidang metalurgi, khususnya dalam

pengembangan dunia otomotif berbasis baja paduan rendah.

3. Memberikan informasi kepada dunia industri akan kelebihan perlakuan panas,

khususnya di dalam menurunkan nilai kekerasan suatu baja untuk pengembangan

produk yang lebih baik kedepannya terutama di dalam industri mesin dan

kendaraan beroda empat.

1.6.SistematikaPenulisan

Sistematika penulisan yang digunakan adalah sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Pada bab ini penjelasan secara singkat mengenai latar belakang, rumusan

masalah, batasan masalah, tujuan penelitian dan sistematika penulisan.


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikan teori yang berhubungan dengan penelitian dan

pengujian yang dilakukan.

BAB III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan rencana skematik mulai dari pemilihan bahan

pembuatan, pembuatan spesimen,pada specimen dan pengujian yang dilakukan.

BAB IV. HASIL DAN PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini di tuliskan data hasil dari pengujian yang telah dilakukan.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini dijelaskan kesimpulan dari hasil pengujian dan saran yang

diberikan penulis pada akhir pembahasan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Baja

Baja adalah salah satu logam ferro yang banyak digunakan dalam

dunia teknik dan industri. Kandungan baja yang utama diantaranya yaitu besi

dan karbon. Baja AISI 1035 terdiri dari kandungan Unsur yang paling

dominan pada kedua jenis baja paduan rendah ini adalah Dengan mengamati

prosentase C (karbon) yaitu 0,35-0,39 % sehingga baja ini termasuk baja

karbon menengah (kadar C 0,35-0,39 %) dan sisanya adalah unsur paduan.

Unsur-unsur paduan yang terdapat pada spesimen tersebut yaitu Si (Silikon)

< 0,40 %, Mn (Mangan) 0,50-0,80 %, S (Belerang) 0,020-0,035 %, Ni

(Nikel) < 0,63 %, Cr (Chrom) < 0,63 %, Mo (Molibdenum) < 0,63 %, Mn

(Mangan) 0,50-0,80%.Unsur paduan selain karbon (C) pada baja karbon

menengah ini total kurang dari 5 %, dan lainnya dengan jumlah yang dibatasi

dan berbeda-beda sehingga baja ini digolongkan baja AISI 1035.

Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah

dislokasi pada kisi kristal (crystal lattice) atom besi. Baja karbon ini dikenal

sebagai baja hitam karena berwarna hitam, banyak digunakan dari peralatan

dapur, transportasi, generator, sampai kerangka gedung dan jembatan. Kandungan

karbon dan unsur paduan lainnya yang divariasikan berbagai jenis kualitas baja

bisa didapatkan. Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan


kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength), namun disisi lain

membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility) .

2.2. Klasifikasi Baja

Baja dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi kimianya seperti kadar

karbon dari paduan yang digunakan. Berikut ini klasifikasi baja berdasarkan

komposisi kimianya:

1. Baja Karbon

Baja karbon terdiri dari besi dan karbon. Oleh karena itu, pada umumnya

sebagian besar baja hanya mengandung karbon dengan sedikit unsur

paduan lainnya. Perbedaan persentase kandungan karbon dalam campuran

logam baja menjadi salah satu pengklasifikasian baja. Berdasarkan

kandungan karbon, baja dibagi ke dalam tiga macam,yaitu:

a. Baja karbon rendah (Low Carbon Steel)

Baja karbon rendah adalah baja yang mengandung karbon (0,05 % -

0,30%), machine, machinery dan mild steel. Sifatnya mudah ditempah dan

mudah di mesin, dengan kadar C. (0,05% - 0,20%)C : automobile bodies,

buildings, pipes, chains, rivets, screws, nails.

b. Baja karbon sedang (Medium Carbon Steel)

Baja karbon sedang adalah Kekuatan lebih tinggi dari pada baja karbon

rendah, Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, atau dipotong.(0,30% -


0,40%)C : Connecting rods, crank pins, axles. (0,40%- 0,50%)C : car

axles, crankshaft, rails, boilers.(0,50% -060%)C : hammers, dan sledges.

c. Baja karbon tinggi (High Carbon Steel)

Baja karbon tinggi merupakan baja yang mengandung karbon sebesar

0,60%-1,50% dan memiliki tahan panas yang tinggi, kekerasan tinggi,

tetapi keuletannya lebih rendah. Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan

dipotong Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung di dalam baja maka

karbon ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas dan alat-alat

perkakas seperti palu, gergaji atau pahat potong. Selain itu, baja jenis ini

banyak digunakan untuk keperluan industri lain seperti pembuatan kikir,

pisau cukur, mata gergaji, palu dan lainnya).

2.2.1. Baja Paduan

Baja paduan didefinisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu

atau lebih unsur campuran seperti nikel, mangan, molibdenum, kromium,

vanadium dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang

dikehendaki, seperti sifat kekuatan, kekerasan dan keuletannya. Paduan dari

beberapa unsur yang berbeda memberikan sifat khas dari baja. Misalnya baja yang

dipadu dengan nikel, mangan dan krom akan menghasilkan baja yang mempunyai

sifatkeras dan ulet. Baja paduan dibagi menjadi tiga macam yaitu:
a. Baja paduan rendah (Low Alloy Steel)

Low alloy steel merupakan baja paduan dengan kadar unsur paduan rendah

(kurang dari 2,5%), mempunyai kekuatan dan ketangguhan lebih tinggi

daripada baja karbon dengan kadar karbon yang sama atau mempunyai

keuletan lebih tinggi dari pada baja karbon dengan kekuatan yang sama.

Baja jenis ini biasanya digunakan untuk perkakas seperti Crank shaft,

poros dan gear.

b. Baja paduan menengah (Medium Alloy Steel)

Baja paduan menengah merupakan baja dengan paduan elemen 2,5%-10%.

Unsur-unsur yang terdapat pada baja jenis ini diantaranya Cromium,

Mangan, Nikel, Sulfur, Silikon, Posfor,Tintanium dan lain-lain.

c. Baja paduan tinggi (High Alloy Steel)

Baja paduan tinggi merupakan baja paduan dengan kadar unsur paduan

lebih dari 10%. Unsur-unsur yang terdapat pada baja jenis ini diantaranya

unsur Cromium, Mangan, Nikel, Sulfur, Silikon, Posfor, Tintanium dan

Vanadium. Contoh Steinless stell Tipe 316 L dan lain-lain.


2.3. Pengaruh Unsur Paduan pada Baja

Pengaruh unsur-unsur paduan dalam baja adalah sebagai berikut.

1. Silikon (Si); (terkandung dalam jumlah kecil didalam semua bahan besi dan

dibubuhkan dalam jumlah yang lebih pada jenis-jenis istimewa). Silikon

dapat meningkatkan kekuatan, kekerasan, keuletan, ketahanan aus,

ketahanan terhadap panas dan karat serta ketahanan terhadap kekerasan.

Tetapi menurunkan regangan, kemampuan untuk dapat ditempa dan dilas.

2. Mangan (Mn); meningkatkan kekuatan, kekerasan, kemampuan untuk dapat

di tempering menyeluruh, ketahanan aus, penguatan pada pembentukan

dingin,tetapi menurunkan kemampuan serpih.

3. Nikel (Ni); meningkatkan keuletan, kekuatan, pengerasan menyuluruh,

ketahanan karat, tahanan listrik (kawat pemanas), tetapi menurunkan

kecepatan pendinginan regangan panas.

4. Krom (Cr); meningkatkan kekerasan, kekuatan, batas rentang ketahanan

aus, kemampuan diperkeras, kemampuan untuk dapat ditemper menyeluruh,

ketahanan panas, kerak, karat dan asam, pemudahan pemolesan, tetapi

menurunkan regangan (dalam tingkat kecil).

5. Molibdenum (Mo); meningkatkan kekuatan tarik, batas rentang,

kemampuan untuk dapat di tempering menyeluruh, batas rentang panas,

ketahanan panas dan batas kelelahan, suhu pijar pada perlakuan panas,

tetapi menurunkan regangan.


6. Kobalt (Co); meningkatkan kekerasan, ketahanan aus, ketahanan karat dan

panas, daya hantar listrik serta kejenuhan magnetis.

7. Vanadium (V); meningkatkan kekuatan, batas rentang, kekuatan panas dan

ketahanan lelah, suhu pijar pada perlakuan panas, tetapi menurunkan

kepekaan terhadap sengatan panas yang melewati batas pada perlakuan

panas.

8. Wolfram (W); meningkatkan kekerasan, kekuatan, batas rentang, kekuatan

panas, ketahanan terhadap normalisasi dan daya serat, tetapi menurunkan

regangan.

2.4. Sifat-sifat Baja

Baja memiliki dua sifat yang sangat penting untuk dikaji dan dipelajari

yaitu: sifat mekanik dan fisik. Adapun penjelasan mengenai sifat mekanik dan

fisik dari baja adalah sebagai berikut:

1. Sifat mekanik baja

Sifat mekanik suatu bahan adalah kelakuan dan ketahanan logam terhadap

beban-beban tarikan , lenturan, puntiran, geseran, tekanan,goresan, gesekan.

Baikyang diakiatkan beban statik atau dinamik pada temperatur tinggi,

temperatur biasa (normal) dan temperatur dibawah nol.


Beberapa sifat mekanik bahan, dijelaskan sebagai berikut:

a. Keuletan (ductility) adalah sifat dari suatu bahan liat yang mempunyai

gaya regangan (tensile strain) relatif besar sampai dengan titik kerusakan

yang memungkinkan dibentuk secara permanen.

b. Ketangguhan (thoughness) adalah sifat suatu bahan yang menunjukkan

besarnya energi yang dibutuhkan untuk mematahkan bahan. Dimana

kemampuan bahan ini juga dapat menyerap energi sampai patah.

c. Kekuatan tarik (tensile test) adalah kekuatan tarik dari suatu bahan

ditetapkan dengan membagi gaya maksimum dengan luas penampang

mula. Setelah titik leleh, tegangan terus naik dengan berlanjutnya

deformasi plastis sampai titik maksimum dan kemudian menurun sampai

akhirnya patah.

Sifat mekanik baja dipengaruhi oleh bagaimana cara mengadakan ikatan

antara karbon dengan besi. Berdasarkan prosesnya, terdapat 2 bentuk utama

kristal saat karbon mengadakan ikatan dengan besi yaitu:

a. Ferit adalah besi murni (Fe) terletak rapat saling berdekatan tidak teratur,

baik bentuk maupun besarnya. Ferit merupakan bagian baja yang paling

lunak, ferit murni tidak cocok digunakan sebagai bahan untuk benda kerja

yang menahan beban karena kekuatannya kecil.


b. Perlit merupakan campuran antara ferrit dan sementit dengan kandungan

karbon sebesar 0,8%. Struktur perlit mempunyai kristal ferrit tersendiri

dari serpihan sementit halus yang saling berdampingan dalam lapisan tipis

mirip lamel.

2.4.1. Sifat fisik baja

Sifat fisik suatu bahan adalah sifat yang berhubungan dengan struktur

atomnya.Adapun penjelasan dari sifat fisik baja adalah:

a. Komposisi kimia

Baja memiliki kandungan unsur-unsur di dalamnya dengan persentase

yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, untuk mengetahui kandungan unsur

kimia yang terdapat pada logam atau baja dari suatu benda uji, perlu

dilakukannya uji komposisi kimia ataukomposisi kimia berfungsi untuk

mengetahui kandungan unsur kimia pada suatu logam.

b. Struktur mikro

Selain komposisi kimia, terdapat pula struktur mikro. Struktur mikro

bertujuan untuk mengetahui susunan fasa pada suatu benda uji atau

spesimen. Struktur mikro dan sifat paduannya dapat diamati dengan

berbagai cara, salah satunya yaitu dengan cara mengamati struktur suatu

bahan yaitu dengan teknik metalografi (pengujian mikroskoptik). Alat

mikroskop mikro yang digunakan biasanya yaitu mikroskop optik sinar X

dan stereo.
2.5. Baja Karbon AISI 1035

2.5.1. Pengertian Baja Aisi 1035

Baja crankshaft, shaft, dan gear merupakan baja karbon AISI 1035 yang

sering digunakan pada kendaraan darat, terutama kendaraan roda empat.

Penggunaan baja AISI 1035 sebagai shaft, crankshafts, dan gear kendaraan untuk

transportasi darat masih relevan eksistensinya yang mana hampir 85% untuk

kendaraan mobil, khususnya truk masih menggunakan model baja paduan rendah

sebagai komponen utamanya.

Baja AISI 1035 terdiri dari kandungan Unsur yang paling dominan

pada kedua jenis baja paduan rendah ini adalah Dengan mengamati

prosentase C (karbon) yaitu 0,35-0,39 % sehingga baja ini termasuk baja

karbon menengah (kadar C 0,35-0,39 %) dan sisanya adalah unsur paduan.

Unsur-unsur paduan yang terdapat pada spesimen tersebut yaitu Si (Silikon)

< 0,40 %, Mn (Mangan) 0,50-0,80 %, S (Belerang) 0,020-0,035 %, Ni

(Nikel) < 0,63 %, Cr (Chrom) < 0,63 %, Mo (Molibdenum) < 0,63 %, Mn

(Mangan) 0,50-0,80%.Unsur paduan selain karbon (C) pada baja karbon

menengah ini total kurang dari 5 %, sehingga baja ini digolongkan baja AISI

1035.
dengan jumlah persentase yang dibatasi dan berbeda-beda dan persamaan

terhadap standar internasional Baja AISI 1035-1038 ini terbentuk dari sejumlah

shaft (berbentuk panjang). Merupakan low alloy steeldengan kondisi heat

treatment. Kombinasi kekuatan terbaik dan ketangguhan yang tinggi membuat

AISI 1035 sangat cocok untuk komponen mesin yang membutuhkan kekuatan

tinggi, mulai dari ukuran kecil hingga besar. Salah satu seri dalam AISI 1035

adalah baja karbon paduan rendah yang dibuat khusus untuk case hardening

dengan kekerasan permukaanyang tinggi dan ketangguhan yang baik pada bagian

inti (terutama pada aplikasi gear). seperti ditunjukkan pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Baja AISI 1035


2.5.2.Kelebihan dan Kelemahan Baja AISI 1035

Berdasarkan penggunaan sehari-hari, baja AISI 1035 memiliki beberapa

kelebihan dan kelemahan yaitu:

1. Kelebihan baja karbon AISI 1035

a. Kekuatan Tinggi

Kekuatan yang tinggi dari baja per satuan berat mempunyai konsekuensi

bahwa beban mati akan kecil. Hal ini sangat penting untuk baja karbon

paduan rendah yang dibuat khusus untuk case hardening dengan kekerasan

permukaan yang tinggi dan ketangguhan yang baik pada bagian inti

(terutama pada aplikasi gear).

b. Keseragaman

Sifat baja tidak berubah banyak terhadap waktu, tidak seperti halnya pada

struktur beton bertulang.Baja jenis ini memiliki kualitas mampu mesin

yang baik juga ketahanan terhadap pengikisan dan memiliki kekuatan

mekanik yang baik.


Kelemahan baja aisi 1035:

a. Biaya Pemeliharaan

Umumnya material baja sangat rentan terhadap korosi jika dibiarkan

terjadi kontak dengan udara dan air sehingga perlu dicat secara periodik.

b. Fatik

Kekuatan baja akan menurun jika mendapat beban siklis. Dalam

perancangan perlu dilakukan pengurangan kekuatan jika pada elemen

struktur akan terjadi beban siklis.

c. Keruntuhan Getas

Pada kondisi tertentu baja akan kehilangan daktilitasnya dan keruntuhan

getas dapat terjadi pada tempat dengan konsentrasi tegangan tinggi. Jenis

beban fatik dan temperatur yang sangat rendah akan memperbesar

kemungkinan keruntuhan getas (ini yang terjadi pada kapal Titanic).

Demikianlah pembahasan mengenai pengertian baja, serta kelebihan dan

kekurangan baja sebagai material struktur semoga dapat berguna dan dapat

membantu Anda dalam memahami tentang baja serta lebih mengetahui tentang

kekuatan material baja sebagai struktur bangunan.


2.6. Diagram TTT (Time Temperature Transformation)

Martensit terbentuk jika fasa austenit dengan cepat ke temperatur rendah.

Transformasi dari fasa austenit ke ferit terjadi suatu proses pengintian dan

pertumbuhan butir yang dipengaruhi oleh waktu. Karena laju pendinginan yang

begitu cepat, maka atom karbon tersebut terperangkap dalam larutan sehingga

membentuk struktur martensit. Beberapa faktor yang mempengaruhi transformasi

martensit adalah:

1. Proses transformasi terjadi tanpa difusi dan tidak terjadi perubahan komposisi

kimia selama proses berlangsung. Volume yang kecil dari austenit tiba-tiba

struktur kristalnya berubah oleh gerakan gesekan.

2. Proses transformasi hanya berlangsung selama pendinginan dan proses ini

berhenti jika pendinginan dihentikan. Transformasi ini tergantung pada

temperatur dan tidak tergantung pada waktu, sehingga jumlah dari martensit yang

terbentuk mempunyai hubungan yang tidak linier dengan penurunan waktu.

Temperatur pembentukan awal martensit (Gambar 2) ditandai dengan Ms dan

temperatur akhir pembentukan ditandai dengan Mf. Jika baja ditahan

temperaturnya dibawah Ms, transformasi martensit akan berhenti dan tidak akan

berlangsung lagi, kecuali jika temperaturnya diturunkan kembali secara cepat.

3. Pembentukan dari suatu paduan yang diberikan tidak dapat berubah, dan

temperatur Ms tidak dapat berubah dengan perubahan laju celupnya.


Temperatur pembentukan martensit dari suatu paduan tidak dapat

diturunkan dengan peningkatan laju pendinginan (Andriansyah, 2007).

Gambar 2 merupakan diagram TTT (Time Temperature Transformation) yang

menghubungkan transformasi austenit terhadap waktu dan temperatur. Melalui

diagram ini dapat dipelajari kelakuan baja pada setiap tahap perlakuan panas,

diagram ini juga dapat digunakan untuk memperkirakan struktur dan sifat

mekanik pada baja yang di quenching dari temperartur austenisasinya kesuatu

temperatur di bawah temperature kritis.

Gambar 2. Diagram TTT dan struktur mikro pada tiap fase.


2.7. Diagram Fasa Fe-Cr-Ni

Logam paduan Cr, Ni dan Mo merupakan unsur utama dari berbagai

paduan baja paduan rendah, dalam baja terdapat unsur-unsur lain seperti

Chroomium (Cr) Nickel (Ni) dan Molibdenum (Mo). Unsur tersebut ditambahkan

dengan maksud mmperbaiki sifat fisik atau mekanik, namun mungkin pula turut

terbawa selama proses pembentukan logam sebagai pengotor yang tidak

diinginkan. Diagram fasa keseimbangan Fe-Cr-Ni merupakan salah satu diagram

keseimbangan terpenting untuk memahami awal dari konstitusi dan struktur baja

paduan.

Fase-fase yang terdapat pada diagram fasa Fe-Cr-Ni adalah sebagai

berikut:

1. Chromium

2. Nickel

3. Molibdenum

Gambar 3. Diagram Fasa Fe-Cr-Ni


Berikut ini jenis jenis struktur mikro uraiannya:

Ferit atau besi alfa (α)

Ferit merupakan suatu larutan padat karbon dalam struktur besi murni

yang memiliki struktur BCC dengan sifat lunak dan ulet. Karena ferit

memiliki struktur BCC (Body Centered Cubic), larutan padat karbon dan

unsur paduan lainnya pada besi kubus pusat badan (Fe α) disebut ferit.

Ferit terbentuk pada proses pendinginan yang lambat dari austenit baja

hipoeutektoid pada saat mencapai A3. Ferit bersifat sangat lunak, ulet dan

memiliki kekerasan sekitar 70-100 BHN dan memiliki konduktifitas yang

tinggi. Jika austenit didinginkan di bawah A3, austenit yang memiliki

kadar C yang sangat rendah akan bertransformasi ke ferit (yang memiliki

kelarutan C maksimum sekitar 0,025% pada temperatur 723°C).

Gambar 4. Struktur mikro fasa ferit.


Austenit atau besi gamma

Austenit adalah modifikasi struktur besi murni dengan struktur FCC yang

memiliki jarak atom lebih besar dibandingkan dengan ferit. Meskipun

demikian, rongga-rongga pada struktur FCC hampir tidak dapat

menampung atom karbon dan penyisipan atom karbon akan

mengakibatkan tegangan dalam struktur sehingga tidak semua rongga

dapat terisi, dengan kata lain daya larutnya menjadi terbatas sekali.

Struktur austenit berasal dari struktur ferrit yang dipanaskan pada suhu

900°C-1391°C atau struktur perlit yang dipanaskan pada suhu 723°C-

1391°C.Struktur ini disebut besi gamma, sifatnya tidak magnetis,

kristalnya berbentuk kubus pusat ruang, lunak dan dapat di tempah.

Gambar 5. Struktur mikro fasa austenit.

Perlit

Perlit struktur ini adalah struktur yang terbentuk dari persenyawaan antara

ferrit dan struktur sementit yang seimbang semua struktur ferrit saling

mengikat dengn struktur sementit dalam lapisan tipis yang menunjukkan


jalur hitam (Fe3C) dan terang (Fe) dengan warna yang mengkilap seperti

mutiara jika logam ferro mengandung kadar karbon 0,8% maka struktur

logam tersebut terdiri dari 100% pearlit struktur ini jika dipanaskan sampai

suhu 723°C akan berubah menjadi struktur austenit.

Gambar 6. Struktur mikro fasa perlit.

Sementit

Sementit adalah senyawa besi dengan karbon yang umum dikenal sebagai

karbida besi dengan rumus kimianya Fe3C (prosentase karbon pada

sementit adalah sekitar 6,67%) sel satuannya adalah ortorombik dan

bersifat keras dengan harga kekerasannya sekitar 65-68 HRC. Pada

struktur hasil anil karbida tersebut akan berbentuk bulat dan tertanam

dalam matrik ferit yang lunak dan dapat berfungsi sebagai pemotong

geram sehingga dapat meningkatkan mampu mesin dari baja yang

bersangkutan. Karbida-karbida pada baja-baja yang dikeraskan, terutama

pada HSS dan baja Cold- Worked dapat meningkatkan ketahanan aus.

Struktur ini adalah suatu senyawa kimia antara besi (Fe) dengan zat arang

(C) struktur ini dengan rumus kimia Fe3C artinya 3 atom besi mengikat
sebuah atom karbon menjadi sebuah molekul struktur ini sangat keras bila

zat arang pada suatu logam tidak bersenyawa dengan besi disebut zat

bebas (grafit) 6,67% C (Ir.Suhardan,MT 2014-2015).

Gambar 7. Struktur mikro fasa sementit.

Martensit

Martensit adalah suatu fasa yang terjadi karena pendinginan yang sangat

cepat. Jenis fasa martensit tergolong kedalam bentuk struktur kristal BCT.

Pada fase ini terjadi proses difusi hal ini dikarenakan terjadinya pergerakan

atom secara serentak dalam waktu yang sangat cepat sehingga atom yang

tertinggal pada saat terjadi pergeseran akan tetap berada pada larutan

padat.Besi yang berada pada fase martensit akan memiliki sifat yang kuat

dan keras, akan tetapi besi ini juga bersifat getas dan rapuh. Sttruktur ini

berasal dari struktur austenit yang diinginkan secara tepat jikia struktur

austenit didinginkan lambat cenderung akan kembali ke struktur ferrit,

perlit, sementit struktur ini sangat keras, kristalnya berbentuk kubus pusat

tetragonal tetapi rusuknya panjang (Ir.Suhardan.MT 2014-2015).


Gambar 8. Struktur mikro fasa martensit.

Beberapa istilah dalam diagram kesetimbangan Fe-C dan fasa-fasa yang

terdapat didalam diagram diatas akan dijelaskan dibawah ini. Berikut ini adalah

batas-batas temperatur kritis pada diagram Fe-C yang ditampilkan pada Gambar

3.

1. A1 adalah reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+Fe3C (perlit)

untuk baja hypoeutectoid.

2. A2 adalah titik Currie (pada temperatur 769°C), dimana sifat magnetik besi

berubah dari feromagnetik menjadi paramagnetik.

3. A3 adalah temperatur transformasi dari fasa γ menjadi α (ferit) yang ditandai

pula dengan naiknya batas kelarutan karbon seiring dengan turunnya temperatur.

4. Acm adalah temperatur transformasi dari fasa γ menjadi Fe3C (sementit) yang

ditandai pula dengan penurunan batas kelarutan karbon seiring dengan turunnya

temperatur.

5. A12, adalah temperatur transformasi γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja

hypereutectoid.
2.8. Prinsip Dasar Perlakuan Panas

Semua dasar proses perlakuan panas baja adalah meliputi transormasi atau

dekomposisi austenit. Hasil dari transformasi tersebut memperlihatkan

perkembangan sifat-sifat fisik dan mekanik pada baja. Laju pendinginan

memegang peranan penting dalam Transformasi austenit ke pearlite atu martensite

dan sebagainya. Perlakun panas hanya efektif untuk paduan tertentu saja (conto:

Fe-C, aluminium bronze, dan lain-lain), sebab hal ini tergantung dari elemen yang

saling larut satu sama lain secara solid solution (larut padat). Teori perlakuan

panas didassarkan pada prinsip bahwa suatu paduan berubh struktur jika

dipanaskan ke temperatur di atas temperatur tertentu dan akan menglami perubhan

kembali bila didinginkan ke temperatur kamar. Laju pendinginan adalah faktor

penting dalam pengembangan struktur yang berbeda (lunak atau keras).

Pendinginan lambat sekitar temperatur kritis pada baja akan menghasilkan

struktur mikro pearlit (lunak) sementara pendinginan cepat (tergantung pada

komposisi kimia baja) akan menghasilkan struktur mikro martensit keras.

2.8.1. Proses Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Proses perlakuan panas merupakan proses yang dilakukan dengan

memanaskan dan mendinginkan suatu logam dalam keadaan padat untuk

mendapatkan perubahan fasa (struktur). Perubahan struktur tersebut akan merubah

sifat-sifat mekanis dari logam tersebut perlakuan panas bisa didefinisikan sebagai

suatu operasi atau kombinasi operasi yang melibatkan pemamanasan dan

pendinginan logam/ paduannya dalam keadaan padat untuk memperoleh kondisi


dan sifat-sifat yang diinginkan. Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan

dalam dapat dihilangkan ukuran butir diperbesar atau diperkecil, ketangguhan

ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling inti

yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas yang tepat, komposisi kimia

baja harus diketahui karena perubahan komposisi kimia khususnya karbon dapat

mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisik.

Berikut beberapa proses perlakuan panas (heat treatment) pada baja

dijelaskan seperti di bawah ini:

1. Full annealing

Annealing merupakan salah satu proses perlakuan panas terhadap logam

dalam proses pembuatan suatu produk pada dasarnya annealing dilakukan

dengn memanaskan logam sampai temperatur diatas suhu transformasi (30

sampai 50°C) sehingga tercapai perubahan yang didinginkan lalu

mendinginkan logam tersebut dengan laju pendinginan yang cukup lambat.

Anneing dapat dilakukan terhadap benda kerja dengan kondisi yang

berbeda-beda dengan tujuan yang berbeda. Tujuan melakukan annealing

dapat merupakan salah satu atau beberapa dari sejumlah tujuan

melunakkan, menghaluskan butir kristal, menghilangkan tegangan dalam

dan memperbaiki machinability. Annealing dilakukan dengan cara

pendinginan lambat atau dalam dapur dari temperatur austenit

ketemperatur kamar, untuk baja hypoeutektoidstruktur akhir yang

dihasilkan adalah perlit dan ferrit.


2. Normalizing

Proses normalizing merupakan pemanasan baja sampai diatas temperatur

daerah transformasi, ditahan sampai suhunya merata (homogen) kemudian

didinginkan di udara bebas, untuk mendapatkan struktur butiran yang

halus dan seragam pada umumnya untuk memperbaiki sifat mekanis.

3. Quenching

Quenching merupakan suatu proses perlakuan panas terhadap baja. Proses

inidilakukan dengan memanaskan baja sampai suhu austenit dan

dipertahankan dalam jangka waktu tertentu pada suhu austenit tersebut,

lalu didinginkan secara cepat di dalam media pendingin berupa udara, air,

air+larutan garam, oli,pasir, larutan alkohol dan sebagainya. Pada umunya

baja yang telah mengalami proses quenching memiliki kekerasan yang

tinggi serta dapat mencapai kekerasan yang maksimum tetapi agak rapuh.

Adanya sifat yang rapuh, maka kita harus mengurangi dengan melakukan

proses lebih lanjut seperti tempering.

Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan baja bermacam-

macam.Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panas

antaralain:
a. Air

Air adalah media yang paling banyak digunakan untuk quenching karena

biayanya yang murah dan mudah digunakan serta pendinginannya yang

cepat. Air memberikan pendinginan yang sangat cepat yang menyebabkan

tegangan dalam, distorsi dan retakan. Air merupakan senyawa dengan

rumus kimia H2O yang berarti pada setiap molekul air ada dua atom

hidrogen yang terikat dengan atom oksigen. Air membeku pada suhu

273°K = 0°C dan menguap dibawah tekanan normal pada suhu 373°K =

100°C.

b. Minyak atau oli

Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan panas

adalah yang dapat memberikan lapisan karbon pada kulit (permukaan)

benda kerja yang diolah. Selain minyak yang khusus digunakan sebagai

bahan pendingin pada proses perlakuan panas dapat juga digunakan oli,

minyak bakar atau solar.Oli sebagai media pendingin lebih lunak jika

dibandingkan dengan air. Oleh karena itu medium oli tidak menghasilkan

baja sekeras yang dihasilkan pada medium air. Pendinginan lambat

bertujuan agar didapat struktur mikro yang lebih stabil dikarenakan

perubahan bentuk butir terjadi secara perlahan, sehingga menghasilkan

baja yang lunak dan ulet. Oli atau biasa disebut dengan pelumas berfungsi

sebagai pendingin, dimana pelumas tersebut mampu menghilangkan panas

yang dihasilkan baik dari gesekan atau sumber lain seperti pembakaran
atau kontak dengan zat tinggi. Perubahan suhu dan oksidatif material akan

menurunkan efisiensi pelumas.

c. Udara

Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan

pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan

ke dalam ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara

sebagai pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk

membentuk kristal-kristal dan kemungkinan mengikat unsur-unsur lain

dari udara.

d. Pasir

Pasir dipakai sebagai bahan pendingin disebabkan memiliki sifat

mendinginkan yang teratur dan lambat. Bahan yang didinginkan di dalam

pasir untuk mengetahui bentuk struktur mikro.

4. Waktu Penahanan (Holding Time)

Holding time merupakan waktu penahanan yang dilakukan untuk

mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses hardening

dengan menahan pada suhu pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang

homogen sehingga struktur austenitnya homogen atau terjadi kelarutan karbida ke

dalam austenit dan difusi karbon dan unsur paduannya. Pada baja umumnya perlu

dilakukan waktu penahanan, karena pada saat austenitmasih merupakan butiran


halus dan kadar karbon serta unsur paduannya belum homogen dan terdapat

karbida yang belum larut. Baja paduan rendah hq 705 perlu dipanaskan pada

temperatur tetap (temperatur austenit) untuk memberikan kesempatan larutnya

karbida dan lebih homogennya austenit. Waktu pemanasan suhu dapat dilakukan

pada saat suhu dapur atau furnace telah mencapai suhu panas yang dikehendaki

guna memberi kesempatan penyempurnaan bentuk kristal yang terbentuk pada

suhu transformasi. Tujuan waktu pemanasan suhu untuk proses tempering adalah

agar struktur mikro yang dicapai setelah proses akan lebih homogen.

Pada pemanasan baja, berdasarkan jenis-jenis bajanya, pedoman waktu

tahan pada proses heat-treatment diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Berikut

pembagiannya adalah sebagai berikut:

1. Baja konstruksi dari baja karbon dan baja paduan rendah yang mengandung

karbida yang mudah larut, biasanya pada baja jenis ini diperlukan holdingtime

yang singkat dan tidak terlalu lama yaitu 5-15 menit setelah suhu pemanasannya

dianggap sudah memadai.

2. Baja konstruksi dari baja paduan menengah, biasanya pada baja jenis ini

disarankan untuk menggunakan holding time 15-25 menit tidak tergantung ukuran

benda kerja.

3. Baja campuran rendah, biasanya pada baja jenis ini diperlukan holding time

yang tepat, agar kekerasan yang diinginkan pada baja tersebut dapat tercapai.

Holding time yang digunakan yaitu 0,5 menit permilimeter tebal benda atau 10

sampai 30 menit.
4. Baja krom campuran tinggi, biasanya pada baja jenis ini diperlukan holding

time yang paling panjang diantara semua baja perkakas dan juga tergantungpada

suhu pemanasannya. Selain itu diperlukan kombinasi suhu dan waktu holding

time yang tepat. Biasanya waktu holding time yang digunakan yaitu 0,5 menit

permilimeter tebal benda dengan minimum 10 menit dan maksimum 1 jam.

5. Hot-Work Tool Steel, biasanya pada baja jenis ini mengandung karbida

yangsulit larut dan baru akan larut pada suhu 1000°C. Pada suhu ini kemungkinan

terjadinya pertumbuhan butir sangat besar, karena itu holding time harus dibatasi

yaitu berkisar antara 15-30 menit.

6. Baja kecepatan tinggi, biasanya pada baja jenis ini memerlukan suhu

pemanasan yang sangat tinggi yaitu berkisar antara 1200-1300°C. Hal tersebut

dilakukan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butirdengan waktu hanya

beberapa menit saja.

5. Hardening

Pengerasan atau hardening didefinisikan sebagai proses pemansan sampai

mencapai daerah austenit, yaitu kira-kira 30-50°C di atas garis A3 seperti pada

diagram fasa kemudian dilakukan pendinginan dengan media pendinginan air

sampai terbentuknya martensit. Baja yang telah di hardening mempunyai kondisi

struktur yang sangat keras dan getas.


2.9. Mikroskop Optik

Prinsip kerja dari alat uji struktur mikro (mikroskop optik) ditunjukkan

pada Gambar 10 yaitu berkas horizontal cahaya dari sumber cahaya dipantulkan

dengan memakai reflektor kemudian melalui lensa objektif sinar diteruskan ke

atas permukaan sampel. Beberapa cahaya dipantulkan dari permukaan sampel

akan diperbesar melalui lensa objektif dan okuler yang biasanya digambarkan

pada puncak lensa yang terhubung dengan komputer ketika mengambil foto

struktur mikro didapat hasil yang presisi.

Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikro ialah pemeriksaan bahan

logam di mana bentuk kristal logam tergolong halus sehinga diperlukan angka

pembesaran lensa mikroskop antara 50 kali sampai 3000 kali atau lebih dengan

menggunakan mikroskop industri (Sofwan Hariady,2016).

Gambar 10. Skema pengamatan struktur mikro dengan mikroskop optik


Gambar 11. Mikroskop optik untuk analisis struktur mikro

(Sumber: Universitas Tridinanti Palembang, 2018).

2.10. Metode Rockwell

Prinsip kerja pengujian kekerasan pada metode Rockwell ditunjukkan pada

Gambar 14 yaitu dengan menekankan penetrator ke dalam benda kerja dengan

pembebanan dan kedalaman indentasi yang didapatkan dari beban mayor dan

minor. Uji kekerasan Rockwell C menggunakan indikator yang ditekankan pada

permukaan berupa penetrator speroconical diamond (permata berbentuk kerucut)

dengan sudut 120° dengan beban minor 10 kg serta beban mayor 150 kg atau

beban awal Fo = 10 kg, beban tambahan F1 = 140 kg, jadi beban total F = 10 +

140= 150 kg. Metode Rockwell sering dipakai karena kemudahannya yaitu dapat

digunakan untuk mengukur benda kerja yang dikeraskan dan mesin uji kekerasan

Rockwell dapat memberikan harga kekerasan secara langsung atau digital

tanpamenghitung dan mengukur dari benda kerja yang diuji pada penunjuk

(indikator) sehingga membuat waktu pengujian relatif lebih cepat.


Gambar 12. Skema uji kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell.

Dengan perhitungan nilai kekerasan Rockwell (HR):

HR = E – e .............................................................................. (2.1)

Dimana:

E = Konstanta tergantung dari indentor : skala kekerasan 100 untuk indentor dari

kerucut intan, dan skala kekerasan 130 untuk indentor dari bola baja.

e = Penambahan kedalaman penetrasi dari beban mayor, diukur dalam unit 0,002

mm.

Gambar 13. Alat uji kekerasan Rockwell

(Sumber: Universitas Tridinanti Palembang, 2018).


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 21 September 2018 sampai 10

November 2018 di Laboratorium Universitas Tridinanti Palembang Sumatera

Selatan.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: alat pemotong

baja, gerinda, cutting machine,gelas kimia, mikroskop optik, muffle furnace

(tungku pemanas), mesin ujikekerasan Rockwell, impak polishing machine, alat

pengering dan mounting.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: baja paduan rendah,

alkohol, resin, bubuk bakelite, oli, air garam, udara dan 3% HNO3 (nital),

aquades, titania oksida, kertas amplas, pipa pvc dan kain bludru.

3.3. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini melalui

tahap-tahap seperti yang ditampilkan pada Gambar 15.


Baja AISI 1035

Material awal

Preparasi sampel (pemotongan sampel)

Pre-heating (600°C) dengan holding time 5 menit

Heat Treatment (temperatur 890°C sampai


dengan 800°C Dengan holding time 5 menit)

Proses Normalizing
dengan media Proses Normalizing dengan media
pendinginan pendinginan menggunakan
Menggunakan udara Udara

Tempering pada 600°C selama 5


menit

Analisis :
1. Komposisi
2. Kekerasan
3. Struktur mikro

Analisis Data dan Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 15. Diagram alir penelitian


3.3.1. Preparasi Sampel

Preparasi sampel yang digunakan yaitu melakukan pemotongan baja AISI

10135 sesuai dengan ukuran sampel yang akan digunakan. Proses selanjutnya

pemberian kode sampel untuk membedakan sampel sebelum dan setelah

perlakuan panas.

3.3.2. Uji Komposisi

Pada penelitian ini sampel dibedakan berdasarkanperlakuan heat traetment

dan tanpa perlakuan. Sampel tanpa perlakuan heat treatment terlebih dahulu

dilakukan ujikomposisi kimianya (bahan baku). Uji komposisi dilakukan

bertujuan untuk mengetahui kandungan unsur kimia yang terdapat pada sampel

baja AISI 1035 sebelum dan sesudah diberi perlakuan panas.Uji komposisi kimia

dilakukan dengan metode spektroskopi menggunakan alat OES (Optical Emission

Spectroscopy). Langkah-langkah untuk mengamati uji komposisi kimia

adalahsebagai berikut:

a. Memotong sampel baja sesuai dengan bentuk dan ukuran alat analisis

komposisi kimia.

b. Mengampelas sampel dengan kertas amplas dari tingkat yang kasar sampai

paling halus secara berurut yaitu amplas #120, #240, #400, #800, #1000 dan

#1200.
c. Menguji sampel dengan alat uji Optical Emission Spectroscopy (OES) untuk

melihat komposisi kimia serta unsur-unsur yang terkandung pada baja yang

digunakan.

3.3.3. Uji Kekerasan

Pada penelitian ini, analisis kekerasan dilakukan menggunakan metode

Rockwell. Analisis kekerasan pada sampel dengan dan tanpa pemberian heat-

treatment bertujuan mengetahui tingkat kekerasan baja akibat suhupemanasan dan

variasi campuran media pendingin sehingga dapat diketahui distribusi kekerasan

serta kekerasan rata-rata dari semua benda uji. Langkah-langkah untuk mengamati

nilai kekerasan pada penelitian ini:

a. Melakukan pengampelasan pada sampel dengan memakai amplas, dengan

nomor kekerasan atau tingkat kehalusan amplas dari #120, #240 dan #400.

b. Melakukan analisis nilai kekerasan dengan menggunakan alat Rockwell.

3.3.4. Analisis Struktur Mikro

Analisis struktur mikro pada penelitian ini bertujuan untuk melihat struktur

fasa pada suatu benda uji atau sampeldan karakteristik dari material baja pegas

daun yang telah dilakukan proses heat treatment.Salah satu cara mengamati

struktur suatu bahan yaitu dengan teknik metallografi dengan menggunakan

mikroskop optik. Sampel untuk pengamatan struktur mikro dipersiapkan


permukaannya untuk pengamatan. Langkah-langkah preparasi sampel analisis

mikroskop optik adalah:

1. Memotong sampel sesuai dengan ukuran.

2. Melakukan mounting (pembingkaian) terlebih dahulu.

3. Melakukan pengampelasan pada sampel memakai kekasaran amplas dengan

nomor: #120, #240, #400, #600, #800, #1000 dan #1200.

4. Melakukan pemolesan pada sampel menggunakan kain poles yang ditempel

pada piringan yang berputar pada mesin poles, kemudian kain disemprot/ diberi

larutan titania oksida dan aquades.

5. Melakukan pengetsaan dimana permukaan sampel dicelup dalam larutan nital

(larutan etanol+ asam nitrit) selama 3 detik, setelah itu dibersihkan dengan air dan

alkohol kemudian dikeringkan dengan alat pengering. Kemudian dilakukan

pemgamatan struktur mikro dengan menggunakan alat mikroskop optik.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Pengujian Komposisi

Pengujian komposisi bertujuan untuk mengetahui kadar tiap unsur

pembentuk suatu bahan. Hasil pengujian komposisi baja AISI 1035 pada

penelitian ini dituangkan dalam tabel berikut:

Tabel 4. Hasil uji komposisi


No Nama Unsur Simbol Kadar (%)
1 Ferum Fe 0,00
2 Sulfur S 0,020-0,035
3 Aluminium Al 0,00
4 Carbon C 0,35-0,39
5 Nickel Ni < 0,63
6 Niobium Nb 0,00
7 Silicon Si < 0,40
8 Chromium Cr < 0,63
9 Vanadium V 0,00
10 Mangan Mn 0,50-0,80
11 Molibdenum Mo < 0,63
12 Tungsten W 0,00
13 Phosphors P 0,00
14 Cupper Cu 0,00
15 Titanium Ti 0,00

Pengelompokkan baja berdasarkan pada kandungan karbonnya dapat

dibagi dalam tiga bagian. Baja dengan kandungan karbon kurang dari 0,30%

disebut baja karbon rendah, baja dengan kadar karbon 0,30% – 0,45% disebut

baja karbon sedang dan baja dengan kadar karbon 0,45% – 0,71% disebut baja

karbon tinggi. Hasil pengujian komposisi menunjukkan kandungan karbon

sebesar 0,135% sehingga termasuk dalam kelompok baja karbon rendah.


3.3 Pembahasan Hasil Pengujian Komposisi Kimia

Pada pengujian komposisi kimia dengan hasil tersebut adalah

sebagai berikut :

 Baja

Unsur yang paling dominan pada kedua jenis baja paduan rendah ini adalah

Dengan mengamati prosentase C (karbon) yaitu 0,35-0,39 % sehingga baja

ini termasuk baja karbon menengah (kadar C 0,35-0,39 %) dan sisanya

adalah unsur paduan. Unsur-unsur paduan yang terdapat pada spesimen

tersebut yaitu Si (Silikon) < 0,40 %, Mn (Mangan) 0,50-0,80 %, S (Belerang)

0,020-0,035 %, Ni (Nikel) < 0,63 %, Cr (Chrom) < 0,63 %, Mo

(Molibdenum) < 0,63 %, Mn (Mangan) 0,50-0,80%.Unsur paduan selain

karbon (C) pada baja karbon menengah ini total kurang dari 5 %, sehingga

baja ini digolongkan baja AISI 1035.

3.4 Pengujian Struktur Mikro ( Foto Mikro )

Pengujian foto mikro bertujuan untuk mengetahui struktur mikro

yang terbentuk pada baja AISI 1035, dimana pengujian ini dilakukan di

Laboratorium S1 Teknik Mesin. Pada pengamatan foto mikro dilakukan

pengamatan struktur mikro yang terdapat pada spesimen.


1. Analisa

Tanpa perlakuan panas 0°C

Gambar 16 Struktur Mikro tanpa perlakuan panas 0°C

Pada baja karbon medium, hasil penggambaran sebagai data hamper sama dengan

yang ada di literatur. Baja karbon medium memiliki kadar karbon 0,3%-0,5%.

Pada gambar mulai terlihat jelas perlit yang berwarna hitam. Terdapat juga fasa a1

adalah reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja

hypoeutectoid yang sempat menginti dan tumbuh.. Baja karbon medium sangat

baik bila dibentuk menjadi martensit. Biasanya digunakan sebagai profil

perbedaannya hanya di butir-butir atomnya besar.


Perlakuan panas dengan temperatur 890°C

Gambar 17 Struktur Mikro dengan perlakuan panas 890°C

Pada baja karbon medium, hasil penggambaran sebagai data hamper sama dengan

yang ada di literatur. Baja karbon medium memiliki kadar karbon 0,3%-0,5%.

Pada gambar mulai terlihat jelas perlit yang berwarna hitam. Terdapat juga fasa a1

adalah reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja

hypoeutectoid yang sempat menginti dan tumbuh.. Baja karbon medium sangat

baik bila dibentuk menjadi martensit. Biasanya digunakan sebagai profil.


Perlakuan panas dengan temperatur 880°C

Gambar 18 Struktur Mikro dengan perlakuan panas 880°C

Pada baja karbon medium, hasil penggambaran sebagai data hamper sama dengan

yang ada di literatur. Baja karbon medium memiliki kadar karbon 0,3%-0,5%.

Pada gambar mulai terlihat jelas perlit yang berwarna hitam. Terdapat juga fasa a1

adalah reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja

hypoeutectoid yang sempat menginti dan tumbuh.. Baja karbon medium sangat

baik bila dibentuk menjadi martensit. Biasanya digunakan sebagai profil.


Perlakuan panas dengan temperatur 870°C

Gambar 19 Struktur Mikro dengan perlakuan panas 870°C

Pada baja karbon medium, hasil penggambaran sebagai data hampir sama dengan

yang ada di literatur. Baja karbon medium memiliki kadar karbon 0,3%-0,5%.

Pada gambar mulai terlihat jelas perlit yang berwarna hitam. Terdapat juga fasa a1

adalah reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja

hypoeutectoid yang sempat menginti dan tumbuh.. Baja karbon medium sangat

baik bila dibentuk menjadi martensit. Biasanya digunakan sebagai profil.


Perlakuan panas dengan temperatur 860°C

Gambar 20 Struktur Mikro dengan perlakuan panas 860°C

Pada baja karbon medium, hasil penggambaran sebagai data hamper sama dengan

yang ada di literatur. Baja karbon medium memiliki kadar karbon 0,3%-0,5%.

Pada gambar mulai terlihat jelas perlit yang berwarna hitam. Terdapat juga fasa a1

adalah reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja

hypoeutectoid yang sempat menginti dan tumbuh.. Baja karbon medium sangat

baik bila dibentuk menjadi martensit. Biasanya digunakan sebagai profil.

\
Perlakuan panas dengan temperatur 850°C

Gambar 21 Struktur Mikro dengan perlakuan panas 850°C

Pada baja karbon medium, hasil penggambaran sebagai data hamper sama dengan

yang ada di literatur. Baja karbon medium memiliki kadar karbon 0,3%-0,5%.

Pada gambar mulai terlihat jelas perlit yang berwarna hitam. Terdapat juga fasa a1

adalah reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja

hypoeutectoid yang sempat menginti dan tumbuh.. Baja karbon medium sangat

baik bila dibentuk menjadi martensit. Biasanya digunakan sebagai profil.


Perlakuan panas dengan temperatur 840°C

Gambar 22 Struktur Mikro dengan perlakuan panas 840°C

Pada baja karbon medium, hasil penggambaran sebagai data hamper sama dengan

yang ada di literatur. Baja karbon medium memiliki kadar karbon 0,3%-0,5%.

Pada gambar mulai terlihat jelas perlit yang berwarna hitam. Terdapat juga fasa a1

adalah reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja

hypoeutectoid yang sempat menginti dan tumbuh.. Baja karbon medium sangat

baik bila dibentuk menjadi martensit. Biasanya digunakan sebagai profil.


Perlakuan panas dengan temperatur 830°C

Gambar 23 Struktur Mikro dengan perlakuan panas 830°C

Pada baja karbon medium, hasil penggambaran sebagai data hamper sama dengan

yang ada di literatur. Baja karbon medium memiliki kadar karbon 0,3%-0,5%.

Pada gambar mulai terlihat jelas perlit yang berwarna hitam. Terdapat juga fasa a1

adalah reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja

hypoeutectoid yang sempat menginti dan tumbuh.. Baja karbon medium sangat

baik bila dibentuk menjadi martensit. Biasanya digunakan sebagai profil.


Perlakuan panas dengan temperatur 820°C

Gambar 24 Struktur Mikro dengan perlakuan panas 820°C

Pada baja karbon medium, hasil penggambaran sebagai data hamper sama dengan

yang ada di literatur. Baja karbon medium memiliki kadar karbon 0,3%-0,5%.

Pada gambar mulai terlihat jelas perlit yang berwarna hitam. Terdapat juga fasa a1

adalah reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja

hypoeutectoid yang sempat menginti dan tumbuh.. Baja karbon medium sangat

baik bila dibentuk menjadi martensit. Biasanya digunakan sebagai profil.


Perlakuan panas dengan temperatur 810°C

Gambar 25 Struktur Mikro dengan perlakuan panas 810°C

Pada baja karbon medium, hasil penggambaran sebagai data hamper sama dengan

yang ada di literatur. Baja karbon medium memiliki kadar karbon 0,3%-0,5%.

Pada gambar mulai terlihat jelas perlit yang berwarna hitam. Terdapat juga fasa a1

adalah reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja

hypoeutectoid yang sempat menginti dan tumbuh.. Baja karbon medium sangat

baik bila dibentuk menjadi martensit. Biasanya digunakan sebagai profil.


Perlakuan panas dengan temperatur 800°C

Gambar 26 Struktur Mikro dengan perlakuan panas 800°C

Pada baja karbon medium, hasil penggambaran sebagai data hamper sama dengan

yang ada di literatur. Baja karbon medium memiliki kadar karbon 0,3%-0,5%.

Pada gambar mulai terlihat jelas perlit yang berwarna hitam. Terdapat juga fasa a1

adalah reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja

hypoeutectoid yang sempat menginti dan tumbuh.. Baja karbon medium sangat

baik bila dibentuk menjadi martensit. Biasanya digunakan sebagai profil.


2. Kekerasan HRC

1. Kekerasan HRC data awal material dengan temperatur 0°C tanpa

perlakuan panas.

Kekerasan Kekerasan Kekerasan Kekerasan

HRC HRC HRC HRC

Data awal 8,9 11,4 13,4

material

2. Kekerasan HRC material pelakuan panas dengan perlakuan di udara

temperatur 890°C.

Kekerasan Kekerasan Kekerasan Kekerasan

HRC HRC HRC HRC

Material dengan 35,4 – 9 = 26,4 35,4 – 8,5 = 35,4 – 4,5 =

temperatur 23,9 30,9

890°C
3. Kekerasan HRC material pelakuan panas dengan perlakuan di udara

temperatur 880°C.

Kekerasan Kekerasan Kekerasan Kekerasan

HRC HRC HRC HRC

Material dengan 35,4 – 5 = 30,4 35,4 – 5 = 30,4 35,4 – 1,5 =

temperatur 33,9

880°C

4. Kekerasan HRC material pelakuan panas dengan perlakuan di udara

temperatur 870°C.

Kekerasan Kekerasan Kekerasan Kekerasan

HRC HRC HRC HRC

Material dengan 35,4 – 7 = 28,4 35,4 – 5 = 30,4 35,4 – 4,5 =

temperatur 30,9

870°C
5. Kekerasan HRC material pelakuan panas dengan perlakuan di udara

temperatur 860°C.

Kekerasan Kekerasan Kekerasan Kekerasan

HRC HRC HRC HRC

Material dengan 35,4 – 18,5 = 35,4 – 21 = 35,4 – 17,5 =

temperatur 16,9 14,4 17,9

860°C

6. Kekerasan HRC material pelakuan panas dengan perlakuan di udara

temperatur 850°C.

Kekerasan Kekerasan Kekerasan Kekerasan

HRC HRC HRC HRC

Material dengan 35,4 – 23 = 35,4 – 24 = 35,4 – 23,5 =

temperatur 12,4 11,4 11,9

850°C
7. Kekerasan HRC material pelakuan panas dengan perlakuan di udara

temperatur 840°C.

Kekerasan Kekerasan Kekerasan Kekerasan

HRC HRC HRC HRC

Material dengan 35,4 – 26 = 9,4 35,4 – 26,5 = 35,4 – 24,5 =

temperatur 8,9 10,9

840°C

8. Kekerasan HRC material pelakuan panas dengan perlakuan di udara

temperatur 830°C.

Kekerasan Kekerasan Kekerasan Kekerasan

HRC HRC HRC HRC

Material dengan 35,4 – 22 = 35,4 – 24 = 35,4 – 25,5 =

temperatur 13,4 11,4 9,9

830°C
9. Kekerasan HRC material pelakuan panas dengan perlakuan di udara

temperatur 820°C.

Kekerasan Kekerasan Kekerasan Kekerasan

HRC HRC HRC HRC

Material dengan 35,4 – 35 = 0,4 35,4 – 31 = 4,4 35,4 – 26 = 9,4

temperatur

820°C

10. Kekerasan HRC material pelakuan panas dengan perlakuan di udara

temperatur 810°C.

Kekerasan Kekerasan Kekerasan Kekerasan

HRC HRC HRC HRC

Material dengan 35,4 – 32 = 3,4 35,4 – 28 =7,4 35,4 – 23,5 =

temperatur 11,9

810°C
11. Kekerasan HRC material pelakuan panas dengan perlakuan di udara

temperatur 800°C.

Kekerasan Kekerasan Kekerasan Kekerasan

HRC HRC HRC HRC

Material dengan 35,4 – 30 = 5,4 35,4 – 26 = 9,4 35,4 – 31 = 4,4

temperatur

800°C

3. Grafik batang

Analisa grafik

40
35
30
25
20
KEKERASAN HRC 1
15
KEKERASAN HRC 2
10 KEKERASAN HRC 3
5
0
Material tanpa Material Material Material
perlakuan dengan dengan dengan
panas dengan temperatur temperatur temperatur
temperatur 0 °C 890°C 880°C 870°C

Gambar 27 Tabel batang kekerasan HRC


25

20

15

KEKERASAN HRC 1
10
KEKERASAN HRC 2

5 KEKERASAN HRC 3

0
Material Material Material Material
dengan dengan dengan dengan
temperatur temperatur temperatur temperatur
860°C 850°C 840°C 830°C

Gambar 28 Tabel batang kekerasan HRC

14

12

10

8
KEKERASAN HRC 1
6 KEKERASAN HRC 2
KEKERASAN HRC 3
4

0
Material dengan Material dengan Material dengan
temperatur 820°C temperatur 810°C temperatur 800°C

Gambar 29 Tabel batang kekerasan HRC


6. Kesimpulan

1.Struktur mikro suatu logam dapat diramalkan melalui diagram fasanya.

Dengan melihat diagram fasa, kita dapat mengetahui komposisi dari paduan,

dan juga mengetahui pada temperatur berapa butir akan tumbuh.

2.Setelah mengalami proses deformasi dan perlakuan panas, butir-butir akan

mengalami perubahan bentuk dan ukuran. Misalnya, setelah mengalami

proses normalizing baja aisi 1035 dengan proses tanpa perlakuan panas butir-

butirnya membesar dan semakin besar temperatur pemanasan terhadap baja

1035 semakin kecil pula butir-butir atomnya.

3.Pada analisa struktur mikro, terdapat fenomena-fenomena yang terjadi,

contohnya Twinning. Dengan melihat struktur mikro kita dapat meramalkan

sifat dari suatu logam.

4.Perbedaan data dengan literature dapat disebabkan oleh perbedaan skala

pembesaran yang digunakan dan adanya pengotor pada material yang

digunakan sebagai data.


7. Saran

Penelitian selanjutnya disarankan melakukan uji Scanning Electron

Microscope (SEM) untuk menganalisis struktur mikro dengan perbesaran

yang lebih tinggi dan uji ketangguhan setelah proses quench-temper serta

variasi persentasi media pendingin sebaiknya menggunakan persentase

campuran media pendingin yang lebih banyak agar dapat terlihat jelas

perbedaan sifat fisis dan mekanik pada baja.


DAFTAR PUSTAKA

1. ASM Metals Handbook. (2005). “Vol 09 : Metallography And

Microstructures”. Asm International.

2. Krar .Steve, Arthur Gill, Peter Smid.(2003) ”Machine Tool Techonology

Basic” Industrial Press Inc. United State Of America. New York

3. Maekawa K. T. Obikawa . Y. Yamane & T.H.C. Childs. (2000) “ Metal

Machining: Theory And Applications” John Wiley And Son.Inc, New York.

4. Schneider. George Jr.(2009) “ America Machinist “ Penton Media Inc. United

State Of America
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai