Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

TUMOR MANDIBULA

DISUSUN OLEH :
dr. GERRY PRATAMA

PEMBIMBING :
dr. IBRAHIM IRSAN NST, Sp. THT-KL

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


KABUPATEN INDRAGIRI HULU
RSUD INDRASARI RENGAT
2018
BAB I
0
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mandibula merupakan bagian dari muka yang ikut menentukan bentuk wajah

seseorang, terutama sepertiga bagian bawah. Selain berfungsi estetik, mandibula berperan

dasar mulut yang berfungsi untuk mengunyah, menelan, bicara dan menguap. Seperti organ

tubuh lainnya, tulang mandibula dapat mengalami kelainan antara lain tumor jinak maupun

ganas. Diantara tumor jinak mandibula yang sering dijumpai adalah ameloblastoma,

sedangkan tumor ganas primer terutama osteosarkoma. Paska reseksi tumor mandibula

biasanya timbul defek besar.1

Tumor mandibula adalah tumor jinak odontogenik pada mandibula yang

mempunyai kecenderungan tumbuh ekspansif dan progresif, hingga menimbulkan

deformitas wajah Tumor mandibula adalah tumor jinak epitel yang besifat infltratif,

tumbuh lambat, tidak berkapsul, berdiferensiasi baik. Lebih dari 75 % terjadi akibat adanya

kista folikular.2

1.2 Tujuan Laporan Kasus


1. Untuk mengetahui pengertian tumor mandibula
2. Untuk mengetahui etiologi dan klasifikasi dari tumor mandibula
3. Untuk mengetahui manifestasi klinik, diagnosa dan penatalaksanaan dari tumor
mandibula

1.3 Manfaat Laporan Kasus


Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang tumor mandibula.

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. VAI


Umur : 18 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki

1
Alamat : Batang Gansal
Agama : Katolik
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal MRS : 18 September 2018

2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Benjolan pada rahang bagian bawah sebelah kiri

2.2.2 Riwayat perjalanan penyakit


 Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke poli THT RSUD Indrasari Rengat
dengan keluhan terdapat benjolan di rahang bagian bawah sebelah kiri sejak 3
tahun yang lalu. Benjolan dirasakan keras seperti tulang dan tidak terasa sakit.
Awalnya benjolan berukuran sebesar telur puyuh lama kelamaan bertambah
besar dalam waktu 6 bulan. Riwayat penurunan berat badan drastis disangkal,
nyeri saat mengunyah disangkal, bau mulut disangkal, tidak ada benjolan lain
di sekitar leher dan lipatan ketiak. Riwayat gigi berlubang disangkal. Riwayat
demam disangkal.
 Sebelumnya pasien sudah membawa berobat ke RS Santa Maria Pekanbaru dan
juga sudah dilakukan biopsi dan pemeriksaan histopatologi.

2.2.3 Riwayat penyakit dahulu


 Dahulu belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
 Riwayat keganasan, TB dan trauma disangkal

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit yang sama seperti yang
dialami pasien.
 Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat keganasan dan TB

III. PEMERIKSAAN (Tanggal : 18 September 2018)


A. VITAL SIGN

2
I. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Denyut nadi : 88x/menit
Suhu : 36,8 oC

II. Status General


Kepala : Normocephali

Wajah
Inspeksi : Asimetris, terdapat benjolan di rahang bagian bawah
Ukuran : 8 cm x 5,2 cm x 5,1 cm
Palpasi : tidak nyeri tekan, konsistensi keras

Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor

Hidung : tidak deviasi

Telinga : tidak ada discharge

Leher
Inspeksi : simetris, tidak ada pembesaran tiroid
Palpasi : tidak ada pembesaran limfonodi

Thorak : Cor : S1 & S2 reguler, murmur (-), gallop (-)


Po : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), Wh (-/-)

Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas : Dalam batas normal

B. STATUS LOKALIS THT


Telinga
Auris
Bagian Kelainan
Dekstra Sinistra
Kelainan
Preaurikula
kongenital -
-
-

3
-
- -
Kelainan
Aurikulakongenital -
-
-
-
-
Tragus sign - -
Retroaurikula -
-
-
-
-
Sikatriks - -
Canalis Kelainan kongenital-
-
Akustikus Kulit
-
Eksternus Sekret -
-
Serumen
- -
Edema
Jaringan granulasi
Massa
Cholesteatoma
Membrana Intak + +
+
Timpani Reflek cahaya
- +
Perforasi
Kolesteatoma
Garputala Rhinne
Weber Tidak diperiksa
Schwabach

Hidung

4
HIDUNG Kanan Kiri

Deformitas (-) (-)

Nyeri tekan :

Pangkal hidung (-) (-)

Pipi (-) (-)

Dahi (-) (-)

Krepitasi (-) (-)

Vestibulum Lapang Lapang

Rambut (+) Rambut (+)

Mukosa:Hiperemis (-) Mukosa :Hiperemis


(-)
Sekret (-)
Sekret (-)
Massa (-)
Massa (-)

Septum deviasi (-) (-)

Dasar hidung Sekret (-) Sekret (-)

Krusta (-) Krusta (-)

Konka inferior Oedem (-) Oedem (-)

Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Konka media Oedem (-) Oedem (-)

Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Sekret (-) Sekret (-)

Tenggorokan
Bagian Kelainan Keterangan
Mulut Mukosa mulut Normal
Lidah Normal
Palatum molle Tenang
Gigi geligi Baik

5
Uvula Simetris
Mukosa Merah muda
Permukaan Normal
Tonsil Ukuran T0/T0
Kripta Normal
Detritus -
Mukosa
Faring Granula Tidak diperiksa
Post nasal drip
Epiglotis
Glotis
Laring Tidak diperiksa
Aritenoid
Pita suara

Gambar. Gambaran klinik

X. RESUME PEMERIKSAAN
Seorang laki-laki usia 18 tahun dengan keluhan benjolan di rahang bagian
bawah sebelah kiri yang timbul sejak 3 tahun SMRS. Awalnya benjolan berukuran
kecil, tetapi lama kelamaan benjolan dirasakan semakin membesar. Benjolan dirasakan
keras seperti tulang dan tidak disertai dengan rasa sakit. Pasien juga mengeluhkan
kesulitan dalam mengunyah yang dirasakan memberat pada saat sedang makan.

6
Pemeriksaan fisik didapatkan: keadaan umum composmentis, tampak sakit
sedang, tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan wajah didapatkan : bentuk
asimetris, terdapat benjolan dengan konsistensi keras seperti tulang, nyeri tekan (-).

C. DIAGNOSIS KERJA
Tumor Mandibula Sinistra

D. DIAGNOSIS BANDING
Abses Mandibula Sinistra

E. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium darah rutin
Laboratorium Patologi Anatomi
CT Scan

E. RENCANA TERAPI
 Medikamentosa
IVFD RL 30 tpm
 Non Medikamentosa
Puasa dalam persiapan operasi
 Surgikal
Eksisi Tumor

F. HASIL PEMERIKSAAN
Darah rutin (19 September 2018)
Hb : 15,6 gr/dl
Leukosit : 7,29 /mm3
Trombosit : 261.000/mm3
Ht : 44,15 vol%

Histopatologi (01 Agustus 2018)


Gambaran histopatologi sesuai dengan Fibrous Dysplasia

CT Scan Pasien

7
Kesan :
- Lesi groundglass, expansile dengan zona transtitional sempit dengan ukuran ± 5,4
cm x 5,2 cm x 5,1 cm di os mandibula kiri dengan melibatkan foramen alveolar
suggestive suatu Fibrous Dysplasia Mandibula kiri.

H. FOLLOW UP
Tanggal 20 September 2018

S: Demam (-)
Nyeri (+)
O: KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: komposmentis
TD : 110/80
RR : 22 x/menit
Nadi : 70 x/menit, regular
T : 36,8 0C
A: Post op Ekisi tumor
P: IVFD RL 30 tetes/menit
Inj. Cefotaxim 2 gr / 12 jam
Inj. Transamin 500 mg / 8 jam

8
Inj. Ketorolac 1 gr / 8 jam

Tanggal 21 September 2018


S: Demam (-)
Nyeri (+)
O: KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: komposmentis
TD : 120/90 mmHg
RR : 22 x/menit
Nadi : 89 x/menit, regular
T : 36,5 0C
A: Post op Ekisi tumor H1
P: IVFD RL 30 tetes/menit
Inj. Cefotaxim 2 gr / 12 jam
Inj. Transamin 500 mg / 8 jam
Inj. Ketorolac 1 gr / 8 jam

Tanggal 22 September 2018


S: Demam (-)
Nyeri (+) Bengkak (+)
Mual (+) Muntah (+)
O: KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: komposmentis
TD : 110/80 mmHg
RR : 22 x/menit
Nadi : 95 x/menit, regular
T : 36,8 0C
A: Post op eksisi tumor H2
P: IVFD RL 30 tetes/menit
Inj. Cefotaxim 2 gr / 12 jam
Inj. Transamin 500 mg / 8 jam
Inj. Ketorolac 1 gr / 8 jam
Inj. Dexametason 1 gr / 8 jam
Inj. Gentamisin 1 gr / 8 jam
Inj. Ondansetron 1 gr / 12 jam
9
Tanggal 24 September 2018
S: Demam (-)
Nyeri (-)
O: KU: tampak sakit sedang
Kesadaran: komposmentis
TD : 120/90 mmHg
RR : 22 x/menit
Nadi : 95 x/menit, regular
T : 36,8 0C
A: Post eksisi tumor H3
P: IVFD RL 30 tetes/menit
Inj. Cefotaxim 2 gr / 12 jam
Inj. Transamin 500 mg / 8 jam
Inj. Ketorolac 1 gr / 8 jam
Inj. Dexametason 1 gr / 8 jam
Inj. Gentamisin 1 gr / 8 jam
Inj. Ondansetron 1 gr / 12 jam
Rencana buka drain

PRJ (pasien rawat jalan)


Aclam tab 3x 750 mg
Asam mefenamat tab 3 x 500 mg
Kalk tab 2 x 500 mg
Pasien kontrol kembali ke poli THT 1 minggu

Post Op

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Mandibula


Mandibula adalah tulang rahang bawah dan merupakan tulang muka yang paling

besar dan kuat. Mandibula merupakan satu – satunya tulang pada tengkorak yang dapat

bergerak. Mandibula dapat ditekan dan diangkat pada waktu membuka dan menutup mulut.

Dapat ditonjolkan, ditarik ke belakang dan sedikit digoyangkan dari kiri ke kanan dan

sebaliknya sebagaimana terjadi pada waktu mengunyah. Pada perkembangannya tulang ini

terdiri dari dua belahan tulang yang bersendi di sebelah anterior pada simpisis mental,

persatuan kedua belahan tulang ini terjadi pada umur dua tahun membentuk sebuah korpus

yang letaknya horizontal dan berbentuk seperti tapal kuda, menonjol ke muka serta

11
mempunyai dua buah cabang yang menonjol ke atas dari ujung posterior korpus (gambar

1).1
Bagian – bagian mandibula, yaitu :
A. Korpus
Korpus juga mempunyai dua permukaan, yaitu :
1) Permukaan eksternus
Permukaan eksternus kasar dan cembung. Pada bagian ini terdapat suatu linea

oblikum yang meluas dari ujung bawah pinggir anterior ramus menuju ke bawah dan ke

muka serta berakhir pada tuberkulum mentale di dekat garis tengah. Dan terdapat juga

foramen montale yang terletak di atas linea oblikum dan simpisis menti yang merupakan

rigi di garis tengah yang tidak nyata di bagian atas pada tengah pada tempat persatuan dari

kedua belahan foetalis dari korpus mandibula.

2) Permukaan internus
Permukaan internus agak cekung. Pada permukaan ini terletak sebuah linea

milohyodea, yang meluas oblik dari di bawah gigi molar ke tiga menuju ke bawah dan ke

muka mencapai garis tengah, linea milohyodea ini menjadi origo dari muskulus

milohyodeus. Linea milohyoidea membagi fossa sublingualis dari fossa submandibularis

(gambar 2).
Korpus mempunyai dua buah pinggir, yaitu :1,2
1) Pinggir atas (alveolaris)
Merupakan lekuk dari gigi geligi tetap. Terdapat delapan lekuk dari masing –

masing belahan mandibula ( dua untuk gigi seri, satu untuk gigi taring, dua untuk gigi

premolar dan tiga untuk gigi molar). Pada orang tua setelah gigi – gigi tanggal lekuk –

lekuk ini tidak tampak karena atropi tulang yang mengakibatkan berkurangnya lebar

corpus mandibula.
2) Pinggir bawah (basis)
Pinggir ini tebal dan melengkung yang melanjutkan diri ke posterior dengan pinggir

bawah ramus. Sambungan kedua pinggir bawah ini terletak pada batas gigi molar ke tiga,

di tempat ini basis disilang oleh arteri fasialis. Fossa digastrika yang merupakan lekukan

oval terletak pada masing – masing sisi dari garis tengah. Merupakan origo dari venter

12
anterior muskulus digastrikus. Sepanjang seluruh basis dilekatkan lapis dari fasia kolli dan

tepat di atasnya (superfasialis) dilekatkan platisma (gambar 3).


B. Ramus
Ramus terdiri dari dua permukaan, yaitu :
1) Permukaan eksternus (lateralis)
Permukaan ini kasar dan datar. Bagian posterior atas licin yang berhubungan

dengan glandula parotis. Sisa dari permukaan merupakan insersio dari muskulus masseter.
2) Permukaan internus (medialis)
Pada permukaan ini terletak foramen mandibulare yang merupakan awal dari

kanalis mandibularis serta dilalui oleh nervus dentalis dan pembuluh – pembuluh darahnya.
Pinggir – pinggir pada ramus, yaitu :
 Pinggir superior, merupakan insisura – insisura tajam dan cekung mandibularis di

antara prosesus – prosesus koronoideus dan prosesus kondiloideus.


 Pinggir anterior, melanjutkan diri ke bawah dengan garis oblik.
 Pinggir posterior, tebal dan alur – alur merupakan permukaan medialis dari

glandula parotis.
 Pinggir inferior, melanjutkan diri dengan pinggir inferior korpus dan bersama –

sama membentuk basis mandibula. Mandibula termasuk ke dalam bagian sepertiga

bawah wajah. Mandibula berhubungan dengan basis kranii dengan adanya temporo

mandibula joint dan disangga oleh otot-otot pengunyahan. Mandibula terdiri dari

korpus berbentuk tapal kuda dan sepasang ramus. Korpus mandibula bertemu

dengan ramus masing-masing sisi pada angulus mandibula. Pada permukaan luar

digaris tengah korpus mandibula terdapat sebuah rigi yang menunjukkan garis fusi

dari kedua belahan selama perkembangan, yaitu simfisis mandibula.


Nervus Mandibularis merupakan cabang terbesar, yang keluar dari ganglion Gasseri.

Saraf keluar dari cranium melalui foramen ovale, dan bercabang menjadi 3 percabangan

yang mensyarafi mandibula. Mandibula dipersyarafi oleh 3 cabang nervus, yaitu

N.Lingualis, N.Alveolaris Inferior dan N.Bukalis (Gambar 4).3

13
Gambar 1

Anatomi kraniumdari lateral

Gambar 2

Anatomi kranium dari bawah

Gambar 3

Anatomi kranium dari frontal

14
Gambar 4
Nervus yang berada di wajah pada pandangan lateral

3.2 Definisi Tumor

Neoplasma adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh

terus menerus secara tidak terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan

tidak berguna bagi tubuh. Pada rongga mulut, tumor atau neoplasma dapat didefinisikan

sebagai suatu pertumbuhan jaringan di dalam dan di sekitar rongga mulut yang

pertumbuhannya tidak dapat dikembalikan dan tidak berguna bagi tubuh. Jaringan tersebut

dapat tumbuh pada bibir, pipi, dasar mulut, palatum, lidah, dan didalam tulang

rahang.Jaringannya dapat terdiri dari jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, jaringan

saraf, jaringan tulang, pembuluh darah.

Berdasarkan garis besarnya dan keganasannya neoplasma atau tumor dapat

diklasifikasikan menjadi : jinak (benigna) dan ke pertumbuhan ganas (maligna atau

kanker). Tumor jinak (benigna) dan tumor ganas (maligna atau kanker) memiliki ciri-ciri

sebagai berikut :

1. Tumor Jinak (Benigna)

a. Pertumbuhannya ekspansif

Pertumbuhan ekspansif yaitu mendesak jaringan sehat sekitarnya sehingga

jaringan sehat yang terdesak membentuk simpai atau kapsul dari tumor, maka

dikatakan tumor jinak umumnya bersimpai atau berkapsul. Karena tidak ada

pertumbuhan infiltratif biasanya tumor jinak dapat digerakkan dari dasarnya.

b. Tidak bersifat residif

Tumor jinak yang berkapsul bila diangkat mudah dikeluarkan seluruhnya

sehingga tidak ada jaringan tumor tertinggal dan tidak menimbulkan kekambuhan.

c. Tidak bermetastase

15
Tumor jinak biasanya tidak dapat bermetatase sehingga tumor jinak tidak

dapat menyebar kejaringan sekitarnya.

d. Pertumbuhan yang lambat

Dengan pertumbuhan yang lambat tumor tidak cepat membesar dan dari

pemeriksaan mikroskopik tidak ditemukan gambaran mitosis abnormal. Adanya

gambaran mitosis sugestif tumor itu ganas.

e. Tidak menyebabkan kematian

Tumor jinak tidak membahayakan atau mengancam jiwa, namun bila tumor

tersebut tumbuh didaerah vital maka tumor tersebut dapat mengancam jiwa.

2. Tumor Ganas ( Maligna atau Kanker )

a. Pertumbuhan infiltratif

Pertumbuhan infiltratif yaitu tumbuh bercabang menyebuk kedalam

jaringan sehat sekitarnya, menyerupai jari kepiting sehingga disebut kanker. Karena

itu tumor ganas biasanya sulit digerakkan dari dasarnya.

b. Residif

Tumor ganas sering tumbuh kembali (residif) setelah diangkat atau diberi

pengobatan dengan penyinaran. Keadaan ini disebabkan adanya sel tumor yang

tertinggal, kemudian tumbuh dan membesar membentuk tumor ditempat yang

sama.

c. Metastase

Walaupun tidak semua, umumnya tumor ganas sanggup mengadakan anak

sebar ditempat lain melalui peredaran darah ataupun cairan getah bening.
16
d. Pertumbuhan yang cepat

Secara klinik tumornya cepat membesar dan secara mikroskopik ditemukan

mitosis normal (bipolar) maupun abnormal (atipik). Sebuah sel membelah menjadi

dua dengan membentuk bipolar spindle.Pada tumor yang ganas terjadi pembelahan

multiple pada saat bersamaan sehingga dari sebuah sel dapat menjadi tiga atau

empat anak sel. Pembelahan abnormal ini memberikan gambaran mikroskopik

mitosis atipik seperti mitosis tripolar atau multipolar.

e. Tumor ganas bila tidak diobati akan menyebabkan kematian

Berbeda dengan tumor jinak biasanya tidak menyebabkan kematian bila

letaknya tidak berada didaerah vital.

3.3 Etiologi dan Predisposisi Tumor Mandibula

Etiologi tumor mandibula menurut beberapa ahli mengatakan bahwa tumor

mandibula dapat terjadi setelah trauma, ekstrinsik karsinogenik, karsinogenik kimia dan

virus. Trauma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya trauma.

Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap sebagai penyebab utama karena tulang

yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah jarang menyebabkan tumor.

Penggunaan substansi radioaktif dalam jangka waktu lama dan melebihi dosis juga

diduga merupakan penyebab terjadinya tumor ini. Ada dugaan lain bahwa penggunaan

thorium untuk penderita tuberkulosis mengakibatkan pasien berkembang menjadi tumor

mandibula. Penelitian tentang virus yang dapat menyebabkan tumor baru dilakukan pada

hewan, sedangkan sejumlah usaha untuk menemukan onkogenik virus pada osteosarkoma

manusia tidak berhasil.Walaupun beberapa laporan menyatakan adanya partikel seperti

virus pada sel tumor.

17
Tumor ini tumbuh dari berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses

pembentukan tumor ini belum diketahui. Tumor ini dapat berasal dari sisa sel dari enamel

organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari beberapa spesimen dijumpai

pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan

dengan ameloblast yang pada bagian tengah mengalami degenerasi serta menyerupai

retikulum stelata.

Terlihat sisa-sisa epitel Malassez yang biasanya terdapat pada membran periodontal

dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang mungkin menyebabkan

pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista odontogenik.7,8

Sedangkan predisposisi terjadinya tumor mandibula adalah dengan melakukan

kebiasaan buruk seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, obesitas, faktor usia, faktor

genetik, terkena paparan sinar matahari atau ultraviolet dan polusi udara.

3.4 Klasifikasi

Tumor mandibula adalah tumor jinak ondontogenik pada mandibula yang

mempunyai kecenderungan tumbuh ekspansif dan progresif, hingga menimbulkan

deformitas wajah. WHO membagi tumor odontogenik menjadi 3 klasifikasi1,2,3:

Maligna Benigna Tumor lainnya

Epitel odontogenik dengan sel Melanotic


Karsinoma odontogenik matur, stroma fibrous, tanpa neuroectodermal
 Metastase ameloblastoma
ektomesenkim odontogenik tumour of infancy
 Kasinoma ameloblastoma
 Primary intraosseous  Ameloblastoma
 Calcifiying epithelial
squamous cell carcinoma
 Clear cell odontogenic odontogenic tumour
 Adenomatoid odontogenic
carcinoma
 Ghost cell odontogenic tumour
carcinoma  Keratocystic odontogenic
tumour
Sarkoma odontogenik Epitel odontogenik dengan
 Ameloblastoma ektomesenkim odontogenik
fibrosarkoma dengan atau tanpa
 Ameloblastic fibrodentino
pembentukan jaringan keras
and fibro odontosarcoma

18
 Ameloblastic fibroma
 Ameloblastic fibro
odontoma
 Complex odontoma
 Compound odontoma
Mesenkim dan atau
ektomesenkim odontogenik
dengan atau epitel
odontogenik
 Odontogenic myxoma
 Cementoblastoma
Adanya lesi pada tulang
 ossifying fibroma
 fibrous dysplasia
 osseus dysplasia

3.4.1 Fibrous Dysplasia

Fibrous dysplasia merupakan suatu kondisi patologis jinak pada tulang dan sering

dijumpai pada berbagai jenis tulang. Pada kebanyakan kasus, lesi ini sering dijumpai pada

masa anak-anak dan dewasa muda tetapi jarang mendapat perhatian sampai kemudian

pasien menyadarinya. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan lesi yang berjalan lambat

dan tanpa keluhan. Pada tahun 1938 Lichenstein memperkenalkan istilah fibrous dysplasia

dan menemukan bahwa fibrous dysplasia dapat terjadi pada satu atau beberapa tulang1.

Monostotik fibrous dysplasia merupakan bentuk penyakit fibrous dysplasia yang

hanya melibatkan satu bagian tunggal tulang. Kelainan ini dimulai pada masa anak-anak

kemudian mengalami pertambahan ossifikasi dan tertahan pada masa dewasa, lebih dari

80% kasus yang ada merupakan kasus monostotik fibrous dysplasia. Monostotik fibrous

dysplasia secara umum menunjukkan distribusi yang sama pada kedua jenis kelamin laki-

laki atau perempuan. Monostotik fibrous dysplasia meskipun tidak begitu parah

dibandingkan poliostotik fibrous dysplasia, namun lebih besar mendapatkan perhatian

dokter karena sering dijumpai1. Fibrous dysplasia dapat juga merupakan komplikasi dari

19
fraktur yang patologis dan oleh akibat suatu degenerasi maligna. Selain itu, penyakit ini

juga dapat berasosisasi dengan kista aneurysmal.

3.4.2 ANATOMI

Tulang manusia berbeda dengan tulang hewan dalam hal struktur, ketebalan,

ukuran dan umur penulangan (osifikasi). Setiap manusia memiliki 190 tulang dan tulang

ini dibedakan menjadi tulang panjang, pendek, pipih dan tidak teratur. Tulang panjang kita

dapati pada tangan dan kaki seperti humerus, radius, ulna, femur, tibia dan fibula. Tulang

pendek meliputi tulang clavicula, metacarpal dan metatarsal. Tulang pipih terdapat pada

tulang-tulang atap tengkorak seperti frontal, parietal dan occipital. Tulang tidak teratur

adalah tulang vertebra dan basis cranii.

Secara umum, rangka orang dewasa memiliki dua komponen struktur yang

mendasar yaitu tulang spongiosa dan kompakta/kortikal. Struktur kompakta/kortikal

terdapat pada bagian tepi tulang panjang meliputi permukaan eksternal. Pada bagian

internal tulang, terdapat struktur spongiosa seperti jala-jala sedangkan bagian tengah tulang

panjang kosong atau disebut cavitas medullaris untuk tempat sumsum tulang4,5.

3.4.3 EPIDEMIOLOGI

Penyakit fibrous dysplasia tidak mempunyai predileksi ras yang spesifik, dapat

mengenai semua ras manusia. Angka kejadian pada laki-laki dan perempuan adalah sama.

Manifestasi awal dari fibrous dysplasia seringnya ditemukan pada usia 3-15 tahun. Dua

per tiga pasien dengan tipe poliostotik tidak bergejala sebelum usia 10 tahun. Pada tipe

monoostotik pada usia 20 sampai 30 tahun sering belum bergejala1,6.

20
3.4.4 ETIOLOGI

Etiologi fibrous dysplasia belum jelas diketahui, namun dari beberapa literatur

menjelaskan bahwa lesi fibrous dysplasia sebagai pertumbuhan yang abnormal dan

merupakan penyakit asimptomatik yang dijumpai secara tidak sengaja pada suatu

pemeriksaan radiologi atau ketika terjadi komplikasi berikutnya.

Eugene Braunwald (1987) menyatakan dasar kelainan fibrous dysplasia tidak

diketahui, penyakit ini tidak tampak seperti penyakit turunan, meskipun telah dilaporkan

mempengaruhi kembar monozygot. Cardona (1998), penyakit dengan etiologi yang tidak

diketahui secara umum didiagnosis pada masa anak-anak dan atau remaja. Joseph dan

James (1989) mengemukakan bahwa fibrous dysplasia disebabkan adanya suatu reaksi

yang abnormal dari peristiwa traumatik yang terlokalisasi.

Suatu penelitian menunjukkan bahwa penyakit ini mungkin disebabkan kelainan

struktur kimia protein tulang yang mengakibatkan pembesaran sel-sel yang menghasilkan

jaringan fibrous. Kelainan kimiawi tersebut terjadi karena mutasi struktur gen yang

memproduksi protein. Fibrous dysplasia mungkin merupakan penyakit kongenital yang

berarti individu-individu yang menderita penyakit ini mungkin mengidapnya sejak mereka

lahir1,2,7.

3.4.5 Klasifikasi

Sejak istilah fibrous dysplasia diperkenalkan pertama kali oleh Lichtenstein tahun

1938, banyak perkembangan klasifikasi berdasarkan kondisi dari penyakit ini, tetapi

sejalan dengan meningkatnya pengetahuan dan pengalaman, kelainan ini dapat

diklasifikasikan berdasarkan jumlah tulang yang terlibat. Fibrous dysplasia bisa muncul

hanya pada satu tulang saja (monostotik dysplasia) ataupun pada beberapa tulang

(poliostotik fibrous dysplasia).

21
Secara umum klasifikasi dari fibrous dysplasia dipakai dengan istilah monoostik

dan poliostotik sebagai bentuk fibrous dysplasia yang berarti melibatkan satu atau lebih

tulang. Ada juga yang membagi klasifikasinya menjadi 3 kategori utama yaitu:

Monoostotik (yang sering dijumpai), Poliostotik dan Sindrom Albright’s. Sedangkan Shafer

membagi poliostotik fibrous dysplasia atas 2 tipe yaitu: (1) Fibrous dysplasia yang meliputi

beberapa tulang tetapi kerangka masih normal dan disertai adanya lesi pigmentasi pada

kulit (café-au-lai-spot) yang disebut dengan tipe Jaffe (2) Fibrous dysplasia yang meliputi

seluruh bagian tulang kerangka dan disamping adanya lesi pigmentasi pada kulit juga

disetai adanya gangguan kelenjar endokrin yang disebut sebagai sindrome McCune-

Albright’s1,2,6,7.

Tipe monoostotik

Kira-kira 70-80% fibrous dysplasia adalah monoostotik. Tipe ini sering terjadi

pada tulang iga (28%), femur (23%), tibia atau tulang craniofacial (10-25%), selebihnya

pada humerus dan vertebra. Tipe ini dapat timbul dengan gejala nyeri atau fraktur

patologis pada pasien dengan usia 10-70 tahun, tetapi tipe ini sering terjadi pada usia 20-

30 tahun. Derajat deformitas tulang tipe monoostotik lebih ringan dari pada tipe

poliostotik1,7.

Tipe poliostotik

Kira-kira 20-30% dari fibrous dysplasia adalah tipe polioostotik. Fibrous dysplasia

tipe poliostotik sering melibatkan tulang kepala dan wajah, pelvis, vertebra dan sendi bahu.

Lokasi keterlibatan pada femur (91%), tibia (81%), pelvis (78%), costa , tulang kepala dan

tulang wajah (50%), serta pada ekstremitas atas, vertebra lumbal, clavicula dan vertebra

cervicaldengan frekuensi yang rendah. Dysplasia dapat unilateral dan bilateral dan dapat

mengenai beberapa tulang pada ekstremitas tunggal atau kedua ekstremitas tanpa atau

dengan keterlibatan tulang axial. Walaupun variasi poliostotik cenderung dengan distribusi

22
unilateral, keterlibatannya dapat asimetris dan ke semua tulang ketika penyakit ini

bilateral1,7.

3.4.6 PATOFISIOLOGI

Fibrous dysplasia merupakan abnormalitas tulang yang biasa timbul pada usia

pertumbuhan dan perkembangan. Dysplasia berarti perkembangan yang abnormal.

Kelainan ini merupakan penyakit tulang dimana lapisan terluar dari tulang menjadi tipis

dan bagian dalam sumsum tulang digantikan jaringan fibrous yang berpasir yang terdiri

atas fragmen-fragmen tulang yang tajam seperti jarum.

Pada fibrous dysplasia terjadi dysplasia jaringan akut fibrosa yang mengandung

trabekula tulang dengan karakteristik seperti pusaran dari sel spindel, fokal kalsifikasi dari

woven bone. Gambaran ini disebut Chinese Character.Pada tulang yang telah matang

terlihat serat kolagen yang terangkai seperti selendang yang disebut lamellae.

Pada fibrous dysplasia, tulang bagian medulla digantikan oleh jaringan fibrosa,

dimana akan tampak radiolusen pada pemeriksaan rontgen. Trabekula dari woven bone

mengandung kista terisi cairan yang ditempeli matriks jaringan ikat kolagen , yang akan

menampakkan gambaran pengabutan dari tulang1,7.

Penyakit ini umumnya jelas kelihatan pada masa kanak-kanak , bisa muncul

hanya pada satu tulang saja (monostotik dysplasia) ataupun pada beberapa tulang

(poliostotik fibrous dysplasia). Selanjutnya sering ditemukan saat terjadinya fraktur tulang

akibat trauma minor. Sayangnya , fraktur yang diakibatkan oleh tulang yang dysplasia

tidak dapat sembuh secara sempurna jika jaringan fibrous ini tidak diatasi secara

operasional. Kelainan yang terjadi merupakan tumor tulang benigna yang akan terus

tumbuh sampai masa remaja sempurna. Setelah terjadi pertumbuhan sempurna,

23
perkembangan abnormalitas ini akan terhenti, tetapi penderita akan memiliki satu atau

lebih tulang yang tidak kuat atau lemah1,2.

3.4.7 HISTOLOGI

Secara mikroskopis lesi memperlihatkan penggantian tulang normal oleh jaringan

fibrous yang mengandung tulang dan trabekula yang metaplasia. Jaringan fibrous dysplasia

banyak yang mengandung sel-sel dan memperlihatkan bentuk lingkaran yang berisi jalinan

berkas kolagen yang tebal. Secara tipikal, trabekula tulang yang baru terbentuk tidak

teratur dan berisi susunan tulang berserat kasar dan belum matang dengan jumlah osteoid

yang bermacam-macam.

Fibrous dysplasia terdiri dari beberapa gambaran yaitu seluler, proliferasi fibrous

jaringan penyambung yang berbentuk foci dan ketidakaturan bentuk trabekula tulang yang

tidak matang. Serat kolagen yang lengkap tersusun dalam pola stratified (bentuk

bertingkat) dari jalinan berkas kolagen. Fibroblast memperlihatkan bentuk yang sama,

nukleus berbentuk spidel sampai stellate. Trabekulasi tulang menunjukkan kurangnya

aktivitas osteoklas dan kurangnya osteoblas di sekeliling tulang trabekula7.

3.4.8 GAMBARAN KLINIS

Meskipun pasien dengan fibrous dysplasia dapat terjadi pada semua usia, tetapi

secara khusus adalah pada usia muda dekade 1 dan 2. Tujuh puluh lima persen dari pasien

muncul sebelum usia 30 tahun. Pasien-pasien dengan fibrous dysplasia yang kecil dan

monostotik dapat asimptomatik, dengan abnormalitas tulang teridentifikasi indental saat

pemeriksaan radiologis untuk indikasi yang tak berhubungan. Ketika gejala-gejala tampak

24
maka akan tidak spesifik antara lain nyeri, bengkak yang dapat juga muncul pada beberapa

penyakit tulang yang lainnya6,7.

3.4.9 GAMBARAN RADIOLOGIS

Secara umum pemeriksaan foto polos fibrous dysplasia pada tulang memberikan

gambaran yang bervariasi, tergantung pada tahap dari penyakit serta mempunyai

gambaran yang radiolusen sampai massa radiopaque yang padat. Secara klasiknya lesi

fibrous dysplasia adalah intramedulla, ekspansil dan berbatas tegas, walaupun kadang-

kadang ada “endosteal scalloping”, kontur kortex halus tetap ada. Lesi memperlihatkan

derajat densitas pengkabutan (hazy) dengan gambaran ground glass, meskipun beberapa

tampak sebagai lusensi komplit atau sklerotik7.

Pada fibrous dysplasia terdapat tiga tahap gambaran radiografi yang bisa dilihat.

Gambaran yang pertama yaitu lesi biasanya berupa gambaran radiolusen kecil yang

unilokular ataupun radiolusen yang multilokular. Kedua bentuk ini masih mempunyai

batas yang jelas dan masih terdiri atas jaringan tulang trabekular yang baik. Gambaran

klinis pada tahap ini jarang sekali terlihat karena masih berupa tahap permulaan terjadinya

penyakit.

Gambaran kedua yaitu berupa gambaran yang secara berangsur-angsur menjadi

opaque. Gambaran ini disebut dengan gambaran “ground glass”, “orange peel” atau

“finger print” dengan batas yang tidak begitu jelas. Gambaran ini terjadi karena

terbentuknya spikula tulang yang baru secara tidak teratur, tampak scalloping endosteal.

Pada gambaran ketiga lesi ini semakin menjadi opaque seiring dengan bertambahnya umur

dan matangnya lesi (terdapat matriks kalsifikasi).

Ada empat lesi yang tampak dengan tampilan bervariasi sehingga lesi-lesi tersebut

dapat tampak sebagai “look like anything”yaitu fibrous dysplasia, metastase kanker,

25
infeksi dan tumor chondroids. Pada beberapa tahun belakangan lesi ke 5 yakni eosinohilic

granuloma ditambahkan. Sehingga lesi-lesi tersebut dapat dipertimbangkan sebagai

diagnosa bandingnya8.

CT Scan dan MRI berguna untuk mengevaluasi komponen soft tissue dan

perluasan suatu lesi. Gambaran karakteristik MRI fibrous dysplasia adalah bervariasi,

secara tipikal memperlihatkan intensitas signal rendah sampai intermediat pada T-1

weighted, intermediate sampai tinggi pada T-2 weighted dan tampak penyangatan

heterogen setelah pemberian kontras gadolinium. Sedang pada gambaran CT Scan dapat

ditemui gambaran opasitas ground glass, dengan batas yang tegas, ditemui gambaran

ekspansi tulang dengan tulang yang masih intak, dapat ditemui gambaran sklerotik yang

homogen dan lesi kistik sertaendosteal scalloping (jarang)10.

Pada tulang kepala dan wajah

Tulang frontal lebih sering terkena dari pada tulang sphenoid, dengan hilangnya

sinus sphenoidalis dan frontal.Basis tulang kepala dapat sklerotik. Lesi radiolusen atau lesi

sklerotik pada tulang kepala dan wajah, dapat soliter atau multipel, simetris atau tidak

simetris dapat muncul. Protuberansia occipitalis eksterna dapat prominen, tetapi gambaran

ini dapat pula terjadi pada paget disease, neurofibromatosis dan meningioma. Keterlibatan

maxilla dan mandibula mempunyai pola campuran radiolusen dan radioopak, dengan

pergeseran gigi dan distorsi caum nasal. Ruang diploe melebar dengan pergeseran tabula

eksterna. Tabula interna dari tulang kepala tetap bertahan pada fibrous dysplasia, tidak

seperti pada paget disease. Lusensi calvaria kistik, sering melewati sutura dengan batas

sklerotik dapat menyerupai gambaran donut10.

3.4.10 DIAGNOSIS

26
Diagnosis ditegakkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik diagnostik dan

pemeriksaan penunjang radiologis. Pemeriksaan radiologi polos merupakan pemeriksaan

pertama yang sering dilakukan. Pemeriksaan histopatologi akan memastikan diagnosis

fibrous dysplasia. Penegakan diagnosis yang benar merupakan tanggung jawab bersama

antara klinik dan spesialis radiologi yang menemukan lesi di dalam tulang dan antara

spesialis yang harus mendapatkan jaringan biopsi dengan spesialis patologi yang

menafsirkannya9.

3.4.11 PENATALAKSANAAN

Fibrous dysplasia adalah kelainan kronik yang sering berkembang progresif.

Walaupun lesi tersebut dapat stabil dan berhenti berkembang, lesi tersebut tidak dapat

menghilang sempurna. Lesi pada tipe poliostotik dan pada anak yang sedang tumbuh-

kembang dapat berkembang dengan cepat.

Penanganan fibrous dysplasia pada tulang dapat dibagi menjadi dua yaitu terapi

non bedah dan terapi bedah. Pada terapi non bedah dapat diobservasi dan dengan

pemberian obat. Pada observasi daerah yang terkena fibrous displasia yang tidak bergejala

diobservasi dalam periode tertentu dengan foto rontgen dan tidak diterapi jika lesi tersebut

tidak berkembang progresif. Brace dapat digunakan untuk mencegah fraktur, tetapi tidak

efektif untuk mencegah deformitas. Pemberian obat seperti bisphospnate diberikan untuk

mengurangi aktivitas sel-sel yang merusak tulang. Pemberian analgetik dapat mengurangi

sakit pada tulang.

Penanganan bedah cukup sering dilakukan pada pengananan fibrous dysplasia.

Temuan berikut dapat merupakan indikasi penanganan bedah yakni : lesi bergejala yang

tidak responsif pada penanganan non bedah, fraktur kominutif, fissura pada tulang yang
27
tidak membaik dengan pemasangan cast atau brace, deformitas yang progresif, timbulnya

lesi maligna dan tujuan untuk mencegah lesi lebih besar yang dapat menyebabkan

fraktur1,2.

3.4.12 PROGNOSIS

Prognosis penyakit fibrous dysplasia adalah baik, umumnya tidak menimbulkan

kematian. Lesi fibrous dysplasia tidak berkembang bila terjadi pada sebelum pubertas.

Disebutkan ada kemungkinan berdegenerasi maligna pada kurang lebih 1% kasus. Pada

kasus yang ringan jarang membutuhkan terapi bedah. Pada kasus poliostotik dan yang

mengenai tulang maxilla facial akan membutuhkan penanganan yang lebih khusus1.

3.5 Staging tumor pada rongga mulut

Sistem yang dipakai adalah American Join Commite For Cancer Staging and End

Result reporting (AJCCS). Sistem yang dipakai adalah T.N.M yaitu: T : Tumor primer,

N : Kelenjar getah bening regional, M : Metastasis jauh tumor primer dan dipakai

pada rongga mulut :

T – Tumor primer

TX :Tumor yang belum dapat dideteksi

T0 :Tidak ada bukti tumor primer

TIS : Karsinoma insitu (tumor permukaan)

T1 : Tumor besarnya 2 cm atau lebih kecil

T2 : Tumor lebih besar dari 2 cm tetapi lebih kecil dari 4 cm

T3 : Tumor lebih besar dari 4 cm

28
T4 : Tumor telah melibatkan struktur di sekitarnya seperti tulang kortikal atau otot – otot

lidah

N – Kelenjar getah bening regional

NX : Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperkirakan

N0 : Tidak ada metastatis ke kelenjar getah bening regional

N1 : Metastatis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran kurang dari 3

cm

N2 : Metastatis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran 3 - 6 cm atau

bilateral atau melibatkan kelenjar getah bening multiple dengan ukuran kurang dari 6 cm

atau melibatkan kelenjar getah bening kontra lateral dengan ukuran kurang dari 6 cm

N2a : Metastatis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran 3 - 6 cm

N2b : Metastatis ke kelenjar getah bening multiple dengan ukuran kurang dari 6 cm

N2c : Metastatis ke kelanjar getah bening kontra lateral dengan ukuran kurang dari 6 cm

N3 : Metastatis ke kelenjar getah bening dengan ukuran lebih dari 6 cm

M – Metastatis jauh tumor primer

MX : Adanya metastatis jauh tidak dapat diperkirakan

M0 : Tidak ada metastatis jauh dari tumor primer

M1 : Ada metastasis jauh dari tumor primer

Dari TNM sistem di atas, maka derajat tumor dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Stage 1 : T1 N0 M0

Stage 2 : T2 N0 M0

Stage 3 : T3 N0 M0, T1 N1 M0, T2 N1 M0, T3 N1 M0

Stage 4 : T4 N0 M0

T1, T2, atau T3 dengan N2 atau N3 dan M0


29
T1, T2 atau T3 N2 atau N3 dan M1

BAB IV
PEMBAHASAN

Dari kasus didapatkan pasien laki-laki usia 18 tahun, dengan keluhan benjolan di

rahang bawah sebelah kiri. Dari hasil anamnesa diketahui benjolan dialami pasien pertama

kali muncul sejak 3 tahun yang lalu. Selama ini benjolan pada daerah rahang tidak

mengalami keluhan hanya saja ukurannya yang dirasakan semakin membesar. Benjolan

dirasakan tidak nyeri dan sakit.

Dari anamnesis didapatkan faktor predisposisi terjadinya tumor mandibula yang

sesuai dengan teori yaitu bahwa munculnya tumor mandibula ini terjadi karena

pertumbuhan yang abnormal dan merupakan penyakit asimptomatik yang dijumpai secara

tidak sengaja.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran pada bagian rahang bawah di

sebelah kiri, terdapat deformitas, tidak hiperemis, permukaan berbenjol, konsistensi keras

dan tidak terasa nyeri.

Dari pemeriksaan penunjang patologi anatomi ditemukan fibrous dysplasia. Hal ini

sesuai dengan teori, bahwa lesi jenis ini sering dijumpai pada masa anak-anak dan dewasa

muda, dimana pada kasus ini pasien berumur 18 tahun, dan jarang mendapat perhatian

sampai kemudian pasien menyadarinya karena pertumbuhan lesi yang berjalan lambat dan

tanpa keluhan.

30
Pada pasien dilakukan penatalaksaan dengan tindakan bedah. Yang menjadi

indikasi penanganan bedah yakni : lesi bergejala yang tidak responsif pada penanganan non

bedah, fraktur kominutif, fissura pada tulang yang tidak membaik dengan pemasangan cast

atau brace, deformitas yang progresif, timbulnya lesi maligna dan tujuan untuk mencegah

lesi lebih besar yang dapat menyebabkan fraktur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ajmal S, Khan MA, Jadoon H, Malik SA. 2007.Management Protocol of Mandibula

Ractures at Pakistan Institute of Medical Sciences. Islamabad, Pakistan: J Ayub Med

Coll AbbottabadVol 19, issue 3; Hal 51-55.


2. Andi Sb, Masykur R. 2010.Trauma Oral & Maksilofacial. EGC; Hal 91-116.
3. Soepardi EA, Iskandar N. 2006.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorokan Kepala Leher. Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran, Indonesia: Jakarta;

Hal 132-156.
4. Dingman TM, Natvig AC. 1965. Surgery of Facial Fractures. Wisconsin; Hal 133.
5. Pederson GW. 1965.Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (terj). EGC. Jakarta; Hal 179-180.
6. Gde Rastu Adi Mahartha, Sri Maliawan, Ketut Siki Kawiyana.

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=14484&val=970. Hal 1-14.


7. Sri Rahayu. 2012. Titanium Bone Screw: Alternatif Fiksasi Intermaksilar pada

Fraktur Mandibula Sederhana. Majalah Kedokteran FK UKI 2012 Vol XXVIII No.2;

Hal 1-8.
8. Rahmat Babuta, Moch. Affandi. 2004. Perawatan Fraktur Berganda Mandibula

Dengan Reduksi. Jurnal Kedokteran Gigi Edisi Khusus Komit. Hal 141-142.
9. Sanders, T G. Parsons, T W. Radiographics Imaging of Musculoskeletal Neoplasia.

Cancer Control. May/June 2001, vol.8.No3.


10. Won, H J. Kyu, H C. Bo, Y C. Jeong, M P. Kyung , S S. Fibrous Dysplasia : MR

imaging Characteristic with radiopathologic Correlation. AJR 1996;167:1523-1527.

31

Anda mungkin juga menyukai