Anda di halaman 1dari 13

RINGKASAN EKSEKUTIF

MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT INDONESIA MELALUI


PERCEPATAN PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN

Slamet Widodo, S.E., M.E.


Jesly Yuriaty Panjaitan, S.E., M.M.
Ricka Wardianingsih, S.E.
Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.

Mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat pada level tertentu merupakan


tujuan akhir dari setiap proses perencanaan pembangunan yang dijalankan oleh
sebuah negara, tak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan
idealnya diarahkan untuk mendorong perkembangan kegiatan atau sektor-sektor
ekonomi yang memberikan dampak yang besar dan signifikan dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara umum.
Untuk Indonesia, salah satu sektor yang perlu didorong perkembangannya adalah
sektor pertanian. Akan tetapi, saat ini sektor pertanian Indonesia mengalami
penurunan kinerja baik dari sisi kontribusi terhadap PDB, daya serap tenaga kerja
hingga produktivitas yang tetap rendah.
Penurunan kinerja sektor pertanian tersebut tidak dapat dilepaskan dari kondisi
SDM pertanian yang didominasi oleh petani usia tua dan berpendidikan rendah, alih
fungsi lahan yang cukup masif, ketidakmampuan petani menyediakan benih dan
pupuk yang mumpuni, kelemahan permodalaan, rendahnya pemanfaatan teknologi
hingga pada panjangnya distribusi pertanian yang menjadi disinsentif bagi petani
dalam meningkatkan produksinya.
Dalam rangka mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia
(khususnya petani) ke tingkatan yang lebih tinggi, pemerintah harus mampu dengan
cepat menyelesaikan berbagai persoalan yang sudah diuraikan tersebut. Ada
beberapa alternatif kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah.
Pertama, mendorong regenerasi SDM pertanian dengan menciptakan sektor
pertanian merupakan sektor yang menjanjikan dan menguntungkan bagi generasi
muda atau generasi Z.
Kedua, mendorong pemanfaatan teknologi pertanian melalui “penyelarasan”
hasil penelitian dunia akademik dengan pemanfaatan teknologi yang dilakukan oleh
petani.
Ketiga, mendorong penguatan sumber permodalan bagi petani melalui
pemanfaatan anggaran pemerintah dalam bentuk koperasi pertanian.
Keempat, mempercepat proses reforma agraria sehingga mampu mendorong
produksi maupupun produktivitas pertanian Indonesia.
Kelima, merustrukturisasi seluruh program dan anggaran pemerintah yang lebih
menguntungkan petani, tepat sasaran dan langsung berdampak pada kesejahteraan
dan produktivitas petani.
Keenam, memotong rantai distribusi yang masih panjang melalui penguatan
koperasi pertanian dan pendampingan perluasan pasar bagi petani.
Ketujuh, mendorong perkembangan industri pengelohan pertanian yang bernilai
tambah.
Kedelapan, memperkuat tenaga penyuluh dan pendamping pertanian.

1
BAGIAN PERTAMA
PENDAHULUAN

Mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat pada level tertentu merupakan tujuan akhir dari
setiap proses perencanaan pembangunan yang dijalankan oleh sebuah negara, tak terkecuali
Indonesia. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan idealnya diarahkan untuk mendorong
perkembangan kegiatan atau sektor-sektor ekonomi yang memberikan dampak yang besar dan
signifikan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum.
Untuk Indonesia, salah satu sektor yang perlu didorong perkembangannya adalah sektor
pertanian. Berdasarkan struktur pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB), sektor pertanian1
merupakan penyumbang terbesar ketiga setelah sektor manufaktur dan perdagangan. Dalam
kurun waktu tahun 2000-2016, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB sebesar 13,80 persen
setiap tahunnya.
Dari sisi ketenagakerjaan, sektor pertanian merupakan sektor dengan daya serap tertinggi.
Dalam kurun waktu tahun 2000-2016, sektor ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar 39,95
setiap tahunnya. Melihat kontribusi yang cukup besar terhadap PDB dan daya serap tenaga
kerjanya yang tertinggi, meletakkan sektor pertanian sebagai sektor prioritas dalam rencana
pembangunan nasional merupakan pilihan yang tepat.
Hingga saat ini, pemerintah selalu meletakkan pembangunan sektor pertanian sebagai
prioritas pembangunan nasional. Hal ini terlihat dalam setiap dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN), baik 2 (dua) periode pemerintahan SBY maupun pada masa
pemerintahan Jokowi saat ini. Artinya, pemerintah menyadari bahwa dalam konteks
meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat secara aggregat ke level yang lebih tinggi, salah
satu jalan yang dapat ditempuh adalah mendorong akselerasi kinerja sektor pertanian.
Pertanyaannya, apakah perencanaan-perencanaan yang terdokumentasi dalam RPJMN
tersebut sejalan dengan capaian kinerja sektor pertanian dan sejalan dengan peningkatan
kesejahteraan petani. Berangkat dari pertanyaan tersebut, tulisan ini hendak mencoba menjawab
pertanyaan tersebut. Tulisan ini akan sedikit banyak mengulas bagaimana perkembangan kinerja
sektor pertanian dan kesejahteraan petani dalam kurun waktu tahun 2010 hingga 2016. Selain
itu, tulisan ini juga akan sedikit mengupas tentang apa saja masalah dan tantangan pembangunan
sektor pertanian yang dihadapi pemerintah saat ini.
Dari ulasan tersebut, tulisan ini akan diakhiri dengan alternatif-alternatif kebijakan yang
dapat ditempuh oleh pemerintah untuk mendorong kinerja sektor pertanian dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya petani.

KINERJA SEKTOR PERTANIAN DAN KONDISI KESEJAHTERAAN PETANI

Bagian kedua ini akan mengulas kinerja sektor pertanian2 kurun waktu 2010 – 2016 yang
dinilai dari dari beberapa indikator seperti kontribusi terhadap PDB, daya serap tenaga kerja,
investasi sektor pertanian, perdagangan luar negeri, nilai tukar petani dan produktivitas
pertanian.
Kontribusi Sektor Pertanian3 Terhadap PDB Mengalami Tren Penurunan

1 Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan

3 Data yang digunakan adalah data sub sektor tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan dan peternakan
2
Dalam kurun waktu tahun 2010 – 2014, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB
mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Penurunan kontribusi tersebut juga masih berlanjut
pada 2 tahun periode awal pemerintahan Jokowi-JK (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDB Mengalami Tren Penurunan

Sumber : BPS, diolah

Dari sisi pertumbuhannya, sektor ini juga cenderung mengalami penurunan kinerja. Hal ini
terlihat pada terjadinya kecenderungan penurunan pertumbuhan setelah tahun 2012. Selain
mengalami kecenderugan penurunan, pertumbuhan sektor pertanian pada kurun waktu yang
sama juga selalu berada dibawah pertumbuhan nasional. Capain-capaian yang sudah dipaparkan
diatas, sudah seharusnya menjadi lampu merah bagi pemerintah dalam rangka mendongkrak
tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia, yang mayoritas masih menggantungkan
kehidupannya dari sisi sektor pertanian.

Daya Serap Tenaga Kerja Mengalami Penurunan


Dalam kurun waktu tahun 2010-2016, daya serap sektor pertanian mengalami penuruan
dari tahun ke tahun (gambar 2.2). Tren penurunan ini sebenarnya sudah mulai terjadi sejak tahun
2006 dan berlanjut hingga tahun 2016.
Gambar 2.2. Daya serap tenaga kerja mengalami penurunan (%)

Sumber : BPS, diolah


Penyertaan Modal Dalam Negeri (PMDN) Ke Sektor Pertanian Meningkat
Dalam kurun waktu tahun 2010-2014, penyertaan modal asing (PMA)4 ke sektor pertanian
mengalami tren peningkatan dan mengalami penurunan pada periode 2015-2016 (gambar 2.3).
Agak berbeda dengan dengan PMA, PMDN pada periode 2010-2014 mengalami tren meningkat

4 PMDN yang dimaksud adalah PMDN untuk sektor tanaman pangan, perkebunan dan peternakan. Demikian juga dengan PMA.
3
dan menurun pada tahun 2015. Akan tetapi, pada saat PMA terus menurun, PMDN pada tahun
2016 meeningkat cukup tajam yakni sebesar 73,6 persen. Peningkatan ini perlu tetap
diperhatikan dan didorong pemerintah agar sektor pertanian nasional lebih dikuasai oleh
kekuatan domestik bukan kekuatan asing.
Gambar 2.3. Tren Peningkatan PMDN Ke Sektor Pertanian

Sumber : BKPM, diolah

Selain Sub Sektor Perkebunan, Neraca Perdagangan Sektor Pertanian Selalu Defisit
Dalam kurun waktu tahun 2012-2017, kinerja ekspor impor sektor pertanian mengalami
defisit (gambar 2.4).
Gambar 2.4. Neraca Perdagangan Selalu Defisit, Kecuali Sub Sektor Perkebunan

Sumber : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementan, diolah


Untuk tahun 2017, data yang digunakan hingga Agustus 2017

Di tahun 2015-2016, angka defisit tersebut menunjukkan sedikit perbaikan, dimana angka
defisit perdagangannya relatif menurun dibandingkan tahun 2014.
Berdasarkan komoditas pertanian menurut sub sektor, hanya sub sektor perkebunan yang
kinerja ekspor impornya mencatatkan surplus dalam kurun waktu yang sama. Untuk tanaman
pangan yang merupakan sub sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, defisit yang
dicatatkan adalah terbesar dibandingkan sub sektor lain. Hal ini harus menjadi catatan penting
bagi pemerintah, jika hendak menjadikan sektor pertanian menjadi salah satu sektor utama
pengentasan kemiskinan dan pengangguran.

Produktivitas5 Tanaman Pangan Stagnan dan Masih Rendah

5 Jumlah produksi (kuintal) dibagi jumlah luas panen (ha)


4
Dalam kurun waktu tahun 2010-2015, produktivitas sub sektor pangan seperti padi, jagung,
kedelai, kacang tanah dan kacang hijau masih relatif rendah dan stagnan. Untuk kedelai, kacang
tanah dan kacang hijau bahkan masih jauh dibawah 20 kuintal/hektar (gambar 2.5).

Gambar 2.5. Produktivitas Tanaman Pangan Masih Rendah dan Relatif Stagnan (kuintal/ha)

Sumber : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementan, diolah

Kesejahteraan Petani Tak Bergerak Ke Arah Yang Lebih Baik, Cenderung Memburuk
Produktivitas yang stagnan dan masih rendah, defisit perdagangan, daya serap yang rendah
dan kontribusi yang mengalami tren penurunan sebagaimana dijelaskan pada alinea-alinea
sebelumnya, pada akhirnya akan berkorelasi pada capaian tingkat kesejahteraan petani. Dengan
menggunakan Nilai Tukar Petani (NTP)6 sebagai proksi tingkat kesejahteraan petani, kondisi
kesejahteraan petani sepanjang tahun 2013 hingga oktober 2017 relatif tidak membaik, bahkan
cenderung memburuk (gambar 2.5).
Gambar 2.5. Kesejahteraan Petani Cenderung Memburuk

5
6Penggunaan tahun 2013 disebabkan karena data per tahun 2013 sudah menggunakan tahun dasar 2012, sedangkan dibawah tahun
2013 masih menggunakan tahun dasar 2007.
Sumber : BPS, diolah

Jika membandingkan dengan tahun 2013 atau tahun 2014, capain NTP per oktober 2017
mengalami penurunan yang cukup drastis atau dengan kata lain tingkat kesejahteraan petani
memburuk. Hanya sub sektor peternakan yang mengalami perbaikan. Sedangkan sub sektor
tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan rakyat sebaliknya, yakni memburuk. Semakin
memburuknya tingkat kesejahteraan petani tersebut linear dengan neraca perdagangan untuk
sub sektor-sub sektor tersebut yang masih saja selalu defisit, daya serap tenaga kerja yang
menurun dan produktivitas yang stagnan dan masih rendah. Jika ini terus dipertahankan, sulit
tampaknya mengangkat kesejahteraan petani secara khusus dan masyarakat Indonesia secara
umum ke level yang jauh lebih tinggi lagi.
Untuk itu, pemerintah harus bekerja keras untuk menyelesaikan segala permasalahan,
tantangan dan hambatan bagi sektor pertanian untuk dapat berakselerasi lebih cepat di masa
yang akan datang. Bagian selanjutnya, akan mengupas sedikit banyak permasalahan, tantangan
dan hambatan utama yang dihadapi oleh sektor pertanian Indonesia.

TANTANGAN DAN PERMASALAHAN SEKTOR PERMASALAHAN

Dalam berbagai literatur ekonomi, sudah banyak penjelasan yang menyatakan bahwa
produksi maupun produktivitas suatu sektor salah satunya dipengaruhi oleh faktor (input)
produksinya seperti Capital, Labor, Resources dan Technology. Berangkat dari landasan berpikir
teori tersebut, bagian ini akan membahas bagaimana kondisi faktor (input) produksi sektor
pertanian yang merupakan masalah dan hambatan sektor pertanian Indonesia saat ini.

A. Sumber Daya Manusia


Salah satu permasalahan sektor pertanian Indonesia saat ini terkait sumber daya manusia,
yaitu jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian semakin menurun. Menurut Badan
Pusat Statistik, jumlah rumah tangga petani (pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan
perikanan) berkurang dari tahun 2013 jumlah rumah tangga petani 39,22 juta jiwa menjadi 37,7
juta jiwa di tahun 2016.
Menurut hasil Sensus Pertanian (BPS, 2013), kelompok terbanyak yang aktif bertani adalah
petani berusia 45-54 tahun (32,13%), jumlah kedua terbesar ada pada kelompok 35-44 tahun
(30,20%), kelompok usia 55- 64 tahun (22,94%) dan sisanya untuk kaum muda. Bagi kaum muda,
profesi petani dianggap kurang sejahtera sehingga profesi petani banyak ditinggalkan. Banyak
dari mereka beralih pekerjaan dengan memilih mencari pekerjaan di kota. Dari gambar 3.1, pada
tahun 2006 jumlah penduduk di desa (56%) masih lebih banyak daripada di kota (44%) namun
tahun 2016 keadaan berbalik Jumlah penduduk di kota (51%) lebih banyak daripada di desa
(49%).
Gambar 3.1.Penduduk desa dan kota

Sumber: BPS Susenas 2006, 2016.

6
Serapan tenaga kerja pertanian turun dari 55,1% di tahun 1990 menjadi 31,9% di tahun
2016 dan sumber daya manusia di sektor pertanian lebih banyak didominasi oleh tenaga kerja
dengan latar belakang pendidikan rendah. Angkatan kerja berpendidikan di bidang pertanian
merasa enggan untuk terjun di dunia pertanian.

B. Lahan Pertanian
Ketersedian lahan yang memadai akan berdampak pada produktivitas yang meningkat
namun konversi lahan pertanian menjadi non pertanian seperti pemukiman dan industri marak
terjadi7. Data kementerian pertanian menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2010 – 2015, luas
lahan pertanian terus cenderung menurun (gambar 3.2). Luas pertanian yang dimaksud
termasuk sawah irigasi, non irigasi, kebun, ladang dan sementara yang tidak diusahakan.
Gambar 3.2. Lahan Pertanian Tahun 2010-2015 (juta ton)

Sumber: Kementerian Pertanian (data diolah)

Alih fungsi lahan pertanian mencapai 100 ribu Ha per tahun sedangkan cetak sawah baru
hanya setiap tahun hanya sekitar 20 ribu Ha per tahun. Sekitar 3,4 juta Ha di Jawa dari 8,1 juta
Ha lahan pertanian dengan kondisi miskin hara karena 73% lahan mengandung unsur organik
dibawah 2%8.
Melalui program Nawacita, pemerintah melakukan reformasi agraria seluas 9 juta hektar
dari lahan Badan Pertanahan Nasional dan program Perhutanan Sosial seluas 12,7 hektar yang
bersumber dari lahan Kementerian Lingkungan Hidup. Namun, target pemerintah untuk
meredistribusi lahan seluas 1,09 juta bidang atau seluas 2,18 juta hektar pada tahun 2016, tidak
terlaksana. Permasalahan yang terjadi karena ketidakjelasan status tanah/tumpang tindihnya
peraturan, terbatasnya anggaran, dan belum ada kebijakan/koordinasi antar
kementerian/kelembagaan.

C. Benih dan Pupuk


Hingga saat ini, ketidakkemampuan petani untuk menyediakan benih dan pupuk merupakan
permasalahan dan hambatan yang dihadapi oleh petani Indonesia9. Oleh karena itu, program
pemerintah melalui pemberian subsidi pupuk dan benih merupakan kebijakan yang ditempuh
untuk menutup gap antara kebutuhan dan kemampuan petani tersebut. Akan tetapi, dalam
prakteknya pelaksanaan subsidi yang dilakukan pemerintah tersebut belum mampu menutup
gap tersebut dan masih dihadapkan pada berbagai permasalahan.
Subsidi Pupuk

7 http://www.republika.co.id/berita/koran/ekonomi-koran/16/02/26/o35fs84-alih-fungsi-lahan-pertanian-terus-terjadi
Tono, Suwidi, 2017. Tantangan dan Hambatan Percepatan Pembangunan Pertanian, Dalam penyampaian presentasi untuk Pusat

7
8

Kajian Anggaran DPR RI 23 November 2017.


9 http://m.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/04/neifvl-pengamat-pupuk-masalah-klise-yang-selalu-berulang
Selama ini, subsidi pupuk diberikan kepada produsen pupuk, bukan langsung kepada petani.
Ironisnya, subsidi pupuk yang diberikan pemerintah cenderung kurang daripada yang
dibutuhkan. Permasalahan yang sering terjadi yaitu kenaikan HPP akibat kenaikan gas, inflasi,
kurs dan lain-lain yang berdampak menyusutnya volume pupuk bersubsidi, sehingga akhirnya
problema kelangkaan pupuk terus berulang tiap tahun (Munir, 2014).
Permasalahan pupuk bersubsidi hampir terjadi disetiap lini. Pada tahap pengajuan RDKK,
permasalahan itu meliputi terjadinya mark-up luas lahan garapan, lahan ganda dan fiktif, serta
kurang memadainya pendataan luas garapan dan kebutuhan pupuk anggotanya. Selain itu, tidak
adanya sanksi hukum atas ketidakakuratan data RDKK dan keterlambatan penyerahan RDKK.
Sehingga pengajuan kebutuhan pupuknya juga terlambat, yang mengakibatkan lambatnya pupuk
bersubsidi diterima oleh petani.
Selain itu, ketentuan tentang penerima subsidi pupuk dengan luas maksimum 2 hektar per
Kepala Keluarga sangat sulit dilaksanakan di lapangan karena semua petani membutuhkan
pupuk, termasuk petani perkebunan dan petani yang memiliki luas lahan diatas 2 hektar. Ketika
petani sulit menemukan pupuk non subsidi, petani tersebut akhirnya memakai pupuk subsidi.
Bagi pengecer pupuk, pengenaan harga pupuk diatas HET karena kurangnya fee, walaupun
petani menerima pupuk di pintu pengecer dan membayar secara tunai. Sementara, bagi
distributor, penyaluran pupuk belum memadai secara tepat jumlah, lokasi dan waktu, karena
kurangnya fasilitas gudang dan alat angkut, dan ada juga yang tidak sesuai dengan Delivery Order
(DO). Sedangkan bagi BUMN produsen pupuk, penyaluran pupuk belum memadai secara tepat
jumlah, lokasi dan waktu karena masalah distribusi. Permasalahan penyaluran pupuk lainnya
mencakup adanya penggantian karung pupuk bersubsidi dengan karung pupuk non subsidi, dan
perembesan pupuk bersubsidi antar wilayah, serta penyelundupan pupuk ke negara lain.
Subsidi Benih
Kemampuan PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani sebagai BUMN yang diberi tugas oleh
pemerintah untuk memproduksi benih bersubsidi masih sangat terbatas. Kedua BUMN itu
diharapkan melakukan perluasan penggunaan benih unggul lokal baik untuk padi (non hibrida),
jagung (hibrida dan komposit) maupun kedelai. Selain itu, perlu ada pengganti Badan Benih
Nasional yang telah dihapus pemerintah pada tanggal 20 September 2016. Pengawasan oleh
institusi yang berwenang, baik terhadap mutu benih bersubsidi maupun benih untuk BLBU juga
perlu ditingkatkan.

D. Permodalan
Keterbatasan atau lemahnya permodalan yang dihadapi oleh petani merupakan
permasalahan klasik dan krusial yang hingga saat ini terus terjadi10. Padahal, salah satu faktoir
yang mempengaruhi produktivitas pertanian adalah kemampuan permodalan petani. Penelitian
Adhitya et.al (2013) menemukan bahwa permodalan mempengaruhi produktivitas lahan
pertanian sub sektor pangan di 25 provinsi di Indonesia. Lemahnya permodalan ini berdampak
pada ketidakmampuan petani keluar dari “lingkaran atau jeratan ijon/rentenir” dan hidupnya
tidak beranjak ke level kesejahteraan yang lebih baik.
Dalam mengatasi lemahnya permodalan petani, pemerintah menyediakan bantuan (BLM,
BLT), bantuan dana bergulir (BPLM/PMUK) dan subsidi bunga perbankan (KKP-E, KPEN-RP,
KUPS, KUR). Kredit pertanian ini harus diawasi agar tepat sasaran, adaptif dan terhindar dari
tumpang tindih overlapping antar program pemerintah (Ashari, 2009). Dari total kredit ke sektor
pertanian, lebih dari 60 persen untuk perkebunan sawit. Sedangkan pertanian hanya sekitar 5

8
10 https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3215669/dua-masalah-petani-ri-sulit-dapatkan-modal-dan-lahan-pertanian-
kecil
persen dari total kredit perbankan senilai 147 triliun padahal total kredit mencapai di atas 2.700
triliun (Rachmawati, 2014). Kredit pertanian di perbankan, terutama tanaman pangan dan
hortikultura masih sangat kurang. Jika perbankan tidak pro-petani maka sektor pertanian sulit
untuk bangkit karena petani akan terjebak pada rentenir. Hal ini yang membuat kesejahteraan
petani berkurang.

E. Teknologi
Saat ini, masih banyak petani yang memakai mesin/alat-alat pertanian yang sederhana,
seperti mesin penggilingan padi yang belum modern. Padahal, modernisasi alat pertanian sangat
penting untuk mendorong produktivitas pertanian dan kualitas hasil produksi pertanian. Data
BPS tahun 2012 menunjukkan bahwa industri penggilingan yang mayoritas dimiliki oleh petani
kecil (sebesar 94 persen), hanya mampu menghasilkan rendemen11 sebesar 55,71 persen atau
tingkat kualitas beras setara 74,25 persen. Sedangkan, usaha menengah menghasilkan rendemen
56,69 persen dan usaha besar yang jumlahnya sebanyak 1 persen atau 2.076 unit, menghasilkan
kualitas beras lebih baik sebesar 82,45 persen dengan rendemen 61,48 persen(Gambar 3.3).
Modernisasi penggilingan di petani kecil mutlak diperlukan sehingga menghasilkan kualitas
beras yang berdaya saing tinggi dan mendorong peningkatan produktivitas pertanian.
Gambar 3. Industri Penggilingan Beras Tahun 2012

Selain modernisasi mesin atau alat pertanian yang masih sederhana, juga diperlukan
pembinaan dan pendampingan petani/nelayan yang terarah dan berkelanjutan agar teknologi
dimanfaatkan dengan bijak dan kesejahteraan petani terwujud.

F. Distribusi
Panjangnya distribusi atau rantai tata niaga pertanian akan berdampak langsung pada
semakin tingginya harga yang harus dibayarkan oleh konsumen. Secara ekonomi, semakin
tingginya harga yang harus dibayarkan oleh konsumen akan berdampak pada perubahan pilihan
konsumen atau dengan kata lain konsumen akan memilih produk yang sama dari pemasok yang
berbeda dengan harga yang lebih murah, yakni dari pemasok luar negeri. Membanjirnya produk
luar negeri di pasar dalam negeri pada akhirnya akan berdampak pada penurunan produksi
maupun produktivitas dalam negeri. Alur berpikir ini dikuatkan oleh penelitian Zakiah (2011)
menemukan bahwa jumlah impor memiliki pengaruh negatif terhadap luas panen dan
produktivitas kedelai nasional.
Untuk Indonesia, data defisit perdagangan komoditas pertanian yang terjadi saat ini yang
linear dengan masih panjangnya rantai tata niaga pertanian di Indonesia12 merupakan indikator
yang menguatkan pemikiran tersebut. Dimana ketika rantai distribusi pertanian Indonesia masih

9
11 Rendemen yaitu beras dalam gabah. Jika rendemen 55% berarti dalam 100kg gabah berarti beras 55%.
12 https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3415106/begini-distribusi-pangan-dari-petani-pengepul-sampai-konsumen
panjang, kebutuhan domestik akhirnya dipenuhi dengan barang impor dan akhirnya berimplikasi
pada produktivitas pertanian Indonesia yang terus rendah dan stagnan.

PENUTUP : SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bagian kedua dan ketiga telah dibahas kondisi atau pencapaian kinerja sektor pertanian
Indonesia saat ini yang relatif cenderung mengalami penurunan, kesejahteraan petani yang
relatif memburuk serta berbagai persoalan dan hambatan yang dihadapi oleh pertanian
Indoensia. Dari paparan bagian sebelumnya, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa
kesejahteraan petani Indonesia yang cenderung memburuk tersebut, salah satunya tidak terlepas
dari kinerja sektor pertanian yang mengalami penurunan.
Penurunan kinerja sektor pertanian tersebut tidak dapat dilepaskan dari kondisi SDM
pertanian yang didominasi oleh petani usia tua dan berpendidikan rendah, alih fungsi lahan yang
cukup masif, ketidakmampuan petani menyediakan benih dan pupuk yang mumpuni, kelemahan
permodalaan, rendahnya pemanfaatan teknologi hingga pada panjangnya distribusi pertanian
yang menjadi disinsentif bagi petani dalam meningkatkan produksinya.
Dalam rangka mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia (khususnya
petani) ke tingkatan yang lebih tinggi, pemerintah harus mampu dengan cepat menyelesaikan
berbagai persoalan yang sudah diuraikan tersebut. Ada beberapa alternatif kebijakan yang dapat
ditempuh oleh pemerintah. Pertama, mendorong regenerasi SDM pertanian dengan
menciptakan sektor pertanian merupakan sektor yang menjanjikan dan menguntungkan
bagi generasi muda atau generasi Z. Proses regenerasi ini dapat diciptakan melalui berbagai
regulasi yang mampu menciptakan pasar yang lebih menguntungkan bagi petani, bukan bagi
“midlle man/pedagang” yang terjadi di sektor pertanian kita saat ini, seperti memotong rantai
distribusi, membantu permodalan dan perluasan pasar. Selain itu, pemerintah juga harus mulai
mendorong pembangunan sekolah atau lembaga pendidikan formal di berbagai daerah sentra
pertanian yang sesuai dengan potensi pertanian daerah tersebut.
Kedua, mendorong pemanfaatan teknologi pertanian melalui “penyelarasan” hasil
penelitian dunia akademik dengan pemanfaatan teknologi yang dilakukan oleh petani.
Kedepan, pembangunan sektor pertanian Indonesia sudah harus menggunakan paradigma
academic driven. Sudah tidak bisa lagi pertanian Indonesia dikembangkan dengan cara-cara
tradisional atau konvensional.
Ketiga, mendorong penguatan sumber permodalan bagi petani melalui pemanfaatan
anggaran pemerintah dalam bentuk koperasi pertanian. Membentuk dan mengoptimalkan
koperasi pertanian yang dikelola dengan prinsip “gotong royong” sebagai salah satu sumber
permodalan petani merupakan langkah yang harus dilakukan.
Keempat, mempercepat proses reforma agraria sehingga mampu mendorong
produksi maupupun produktivitas pertanian Indonesia. Proses reforma agraria tersebut
tidak boleh hanya sebatas sertifikasi tanah saja, tetapi harus seutuhnya yakni menata ulang
struktur agraria yang timpang menjadi lebih berkeadilan, menyelesaikan konflik agraria, dan
menyejahterakan rakyat setelah reforma agraria dijalankan13.

10
13https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170927121938-20-244336/demo-tani-reforma-agraria-bukan-sekadar-sertifikasi-
tanah/
Kelima, merustrukturisasi seluruh program dan anggaran pemerintah yang lebih
menguntungkan petani, tepat sasaran dan langsung berdampak pada kesejahteraan dan
produktivitas petani. Hingga saat ini, masih banyak program dan alokasi anggaran yang
dialokasikan bagi petani tapi tidak menguntungkan petani, seperti subsidi benih, subsidi pupuk,
dan program pajale. Selain itu, program-program tersebut juga tidak tepat sasaran dan tidak
ramah lingkungan atau merusak ekosistem alam. Dampak perusakan ekosistem alam tersebut
pada akhirnya akan berdampak pada keberlanjutan produksi pertanian dan kesejahteraan petani
di masa yang akan datang.
Keenam, memotong rantai distribusi yang masih panjang melalui penguatan koperasi
pertanian dan pendampingan perluasan pasar bagi petani. Penguatan koperasi pertanian
yang dikelola langsung oleh kelompok petani dengan prinsip “gotong royong” merupakan salah
satu cara yang dapat ditempuh oleh pemerintah untuk memangkas panjangnya rantai distribusi
pertanian di Indonesia. Upaya ini akan lebih optimal jika dibarengi dengan pendampingan
pemerintah dalam memperluas pasar bagi petani.
Ketujuh, mendorong perkembangan industri pengelohan pertanian yang bernilai
tambah. Dalam rangka mendorong tingkat kesejahteraan petani (masyarakat Indonesia),
pembangunan sektor pertanian sudah saatnya didorong “link and match” dengan industri
pengolahan hasil pertanian. Artinya kedepan pembangunan sektor pertanian tidak bisa lagi
hanya sebatas menanam dan panen hasil pertanian, tapi sudah harus mampu menciptakan
sentra-sentra usaha pertanian yang berbasis industri pengolahan.
Kedelapan, memperkuat tenaga penyuluh dan pendamping pertanian. Hingga saat ini,
salah satu kendala yang dihadapi oleh sektor pertanian adalah minimnya tenaga penyuluh dan
pendamping pertanian (suwido tono, 2016). Untuk itu, kedepan pemerintah harus mendorong
pemenuhan penyuluh dan pendamping pertanian dalam rangka meningkatkan produktivitas
petani.
Berbagai alternatid kebijakan yang telah dijelaskan diatas dapat berdampak pada
peningkatan produktivitas sektor pertanian yang sekaligus mampu mendorong peningkatan
kesejateraan petani secara khusus, masyarakat Indonesia secara umum, jika seluruh alternatif
kebijakan tersebut dijalankan dengan memperhatikan pertimbangan atau persyaratan utama.
Pertama, proses pembangunan sektor pertanian harus meletakkan petani sebagai
subjek pembangunan, bukan hanya sebagai objek pembangunan, baik dari tahap perencanaan
hingga pelaksanaan
Kedua, seluruh program dan upaya yang dilakukan oleh permintah tidak dapat dilakukan
secara universal atau seragam, tetapi harus memperhatikan kondisi, potensi dan
karakteristik setiap daerah-daerah sentra pertanian.
Ketiga, upaya pembangunan sektor pertanian tersebut harus dirancang dan dijalankan
dengan paradigma “pembangunan pertanian berkelanjutan”, tidak lagi hanya sebatas
paradigmna peningkatan produktivitas atau revolusi hijau.
Keempat, pembenahan sektor pertanian harus dilakukan dari hulu ke hilir dan tidak
parsial.
Terakhir, keberhasilan pembangunan sektor pertanian dalam rangka mendorong
kesejahteraan petani dan masyarakat Indonesia membutuhkan political wiil yang kuat dari
pemerintah, baik pusat maupun daerah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Said, 2017. Tantangan dan Hambatan Percepatan Pembangunan Pertanian, Dalam
penyampaian presentasi untuk Pusat Kajian Anggaran DPR RI, 23 November 2017
Adhitya, Fazriyan Wardani., Hartono, Djoni., dan Awirya, Agni Alam. (2013). Determinan
Produktivitas Lahan Pertanian Subsektor Tanaman Pangan Di Indonesia. Jurnal Ekonomi
Pembangunan Volume 14, Nomor 1, Juni 2013, hlm. 110-125
Ashari, (2009), “Optimalisasi Kebijakan Kredit Program Sektor Pertanian di Indonesia”, Analisis
Kebijakan Pertanian Volume 7 No.1, Maret, hal: 21-42
Azwir dan Ridwan. (2009). Peningkatan Produktivitas padi Sawah Dengan Perbaikan Teknologi
Budidaya. Akta Agrosia Vol. 12 No. 2, hlm. 212-218.
Fardaniah, R. (2013), “Subsidi Pupuk dan Ketahanan Pangan”, 13 November. diakses pada 22
November 2017 di (http://www.antaranews.com/berita/404813/subsidi-pupuk-dan-
ketahanan-pangan)
Khudori, 2017. Voucher Pangan, Raskin, dan Bulog. Senin, 3 April 2017, diakses pada 23
November 2017 di http://www.beritasatu.com/opini/422886-voucher-pangan-raskin-dan-
bulog.html
Komisi Pemberantasan Korupsi (2014) Kajian: Agar Raskin Tak Diselewengkan. Integrito vol.
38/Th.IV/Maret-April 2014, hal 38-39
Livi, Andam, 2017, Perbaikan Alur Distribusi Produk Pertanian Untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Petani, 28 Oktober 2017, diakses pada 24 November 2017 di
(https://www.kompasiana.com/andamlivi/59f47228ed4ed647912239f4/perbaikan-alur-
distribusi-produk-pertanian-untuk-meningkatkan-kesejahteraan-petani)
Miftahudin, Husen, 2016, Kontribusi Sektor Pertanian ke PDB Tertinggi Kedua Setelah Industri,
Senin 23 Mei 206, diakses pada 24 November 2017 di
(http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2016/05/23/531959/kontribusi-sektor-
pertanian-ke-pdb-tertinggi-kedua-setelah-industri)
Munir S, (2014), Tiga Bulan Pupuk Menghilang, Petani dan Peternak Rugi Miliaran Rupiah, 17 Mei
2017 diakses pada 23 November 2017 di
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/05/17/0832419/Tiga.Bulan.Pupuk.Menghi
lang.Petani.dan.Peternak.Rugi.Miliaran.Rupiah
Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI, 2017, Ketahanan Pangan.
Rachmawati (2014). diakses pada 22 November 2017 di
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/05/21/1828427/Banyuwangi.Dorong.Perb
ankan.Salurkan.Kredit.ke.Pertanian)
Santosa, Dwi Andreas, 2017, Perubahan Paradigma Dan Kebijakan Subsidi Pupuk Dan Benih Di
Indonesia. Disampaikan dalam diskusi Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI, 2017
Tono, Suwidi, 2017. Tantangan dan Hambatan Percepatan Pembangunan Pertanian, Dalam
penyampaian presentasi untuk Pusat Kajian Anggaran DPR RI, 23 November 2017.
WorldBank, Pangan untuk Indonesia diakses pada 27 November 2017
http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-
1106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/feeding.pdf

12
Zakiah . (2011). Dampak Impor Terhadap Produksi Kedelai Nasional. Agrisep Vol. (12) No. 1,
2011, Hal.1-10.

13

Anda mungkin juga menyukai