Anda di halaman 1dari 8

MT-84 0660: Nurul T. Rohman dkk.

REVIEW PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUMBER


DAYA PASIR BESI MENJADI PRODUK BESI/ BAJA, PIGMEN, BAHAN
KERAMIK, MAGNET, KOSMETIK, DAN FOTOKATALISTIK DALAM
MENDUKUNG INDUSTRI NASIONAL
Nurul Taufiqu Rochman1*, Agus Sukarto2, Etik Mardliyati3, Agus Haryono4, Abu Khalid Rivai5, Wisnu Ari Adi5, Akhmad
Herman Yuwono6, Yuswono1, Seto Roseno7, Syoni Soepriyanto8, Lintong Sopandi Hutahaean9, Budi Prawara10, Radyum
Ikono11, Suryandaru12, Dwi Wahyu Nugroho12, Tito Prastyo Rahman12, Nofrizal12

1. Pusat Penelitian Metalurgi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)


2. Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
3. Pusat Teknologi Farmasi dan Medika, Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
4. Pusat Penelitian Kimia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
5. Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir, Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN)
6. Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia (UI)
7. Pusat Teknologi Material, Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
8. Departemen Teknik Metalurgi, Institut Teknolog Bandung (ITB)
9. Balai Besar Keramik, Departemen Perindustrian
10. Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
11. Departemen Teknik Metalurgi, Sekolah Tinggi Teknologi Sumbawa (STTS)
12. Nanotechnology Research and Business Center Indonesia

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil pasir besi terbesar, namun hingga kini masih belum dimanfaatkan secara
optimal untuk mendukung industri nasional. Paper ini mereview hasil penelitian dalam konsorsium pasir besi yang bertujuan
untuk mengembangkan potensi pasir besi untuk diolah menjadi produk besi, pigmen, keramik, magnet, kosmetik dan fotokatalisis.
Konsorsium ini dibagi menjadi 6 Working Group (WG). Hasil dari penelitian ini mendapatkan bahwa WG baja/besi telah
menghasilkan contoh ingot besi dan baja ODS, sementara WG pigmen telah mengembangkan contoh pigmen hitam, merah, dan
kuning. Pigmen merah telah memenuhi standar pengujian di salah satu industri cat nasional. Sementara WG keramik telah
mengembangkan contoh keramik tahan impak, cawan keramik pembakaran, dan keramik Barium Titanat untuk aplikasi kapasitor.
WG magnet telah membuat magnet campuran Fe2O3 dan BaCO3 dengan koersivitas tinggi, kemudian WG kosmetik dan
fotokatalistik telah mengembangkan nanopartikel TiO2 untuk aplikasi lotion tabir surya yang telah lulus uji keamanan dan
berpotensi untuk bekerja sama dengan industri kosmetik, dan juga nanopartikel Fe3O4 untuk aplikasi medis. Sebagai kesimpulan,
pasir besi memiliki potensi yang besar dalam mendukung industri nasional apabila dimanfaatkan secara optimal dan terintegrasi,
sehingga lebih bernilai ekonomis yang tinggi. Penelitian-penelitian lanjutan masih sangat diperlukan untuk menunjang hasil
penelitian awal konsorsium ini, sehingga diharapkan agar produk-produk berbahan dasar pasir besi berskala industri dapat
direalisasikan dalam waktu dekat.

Kata Kunci: Pasir besi; Konsorsium; Besi; Pigmen; Keramik; Magnet; Kosmetik; Fotokatalistik

I. PENDAHULUAN hampir 90 % impor. Menurut laporan BPS (2008) impor


Industri manufaktur, meskipun dengan daya saing bahan baku setengah jadi misalnya dari China, dilaporkan
yang masih relatif rendah, merupakan penyumbang PDB melebihi 100 triliun pada 2008. Di sisi lain, sektor
terbesar dengan total kontribusi mencapai 27 % atau sekitar pertambangan dan galian berkontribusi mencapai di atas 10
1400 triliun rupiah pertahun (BPS, 2008). Penyebab utama % atau sekitar 500 triliun rupiah di mana sumber daya alam
rendahnya daya saing tersebut di antaranya adalah bahan (SDA) kita hanya dieksploitasi tanpa diolah lebih lanjut dan
baku industri tersebut yang merupakan komponen utama kelak kembali ke Indonesia dengan harga yang relatif jauh
produksi (hingga 40 %) diperoleh sebagian besar atau lebih mahal. SDA mineral ini merupakan sumber bahan
0660: Nurul T. Rohman dkk. MT-85

baku yang dapat diolah menjadi bahan baku industri dengan campuran batubara, bentonite dan kapur sebelum
setengah jadi pengganti impor guna keperluan industri direduksi dalam tungku dengan suhu 900-1300°C sehingga
nasional. menjadi besi sponge dengan kapasitas 100 kg/ hari yang siap
SDA mineral pasir besi dengan total lebih dari 2 dilebur untuk menghasilkan ingot besi dan slag kaya TiO2.
miliar ton (Kemenperin, 2007) dan tersebar di sepanjang Ingot besi diproses kembali dengan tungku induksi menjadi
pantai selatan Jawa, Sumatera, Nusa Tenggara Barat, dan produk besi cor atau baja. Sebagian besi konsentrat
lain sebagainya dengan kandungan utama besi oksida, berukuran 300 mesh di-leaching dengan menggunakan baik
titania, silika dan alumina merupakan sumber bahan baku asam HCl maupun H2SO4 dan diperoleh TiO2 dengan kadar
industri besi/ baja, pigmen, keramik, kosmetik, fotokatalistik sekitar 90 % dan larutan garam besi yang akan diendapkan
dan lain sebagainya yang hingga kini masih belum ditangani dengan larutan basa, guna memperoleh Fe3O4. TiO2
secara terintegrasi. konsentrat dimurnikan kembali dan dibuat menjadi larutan
Produk dari pengolahan pasir besi utamanya dapat TiCl4 sebagai bahan baku nanopartikel TiO2 untuk aplikasi
berupa besi ingot/ baja, logam titanium, pigmen TiO2, black kosmetik, pigmen, pelapisan keramik dan fotokatalistik.
oxide Fe3O4 untuk toner, powder Al2O3.SiO2 untuk keramik, Pembuatan contoh produk kosmetik dengan TiO2 dan uji
Nano TiO2 dan Fe3O4 untuk farmasi dan medika dengan efisiensi, efikasi dan toksisitas dilakukan di laboratotium
estimasi harga per kg bertutur-turut 9000,-, 300.000,-, 50.000,- dan mitra industri untuk mendukung data produk kosmetik
, 12.000,-, 2.000,-, 2.000.000,- dan 1.000.000,- rupiah. Dengan
mengolah SDA pasir besi, maka nilai tambah dapat
ditingkatkan hingga 10 hingga 20.000 kali lipat dan dapat
digunakan untuk produk pengganti impor sehingga
meningkatkan daya saing industri nasional. Pengolahan
SDA pasir besi menjadi berbagai produk khususnya besi/
baja, pigmen cat anti karat, dan keramik khusus dapat secara
langsung menunjang program nasional MP3EI di mana akan
membutuhkan sumber bahan baku besi/ baja struktur dalam
pembangunan jalan, jembatan, pabrik-pabrik kimia, rumah,
gedung perkantoran dan alat transportasi serta berbagai
produk rumah tangga. Sementara itu, berbagai produk
lainnya seperti kosmetik, farmasi, magnet, coating anti radar Baja

dan lainnya juga merupakan kebutuhan strategis yang


mempunyai nilai ekonomi yang relatif tinggi.
Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk konsorsium
yang terdiri dari 11 institusi riset teknis, 2 institusi jejaring Gambar 1. Alur target produk hasil dalam penelitian
dan 4 industri mitra yang berminat menggunakan produk konsorsium pengembangan teknologi pengalahan pasir besi.
hasil riset ini. Tujuan utama dari penelitian dalam
konsorsium ini adalah untuk menjawab tantangan
pengolahan SDA mineral pasir besi secara terintegrasi guna
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
meningkatkan daya saing industri lokal. Pada paper ini, 1. WG Besi/Baja
akan di-review beberapa hasil penelitian dalam konsorsium a. Pembuatan Besi Ingot
ini dan membahas potensi pemanfaatan pasir besi secara Gambar 2 menunjukkan foto (a) pellet pasir besi
terintegrasi. dicampur dengan 3% bentonit, dan 15% karbon dan (b)
sponge besi/metal besi sebagai hasil pembakaran pada suhu
II. METODOLOGI 13000C ditahan 3 jam.
Gambar 1 menunjukkan alur target produk yang
akan diperoleh pada konsorsium penelitian ini. Adapun
metode penelitian secara garis besar adalah pencucian dan
pemisahan pasir besi dari pengotor organik, Al2O3 dan SiO2
secara fisik termasuk magnet separator (Paten P2 Fisika,
LIPI), sehingga diperoleh konsentrat besi oksida yang
mengandung ilmenite hingga 50-55 %. Al2O3.SiO2 yang
diperoleh digunakan untuk membuat keramik khusus dan
cawan untuk pembakaran. Adapun besi konsentrat dimilling Gambar 2. Pellet pasir besi a. sebelum dibakar, b. sesudah dibakar.
terlebih dahulu hingga 325 mesh dan sebagian di-pellet
MT-86 0660: Nurul T. Rohman dkk.

Gambar 3 menunjukkan foto contoh besi ingot sebanyak asam sulfat (a) pigmen black oxide (Fe3O4) dengan
100 kg yang telah dihasilkan dari proses pengecoran dengan penambahan ammonia sedangkan (b) pigmen black oxide
komposisi sponge 20% dan skrap 80%. Pada proses dengan penambahan NaOH. Warna pigmen hitam dengan
peleburan slag yang terbentuk masih cukup banyak penambahan ammonia menghasilkan warna yang lebih
(Gambar 4) sehingga tidak memungkinkan untuk tajam dibandingkan dengan penambahan NaOH.
peningkatan konsentrasi sponge dalam peleburan. Gambar 6 (d, e, dan f) menunjukkan pigmen merah
Penggunaan induksi furnace kemungkinan belum optimal (Fe2O3) dengan variasi suhu kalsinasi dan lama kalsinasi 650
pada proses peleburan ini karena suhu peleburan tidak oC 4 jam, 700 oC 4 jam, dan 750 oC 2 jam. Warna merah pada

terlalu tinggi. Pada langkah penelitian selanjutnya perlu gambar 6e lebih tajam dibandingkan pada gambar 6d dan 6f.
dilakukan peleburan menggunakan arc furnace yang dapat Gambar 6 (f, g, dan h) menunjukkan pigmen warna kuning
mencapai suhu tinggi. (Fe2O3.H2O) dengan variasi suhu dan lama kalsinasi 200 oC 4
jam, 250 oC 3 jam, dan 320 oC 2 jam.

b. Pembuatan Baja ODS


Gambar 5 menunjukkan foto pellet baja ODS (a) setelah
dikompaksi dan (b) setelah sintering. Hasil uji kekerasan
menunjukkan bahwa sampel hasil sintering ini memiliki
kekerasan yang baik yaitu 726 VHN. Hasil ini di atas
kekerasan baja poda umumnya yaitu sekitar 150-250 VHN
dan berada pada kekerasan baja ODS umumnya yaitu 400-
800 VHN seperti ditunjukkan pada tabel 1.

Gambar 6. a. Black oxide menggunakan amoniak; b. Black oxide


menggunakan NaOH; c. Red oxide suhu 650 oC 4 jam; d. Red
oxide suhu 700 oC 4 jam; e. Red oxide suhu 750 oC 2 jam; f. Yellow
oxide suhu 200 oC 4 jam; g. Yellow oxide suhu 250 oC 3 jam; h.
Yellow oxide suhu 320 oC 2 jam.

Gambar 5. Sampel berbentuk pellet a. setelah kompaksi, b. setelah Tabel 2. Hasil pengukuran pelebaran korosi pada cross cut
sintering plat

Tabel 1. Uji kekerasan sampel (Pasir besi-1%Y2O3)

Catatan: Data pengukuran dalam milimeter (mm)

Pigmen merah Fe2O3 dilakukan uji anti korosi pada cat


2. WG Pigmen di PT. Sigma Utama. Pada sampel standar dengan pigmen
Gambar 6 menunjukkan hasil pembuatan pigmen Fe2O3 komersil menghasilkan pelebaran korosi 0,75 mm.
berbasis besi oksida setelah pasir besi didestruksi dengan Nilai ini masih dalam batas yang diizinkan oleh ISO dan
ASTM. Sedangkan, hasil yang diperlihatkan oleh sampel
0660: Nurul T. Rohman dkk. MT-87

pigmen yang dibuat menghasilkan pelebaran korosi di menunjukkan krusibel memiliki ketahanan yang kurang
bawah standar (Tabel 2). Hal ini mengindikasikan bahwa baik terhadap slag terak besi, tetapi memiliki ketahanan
semua sampel pigmen yang dibuat berpeluang untuk yang baik terhadap slag aluminium. Sedangkan hasil uji
digunakan sebagai anti korosi kejut suhu menunjukkan krusibel tahan terhadap kejut suhu
sampai diatas 7 siklus pada unjuk kerja suhu 1100 oC, tidak
3. WG Keramik menunjukkan retak-retak atau pecah yang berarti.

a. Pembuatan Keramik tahan Impak


Gambar 7 menunjukkan prototipe keramik tahan
impak yang merupakan campuran dari Aluminium fine
powder (Al2O3), Calcined silica (SiO2), Titanium oxide (TiO2)
dan Zirconium oxide (ZrO2). Hasil uji tekan yang diperoleh
seperti dapat dilihat pada Tabel 3., untuk sampel yang
dilakukan sintering pada 14000 C, hasil kuat tekan yang
diperoleh memperlihatkan adanya variasi hasil dari ketiga
material yang diperoleh. Untuk sampel dengan sintering
15000 C, hasil uji tekan memperlihatkan variasi hasil yang
lebih besar, dengan nilai kuat tekan ultimate terkecil terbesar
346 MPa dan nilai kuat tekan ultimate maximum untuk
sampel dengan sintering 14000 C sebesar 228 MPa variasi
nilai puncak dari gaya tekan relatif masih cukup besar. Hasil Gambar 8. Prototipe keramik suhu tinggi
kuat tekan ultimate yang masih besar ini, terutama sampel
dengan sintering 15000 C mencerminkan belum standardnya Tabel 4 Sifat fisis dan termal
pembuatan sampel. Suhu Sifat fisis dan termal
bakar App. Kejut Slag test
Porosity (%) suhu
1300 oC 35,00 4 siklus tembus

1350 oC 40,00 7 siklus tembus

Gambar 7. Foto prototipe Keramik tahan impak c. Pembuatan keramik fungsi dielektrik

Tabel 3. Hasil Uji Tekan Spesimen Material Keramik Tahan Impak Gambar 9 menunjukkan prototipe Barium Titanat yang
memiliki konstanta dielektrik yang dapat divariasikan
dengan beberapa perubahan variabel. Hasil pengukuran
konstanta dielektrik menunjukkan bahwa peningkatan
temperatur sintering, penambahan ceria (CeO2), dan
peningkatan %mol TiO2 dapat meningkatkan nilai konstanta
dielektrik seperti yang ditunjukkan pada gambar 10.

b. Pembuatan Cawan Keramik Pembakaran

Gambar 8 menunjukkan prototipe keramik pembakaran.


Hasil uji ketahanan slag dan kejut suhu pada Tabel 4
MT-88 0660: Nurul T. Rohman dkk.

Koersivitas suatu bahan yang tinggi menunjukkan sifat


magnet dari suatu bahan tidak akan mudah hilang. Pada
bahan ini, koersivitas (Hc) diperoleh sebesar 1680 Oe. Dari
nilai Mr, Ms dan Hc, dapat disimpulkan bahan ini dapat
digunakan untuk membuat magnet permanen.

Tabel 5. Data hasil pengukuran sifat magnetic dengan VSM

5. WG Kosmetik dan fotokatalistik


a. Nanopartikel TiO2
Tabel 6 menunjukkan hasil analisis XRF pada variasi
penambahan Fe. Terlihat peningkatan kadar TiO2 setelah
Gambar 9. Prototipe keramik fungsi dielektrik proses hidrolisis dari 35.46 menjadi 75.48 %. Di samping itu,
terjadi penurunan kadar Fe pada proses hidrolisis dari 52.87
menjadi 2.6 % dan turun sampai 1.5 % ketika proses
hidrolisis ditambahan seeding Fe pada larutan TiOSO4.

Tabel 6. Hasil Analisis XRF pada ilmenit dan TiO2 hasil hidrolisis

Gambar 10.Kurva Komposisi TiO2 vs Konstanta Dielektrik

4. WG Magnet
Gambar 11 menunjukkan prototipe magnet permanen
barium heksaferit. Hasil pengukuran sifat magnetik
ditunjukkan pada tabel 5.
Gambar 12 menunjukkan hasil morfologi TEM nanopartikel
TiO2 yang berpori sudah mulai terlihat dengan
menggunakan penambahan surfaktan F127 pada suhu
kalsinasi 170 oC.

Gambar 11. Prototipe magnet


0660: Nurul T. Rohman dkk. MT-89

Gambar 12 Hasil analisis TEM sampel nanopartikel TiO2 a, b dan


c. Gambar 13. Analisa SEM pada nanopartikel Fe3O4 dari pasir besi,
a. Fe3O4 dari pasir besi, b. Fe3O4 setelah sintesis T room, c. Fe3O4
b. Nanopartikel Fe3O4 setelah sintesis T=40oC, d. Fe3O4 setelah sintesis T=80oC, e. Fe3O4
Pada gambar 13, dari hasil analisa SEM menunjukkan Coated dextrin T room, f. Fe3O4 Coated dextrin T=40oC, g. Fe3O4
struktur morfologi Fe3O4 dari pasir besi sebelum dilakukan Coated dextrin T=80oC
proses sintesis masih terlihat seperti bongkahan, sedangkan
setelah dilakukan proses sintesa dengan variasi suhu (T
room, 40oC dan 80oC) terjadi perubahan struktur morfologi
yang terlihat bentuk-bentuk bulat meskipun masih ada
sebagian yang bongkahan. Sedangkan untuk Fe3O4 yang
disintesa dilapisi dextrin dengan variasi suhu (T room, 40oC
dan 80oC) menunjukkan struktur morfologi yang terlapisi
oleh dextrin.

Gambar 14. Ukuran nanopartikel Fe3O4 metode kopresipitasi dari


pasir besi
MT-90 0660: Nurul T. Rohman dkk.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


Dari serangkaian hasil penelitian yang telah dijalankan oleh
Konsorsium Pasir Besi di atas, dapat diperhatikan bahwa
tiap WG telah menunjukkan hasil penelitian yang signifikan
dengan menggunakan bahan dasar pasir besi. WG baja/besi
telah menghasilkan contoh ingot besi dan baja ODS namun
slag yang terbentuk pada pembuatan besi ingot masih
banyak sehingga masih perlu dilakukan optimasi, sementara
WG pigmen telah mengembangkan contoh pigmen hitam,
merah, dan kuning. Pigmen merah telah memenuhi standar
pengujian di salah satu industri cat nasional. Pengujian anti
korosi pada pigmen hitam dan pigmen kuning masih akan
dikerjakan. Sementara WG keramik telah mengembangkan
contoh keramik tahan impak yang memiliki kekuatan
Gambar 15. Ukuran nanopartikel Fe3O4 metode kopresipitasi mekanik yang cukup baik dan cawan keramik pembakaran
suhu 80oC yang memiliki sifat termal yang baik, serta keramik Barium
Titanat yang memiliki fungsi dielektrik yang baik. WG
Dari gambar 14 dan 15 distribusi ukuran partikel magnet telah membuat magnet campuran Fe2O3 dan BaCO3
diperoleh dari analisa ukuran partikel menggunakan Particle dengan koersivitas tinggi, kemudian WG kosmetik dan
Size Analyzer Beckman Coulter. Pada gambar 14 fotokatalistik telah mengembangkan nanopartikel TiO2
nanopartikel Fe3O4 dari pasir besi memiliki keseragaman untuk aplikasi lotion tabir surya yang telah lulus uji
ukuran yang lebih besar dari ukuran nanopartikel Fe3O4 keamanan dan berpotensi untuk bekerja sama dengan
yang bersumber Fe2+ / Fe3+ sebesar 268,1 ± 397,2 nm dengan industri kosmetik, dan juga nanopartikel Fe3O4 untuk
polidispersiti indeks 0,617. Sedangkan dari gambar 15, aplikasi medis. Penelitian-penelitian lanjutan masih
menunjukkan ukuran nanopartikel Fe3O4 sebesar 56,9 ± 15,7 diperlukan untuk menunjang hasil penelitian awal
nm dengan polidepersiti indeks 0,233. Hal ini menunjukkan konsorsium ini, sehingga diharapkan agar produk-produk
bahwa nanopartikel Fe3O4 dari Fe2+/Fe3+ memiliki sifat lebih berbahan dasar pasir besi berskala industri dapat
monodispersif dari Fe3O4 yang telah disintesa dari pasir besi, direalisasikan dalam waktu dekat.
karena Fe3O4 yang disintesa dari pasir besi mempunyai nilai
polidispersiti indeks lebih dari Fe3O4 yang disintesa dari dari DAFTAR PUSTAKA
Fe2+/Fe3. Nanopartikel Fe3O4 ini memiliki potensi untuk [1] Abu Khalid Rivai, Shigeru Saito, Chiaki Kato, Masao
digunakan pada aplikasi medis. Tezuka, Kenji Kikuchi, Akihiko Kimura,“Corrosion
Behavior of High Cr-ODS Steels in Flowing Lead-
c. Aplikasi nano partikel TiO2 pada kosmetik Bismuth at JLBL-1”, Atomic Energy Society of Japan-
Gambar 16 menunjukkan sedian lotion yang AESJ Fall Meeting 2009, Sendai 16-18 September, (2009).
mengandung nanopartikel TiO2. Nanopartikel TiO2 dalam [2] Azwar Manaf. “Kegiatan Litbang Pasir Besi (Iron Sand)
kosmetik digunakan sebagai bahan aktif UV blocker pada di Universitas Indonesia”, Seminar Lokakarya
sediaan kosmetik sehingga kulit akan terhindar radiasi sinar Pemanfaatan Bahan Baku Lokal untuk Industri baja
UV. Nasional, PT Krakatau Steel, Cilegon, Februari, 2005.
[3] Nurul T. R., K. Yamada, K. Hamaishi, and H. Sueyoshi,
“Methods for Removing Pb from Copper Alloys”
(2003). Japan Patent 2003-176348.
[4] Nurul Taufiqu Rochman dan Agus Sukarto
Wismogroho. ”Mesin Pemisah Magnetik”, alat pemisah
pasir besi dari pengotornya. Paten Sederhana No.
S00200600244, 30 November 2006.
[5] Nurul T. R., K. Yamada, R. Fujimoto, S. Suehiro and H.
Sueyoshi, “Effects of Microstructural Factors and
Alloying Elements on Dezincification of Brass”, Journal
of Advanced Science, Vol. 13, No. 3 (2002) p. 277-280.
[6] Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Pengembangan Sumberdaya Mineral, BPPT,
Gambar 16. Sediaan lotion
“Pemanfaatan Pasir Besi sebagai salah satu alternative
0660: Nurul T. Rohman dkk. MT-91

Penyediaan Bahan Baku Industri Besi Baja Nasional”,


makalah dalam Seminar Lokakarya Pemanfaatan Bahan
Baku Lokal untuk Industri Baja Nasional, PT Krakatau
Steel, Cilegon, Februari, 2005.
[7] Pramusanto, Tanjung F., Koesnadi, Muljono D., Satrio
M.A. dan Subandi,A.,”Potensi Pemanfaatan Bijih Besi
Lokal untuk Kemandirian Industri Baja Nasional”,
Proseding Seminar Sehari bidang Logam MMI 2000,
Jakarta, 2000.
[8] Gonzales, L.M., Frossberg, K.S.E, “Utilization of a
Vanadium-Containing Titanomagnetite: Possibilities of
a Benefication-Based Approach ”, Trans. Inst. Min.
Mettal (sect. C: Mineral Process, Extr. Metall), 110, May-
August 2001.
[9] Panggabean L, “Utilization of Jogjakarta Iron Sand
Deposit”, Indonesia Mining Association Symposium,
Jakarta 1997.
[10] Rudi Subagja,”Pengalaman Pusat Penelitian Metalurgi
LIPI dalam Penelitian Pemanfaatan Bijih Besi Titan”,
Seminar Lokakarya Pemanfaatan Bahan Baku Lokal
untuk Industri Baja Nasional, PT Krakatau Steel,
Cilegon, Februari, 2005.
[11] Weiss, F.J., Goksel, A., Kaiser, F.T.,”Production of hot
metal from carbon-bearing iron okside pellets by
pellTech (PTC) process”, Iron and Steel Engineer, Feb,
1086, hal. 34-40.
[12] Jamali, A., Jafri, K., Marsus, Warsoyo, Amin, M.
”Pengolahan Bijih Besi Halus menjadi Hot Metal”,
Laporan Teknis Bagian Proyek Otomotif, Transportasi
dan Energi, 2002, Bandarlampung, 2003.
[13] Tinnis, W.L., Lepinki, J.A., Copfle J.T.,”The Midre RHF
Process, A Simple, Economic Ironmaking Proc.”,
Indonesia Seminar on Alternative Technologies, Jakarta,
Nopember 1990, halaman 3/1-18.
[14] Lu W.K, Huang, D.F., “The Evolution of Ironmaking
Process Based on coal Containing Iron Ore
agglomerates”, ISIJ International, Vol.41, No.8,
2001,pp.807-812.

Anda mungkin juga menyukai