Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Purpura Henoch-Schönlein (PHS) adalah sindrom klinis yang

disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai

dengan lesi spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis atau atralgia,

nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinal, dan kadang – kadang nefritis

atau hematuria.1,2 Purpura Henoch-Schönlein (PHS) merupakan penyakit

autoimun (IgA mediated) berupa hipersensitivitas vaskulitis, paling sering

ditemukan pada anak-anak.Nama lain penyakit ini adalah purpura

anafilaktoid, purpura alergik dan vaskulitis alergik.2

Vaskulitis didefinisikan sebagai suatu inflamasi yang terjadi pada

pembuluh darah, yang mengakibatkan rusaknya dinding pembuluh darah

sehingga menyebabkan terjadinya proses hemoragik dan atau iskemia.

Manifestasi khas yang ditimbulkan berupa purpura, arthritis, nyeri abdomen

dan terkadang glomerulonefritis.4,5,6

2. Epidemiologi

Penyakit ini terutama terdapat pada anak umur 2 – 15 tahun (usia anak

sekolah) dengan puncaknya pada umur 4 – 7 tahun. Terdapat lebih banyak

pada anak laki – laki dibanding anak perempuan (1,5 : 1). Rata-rata 14 kasus

per 100.000 anak usia sekolah. PHS umumnya merupakan benign self-limited

2
3

disorder; < 5% kasus menjadi kronis; hanya < 1 % kasus berkembang menjadi

gagal ginjal. 1,2

Pada 8 bulan terakhir tahun 2007 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS

Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (Juli 2006 sampai dengan Februari 2007)

terdapat 10 kasus PHS dan jumlah meningkat dibandingkan periode lima tahun

1998-2003 didapatkan 23 kasus. Didapatkan bahwa usia rerata subjek

penelitian PHS pada literatur ini adaalah 5,4 tahun (3 tahun 8 bulan- 9 tahun 9

bulan). Jenis kelamin lebih banyak pada anak perempuan dibanding anak laki-

laki (4:1), perbandingan ini tidak jauh berbeda dengan penelitian-penelitian

yang telah dilapokan sebelumnya. Pada penelitian lain disebutkan bahwa PHS

terjadi pada usia 3-15 tahun, dengan predominasi anak laki-laki.7,8

3. Etiologi

Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga

beberapa faktor memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus

respiratorius bagian atas, makanan, imunisasi (vaksin varisela, rubella, rubeola,

hepatitis A dan B) dan obat-obatan (ampisilin, eritromisin, kina). Infeksi bisa

berasal dari bakteri (spesies Haemophilus, Mycoplasma, Parainfluenza,

Legionella, Yersinia, Salmonella, dan Shigella) ataupun virus (adenovirus,

varisela). Vaskulitis juga dapat berkembang setelah terapi antireumatik,

termasuk penggunaan metrotreksat dan agen anti TNF (Tumor Necrosis

Factor).1
4

4. Patogenesis

Patogenesis PHS belum diketahui secara pasti, namun secara umum

diakui sebagai akibat deposisi imun kompleks akibat polimer IgA1 pada kulit,

saluran gastrointestinal, dan kapiler glomerulus. Keadaan patognomonik pada

nefritis Henoch-Schonlein adalah deposisi IgA dan C3 yang ditemukan pada

mesangial glomerulus. Penemuan patogenesis tersebut membedakan nefritis

Henoch-Schonlein dengan nefropati IgA.Pada pasien sehat, IgA banyak

ditemukan pada sekret mukosa namun dalam konsentrasi yang relatif rendah.

Imunoglobulin A memiliki dua isotipe, yaitu IgA1 dan IgA2 . Pada nefritis

Henoch-Schonlein ditemukan deposisi kompleks imun dengan predominasi

IgA1 namun tidak ditemukan IgA2.8


Deposisi kompleks imun IgA terjadi berdasarkan peningkatan sintesis

IgA atau penurunan klirens IgA. Peningkatan sintesis IgA oleh sistem imun

mukosa sebagai respon terhadap paparan antigen pada mukosa dipikirkan

merupakan mekanisme yang terjadi pada PHS. Antigen tersebut antara lain

berupa antigen bakteri, protein dalam makanan seperti gliadin, dan komponen

matriks ekstraselular seperti kolagen dan fibronektin.3,5,8

Terdapat empat hipotesa mengenai mekanisme patogenik yang dapat

terjadi melalui infeksi. Hipotesis pertama adalah molecular mimicry, sebagai

contoh: mikroba dan pembuluh darah kecil pejamu memiliki epitop yang

sama. Bersamaan dengan invasi patogen tersebut, respons imunitas seluler dan

humoral akan teraktivasi dan terjadi reaksi silang dengan pembuluh darah.

Hipotesis kedua adalah patogen dapat memulai proses inflamasi yang dapat

menimbulkan kerusakan sel dan jaringan. Proses ini akan menimbulkan suatu
5

autoantigen yang biasanya tidak terpapar oleh suatu sistem imun. Hipotesis

ketiga adalah bila mikroba yang sangat invasif secara langsung berinteraksi

dengan protein pembuluh darah, maka akan terbentuk suatu antigen yang baru

(neo-antigen) yang kemudian akan mengaktivasi suatu reaksi imun. Dan yang

keempat yaitu hipotesis superantigen, dimana pada beberapa bakteri seperti

Streptococcus dan virus dapat menjadi suatu superantigen. Tanpa adanya suatu

proses dan presentasi suatu sel penyaji antigen, suatu superantigen akan

langsung berinteraksi dan mengaktifkan sel-T. Dari sini dapat disimpulkan

bahwa tidak ada mikroba khusus yang menyebabkan terjadinya PHS.6

Gambar 2. Imunopatogenesis PHS akibat infeksi6

5. Manifestasi Klinis
6

Gejala awal PHS dapat berupa gejala prodromal seperti demam, nyeri

kepala, dan anoreksia, kemudian gejala berkembang mula-mula berupa ruam

makula eritematosa pada kulit yang berlanjut menjadi palpable purpura tanpa

adanya trombositopenia. Purpura dapat timbul dalam 12-24 jam. Purpura

terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan (pressure-bearing

surfaces), yaitu bokong dan ekstremitas bagian bawah. Kelainan kulit ini

ditemukan pada 100% kasus dan merupakan 50% keluhan penderita pada

waktu berobat. 1,9

Kelainan kulit dapat pula ditemukan pada muka dan tubuh serta dapat pula

berupa lesi petekia atau ekimotik. Lesi ekimotik yang besar dapat mengalami

ulserasi. Warna purpura mula-mula merah, lambat laun berubah menjadi ungu,

kemudian coklat kekuning-kuningan lalu menghilang. Kelainan kulit yang

baru dapat timbul kembali. Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal. Pada

bentuk yang tidak klasik kelainan kulit yang ada dapat berupa vesikel hingga

menyerupai eritema multiform. 1

Kelainan akut pada kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu dan

menghilang, tetapi dapat pula rekuren. Angioedema pada muka (kelopak mata,

bibir) dan ekstremitas (punggung tangan dan kaki) ditemukan berturut-turut

pada 20% dan 40% kasus. Edema skrotum juga dapat terjadi pada awal

penyakit. Gejala prodormal dapat terdiri dari demam, nyeri kepala dan

anoreksia. 1

Selain purpura, ditemukan juga gejala artralgia atau artritis yang

cenderung bersifat migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah


7

seperti lutut dan pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai pergelangan

tangan, siku dan persendian di jari tangan. Artralgia atau artritis dapat

ditemukan pada 68-75% kasus dan merupakan 25% keluhan penderita pada

waktu berobat. Kelainan ini timbul lebih dahulu (1-2 hari) dari kelainan pada

kulit. Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila

digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun panas. Kelainan

terutama periartikular dan bersifat sementara dapat pula rekuren pada masa

penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas yang menetap.1

Pada penyakit ini dapat ditemukan nyeri abdomen atau perdarahan

gastrointestinalis. Keluhan abdomen ditemukan pada 35-85% kasus dan

biasanya timbul setelah timbul kelainan pada (1-4 minggu setelah onset).

Nyeri abdomen dapat berupa kolik abdomen yang berat, lokasi di

periumbilikal dan disertai muntah, kadang-kadang terdapat perforasi usus dan

intususepsi ileoileal atau ileokolonal yang ditemukan pada 2-3% kasus.

Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang

menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan intramural.1

Penyakit PHS ini merupakan penyakit self-limiting disease yang dapat

sembuh dalam 6 hingga 8 minggu, namun dapat disertai komplikasi. 10Dapat

juga ditemukan kelainan ginjal pada sekitar 37% kasus, meliputi hematuria,

proteinuria, sindrom nefrotik atau nefritis. Penyakit pada ginjal juga biasanya

muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Kelainan ginjal dapat ditemukan

pada 20-50% kasus dan yang persisten pada 1% kasus, yang progresif sampai

mengalami gagal ginjal pada < 1 %. Adanya kelaian kulit yang persisten
8

sampai 2-3 bulan, biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal

yang berat. Risiko nefritis meningkat pada usia onset diatas 7 tahun, lesi

purpura persisten, keluhan abdomen yang berat dan penurunan aktivitas faktor

XIII. Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun beberapa ada yang menjadi

kronik.1,10

Kadang – kadang PHS dapat disertai dengan gejala – gejala gangguan

sistem saraf pusat, terutama sakit kepala. Pada PHS dapat ditemukan adanya

vaskulitis serebral. Pada beberapa kasus langka, PHS diduga dapat

menyebabkan gangguan serius seperti kejang, paresis atau koma. Gejala –

gejala gangguan neurologis lain yang dapat muncul antara lain perubahan

tingkat kesadaran, apatis, somnolen, hiperaktivitas, iritabilitas, ketidakstabilan

emosi, kejang (parsial, parsial kompleks, umum, status epileptikus), dan

defisit neurologis fokal (afasia, ataxia, korea, hemiparesis, paraparesis,

kuadraparesis. Dapat juga terjadi poliradikuloneuropati (sindroma Guillain-

Barré) dan mononeuropati (nervus fasialis, femoralis, ulnaris).11


6. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik. Jumlah

trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan oleh

trombositopenia. Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia normokromik,

biasanya berhubungan dengan perdarahan di gastrointestinal. Biasanya juga

terdapat eosinofilia. Laju endap darah dapat meningkat. Kadar komplemen seperti

C1q, C3 dan C4 dapat normal. Pemeriksaan kadar IgA dalam darah mungkin

meningkat, demikian pula limfosit yang mengandung IgA. Analisis urin dapat
9

menunjukkan hematuria, proteinuria maupun penurunan kreatinin klirens,

demikian pula pada feses dapat ditemukan darah.1

Biopsi pada lesi kulit menunjukkan adanya vaskulitis leukositoklastik.

Imunofluoresensi menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding

pembuluh darah. Pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan penurunan

motilitas usus yang ditandai dengan pelebaran lumen usus ataupun intususepsi

melalui pemeriksaan barium.1

7. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik, yaitu ruam

purpurik pada kulit terutama di bokong dan ekstremitas bagian bawah dengan satu

atau lebih gejala berikut: nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis,

artralgia atau artritis, dan hematuria atau nefritis (Tabel 1)1.

Purpura Henoch-Schonlein (PHS) didiagnosis berdasarkan gejala klinis, dan

tidak ada pemeriksaan penunjang spesifik untuk menegakkan PHS. Pemeriksaan

darah tepi lengkap dapat menunjukkan leukositosis dengan eosinofilia dan

pergeseran hitung jenis ke kiri; jumlah trombosit normal atau meningkat, hal ini

yang membedakan PHS dengan ITP (Idiopathic ThrombocytopenicPurpura). Laju

endap darah dapat meningkat. Kadar ureum dan kreatinin dapat meningkat,

menunjukkan kelainan fungsi ginjal atau dehidrasi. Pada 10-20% penderita

ditemukan hematuri atau proteinuri. Ditemukan darah pada feses. Dapat dilakukan

pemeriksaan ultrasonografi abdomen untuk mendiagnosis intususepsi.

Pemeriksaan Doppler atau radionuclide testicularscan menunjukkan aliran darah

normal atau meningkat, hal ini yang membedakan PHS dengan torsi testis.2
10

Tabel 1. Kriteria purpura Henoch-Schonlein menurut American College of


Rheymatology 19901,12
Kriteria Definisi
Purpura non trombositopenia (Palpable Lesi kulit hemoragik yang dapat diraba,
purpura) terdapat elevasi kulit, tidak berhubungan
dengan trombositopenia
Usia onset ≤ 20 tahun Onset gejala pertama ≤ 20 tahun
Gejala abdominal/gangguan saluran cerna Nyeri abdominal difus, memberat setelah
(Bowel angina) makan, atau diagnosis iskemia usus,
biasanya termasuk BAB berdarah
Granulosit pada biopsi Perubahan histologi menunjukkan
granulosit pada dinding arteriol atau
Venula
Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai PHS bila memenuhi
setidaknya 2 dari kriteria yang ada (sensitivitas 87,1% dan spesifisitas 87,7%)
(Dikutip dari JT Cassidy dan RE Petty, 1990)1,12
Menurut European League Against Rheumatism (EULAR) 2006 dan Pediatric

Rheumatology Society (PreS) 2006 apabila terdapat palpable purpura dan diikuti

minimal satu gejala berikut: nyeri perut difus, deposisi IgA yang predominan

(pada biopsi kulit), artritis akut dan kelainan ginjal (hematuria dan atau

proteinuria).2
8. Diagnosis banding

Diagnosis banding PHS diantaranya adalah vasculitis urticarial (VU), yaitu suatu

kondisi yang ditandai oleh adanya lesi kulit berupa urtika yang menetap lebih dari

24 jam. Sekitar 20% penderita yang mengalami urtikaria kronik akan mengalami

kondisi ini.6

9. Tatalaksana

Pengobatan PHS adalah suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan

hidrasi, nutrisi, keseimbangan elektrolit dan mengatasi nyeri dengan analgesik.

Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat digunakan antiinflamasi non
11

steroid, seperti ibuprofen atau parasetamol. Edema dapat diatasi dengan elevasi

tungkai. Selama ada keluhan muntah dan nyeri perut, diet diberikan dalam bentuk

makanan lunak. 1
Penggunaan asam asetil salisilat harus dihindarkan, karena dapat

menyebabkan gangguan fungsi trombosit yaitu petekia dan perdarahan saluran

cerna. Bila ada geala abdomen akut, dilakukan operasi. Bila terdapat kelainan

ginjal progresif dapat diberi kortikosteroid yang dapat dikombinasi dengan

imunosupresan. Metilprednisolon intravena dapat mencegah perburukan penyakit

ginjal bila diberikan secara dini. Metilprednisolon dengan dosis 250-750mg/hari

intravena selama 3-7 hari dikombinasikan dengan siklofosfamid 100-200 mg/hari

untuk fase akut PHS yang berat. 1


Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari secara oral,

terbagi dalam 3-4 dosis selama 5-7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam keadaan

penyakit dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada sistem

saraf pusat, paru dan testis, nyeri abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema

dan sindrom nefrotik persisten. Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah

perdarahan, obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran cerna.1,13

10. Prognosis
Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi,

intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada

saluran cerna, ginjal dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian,

1
walaupun hal ini jarang terjadi.
12

Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam

beberapa hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Pemantauan

pasien PHS dilakukan melalui pemeriksaan urin lengkap dan tekanan darah, yang

dilakukan selama 6 bulan hingga 1 tahun apabila tidak disertai manifestasi

kelainan ginjal.13 Rekurensi dapat terjadi pada 50% kasus. Prognosis lebih baik

bila tidak disertai gangguan ginjal dan gangguan saluran cerna yang berat, Bila

manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan

pemantauan fungsi ginjal 6 bulan hingga 2 tahun pasca-sakit.1

Anda mungkin juga menyukai