Anda di halaman 1dari 4

PERAN Helicobacter pylori SEBAGAI

PENYEBAB GASTRITIS KRONIS

Helicobacter pylori adalah suatu bakteri gram negatif yang berbentuk spiral, sangat
motil yang dapat memproduksi urease yang sangat banyak. Bakteri ini mempunyai beberapa
faktor yang penting meliputi urease (Ure A-1), endotoxin lipopolisaccharide (LPS), flagellin
(fla A, fla B), adhesion (hpa, bab A1, hopZ, alp A, alp B) dan protein yang mengaktifkan
netrofil (nap, neutrofil activating protein). Semua faktor diatas ditemukan pada semua strain
H Pylori, sedangkan faktor-faktor seperti antigen cagA, molekul PAI, vacA/s1, ice-A1 tidak
ditemukan pada semua strain H Pylori(Paz-Bouzalet al, 1991). Selain itu, H. pylori
merupakan bakteri patogen yang dapat hidup di lingkungan asam mukosa lambung yang
dapat melakukan penetrasi dan kolonisasi. H. pylori merupakan penyebab utama penyakit
gastrointestinal.

Gastritis merupakan penyakit peradangan pada bagian mukosa dan submukosa


lambung yang banyak dijumpai pada masyarakat Indonesia. Berdasarkan data WHO tahun
2009 kejadian gastritis di Indonesia sebanyak 40,8% yang terjadi pada semua umur. Gastritis
dapat dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronis. Gastritis akut merupakan
penyakit inflamasi pada lambung yang terjadi pada bagian lapisan mukosa pada lambung,
terjadi karena pola makan yang tidak teratur, konsumsi makanan berlemak, alkohol, dan obat-
obatan. Sedangkan gastritis kronis merupakan inflamasi pada mukosa lambung yang bersifat
menahun dapat disebabkan karena adanya bahan infeksi dan non infeksi, salah satu bahan
yang bersifat infeksi adalah Helicobacter pylori. Pada negara berkembang prevalensi infeksi
H. pylori sangat besar yaitu sekitar 90% menginfeksi pada orang dewasa dan prevalensi
infeksi meningkat terjadi pada anak-anak. Di Indonesia prevalensi infeksi H. pylori adalah 36-
46,1% dengan 5,3-15,4% diantaranya ditemukan pada pasien yang berusia dibawah 5 tahun
(Dhamayanti., dkk 2015).

Pasien penderita gastritis kebanyaan memilki gejala yang tidak disadari, dan tidak
memiliki gejala yang khas, keluhan yang dapat dirasakan oleh pasien dapat berupa nyeri
panas dan pedih di ulu hati, serta dapat terjadi mual dan muntah-muntah. Pada pemeriksaan
fisik secara spesifik tidak dapat menentukan bahwa pesien tersebut menderita gastritis. Secara
keseluruhan semua keluhan tersebut dan pemeriksaan fisik yang dilakukan tidak dapat
dijadikan sebagai penentu diagnosis gastritis karena tidak berkorelasinya hal tersebut dengan
penyakit gastritis. Diagnosis pada gastritis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi
dan histopatologi. Gambaran yang dapat dihasilkan pada gastritis berupa eritema, eksudatif,
flat-erosion, raised erosion, perdarahan, edematous regue. Perubahan-perubahan yang terjadi
pada histopatologi dapat berupa degradasi epitel, hyperplasia foveolar, infiltrasi netrofil,
inflamasi sel mononuclear, folikel limpoid, atropi, intestinal metaplasia, hyperplasia sel
endokrin, kerusakan sel parietal (Hirlan, 2007).

Patofisiologi atau perjalanan penyakit gastritis kronis karena infeksi bakteri H. pylori
dapat terbagi menjadi gastritis kronis non atropi predominasi antrum dan gastritis kronis
atropi multifokal. Pada gastritis kronis non atropi predominasi antrum inflamasi moderat
sampai berat pada mukosa antrum, sedangkan inflamasi pada korpus ringan. Gastritis kronis
atropi multifokal terjadi inflamasi pada hampir seluruh mukosa, seringkali menjadi sangat
berat dapat berupa atropi atau metaplasia pada daerah antrum dan korpus. Gastritis karena
infeksi H. pylori banyak terjadi pada daerah antrum dari pada daerah corpus hal tersebut
terjadi karena resistennya daerah corpus terhadap koloni H. pylori dan inflamasi yang
disebabkan tingginya konsentrasi asam lambung. H. pylori memiliki mekanisme pertahanan
yang dapat bertahan pada lambung dengan Ph 3.5 sampai 5.0, karena bakteri ini memilki urea
yang dapat menyeimbangkan proton motive force (PMF) di membran periplasmiknya,
memastikan adanya suplai energi yang berkesinambungan melalui sintesis ATP. Urea akan
dirubah oleh urease di dalam sitoplasma menghasilkan ammonia yang menetralkan ion
hidrogen yang berlebihan untuk mempertahankan pH 6.2 di celah periplasmik dan
mempertahankan PMF. Jika konsentrasi asam sangat tinggi, mekanisme protektif menjadi
gagal sehingga peningkatan kadar ion hidrogen tidak dapat dipertahankan, kemudian terjadi
penurunan sintesis ATP, dan bakteri akan mati, atau kehilangan faktor virulensinya. Corpus
menjadi daerah yang kurang cocok untuk bakteri ini, sehingga densitas kolonisasi dan
inflamasi terfokus di daerah antrum. Diatas pH 8 sel tidak dapat berfungsi,sehingga dalam
kondisi gaster yang achlorhydric, H. pylori akan hancur dengan sendirinya dan infeksi akan
secara spontan tereliminasi (Dixon, 2001).

Secara histologi, respon tubuh terhadap infeksi H. pylori ditandai dengan infiltrasi
sel plasma, limfosit, netrofil dan monosit di dalam mukosa gaster. Respon inflamasi imun
tubuh mempunyai peran penting dalam menginduksi kerusakan mukosa gaster oleh karena
infeksi H. pylori. Pada gastritis akut yang disebabkan infeksi H. pylori, netrofil memenuhi
komponen inflamasi awal sebagai respon terhadap patogen yang masuk. Netrofil yang
teraktivasi mempunyai banyak komponen yang mungkin berperan dalam kerusakan jaringan.
Kemotaksis netrofil dan aktivasinya dapat dipicu langsung dari produk H. pylori dan dapat
juga secara tidak langsung melalui kaskade sitokin proinflamasi (Charalabopouloset al, 2003).
Berdasarkan data (Shing., dkk 2017) korelasi antara pemeriksaan endoskopi dan
lokasi anatomi gastritis pada sebagian besar pasien (61/106) (57,55%) menunjukkan
hiperemia di lokasi antrum, pada histologi sebagian besar kasus juga menunjukkan dominasi
di antum. Berdasarkan biopsi gastritis pada bagian fundus terdapat 4 kasus (03,77%) dan
mukosa tampak normal pada 24 (22,64%) kasus, menurut Matsushia dkk (2007) melaporkan
antrum gastritis mewakili persentase gastritis endoskopik yang lebih tinggi. Berdasarkan data
dari (Dhamayanti., dkk 2015), berdasarkan jenis kelamin lesi gastritis terbanyak terjadi pada
perempuan 7 orang (53,8%), sedangkan lesi prakanker terbanyak pada laki-laki yaitu 8 orang
(72,7% ). Menurut kelompok umur, lesi gastritis kronik terjadi terbanyak pada usia 41-50
tahun yaitu 5 orang (38,5 %), sedangkan lesi prakanker terjadi terbanyak pada kelompok
umur lebih dari 60 tahun (54,5%).
Berdasarkan teori yang telah disebutkan diatas H. pylori merupakan penyebab
terjadinya gastritis kronis sehingga pada setiap kasus gastritis kronis harus diberikan terapi
yang tepat.
Daftar Pustaka
Damayanti, Lina., Putranto, Bambang., Sadhana, Udadi. 2015. Ekspresi Anti-Helicobacter
Pylori Pada Gastritis Kronis, Lesi Prakanker, Dan Karsinoma Gaster. Vol 7 No 2
Shing, Ranbee., Vijay, Aneja., K, Verma., R, Daung. 2017. Chronic Gastritis: Helicobacter
pylori Infection : A ClinicoEndoscopic and Histological evaluation. Vol-6
Ilmu Penyakit Dalam. 2007
Mikrobiologi Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai