Hubungan Dakwah & Politik
Hubungan Dakwah & Politik
26/DIKTI/Kep/2005
ABSTRACT
Nowadays, da’wah and politics were seen as two distinct areas. Such opinion proved
to be disadvantage because both politics and da’wah are essentially interrelating each other
in a functional matter, even organics. In Islam, men are constituted as khalifah, or leader
of the universe in order to manifest Allah’s will. Equipped with religious principles, dynamic
and creativity, along with ratio and amanah, it is the task of men to overcome every challenge.
There are two kinds of politics in the world of Islam: high politics (high quality of politics)
and low politics (low quality of politics). High politics covered some principles,
e.g.: politics as amanah, accountable, brotherhood. Meanwhile, low politics was characterized
by violence, brutality, meanness, total submission, and unethical political interactions all
of this remind us with Macchiavelian style of politics. Islam only addressed high politics
in its practice for the good of society.
secara individual dan secara kolektif, manusia dan Al-Imran, dengan menyebutkan, ada dua bidang
masyarakat bersedia menyambut ‘dakwah ila Al- untuk menyampaikan dakwah, umum dan khusus.
lah’ dan menebarkan amal soleh (setiap usaha, Secara umum, ia termasuk propaganda menjelaskan
kerja dan tindakan yang bernilai kebajikan) ke kemurnian agama keluar. Ia bersifat mengajak or-
tengah masyarakat. ang lain supaya turut memahami hikmat ajaran Is-
‘Dakwah ila Allah’ atau ajakan ke jalan Allah lam. Dan terkadang bersifat menangkis serangan
selalu ditekankan dan menjadi substansi pokok atau tuduhan terhadap agama. Model propaganda
tugas seorang Muslim. Hal ini sangat jelas, untuk seperti ini memerlukan keterampilan pengetahuan
membedakan ‘dakwa ila an-nar’ atau ajakan masuk yang mapan, sebab ia akan berhadapan dengan
neraka yang menjadi pekerjaan orang-orang paham lain, yang juga memiliki etika
musyrik (lihat QS-Surat Al-Baqarah:221). Dakwah penyebarannya sendiri.
yang berisikan amar ma’ruf dan nahyi munkar Sedangkan secara khusus, dakwah dalam
yang digerakkan oleh orang-orang Muslim (QS al- kalangan keluarga sendiri, menimbulkan suasana
Imran:104) dalam kenyataanya memang berhadap- agama di kalangan keluarga, mendidik agar patuh
hadapan dengan amar ma’ruf yang dilakukan oleh akan perintah Tuhan berlomba berbuat baik.
orang-orang munafik (QS. at-Taubah:67). Gerakan Dakwah tidak berhenti walaupun antarsesama
dakwah yang berlawanan inilah yang pada golongan sendiri dan meskipun penghuni dunia
hakikatnya menjadi kehidupan dunia cukup ini telah menyatakan dirinya sebagai Muslim.
menarik. Konfrontasi antara yang ma’ruf dan yang Menurut Mohammad Al-Naquib Al-Attas
munkar, antara dakwah yang mengajak manusia yang dikutip A. Rais (2000:13) dalam buku Ijtihad
agar menjadi ashabul yamin dan yang mendorong politik menyebutkan, islamisasi adalah proses
manusia supaya menjadi ashabul syimal, antara pembebasan manusia, pertama-tama dari segenap
calon-calon ashabun nar memang membuat tradisi yang bersifat magis, mitologis, animistis dan
kehidupan umat manusia penuh dengan tradisi budaya-nasional irrasional; kemudian juga
perjuangan, pergulatan, dan pertentangan. berarti pembebasan manusia dari pengaruh sekular
Kegiatan dakwah Islam, sesungguhnya yang membelenggu pemikiran dan tingkah lakunya.
meliputi semua dimensi kehidupan manusia, Tauhid sebagai poros (axis) seluruh ajaran
berhubung amar ma’ruf dan nahyi munkar, juga Islam menggerakkan kegiatan dakwah untuk
meliputi seluruh kegiatan kehidupan. Akan tetapi, membebaskan manusia dari perangkap-perangkap
jangan dilupakan bahwa para pendukung amar nativisme, yang mengajak orang kembali kepada
munkar dan nahyi ma’ruf juga menggunakan ajaran-ajaran nenek-moyang walaupun ajaran-
setiap jalur kegiatan kehidupan. Dengan demikian, ajaran tersebut bersifat irasional, animistis, dll. Di
kegiatan budaya, politik, ekonomi, sosial, dll, dapat pihak lain, dakwah juga menyelamatkan manusia
dijadikan kegiatan dakwah; baik dakwah Islamiyah dari kungkungan sekularisme yang cenderung
(dakwah ila Allah) maupun dakwah jahiliyah, menuhankan manusia perlahan-lahan, mencoba
yakni dakwah yang menjadikan neraka sebagai menggusur nilai-nilai yang sepenuhnya
muara akhir (dakwah ila an-nar). humanistik. Humanisme sekularis, mempunyai
Dari pemahaman seperti ini mudah kita kredo khusus yaitu: ‘man is the measure of all
mengerti bahwa politik pada hakikatnya menjadi things’
bagian dari dakwah. Dakwah Islam adalah setiap Dari pemahaman dakwah seperti ini tampak
usaha rekonstruksi masyarakat yang masih makin jelas bahwa dakwah memang berwatak
mengandung unsur-unsur jahili menjadi progresif, bahkan revolusioner. Dakwah tidak akan
masyarakat yang islami. Dakwah Islam (selanjutnya menerima status quo yang bertentangan dengan
kita singkat dakwah), oleh karenanya juga berarti tuntutanan wahyu atau ajaran-ajaran agama.
Islamisasi seluruh kehidupan manusia. Dakwah adalah gerakan dalam berbagai bidang
Hamka (1984:9) menjelaskan ayat 104 dari surat kehidupan secara simultan untuk mengubah status
paralel dengan aturan permainan dakwah. sosial dan politik dalam proses sejarah. Sedangkan
Misalnya, tidak boleh menggunakan kekerasan yang dimaksud dengan dengan dekonsekrasi nilai-
atau paksaan, tidak boleh menyesatkan, tidak boleh nilai adalah merelativisasikan setiap sistem nilai
menjungkirbalikkan kebenaran dan juga tidak tidak termasuk nilai-nilai agama, supaya manusia bebas
diperkenankan adanya penggunaan-penggunaan mendorong perubahan-perubahan evolusioner
induksi-induksi psikotropik yang mengelabui tanpa terikat lagi dengan nilai-nilai agama yang
masyarakat. Di samping itu, keterbukaan, kejujuran, bersifat ‘ultimate’ atau absolut.
rasa tanggung jawab, serta keberanian menyatakan Sekali pun sekularisasi dicoba dibedakan dari
“yang benar adalah benar dan yang batil adalah sekularisme, berhubung yang terakhir ini adalah
batil” harus menjadi ciri-ciri politik yang berfungsi ideologi sedangkan yang kedua menunjuk pada
sebagai sarana dakwah. proses sosial yang bersifat ‘openended’, namun
Politik yang memiliki ciri-ciri di atas sudah pada dasarnya ia juga sebuah ideologi, yakni
tentu fungsional terhadap tujuan utama dakwah. ideologi sekularisasionisme (secularizationisme).
Sebaliknya, bila aturan permainan yang digunakan Politik yang menganut sekularisasionisme sudah
dalam politik tidak paralel dengan aturan permainan tentu menjadi politik tanpa dasar-dasar moral
dakwah pada umumnya, maka mudah diperkirakan keagamaan dan nilai-nilai yang berlaku di dalamnya
bahwa politik semacam itu disfungsional terhadap bersifat sangat relatif dan situasional. Politik
dakwah. Akan tetapi, jangan dilupakan bahwa semacam ini secara potensi maupun aktual akan
aturan-aturan permainan itu sesungguhnya sering bertabrakan dengan tujuan dakwah.
hanyalah refleksi dari moralitas dan etika yang lebih Politik yang dijalankan oleh seorang Muslim
dalam. Moralitas dan etika kegiatan dakwah dalam dan yang berfungsi sebagai alat dakwah, sudah
bidang apa pun harus bersumber pada tauhid, tentu bukan politik sekular, akan tetapi politik yang
sehingga moral dan etika para politisi Islam juga penuh dengan komitmen kepada Allah. Tujuan
harus bersandar pada tauhid. Bila moral dan etik yang diletakkan oleh politik semacam ini bukanlah
yang tauhidi dilepaskan dari politik hal itu akan kekuasaan demi kekuasaan atau tercapainya suatu
berjalan tanpa arah dan bermuara pada kepentingan demi pemenuhan kepentingan itu
kesengsaraan orang banyak. sendiri. Kekuasaan, pengaruh, kepentingan-
Politik yang fungsional terhadap tujuan kepentingan tertentu, posisi politik, dsb. bukanlah
dakwah adalah politik yang sepenuhnya tujuan, tetapi sarana atau tujuan antara untuk
mengindahkan nilai-nilai Islam. Dalam hubungan mencapai tujuan yang sesungguhnya, yaitu
ini perlu diperhatikan bahwa kehidupan politik pengabdian kepada Allah. Hal ini sesuai dengan
yang Islami tidak memberikan tempat bagi ikrar seorang Muslim bahwa shalatnya, ibadahnya,
sekularisasi, walaupun sementara orang hidup dan matinya, diabdikan hanya kepada Allah
sekularisasi dianggap sebagai sebagai proses yang semata (surat al-Annam ayat 162).
tidak bisa tidak membarengi modernisasi. Ayat ini juga jelas menolak sekularisasi, karena
Menurut Harvey Cox, komponen-komponen sekularisasi pada dasarnya melakukan
integral sekularisasi adalah ‘disenchantment of kompartementalisasi kehidupan, yakni antara
nature’, berarti desakralisasi politik dan kompartementalisasi kehidupan duniawi dan
dekonsekrasi nilai-nilai. kompartementalisasi ukhrowi. Padahal, seluruh
‘Disenchantment of nature’ berarti kehidupan adalah satu Yang ukhrowi adalah
pembebasan alam dari nilai-nilai agama agar kelanjutan belaka dari yang duniawi, sesuai hadits
masyarakat dapat dengan bebas melakukan Nabi: “ad-dunya mazro’atul akhirah” (dunia
perubahan dan pembangunan. Desakralisasi adalah sawah ladangnya akhirat). Artinya apa yang
politik bermakna penghapusan legitimasi sakral kita lakukan di dunia dalam bidang apa pun, akan
atas otoritas dan kekuasaan yang merupakan syarat kita petik hasilnya besok di akhirat. Itulah sebabnya,
untuk mempermudah berlangsungnya perubahan seluruh kegiatan dalam berbagai dimensi
Ketiga, kegiatan politik harus dikaitkan secara merupakan tokoh yang kontroversial. Namun,
ketat dengan prinsip ukhuwwah (brotherhood), ajaran-ajaran politiknya yang terkandung dalam
yakni persaudaraan di antara sesama umat bukunya The Prince memang tidak mencerminkan
manusia. Ukhuwwah dalam arti luas melampaui ‘high politics’. Dan dari kaca mata dakwah jelas
batas-batas etnik, rasial, agama, latar belakang destruktif, setidak-tidaknya counter-productive.
sosial, keturunan, dan lain sebagainya. Di sini akan dilihat sekilas tentang gagasan-
Masalahnya, setiap orang, terlepas dari latar gagasannya yang dimuat dalam bukunya yang
belakang manapun ia datang, jika dipukul pasti terkenal itu. Dan merupakan kualitas ‘low poli-
sakit, jika tidak makan pasti lapar, dan seterusnya. tic’, meminjam istilah A. Rais (Panjimas : No. 532)
Oleh karena itu, perbuatan politik yang berkualitas Pertama, Machiavelli mengajarkan bahwa
tinggi akan menghindari gaya politik konfrontatif kekerasan (violance) brutalitas dan kekejaman
yang penuh dengan konflik dan melihat pihak lain merupakan cara-cara yang sering kali perlu diambil
sebagai pihak yang harus dieliminasi. Sebaliknya, oleh penguasa. Baginya, kekerasan, brutalitas dan
gaya politik yang diambil adalah yang penuh kekejaman dapat digunakan kapan saja asal tujuan
dengan ukhuwwah, mencari saling pengertian dan yang dikejar dapat tercapai. Karena itu, terkenal
membangun kerjasama keduniaan seoptimal semboyan: tujuan menghalalkan segala cara.
mungkin dalam menunaikan tugas-tugas Pandangan seperti ini mendorong manusia
kekhilafahan. bergerak dalam bidang politik menjadi “cold-
‘High politics’ dengan ciri-ciri minimal seperti blooded”, alias berdarah dingin. Melangkahi
tersebut di atas sangat kondusif bagi pelaksanaan mayat orang lain untuk mencapai tujuan sendiri
amar ma’ruf nahyi munkar. Barangkali inilah yang dianggap sebagai suatu hal yang wajar-wajar saja.
dimaksud dengan Qur’an surat al-Hajj, ayat 41, Kekuasaan sebagai amanah dan nikmat dari Tuhan
“Mereka adalah orang-orang yang bila Kami yang harus dipergunakan sebaik-baiknya tidak
beri kekuasaan yang teguh di muka bumi niscaya dikenal sama sekali dalam ajaran ini.
menegakkan shalat dan membayar zakat dan Kedua, penaklukan secara total atas musuh-
menyuruh (manusia) berbuat kebaikan serta musuh politik dinilai sebagai kebijakan puncak
mencegah kejahatan;dan bagi Allah sajalah (summun bonum). Musuh tidak boleh diberi
kembalinya segala macam urusan”. kesempatan untuk bangkit dan kalau perlu
High politics dalam kenyataan memang terasa diperlakukan sebagai barang, bukan sebagai
sangat ideal, tidak saja di negara-negara manusia. Politik berintikan pada perjuangan untuk
berkembang, tetapi bahkan di negara-negara maju. merebut kekuasaan (struggle for power), dan
Bahkan, di Amerika, di negara yang merupakan instabilitas pemerintahan biasanya disebabkan
jagonya demokrasi, politik kualitas tinggi oleh nafsu kuasa manusia yang tidak mengenal
merupakan barang yang sangat mewah dan langka. batas (the limitless human appetite for power).
Di negara berkembang, bahkan di negeri- Oleh sebab itu, bagi orang yang sedang berkuasa,
negeri Muslim, politik berkualitas rendahan pada kata Machiavelli, operasi dan supresi, atau
umumnya justru dominan. Ditinjau dari sudut penindasan dan penekanan, serta penaklukan
pandang Islam, politik semacam ini tidak adalah kebijakan puncak (summun bonum). Di
mendukung maksud-maksud dakwah, tetapi justru sini konsep ukhuwwah atau persaudaraan di antara
menjegal dakwah, merusak rekonstruksi umat manusia tidak sedikit pun terlintas dalam
masyarakat yang Islami. benak Machiavelli.
Dalam pembicaraan sehari-hari, kita sering Ketiga, dalam menjalankan kehidupan politik
mendengar istilah politik Machiavellis dengan seorang penguasa harus dapat bermain seperti
konotasi otomatis sebagai politik yang tidak sehat, binatang buas, terutama seperti singa dan
penuh hiprokrisi, kelicikan, dan sebagainya. Dalam sekaligus anjing pemburu. Kebuasan singa akan
pembahasan akademik, Machiavelli itu sendiri menakutkan serigala, sementara kecerdikan dan
beraqidah, berpengetahuan luas, punya integritas, Mudah-mudahan tulisan ini akan menjadi jelas
dan memahami dengan baik kaitan fungsional bahwa kegiatan politik tidak perlu bertentangan
antara politik dan dakwah. Bila umat secara dengan kegiatan dakwah. Sekaligus diharapkan
keseluruhan sudah mampu memainkan high poli- dapat menghilangkan persepsi yang salah tentang
tics, rekonstruksi masyarakat Islam insya Allah politik dan juga tentang dakwah. Anggapan yang
akan banyak tertolong. Politik di zaman modern salah itu, misalnya, adalah bahwa politik itu bersifat
menuntut wawasan, dan kecakapan. Nabi sendiri memecah, sedangkan dakwah bertujuan merangkul
mengajarkan bahwa kita harus menyerahkan sebanyak mungkin umat manusia, sehingga seolah
masing-masing urusan kepada para ahlinya, jika ada perbedaan antara hakekat politik dan hakekat
kita tidak ingin melihat kehancuran. dakwah.
5. Penutup
Daftar Pustaka
Bagi sebagian orang, barangkali apa yang di
paparkan di atas terlalu ideal, bahkan utopis. Akan A. Rais, Majalah Panji Masyarakat no. 529
tetapi, apabila kita ingin memperbaiki keadaan,
maka gambaran ideal tentang keadaan itu harus A. Subandi, 1994, Ilmu Dakwah, Penerbit Yayasan
kita paparkan agar menjadi jelas ke mana kita harus Syahida Bandung.
pergi. Begitu pula bila kita bicara antara hubungan Depag RI, 1998/1999, Islam untuk Disiplin Ilmu
dakwah dengan politik. Hanya politik kualitas Hukum, Sosial, dan Politik, Direktorat
tinggi saja yang dapat berjalan paralel dan Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama
harmonis dengan tujuan besar dakwah. Politik Islam.
kualitas tinggi inilah yang dikehendaki ajaran-
ajaran Islam. Bila dihadapkan dengan kenyataan Fatwa, A.M. 2003, PAN Mengangkat Harkat dan
yang berlangsung di mana low politics merajalela Martabat Bangsa, Penerbit Institute for Trans-
di tengah masyarakat, kita lantas menghadapi formation Studies) Jakarta.
berbagai masalah yang dilematis. Memainkan Mahfud, M.,D. 1995, Serba Serbi tentang Hukum
politik kualitas tinggi di tengah samudra politik dan Politik, Pascasarjana Program Magister
kualitas rendahan, memang tidak gampang. Lebih Ilmu Hukum, Universitas Islam Indonesia.
sulit lagi merelevansikan politik dengan tujuan
Najib, M. 2000, Ijtihad Politik, Serambi Ilmu
dakwah agar hubungan fungsional, bahkan
Semesta, Jakarta.
hubungan organik di antara keduanya dapat
berjalan mulus. Namun di sinilah justru terletak Nimmo, Dan. 2000, Komunikasi Politik, Rosda
tantangan kita bersama. Bandung.