Askep TBC
Askep TBC
(TBC)
A.
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang
paru-paru yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis
Tuberculosis paru pada manusia dijumpai dalam 2 bentuk
a. TBC Primer: Bila menyerang pertama kali
b. TBC pasca primer: Beberapa waktu terkena dan
kambuh kembali
2. Etiologi
Kuman berbentuk batang ukuran panjang 1-4/um dan
tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar kuman berupa
lemak/lipid sehngga kuman tahan terhadap asam dan
lebih tahan terhadapzat kimia. Sifat kuman aerob dan
hidup pada daerah banyak O2 (daerah apical paru)
3. Penularan
Penlaran kuman TBC dapat melalui Inhalasi droplet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal
dari penderita TBC. Saluran pencernaan merupakan
tempat masuknya bovin dan melaui susu yang
terkontaminasi oleh jenis bovin ini.
4. Patogenesis
a. Tuberkulosis Primer
KUMAN DIBATUKKAN/BERSINDROPLET NUKLEI
DALAM UDARA (dapat menetapa dalam udara bebas
dalam 1-2 jam tergantung ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi ang baik dan kelembaban dalam
suasana lembab dan gelap dapat tahan berhari hari
sampai bulan.
KUMAN TERHISAP OLEH ORANG SEHAT menempel
pada jalan napas/paru menetap di jaringan paru,
membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil
tersebut sarang primer/efek primer yang dapat terjadi
dimana saja dijaringan paru dan terbawa masuk
keorgan tubuh lainnya tmbul peradangan saluran
getah bening menuju hilus (limadenitis local) dan
pmbesaran getah bening hilus (limfadenitis regional).
SARANG PRIMER + LIMFADENITIS LOCAL +
LIMFADENITIS REGIONAL DISEBUT KOMPLEKS
PRIMER. Kompleks primer dapat menjadi :
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
2. Sembuh dengan meninggalkan bekas berupa garis
fibrotic, kalsifikasi dihilus atau kompleks Ghon.
3. Komplikasi dan menyebar secara perkontinuitatum
(menyebar kesekitarnya), secara BRONKOGEN pada
paru yang bersangkutan/yang ada disebelahnya
atau tertelan bersama sputum dan ludah
menyebar ke usus, secara LIMFOGEN ke organ tubuh
lainnya dan secara HEMATOGEN.
5. Patofisiologi
Kuman TBC masuk melaui udara ke saluran pernapasan
mengakibatan timbulnya batuk kerena anyak basil yang
besar tertahan dihidungdan cabang bronchus sehingga
menimbulkan iritasi. Keadaan ini tentunya
membuatalvoelus atas dan bawah lobus basil tuberkel
mengalami proses radang (respon imunitas perantara)
sel efektor (makrofag) dan limposit (sel T) akhirnya akan
timbul gejala deman pada penderita TBC. Keadaan ini
akan berlanjut ke fase berikutnya dimana terjadi
Pneumonia Akut yang ditandai dengan Alveoli
konsolidasi berkembang biak dalam sel dan menyebar
ke kelenjar getah bening yang mengakibatkan infiltrate
embentuk sel tuberkel dan efiteloid yang dikelilingi
limfosit (10-20 hari). Kemudian terjadi perkijuan sampai
dengan pertengahan paru atau nekrotik kaseosa yang
mengakibatkan terjadinya sesak napas dan paru mencair
sehingga keluar ke udara dan pembentuka jaringan
perut. Keadaan ini terus berlanjut masuk ke bronkus
membentuk cavitas/ruang dan kemudian menyebar ke
cabang trakeobronchial menuju ke ruang paru lai, laring,
telinga tengah dan usus.
6. Klasifikasi TBC
Kelas 0 Tidak ada jangkitan atau terinfeksi, riwayat
terpapar, reaksi test tuberculin (PPD) tidak
bermakna.
Kelas 1 Terpapar TBC, tidak ada bukti infeksi, reaksi
kulit tak bermakna
Kelas 2 Ada infeksi TBC, reaksi kulit bermakna,
pemeriksaan bakteri (-), tidak ada bukti.
Kelas 3 Sedang sakit, BTA (+), test mantoux bermakna,
Ro. Thorax (+). Lokasi tempat : Paru-paru, Pleura,
Limfatik, tulang/sendi, meninges, peritoneum,
dsb.
Kelas 4 Sedang sakit, ada riwayat mendapat
pengobatan, Ro. Thorax (+), test mantoux
bermakna.
Kelas 5 dicurigai TBC, sedang dalam pengobatan
7. Manifestasi Klinis
Gejala akibat TB paru adalah batuk produktif yang
berkempanjangan (lebih dari minggu), nyeri dada, dan
hemoptisis. Gejala sistemik termasuk demam, mengigil,
keringat malam, kelemahan, hilangnya nafsu makan dan
penutunan berat badan.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostic pada penderita TB paru
adalah :
• Sputum pot
• Laboratorium darah
• Ro. Thorax
• Spirometri
• Bronkhografi
• Analisa gas darah
• Test tuberculin mantoux (0,1 cc intrakutan) 48-72 jam
- 0-5 mm (-)
- 6-9 mm ragu-ragu
- 10-15 mm (+)
- > 16 mm (+) kuat
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
- Riwayat pernah menderita TB paru atau riwayat
keluarga penderita
- Pola aktivitas dan istirahat (kelelahan, dsb)
- Pola nutrisi (mual, muntah, tidak nafsu makan)
- Riwayat lingkungan
- Aspek psikososial
- Kaji tanda-tanda gejala penyakit (batuk, penigkatan
keringat pada malam hari, peningkatan suhu pada
siang hari, BB menurun dan nyeri dada)
- Pemeriksaan fisik
. Auskultasi adanya Ronkhi (+), hopersonor/tympani
. Inspekasi simetris dada
. Palpasi focal premitus
2. Diagnosa Keperawatan
a. Tidak efektifnya pola nafas berhungan dengan
penurunan kapasitas paru
b. Resiko penebaran infeksi berhubungan dengan
keadaan penyakitnya
c. Perubahan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelelahan dan batuk terus-
menerus
d. Resiko putus pengobatan berhubungan dengan
kurangnya motivasi dan pengobatan yang lama
e. Gangguan kebutuahan nutrisi : kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan :
- Nafsu makan menurun
- Sesak nafas
- Meningkatnya kebutuhan metabolism tubuh
f. Kesemasan berhubungan dengan :
- Kesulitan bernafas
- Situasi krisis yang dihadapi
g. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan :
- Kelemahan
- Kurangnya/ketidakseimbangan antara O2 yang
didapat dengan yang dibutuhkan
h. Potensial infeksi berhubungan dengan :
- Pemakaian alat bantu nafas
- Penurunan daya tahan tubuh
i. Potensial penyebaran infeksi berhubungan dengan
kontaminasi kuman.
3. Tindakan Keperawatan
a. Observasi suara nafas, pola nafas, dan tanda-tanda
vital
b. Observasi tingkat kesadaran
c. Kaji keadaan kecemasan klien dan keluarga serta
tingakat pengetahuan klien dan keluarga
d. Berikan posisi nyaman pada klien (fowler/semi fowler)
e. Jaga kondisi lingkungan : bersih, kering, terang dan
tenang.
f. Jelaskan untuk melakukan latihan nafas dalam dan
batuk efektif mendemonstrasikan pada klien dan
beri kesempatan untuk re-demo
g. Tingkatkan pemasukan cairan bila tidak ada kontra
indikasi
h. Lakukan secara teratur :
- Fisioterapi dada
- Postural drainase
i. Tingkatkan sirkulasi jaringan massage
j. Motivasi klien untuk merubah pola hidup yang tak
sehat merokok
k. Menjaga asupan nutrisi yang adekuat.
A. Pengertian
saprofit. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 µm, ukuran ini lebih kecil dari satu
sel darah merah.
B. Epidemiologi/Insiden kasus
C. Penyebab/faktor predisposisi
E. Klasifikasi
F. Gejala klinis
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti
lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala
sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah
ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila
sistem persarafan di pleura terkena.
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
G. Theraphy/Tindakan penanganan
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan
jenis :
* INH.
* Rifampicin.
* Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9
bulan.
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah
kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama
dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat
tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat,
derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan
lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan
dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang
strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short
Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen
yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang
pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat
dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita
harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
A. Pengkajian
Data subjektif :
Identitas pasien :
Nama : Tuan X
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 20 tahun
Agama : Hindu
Status : Kawin
Pendidikan/pekerjaan : SMA/buruh pabrik
Alamat : Jl. Pengeng
Diagnosa medis : Tuberculosis paru
Rujukan : Keluarga
Keluhan utama pasien: Pasien mengeluh batuk terus-menerus sudah lebih dari 1 bulan,
batuk berdahak, nyeri dada, serta kelelahan.
Riwayat penyakit dahulu :
• Penyakit utama dan pernah dirawat dirumah sakit
Tidak pernah dirawat dirumah sakit
• Alergi
Pasien tidak pernah mengalami alergi obat.
Riwayat penyakit keluarga
Ada keluarga yang menderita TB paru dan ada keluarga yang memiliki kebiasaan
merokok
Riwayat psikososial
• Pekerjaan
Bekerja di daerah penambangan logam berat
• Lokasi geografi
Daerah yang berpolusi tinggi dan kumuh.
B. Pemeriksaan Fisik
Data objektif :
Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan
Napas pendek karena kerja
Tanda : Takikardi (108 x/mnt)
Kelelahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut)
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang (skala 6)
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit
Perilaku distraksi, gelisah
Pernapasan
Gejala : Batuk, produktif
Napas pendek (32 x/mnt)
Riwayat terpajan pada individu terinfeksi
Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
pleura).
Pengembangan pernapasan tak simetris (effusi pleural).
Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural/penebalan pleural), bunyi napas
menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral (effusi pleural/pneumotorak). Krekels
tercatat di atas apek paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels postussic).
Karakteristik sputum hijau purulen.
Inspeksi
- Wajah pucat
- Tampak terangkat kedua bahunya
- Nafas tidak teratur, cepat (32 x/mnt)
- Batuk berdahak
- Malaise
Palpasi
- Nyeri dada (skala 6)
- Denyut nadi meningkat (108 x/mnt)
Aukskultasi
- Detak jantung meningkat
- Suara krekels, mengii
Perkusi
- Suara pekak pada dada
Pemeriksaan TTV
Nadi : 108 x/mnt
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Pernapasan : 32 x/mnt
Suhu : 40° Celcius
C. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
BCG
Terjadi reaksi cepat (3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm.
Pemeriksaan Radiology
Ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau para trakeal. Karakteristik
radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan milier
Foto thorax
Dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh
primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan TB dapat masuk rongga area fibrosa.
Pemeriksaan lain-lain
1. Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah)
positif untuk basil asam cepat.
2. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urine dan cairan
serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tuberkulosis.
3. Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa
menunjukan nekrosis.
4. Elektrosit dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex.
Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat
tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
5. Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (TB paru kronis luas).
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akut.
C. Rencana Tindakan
Catat kemampuan utk mengeluarkan mukosa/batuk efektif (catat karakter, jmlh sputum,
adanya hemoptisis).
Berikan pasien posisi semi/fowler tinggi. Bantu pasien utk batuk & latihan napas dalam.
Kortikosteroid (Prednison).
Bersiap utk/membantu intubasi darurat.
Penurunan bunyi napas dpt menunjukkan atelektasis. Ronki, mengi menunjukkan
akumulasi sekret/ketidakmampuan utk membersihkan jalan napas yg dpt menimbulkan
penggunaan otot aksesori pernapasan dan peningkatan kerja pernapasan.
Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal (mis. Efek infeksi dan/tdk adekuat hidrasi).
Sputum berdarah kental/darah cerah diakibatkan kerusakan (kavitas paru)/luka bronkial
& dpt memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru & menurunkan upaya pernapasan.
Ventilasi maksimal membuka area atelektasis & meningkatkan gerakan sekret ke dlm
jalan napas besar utk dikeluarkan.
Mencegah obstruksi/aspirasi. Penghisapan dpt diperlukan jika pasien tak mampu
mengeluarkan sekret.
Pemasukan tinggi cairan membantu utk mengencerkan sekret, membuatnya mudah
dikeluarkan.
Mencegah pengeringan membran mukosa (membantu pengenceran sekret).
Agen mukolitik meurunkan kekentalan & perlengketan sekret paru utk memudahkan
pembersihan.
Bronkodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial shg menurunkan
tahanan thd aliran udara.
Berguna pd adanya keterlibatan luas dg hipoksemia & bila respon inflamasi mengancam
hidup.
Intubasi diperlukan pd kasus jarang bronkogenik TB dg edema laring/perdarahan paru
akut.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler
Setelah dilakukan askep selama 1x15 menit pertukaran gas efektif - Frekuensi napas
pasien menurun (16-24 x/mnt).
- Tidak terjadi sianosis
- Pasien tidak merasa lemas Mandiri: Kaji dispnea, takipnea, tak normal/menurunnya
bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, terbatasnya ekspansi dinding dada &
kelemahan.
Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas & bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan.
Kolaborasi: Awasi seri GDA/nadi oksimetri.
Berikan oksigen tambahan yg sesuai. TB paru menyebabkan efek luas pd paru dr bagian
kecil bronkopenumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis, effusi pleural & fibrosis
luas. Efek pernapasan dpt dr ringan sampai dispnea berat sampai distres pernapasan.
Akumulasi sekret/pengaruh jalan napas dpt mengganggu oksigenasi organ vital &
jaringan.
Membuat tahanan melawan udara luar, utk mencegah kolaps/penyempitan jalan napas,
shg membantu menyebarkan udara mll paru & menghilangkan/ menurunkan napas
pendek.
Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan pernapasan dpt
menurunkan beratnya gejala.
D. Evaluasi
No. Diagnosa Evaluasi
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental. S : Pasien
mengatakan dapat mengeluarkan dahaknya.
O : Tanda-tanda penggunaan otot aksesori pernapasan berkurang.
A : Tujuan tercapai sebagian.
P : Lanjutkan intervensi
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. S
: Pasien mengatakan lemas
O : Pasien tampak pucat, frekuensi napas menurun dari 32 x/mnt menjadi 30 x/mnt
A : Tujuan belum tercapai
P : Lanjutkan intervensi
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akut. S : Pasien tidak mengeluh
nyeri lagi saat batuk.
O : Pasien tampak tidak meringis saat batuk.
A : Tujuan tercapai.
P : Pertahankan kondisi.
DAFTAR PUSTAKA
< ![endif]-->
< ! /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-
parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-
margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-
family:"Times New Roman";} -->
2. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium
tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang
1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar
kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya
dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan
mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang
kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post
primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang
yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
3. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang
dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini
batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam
ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah
sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap
lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan
Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan
panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping
daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga
dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit
(lebih jarang).
4. Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman
mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program
penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS
(directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah
dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan
pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak
terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan,
terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan
kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena
penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah.
Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah
kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian
lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan,
persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT)
menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok
usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun
menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara kasar
diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis
dengan BTA positif.
5. Patofisiologi
Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui
udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu
sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan
cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang
alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah.
Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme
tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau
proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini
biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
6. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti
lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala
sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah
ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila
sistem persarafan di pleura terkena.
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
6. Test Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis
pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
8. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan
riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu
faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan
positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
9. Penanganan Medik
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah
kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan
adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan
lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan
dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang
strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short
Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen
yaitu:
1. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit
tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi
radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah,
kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi
pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul
bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
5. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup.
Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan,
pengobatan dan perawatannya.
6. Pemeriksaan Diagnostik:
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72
jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran
bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa
cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah
sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret
darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan
tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan
akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan,
Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
4. Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang
telah dirumuskan sebagai berikut:
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan
otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi
secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan
kerja pernapasan meningkat.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah
sputum, adanya hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau
luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas
dalam.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan
peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan
Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani
yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural
effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
e. Monitor GDA.
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan
perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
Intervensi
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus
pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui
batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan
untuk mencegah komplikasi.
b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman,
orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran infeksi.
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang
tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
e. Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru,
seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan
imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya
hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut,
kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan
medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
e. Anjurkan bedrest.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan
metabolik.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.
b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri
dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan
evaluasi secepatnya.
c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake
cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan
membantu mengencerkan dahak.
d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam
jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat
lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus
obat.
f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan,
sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
5. Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan
perilaku untuk memperbaiki kesehatan.
Referensi:
Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta: UI
http://www.medicastore.com/tbc/
http://www.medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm
http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-tuberkulosis-tbc.html
http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan/264-tuberculosis-paru-tb-paru