Anda di halaman 1dari 38

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2018


UNIVERSITAS HASANUDDIN

KATARAK SENILE

OLEH :
ZURAEDAH C111 12 121

PEMBIMBING:
dr. Rizka

SUPERVISOR:
Dr.dr. Habibah, Sp.M (K), M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Zuraedah
NIM : C111 12 121
Judul Kasus dan Referat : OS Katarak Senile Imatur,

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen


Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Maret 2018

Supervisor Pembimbing

Dr.dr. Noor Syamsu, Sp.M (K), M.Kes dr. Ira Aldita Noviyanty

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ............................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB I Laporan Kasus
1.1 Identitas Pasien ................................................................................... 01
1.2 Anamnesis ........................................................................................... 01
1.3 Pemeriksaan Fisis................................................................................ 02
1.4 Pemeriksaan Oftalmologi.................................................................... 02
1.5 Diagnosa ............................................................................................. 05
1.6 Tata Laksana ....................................................................................... 05
1.7 Prognosis ............................................................................................. 05
1.8 Diskusi ................................................................................................ 05
BAB II Katarak Senile
2.1 Pendahuluan ........................................................................................ 07
2.2 Definisi ................................................................................................ 07
2.3 Epidemiologi ....................................................................................... 08
2.4 Anatomi dan Fisiologi......................................................................... 09
2.5 Etiologi dan Faktor Resiko ................................................................. 14
2.6 Patogenesis .......................................................................................... 15
2.7 Klasifikasi ........................................................................................... 15
2.8 Tanda dan Gejala ................................................................................ 22
2.9 Penatalaksanaan .................................................................................. 25
2.10 Komplikasi .......................................................................................... 30
2.11 Prognosis ............................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 34

iii
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. Tm
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 61 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Jl. Perintis kemerdekaan
No. Register : 099736
Tanggal pemeriksaan : 18 Mei 2018
Rumah sakit : RS Unhas

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Penglihatan kabur pada kedua mata
Anamnesis Terpimpin
Penglihatan kabur pada kedua mata terutama pada mata kanan,Dialami
sejak ±5 bulan yang lalu secara perlahan-lahan dan dirasakan memberat 2
bulan terakhir. Pasien mengeluh penglihatan berkabut seperti asap. Silau
dirasakan terutama siang hari saat berada diluar rumah. Nyeri pada mata tidak
ada, riwayat mata merah tidak ada, gatal tidak ada, air mata berlebih tidak
ada, kotoran mata berlebih tidak ada, rasa berpasir tidak ada. Riwayat
trauma tidak ada.. Riwayat menggunakan kacamata sebelumnya ada
(kacamata baca). Riwayat diabetes melitus disangkal.. Riwayat hipertensi
disangkal.Riwayat pemyakit kolestrol ada (+) Riwayat penyakit katarak
dalam keluarga ada yaitu saudara kandung.

1
1.3 PEMERIKSAAN FISIS
STATUS GENERALIS
 KU : Sakit sedang/ Compos mentis/ Gizi Baik
TB 150 cm; BB 50 kg (IMT : 22,2 kg/m2)
 Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 130/70 mmHg
- Nadi : 92 x/menit
- Pernapasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,6 oC
- NRS : 0/10
1.4 PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
STATUS LOKALIS
(a) (b)

(Gambar 1.1) (a) Oculi Dextra (b) Oculi sinistra

 Inspeksi
Pemeriksaan OD OS

Palpebra edema (-) edema (-)

Apparatus lakrimalis lakrimasi (-) lakrimasi (-)

Silia sekret (-) sekret (-)

2
Konjungtiva hiperemis (-) hiperemis (-)

Bola Mata Intak Intak

Mekanisme muskular

Kornea Jernih Jernih

Bilik Mata Depan Van Herick 4 Van Herick 4

Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)

Bulat, sentral, Refleks Bulat, sentral, Refleks


Pupil
Cahaya (+) Cahaya (+)

Lensa IOL, sentral Keruh

 Palpasi
Palpasi OD OS

TIO Tn Tn

NyeriTekan (-) (-)

Massa Tumor (-) (-)

Glandula Preaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)

 Tonometer (NCT)
TOD = 11 mmHg
TOS = 14 mmHg
 Visus
VOD : 20/70F dikoreksi dengan lensa sferis menjadi 20/40 f
VOS : 20/50F, Sulit dievaluasi
 Slit Lamp
SLOD: Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD Van Herick 4, iris
coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa IOL sentral

3
SLOS: Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD Van Herick 4, iris
coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), RAPD (+) lensa
keruh (NO2NC3)

 RESUME
Seorang wanita usia 61 tahun datang ke poliklinik mata RS Unhas
dengan keluhan penurunan visus pada kedua mata yang dialami sejak ± 5
bulan yang lalu secara perlahan-lahan dan dirasakan memberat 2 bulan
terakhir. Pasien mengeluh penglihatan berkabut, fotofobia (+) terutama siang
hari. Nyeri pada mata (-), mata merah (-), gatal (-), air mata berlebih (-),
kotoran mata berlebih (-), rasa berpasir (-). Riwayat trauma (-).Riwayat
menggunakan kacamata sebelumnya (+)Riwayat diabetes melitus(-). Riwayat
hipertensi (-).Riwayat kolestrol (+) Riwayat penyakit katarak dalam keluarga
(+) yaitu Saudara kandung (+)
Dari pemeriksaan oftalmologi, pemeriksaan inspeksi OS didapatkan
lensa keruh, palpasi ODS dalam batas normal. Pada pemeriksaan visus
didapatkan VOD : 20/70 dikoreksi dengan sferis menjadi 20/40 f, VOS : 20/50
sulit di evaluasi. Pada pemeriksaan Slit lamp, SLOD : Konjungtiva hiperemis
(-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat,
sentral, RC (+), lensa IOL sentral. SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), kornea
jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+),
lensa keruh (NO2NC2).

1.5 DIAGNOSIS
ODS Katarak Senil Imatur Tipe Subkapsul Posterior

1.6 PENATALAKSANAAN
 Biometri untuk pengukuran kekuatan lensa intraokuler (IOL)
 Foto Fundus
 Cek lab
 Rencana OD phaco emusification

4
1.7 PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : Bonam
 Quo ad Functionam : Dubia et Bonam
 Quo ad Sanationam : Bonam
 Quo ad Cosmeticum : Bonam

1.8 DISKUSI
Pasien ini didiagnosis dengan ODS katarak senil immatur berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
pasien datang dengan keluhan utama penglihatan kabur pada kedua mata. Hal
ini dialami sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu. Penurunan penglihatan ini
memberat perlahan-lahan. Gejala tersebut sesuai dengan gejala pada
penderita katarak dimana akan terjadi penurunan visus yang perlahan sesuai
pertambahan kekeruhan lensa yang berfungsi sebagai media refraksi,
pengelihatan seperti asap atau berkabut karena adanya kekeruhan pada lensa
yang normalnya jernih. Karena keluhan tersebut baru dialami saat pasien
telah berumur 61 tahun maka pasien didiagnosis katarak senilis.
Pada pemeriksaan fisis melalui iluminasi oblik didapatkan lensa ODS
kesan keruh dengan iris shadow (+) yang menunjukkan bahwa stadium dari
katarak pasien merupakan katarak stadium immature. Selain itu, pada
pemeriksaan slit lamp juga tampak kekeruhan di daerah subkapsul posterior
lensa sesuai dengan klasifikasi LOCS system III pada mata kiri (NO2NC2).
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi pada pasien
ini, maka dapat didiagnosa dengan ODS Katarak Senil Imatur. Pada keadaan
normal, lensa memusatkan arah sinar, kekeruhan pada lensa akan
menyebabkan sinar menjadi menyebar atau terhalang. Jika kekeruhan
lensa berukuran kecil dan berada pada daerah perifer lensa, hanya akan
sedikit atau tidak akan mengganggu pada penglihatan. Sebaliknya, ketika
kekeruhan terletak di tengah lensa dan bersifat padat atau tebal, arah sinar
akan terganggu. Hal ini akan menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

5
Terapi yang akan dilakukan pada pasien ini adalah ekstraksi katarak
dengan teknik fekoemulsifikasi disertai Serta melakukan beberapa
pemeriksaan yang diperlukan sebelum dilakukan tindakan operasi, seperti
pemeriksaan laboratorium, biometri. Terdapat empat pilihan teknik
pembedahan pada katarak yakni, ICCE (Intracapsular Cataract Extraction),
ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction), SICS (Small Incision Cataract
Surgery) dan Phaco Emulsification. Pasien ini dianjurkan untuk dilakukan
Phaco Emulsification karena teknik ini memiliki beberapa kelebihan
dibanding teknik lain. Kelebihannya yaitu luka insisi yang tidak memerlukan
penjahitan, sehingga risiko astigmatisme lebih kecil, luka insisi minimal
sehingga darah yang keluar sedikit, masa penyembuhan cepat, waktu yang
diperlukan saat operasi singkat, dan anestesi yang digunkan adalah jenis
topikal.

6
BAB II
KATARAK SENIL
2.1 PENDAHULUAN
Katarak berasal dari bahasa Yunani (Katarrhakies), Inggris (Cataract), dan
Latin (Cataracta) yang berarti air terjun karena dahulu diperkirakan katarak terjadi
akibat adanya cairan yang membeku yang berasal dari otak kemudian mengalir ke
depan lensa.1
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan cahaya ke retina. Untuk memfokuskan
cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, meregangkan serat zonula
dan memperkecil diameter antero-posterior lensa sampai ukuran yang terkecil.
Dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya parallel
akan terfokus ke retina. Gangguan lensa dapat berupa kekeruhan, distrosi, dislokasi,
dan anomali geometrik. Pasien yang mengalami gangguan-gangguan tersebut
mengalami kekaburan penglihatan tanpa nyeri.2,3
Kekeruhan lensa disebut juga dengan katarak. Katarak merupakan penyebab
utama terjadinya kebutaan dan gangguan penglihatan di dunia menurut World
Health Organization (WHO) Pada tahun 2010, data WHO menunjukkan bahwa
katarak menyebabkan kebutaan sekitar 20 juta orang (51%) di dunia. Tingkat
kebutaan yang diakibatkan katarak di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia
Tenggara, yaitu sebesar 1,5%. Meskipun katarak dapat diatasi dengan operasi,
namun masih ada hambatan di beberapa negara yang menghalangi pasien untuk
mengakses operasi.4,5
Pada umumnya sebagian besar penyebab katarak adalah usia tua atau penuaan
disebut sebagai katarak senil. Beberapa faktor penyebab lain yaitu kongenital,
penyakit sistemik, infeksi, dan trauma. Katarak senile dapat dibagi kedalam 4
stadium yaitu insipient, imatur, matur, dan hipermatur. 1,6

2.2 DEFINISI KATARAK


Lensa kristalina adalah sebuah struktur transparan. Transparansi lensa dapat
terganggu karena proses degeneratif membuat kekeruhan pada serat lensa.
Kekeruhan pada lensa ini dikenal sebagai katarak. Katarak senil adalah

7
kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya
mulai terjadi pada usia lebih dari 50 tahun.2,3
2.3 EPIDEMIOLOGI
Menurut data Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO)
tahun 2012, penyebab kebutaan terbanyak di seluruh dunia adalah katarak (51%),
diikuti oleh glaucoma (8%) dan Age related Macular Degenaration (5%). Sebesar
21% tidak dapat dtentukan penyebabnya dan 4% adalah gangguan penglihatan
sejak masa kanak-kanak.5
Perkiraan insiden katarak adalah 0,1%/tahun atau setiap tahun di antara
1.000 orang terdapat seorang penderita baru katarak. Penduduk Indonesia juga
memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan
penduduk di daerah subtropis. Prevalensi katarak per provinsi tahun 2013 adalah
sebagai berikut.5

Gambar 2.1 Prevalensi katarak hasil pemeriksaan petugas enumerator5

8
Prevalensi katarak hasil pemeriksaan petugas enumerator adalah sebesar 1,8%,
tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara dan terendah di DKI Jakarta. Masih banyak
penderita katarak yang tidak mengetahui jika menderita katarak. Hal ini terlihat dari
tiga terbanyak alasan penderita katarak belum operasi yaitu 51,6% karena tidak
mengetahui menderita katarak, 11,6% karena tidak mampu membiayai dan 8,1%
karena takut operasi.5
Studi cross-sectional melaporkan prevalensi katarak pada individu 65-74 tahun
adalah sebanyak 50% dan meningkat hingga 70% pada individu diatas 75 tahun.
Katarak senilis merupakan bentuk katarak yang paling sering ditemukan dengan
persentase 90% dari total katarak. Terdaapat sekitar 5% pada usia 70 tahun dan 10%
pada usia 80 tahun yang membutuhkan operasi katarak.1, 7

2.4 ANATOMI DAN FISIOLOGI


Lensa kristalina adalah struktur biconvex transparan yang fungsinya menjaga
kejernihannya sendiri untuk membiaskan cahaya dan untuk akomodasi.8

Lensa tidak memiliki suplai darah atau persarafan setelah perkembangan janin,
dan lensa bergantung sepenuhnya pada humor aquous untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme. Lensa terletak di posterior dari iris dan anterior dari corpus vitreous
(Gambar 2.2). Lensa digantung pada posisinya oleh zonules Zinii, yang terdiri dari
serat halus namun kuat memegang dan menempelkannya ke corpus siliaris. 8

Gambar 2.2 Anatomi Lensa1

Lensa mampu membiaskan cahaya karena indeks bias. Normalnya sekitar 1,4 di
sentral dan 1,36 di perifer. Berbeda dari indeks bias humor aquous dan corpus
vitreous yang mengelilinginya. Dalam keadaan tidak berakomodasi, daya bias lensa

9
sekitar 20.00 dioptri (D) dari sekitar 60 D daya bias konvergen dari rata-rata mata
manusia. Sisanya 40.00-45.00 D dari daya bias konvergen terjadi pada permukaan
antara kornea dan udara. 8

Lensa terus tumbuh. Saat lahir, diameter lensa sekitar 6,4 mm di equator, 3,5
mm diameter anteroposterior dan beratnya sekitar 90 mg. Lensa dewasa
diameternya equator 9 mm, 5 mm diameter anteroposterior dan beratnya sekitar 255
mg. Ketebalan relatif korteks meningkat seiring bertambahnya usia. Pada saat yang
sama, kurvatura lensa semakin melengkung sehingga lensa yang lebih tua memiliki
daya refraksi yang lebih banyak. Namun, indeks refraksi menurun seiring
bertambahnya usia, mungkin sebagai akibat meningkatnya partikel protein yang
tidak larut. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks, dan nucleus (gambar
2.3a).2,8

1. Kapsul
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparan
tersusun dari kolagen tipe IV dan protein matriks lainnya yang berasal dari sel-
sel epitel lensa. Kapsul lensa paling tebal di daerah anterior dan pre-equator
posterior, tertipis di kutub posterior (2-4 μ).
2. Epitel Anterior Lensa
Tepat di belakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel
kubus. Pada daerah equator sel tersebut berubah menjadi sel-sel kolumnair, sel
tersebut aktif membagi dan memanjang untuk membentuk serat lensa baru
sepanjang hidup. Tidak terdapat epitel pada sisi posterior lensa.
3. Serat Lensa
Sel-sel epitel memanjang membentuk serat lensa yang memiliki bentuk
strukter yang rumit. Serat lensa matur adalah sel yang telah kehilangan inti.
Karena serat lensa terbentuk sepanjang hidup, maka tersusun secara padat
sebagai nukleus dan korteks lensa (gambar 2.3b).
a. Nukleus. Ini adalah bagian pusat yang mengandung serat tertua. Terdiri dari
berbagai zona, hasil dari perkembangan serat lensa. Pada slit-lamp, zona ini
akan terlihat sebagai zona diskontinuitas. Berdasarkan periode
perkembangannya, zona yang berbeda dari inti lensa meliputi:

10
 Embryonic Nucleus. Ini adalah bagian terdalam dari nukleus yang
terbentuk sampai 3 bulan pertama masa gestasi. Terdiri dari serat
lensa primer yang dibentuk oleh perpanjangan sel dinding posterior
lensa.
 Fetal Nucleus. Ini terletak di sekitar nukleus embrionik dan
terbentuk dari 3 bulan masa kehamilan sampai kelahiran. Seratnya
bertemu di anterior yang berbentuk Y dan posterior yang berbentuk
Y terbalik (gambar 2.3b).
 Infantile Nucleus. Terbentuk sejak lahir sampai pubertas
 Adult Nucleus. Terbentuk setelah pubertas sampai sisa kehidupan.
b. Korteks. Terletak di bagian perifer yang terdiri dari serat lensa termuda

(a) (b)
Gambar 2.3 (a) Struktur kristalina lensa, (b) Bentuk Y pada fetal Nucleus fibres

4. Ligamentum Suspensorium lensa (Zonula Zinii).


Juga disebut sebagai zonula siliaris, terdiri dari serangkaian serabut yang
berpindah dari corpus siliaris ke lensa. Ligament ini memegang lensa pada
posisinya dan memungkinkan otot siliaris untuk bertindak di atasnya. Serat ini
disusun dalam tiga kelompok:
 Serat yang muncul dari pars plana dan pars ora serrate anterior
ditempatkan di equator anterior
 Serat yang berasal dari prosesus siliaris anterior ditempatkan di equator
posterior.

11
 Kelompok serat ketiga melewati puncak prosessus siliaris hampir secara
langsung masuk ke dalam untuk ditempatkan di equator.
Lensa merupakan struktur transparan yang memiliki peran utama dalam
memfokuskan cahaya. Fisiologi lensa terdiri dari transparansi, metabolism, dan
akomodasi lensa.2
1. Transparansi Lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Faktor yang
berperan dalam transparansi lensa adalah avaskularitas, sel-sel lensa yang
tersusun rapat, susunan protein lensa, kapsul lensa yang semipermeable, pump
mechanism dari serat lensa yang mengatur keseimbangan air dan elektrolit
lensa.2
2. Metabolisme Lensa
Lens membutuhkan suplai energi (ATP) secara terus-menerus untuk
transportasi aktif ion dan asam amino, pemeliharaan dehidrasi lensa, dan untuk
sintesis protein dan glutation. Sebagian besar energi yang dihasilkan digunakan
di epitel yang merupakan lokasi utama dari semua proses transportasi aktif.
Hanya sekitar 10-20% dari ATP yang dihasilkan digunakan untuk sintesis
protein.2
Glukosa sangat penting untuk kerja normal lensa. Aktivitas metabolisme
lensa sebagian besar terbatas pada epitel, dan korteks. Di lensa, 80% glukosa
dimetabolisme secara anaerobik oleh proses glikolisis, 15 persen dengan pentosa
heksose monofosfat (HMP) shunt dan sebagian kecil melalui siklus Kreb.2
Suplai lensa berasal dari proses difusi humor aquos. Metabolisme dan
pertumbuhan dari sel lensa adalah suatu pengaturan diri sendiri (self regulating).
Aktivitas metabolik terutama untuk pertahanan struktur, transparansi dan fungsi
optik dari lensa. Epitel dari lensa membantu untuk menjaga keseimbangan ion
dan membolehkan transportasi nutrisi, mineral dan air pada lensa. Tipe
transportasi ini diartikan sebagai “pump-leak system” yang membuat transport
aktif dari natrium, kalium, kalsium dan asam amino dari humor aquos masuk ke
dalam lensa sebagai suatu proses difusi pasif sepanjang kapsul lensa posterior.
Pemeliharaan keseimbangan (homeostasis) penting untuk kejernihan lensa dan
ini sangat berkaitan erat dengan keseimbangan cairan. Muatan air dari lensa

12
normalnya stabil dan dalam keadaan seimbang dengan humor aquous
disekitarnya. Muatan air dari lensa berkurang seiring dengan perjalanan usia,
dimana isi dari protein lensa yang insoluble (albuminoid) meningkat. Lensa
menjadi lebih keras, kurang elastis, dan kurang transparan. Suatu penurunan
dalam kejernihan lensa yang berkaitan dengan usia merupakan sesuatu yang
tidak dapat dihindari sama halnya dengan pengerutan kulit dan rambut putih.
Gambaran klinik dari penurunan kejernihan muncul pada 95 % dari seluruh
orang. Porsi bagian tengah atau nukleus dari lensa menjadi sklerosis dan sedikit
kekuningan seiring dengan perjalanan usia.1

Gambar 2.4 Keseimbangan air dan elektrolit pada lensa2

3. Akomodasi Lensa
Mekanisme yang dilakukan mata untuk merubah fokus dari benda jauh ke
benda dekat disebut akomodasi. Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa oleh
aksi badan silier terhadap serat-serat zonula. Saat otot silier berkontraksi, serat
zonular relaksasi mengakibatkan lensa menjadi lebih cembung. Ketika otot silier
berkontraksi, ketebalan axial lensa meningkat, kekuatan dioptri meningkat, dan
terjadi akomodasi. Saat otot silier relaksasi, serat zonular menegang, lensa lebih
pipih dan kekuatan dioptri menurun.2

13
2.5 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan
lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh faktor
risiko seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi, alkohol, defisiensi vitamin
E, radang kronik dalam bola mata, dan polusi asap motor/pabrik yang mengandung
timbal. Trauma pada mata (kontusio, perforasi, dan radiasi) dan trauma kimia dapat
merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak.9
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika
hamil, atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi
penyakit infeksi pada mata (uveitis) dan metabolik (diabetes melitus). Katarak juga
dapat terjadi oleh karena pemakaian kortikosteroid yang berkepanjangan (katarak
toksin). Selain itu, katarak dapat timbul setelah dilakukan operasi atau ekstraksi
katarak yang sering disebut dengan katarak sekunder atau posterior capsular opacity
(PCO).9

Tabel 2.1 Etiologi katarak berdasarkan jenisnya7

Faktor-faktor yang mempengaruhi usia onset, jenis dan pematangan katarak


senilis sebagai berikut:2
1. Keturunan : Ini memainkan peran yang cukup besar dalam kejadian, usia onset
dan pematangan katarak senilis di keluarga yang berbeda
2. Radiasi Ultraviolet : lebih banyak paparan sinar UV dari sinar matahari telah
diimplikasikan untuk awitan dini dan pematangan katarak senilis pada banyak
studi epidemiologi.

14
3. Faktor Makanan : diet yang kekurangan protein tertentu, asam amino, vitamin
(riboflavin, vitamin E, vitamin C), dan unsur-unsur penting juga mempengaruhi
onset dan pematangan katarak senilis.
4. Merokok: merokok menyebabkan akumulasi molekul berpigmen-3
hydroxykynurinine dan chromophores, yang menyebabkan lensa menguning.
Sianat dalam asap menyebabkan karbamilasi dan denaturasi protein.2

2.6 PATOGENESIS
Katarak terkait usia paling sering ditemukan pada kelainan mata yang
menyebabkan gangguan pandangan. Pathogenesis dari katarak terkait usia
bersifat multifaktor dan belum sepenuhnya dimengerti. Berdasarkan usia lensa,
terjadi peningkatan berat dan ketebalan serta menurunnya kemampuan akomodasi.
Sebagai lapisan baru serat kortical berbentuk konsentris, akibatnya nukleus dari
lensa mengalami penekanan dan pergeseran (nucleus sclerosis). Kristalisasi
(protein lensa) adalah perubahan yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi
protein menjadi high-molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein
secara tiba tiba mengalami fluktuasi refraktif index pada lensa, cahaya yang
menyebar, penurunan pandangan. Modifiaksi kimia dari protein nucleus lensa juga
menghasilkan pigmentasi yang progresif. Perubahan lain pada katarak terkait usia
pada lensa termasuk menggambarkan konsentrasi glutatin dan potassium dan
meningkatnya konsentrasi sodium dan calcium.10

2.7 KLASIFIKASI
Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria yang berbeda yaitu
berdasarkan waktu timbulnya (didapat atau kongenital), berdasarkan maturitas dan
berdasarkan morfologi untuk klasifikasi katarak senilis.1

15
1. Berdasarkan waktu timbulnya dibedakan atas katarak didapat atau kongenital.1

Tabel 2.2 Klasifikasi katarak berdasarkan waktu timbulnya1

2. Berdasarkan Maturitas1

Tabel 2.3 Klasifikasi katarak berdasarkan Maturitas1

16
Katarak senilis dibagi dalam beberapa stadium, yaitu:3
a. Katarak Insipien
Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari tepi
ekuator menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal).Vakuol mulai
terlihat di dalam korteks. Pada katarak subkapsular posterior, kekeruhan
mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa
dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak
isnipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap
untuk waktu yang lama.

b. Katarak Imatur
Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh atau katarak
yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat
bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa
yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.

Gambar 2.5 Katarak Immatur2

c. Katarak Matur
Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai seluruh
masa lensa.Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh.
Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan
keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi
kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa.

17
Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat
bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.

Gambar 2.6 Katarak Matur2

d. Katarak Hipermatur
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut,
dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi
kelur dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan
kering.Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul
lensa.Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan
zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai
dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong
susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena
lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.

(a) (b)
Gambar 2.7 (a) Katarak Hipermatur, (b) Katarak Morgagni11

18
Tabel 2.4 Perbedaan stadium katarak senilis2

3. Berdasarkan Morfologi katarak senilis1

Tabel 2.5 Klasifikasi katarak berdasarkan Morfologi1

19
a. Katarak Nuklear
Pada dekade ke empat kehidupan, produksi serat lensa perifer menyebabkan
pengerasan keseluruhan lensa, terutama inti (nukleus). Inti berubah warna
menjadi coklat kekuningan (brunescent nuclear cataract). Perubahan warna ini
bervariasi dari coklat kekuningan sampai kehitaman pada seluruh lensa (black
cataract). Oleh karena meningkatnya daya refraksi lensa, katarak nuklear
menyebabkan miopia lentikuler dan kadang menghasilkan dua titik fokal pada
lensa sehingga menghasilkan diplopia monokuler. Perkembangan katarak
nuklear sangat lambat. Oleh karena terjadinya miopia lentikuler, visus dekat
(bahkan tanpa kacamata) tetap baik untuk jangka waktu yang lama.1

Gambar 2.4 Katarak nuklear1

b. Katarak Kortikal
Perubahan pada katarak nuklear yaitu akibat pengerasan, sedangakan pada
katarak kortikal, ditandai dengan peningkatan kandungan air. Beberapa
perubahan morfologi yang tampak pada slit-lamp dengan midriasis
maksimum yaitu vacuoles, water fissures, separation of the lamellae dan
cuneiforme cataract. Katarak kortikal berkembang lebih cepat dibandingkan
dengan katarak nuklear.1

Gambar 2.5 Katarak Kortikal.8

20
c. Katarak Subcapsular Posterior
Merupakan bentuk khusus dari katarak cortical yang mulai dari axis visual.
Awalnya berupa kekeruhan granular berukuran cluster yang kecil yang
kemudian berkembang ke perifer dalam bentuk disc-like pattern.1

Gambar 2.6 Katarak Subcapsular Posterior8

Ketiga tipe katarak tersebut dilakukan pemeriksaan slitlamp dengan


menggunakan kriteria Lens Opacity Classification System (LOCS) III untuk
mengetahui derajat keparahan katarak dan menentukan rencana terapi pembedahan
katarak sehingga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya komplikasi. Katarak
nuklear dilakukan dengan penilaian opasitas nuklear (NO) dan intensitas
kekeruhannya dari warna nuklear (NC). Katarak kortikal (C) dinilai dengan
membandingkan kumpulan cortical spoking pada pasien dengan standar
fotografi. Katarak subkapsular posterior (P) juga ditentukan dengan
membandingkan kekeruhan tersebut dengan standar fotografi. Pemeriksaan derajat
dari masing-masing tipe diperoleh dengan membandingkan lokasi kekeruhan
lensa pasien dengan skala yang terdapat pada standar fototgrafi. Opasitas nuklear
(NO) dan warna nuklear (NC) yang dinilai pada skala desimal 0,1 sampai 6,9,
didasarkan pada seperangkat enam foto standar. Katarak kortikal (C) dan posterior
subcapsular cataract (P) yang dinilai pada skala desimal dari 0,1 sampai 5,9,
berdasarkan satu set lima foto standar masing-masing.12

21
Gambar 2.7 Standar fotografi LOCS III pada colortransparency yang digunakan
pada pemeriksaan slitlamp.12

2.8 TANDA DAN GEJALA


1. Gejala
a. Penglihatan kabur
Banyak pasien mengeluh penglihatan kabur, yang biasanya memburuk pada
saat melihat benda jauh. Jika pasien tidak dapat membaca tulisan kecil,
dokter mata dapat menduga suatu kelainan yang lain seperti macular
degeneration. Perlu dipastikan dengan baik pada pasien orang tua yang
mengatakan tidak bisa membaca tulisan kecil, karena apabila di periksa
dengan baik, mereka biasanya dapat membaca tulisan kecil. Pada katarak
unilateral, pasien juga biasanya mengatakan bahwa terjadi kehilangan
penglihatan secara tba-tiba.9
b. Monocular diplopia
Suatu kekeruhan yang kecil atau tipis pada bagian posterior lensa, dapat
membuat pasien untuk melihat ganda, seperti lampu mobil yang terlihat.
Terjadi oleh karena refraksi lensa yang tidak rata dimana terjadi perubahan
indeks bias akibat proses dari katarak. Hal ini dapat di tes dengan cahaya
senter saat pemeriksaan oftalmologi.2,9

22
c. Silau (Glare)
Salah satu gangguan penglihatan yang muncul pertama pada katarak
adalah silau atau tidak tahan terhadap cahaya terang. Seperti cahaya matahari
langsung maupun cahaya lampu motor, bahkan mungkin harus menggunakan
kacamata gelap. Silau merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan
pengliahatan yang signifikan ketika terpapar pada sumber cahaya yang
cukup terang. Cahaya yang masuk ke mata tersebar oleh karena lensa yang
keruh sehingga cahaya tidak fokus pada retina.2,9
d. Pada kasus yang jarang yaitu pada katarak hipermatur, dimana lensa
menjadi besar dan menimbulkan secondary glaukoma dan nyeri pada mata.9
e. Halo (Coloured halos)
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat
disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada
penderita glaucoma. Gejala ini dapat dirasakan oleh beberapa pasien karena
memecah cahaya putih menjadi spektrum berwarna karena adanya tetesan
air di lensa.2
f. Bintik Hitam (Black Spots)
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam di depan mata yang
tidak bergerak-gerak pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan
pada retina atau badan vitreous yang sering bergerak-gerak.2
g. Pandangan Kabur, Distorsi, Penglihatan Berkabur
Pandangan kabur, distorsi pada gambar dan penglihatan berkabut bisa terjadi
pada tahap awal katarak. Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan
pengelihatan yang progresif atau berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta
tidak mengalami kemajuan dengan pin-hole. Distorsi pada gambar terjadi
karena katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi
tampak tumpul atau bergelombang.2
h. Penurunan visus
Penurunan visus pada katarak senilis memiliki beberapa ciri. Tidak terasa
nyeri dan secara bertahap progresif secara alami. Pasien dengan kekeruhan
sentral (misalnya katarak cupuliform) mengalami penurunan visus lebih
awal. Pasien ini melihat lebih baik pada malam hari ketika pupil dilatasi.

23
Pada pasien dengan kekeruhan perifer (misalnya katarak cuneiform),
penurunan visus lebih lama terjadi dan penglihatan lebih baik di cahaya
terang ketika pupil kontraksi. Pasien dengan katarak nuklear sklerosis,
visus jauh memburuk karena indeks miopia meningkat. Pasien tersebut
mungkin dapat membaca tanpa kacamata presbiop. Peningkatan
penglihatan dekat ini disebut “second sight”. Akibat proses kekeruhan,
penurunan visus terus berkurang, hingga akhirnya hanya persepsi cahaya dan
proyeksi sinar sisa-sisa pada katarak matur.2

2. Tanda
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menemukan tanda
katarak:2
a. Pemeriksaan visus
Penurunan tajam penglihatan merupakan tanda awal terbentuknya katarak,
namun pada beberapa kasus, pasien tetap dapat melihat dengan jelas
meskipun dengan lensa yang keruh. Tajam penglihatan ini dapat diukur
menggunakan snellen chart.9
b. Penyinaran Oblik yaitu untuk melihat warna lensa dari pupil.2
c. Iris Shadow
Ketika sinar diberikan secara oblik pada pupil maka pada tepi pupil nampak
bayangan iris seperti bulan sabit yang terbentuk pada lensa yang keruh. Hal
ini terjadi saat daerah korteks masih jernih, apabila lensa telah keruh total
maka tidak akan terlihat bayangan iris. Maka iris shadow merupakan tanda
katarak imatur.2
d. Oftalmoskopi
Pada pemeriksaan awal, katarak dapat dilihat melalui pupil dengan jarak 50
cm dan red reflex terlihat dengan sangat jelas. Red reflex merupakan refleksi
cahaya dari fundus. Kekeruhan pada lensa sering terlihat sebagai black
spokes terhadap red reflex. Lebih baik untuk mendilatasikan pupil
sebelumnya atau setidaknya pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang
gelap. Kekeruhan lensa yang tipikal pada katarak age-related yaitu wedge
shaped dan berada pada bagian tengah pupil. Central nucleus pada lensa

24
juga dapat tampak berwarna cokelat kekuningan yang biasa disebut lens
sclerosis.9
e. Slit—lamp microscopy
Bentuk katarak yang lebih detail dapat terlihat dengan menggunakan slit-
lamp. Adanya vesikel yang kecil dibawah kapsul lensa anterior dapat
menjadi tanda sebagai tahap awal dari katarak senilis. Katarak sekunder
akibat uveitis atau obat dapat terlihat kekeruhan pada regio subcapsular
posterior. Kekeruhan pada lensa sangat beragam dengan berbagai bentuk
dan ukuran.9
Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
visus dan pemeriksaan slit lamp lensa.13

2.9 PENATALAKSANAAN
Pasien dengan katarak yang telah menimbulkan gangguan penglihatan yang
signifikan atau timbul komplikasi dari katarak, dirujuk ke layanan sekunder yang
memiliki dokter spesialis mata untuk mendapatkan penatalaksanaan selanjutnya.
Terapi definitif katarak adalah operasi katarak. Selain itu memberikan konseling
dan edukasi terhadap keluarga bahwa katarak adalah gangguan penglihatan yang
dapat diperbaiki, dan juga memberitahu keluarga untuk kontrol teratur jika sudah
didiagnosis katarak agar tidak terjadi komplikasi.13
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah operasi katarak dengan
ekstraksi lensa.7
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus,
medis, dan kosmetik.1,7
1. Indikasi visus; Pemulihan penglihatan sejauh ini paling sering dilakukan
sebagai indikasi operasi katarak. Pada katarak bilateral, penglihatan lebih
buruk, sehingga pasien harus menjalani operasi karena merasa cacat secara
visual. Indikasi ini berbeda pada tiap individu, tergantung dari gangguan
yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan
pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi
katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma),

25
endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retiopati
diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus)
untuk memperoleh pupil yang hitam.

Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang empat prosedur operasi
pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, SICS dan
phacoemulsifikasi,.

1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)

Merupakan teknik operasi dimana seluruh lensa beserta kapsulnya di angkat.


Lensa dibekukan dengan cryophake dan dikeluarkan melaui insisi pada
kornea bagian superior. Namun operasi ini sudah jarang dilakukan dan hanya
dilakukan pada kasus subluksaasi atau dislokasi lensa. Tingkat post operative
retinal detachment dan cystoid macular edem lebih tinggi pada teknik operasi
ini dibandingkan dengan extracapsular surgery. 1, 2

Gambar 2.8 Teknik operasi ICCE + implantasi IOL pada bilik mata depan. A.
Jahitan pada muskulus rektus superior; B. Flap konjungtiva; C. Membuat alur; D.
Memotong bagian kornea-skleral; E. Iridektomi peripheral; F. Ekstraksi
kriolens;G&H. insersi IOL Kelman multiflex pada bilik mata depan; I. Jahit
kornea-skleral2

26
2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )
Pada teknik operasi ini, kapsul anterior dibuka (capsulorrhexis) kemudian
hanya korteks dan nucleus yang dikeluarkan (extracapsular extraction)
sedangkan kapsul posterior dan zonula tetap intak. Hal ini kemudian
memungkinkan untuk diakukan implantasi posterior chamber intraocular
lens. Extracapsular cataract extraction dengan implantasi posterior chamber
intraocular lens merupakan pilihan operasi saat ini.1, 2

Gambar 2.9 Teknik operasi ECCE + implantasi IOL pada bilik mata belakang.A.
Kapsulotomi anterior dengan teknik Can-opener; B. Pengeluaran kapsul anterior; C.
Memotong bagian kornea-skleral; D. Pengeluaran nukleus (metode pressure and
counter-pressure); E. Aspirasi korteks; F. Insersi inferior haptic IOL pada bilik mata
belakang; G. Insersi PCIOL superior haptic; H. Putar IOL; I. Jahit kornea-skleral.2

4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm.
Namun tetap dikatakan SICS karena tanpa jahitan maka penutupan luka
insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini dapat
dilakukan pada stadium katarak immatur, matur, dan hipermatur.14

27
Gambar 2.10 Teknik operasi SICS.A. Jahit muskulus rectus superior; B. Flap
konjungtiva dan buka sclera; C,D&E. Insisi sclera eksterna dan membuat insisi
terowong; F. terowong sclerakornea dengan pisau berbentuk bulan sabit; G. Insisi
kornea interna; H. Side port entry; I. CCC besar; J. Hydrodissection; K. Prolapsus
nukleus pada bilik mata depan; L. Irigasi nukleus dengan wire vectis; M. Aspirasi
korteks; N. Insersi inferior haptic IOL pada bilik mata depan; O. Insersi superior
haptic PCIOL; P. Putar IOL; Q. Reposisi dan konjungtival flap.2

3. Phacoemulsification
Fakoemulsifikasi adalah teknik untuk membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-
3mm) di kornea. Getaran ultrasonikakan digunakan untuk menghancurkan
katarak, selanjutnya mesin phaco akan menyedot massa katarak yang telah
hancur sampai bersih. Sebuah lensa intraokuler yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut.Karena insisi yang kecil maka tidak
diperlukan jahitan yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali

28
melakukan aktivitas sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis.2

Gambar 2.11.Teknik operasi fakoemulsifikasi. A.Membuat kurvalinier capsulirhexis; B.


Lakukan hidrodiseksi; C. Hidrodelineasi; D&E. Emulsifikasi nukleus menggunakan alat
dan teknik conquer (menghancurkan 4 kuadran); F. Aspirasi korteks.

Gambar 2.12 Prosedur Phacoemulsification

29
Kekuatan implan lensa intraokular yang akan digunakan dalam operasi dihitung
sebelumnya dengan mengukur panjang maata secara ultrasonik dan kelengkungan
kornea (maka juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa umumnya dihitung
sehingga pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan
lensa juga dipengaruhi oleh refraksi mata kontralateral dan apakah terdapat terdapat
katarak pada mata tersebut yang membutuhkan operasi. Jangan biarkan pasien
mengalami perbedaan refraktif pada kedua mata.7
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka
pendek.Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas
insisi telah sembuh.Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat
dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi.Karena pasien tidak dapat
berakomodasi maka pasien membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat
meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa
intraokular multifokal, lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam
tahap.7

2.10 KOMPLIKASI
Komplikasi katarak dapat dibagi menjadi komplikasi dari terbentuknya katarak,
komplikasi intraoperatif, early post operatif, dan late post operatif.2, 8
a. Komplikasi dari terbentuknya katarak16
Selain hilangnya penglihatan, komplikasi utama dari katarak yaitu timbulnya
glaukoma. Terdapat 2 jenis glaukoma yang dapat timbul yaitu phacomorphic
glaucoma dan phacolytic glaucoma.
1. Phacomorphic glaucoma
Akibat proses penuaan serta adanya perubahan osmotik serta fibers yang
tidak dapat di deskuamasi, lensa akan mengalami perubahan dimana ukuran
dimensi anteroposterior akan membesar dan dengan bentuk yang lebih
sferis. Hal ini dapat menyebabkan bilik mata depan menjadi dangkal dan
meningkatnya resiko pupil block akibat ukuran lensa yang membesar.
Katarak ini disebut phacomorphic glaucoma karena adanya perubahan
bentuk atau morfologi yang menyebabkan timbulnya glaukoma.

30
2. Phacolytic glaucoma
Seiring dengan proses penuaan, cortical lens fibers menjadi tidak terintegrsi
dan menjadi lebih cair. Protein lensa dapat keluar melalui kapsul lensa yang
intak. Protein yang keluar akan di ingesti oleh makrofag, yang kemudian
makrofag ini terakumulasi dan menyumbat trabecular meshwork dan
mengganggu aliran humor aquoeus. Glaukoma jenis ini disebut phacolytic
glaucoma.
b. Komplikasi Intraoperatif 2,8
1. Perdarahan suprakoroid. Perdarahan intraoperatif yang berat dapat
menyebabkan penurunan penglihatan yang serius dan permanen.
2. Perforasi okuli. Jarum yang tajam digunakan untuk berbagai bentuk anestesi
intraokuler, dan perforasi bola mata sangat kecil kemungkinannya. Bentuk
modern dari anestesi okuler telah menggantikan banyak teknik jarum tajam.
3. Iridodialisis. Iridodialisis adalah satu keadaan dimana iris robek yang
diakibatkan oleh manipulasi jaringan intraokuler. Kerusakan pada iris
diakibatkan oleh insersi dari phaco tip atau IOL.
4. Cyclodialisis. Satu keadaan dimana korpus siliaris lepas dari insersinya
pada sklera yang juga diakibatkan oleh manipulasi bedah pada jaringan tisu
intraokuler.
5. Conjungtival Ballooning. Terjadi pada kasus operasi yang menggunakan
teknik insisi pada konjuktiva atau peritomi, dimana cairan irigasi dapat
berkumpul di bawah konjuktiva dan kapsula Tenon dan mengakibatkan
konjuktiva membengkak. Keadaan ini akan menganggu operasi karena
cairan yang terkumpul akan menghasilkan refleksi dari cahaya mikroskop
yang akan menganggu operator.
6. Ablasio membran Descement. Keadaan ini akan mengakibatkan
pembengkakan pada stromal. Komplikasi ini diakibatkan apabila instrumen
atau IOL dimasukkan dan dapat juga diakibatkan oleh cairan irigasi yang
dimasukkan dekat lapisan stromal kornea dan membran descement.
7. Ruptur kapsul posterior dan hilangnya cairan vitreus. Jika kapsul yang
lembut rusak selama pembedahan atau ligament yang halus (Zonula) yang
menahan lensa menjadi lemah, kemudian cairan vitreus akan prolaps ke

31
bilik mata depan. Komplikasi ini berarti bahwa lensa intraokuler tidak dapat
dimasukkan dalam pembedahan, pasien juga dalam resiko tinggi ablasio
retina post operatif.

c. Komplikasi early post operatif 2, 8


1. Endophtalmitis infeksi. Infeksi yang merusak ini terjadi sangat jarang
(sekitar 1 dalam 1000 operasi) tapi dapat menyebabkan penurunan
penglihatan berat yang permanen. Banyak kasus infeksi post operatif timbul
dalam 2 minggu post operasi biasanya pasien datang dengan riwayat
penurunan penglihatan dan mata merah yang sangat nyeri. Ini adalah
kegawatdaruratan mata. Infeksi derajat rendah dengan pathogen seperti
Propioniobacterium dapat menyebabkan pasien datang dalam beberapa
minggu setelah operasi dengan uveitis refraktori.
2. Edema kornea. Komplikasi ini terjadi akibat kombinasi dari trauma
mekanikal, operasi yang lama, inflamasi, dan peningkatan IOP.
3. Uveitis. Peradangan post operatif lebih sering terjadi dalam berbagai tipe
mata. Sebagai contoh pada pasien dengan riwayat diabetes atau penyakit
radang mata sebelumnya

d. Komplikasi late post operatif 2, 8


1. Ablasio retina. Ini adalah komplikasi post operatif yang serius dan jarang
terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada pasien miop setelah komplikasi intra
operatif.
2. Kesalahan refraktif setelah operatif. Banyak operasi bertujuan untuk
membuat pasien menjadi emetrop atau sedikit miop, tetapi pada kasus yang
jarang kesalahan biometrik dapat terjadi atau suatu lensa intraokuler dengan
kekuatan yang salah digunakan.
3. Cystoid Macular Edema. Akumulasi cairan pada macula selama post
operatif dapat menurunkan visus pada minggu-minggu pertama setelah
operasi katarak berhasil dilakukan. Pada banyak kasus, ini dapat diobati
dengan penanganan radang post operasi.

32
4. Glaukoma. Peningkatan tekanan intraokuler secara persisten akan
membutuhkan penanganan post operatif.

2.11 PROGNOSIS
Prognosis operasi katarak dengan menggunakan teknik terkini sangat baik.
Sekitar 95% pasien mendapatkan penglihatan membaik setelah operasi katarak.
Potensi komplikasi dari operasi katarak, sama seperti operasi mata lainnya,
termasuk infeksi dan pendarahan yang bisa menyebabkan kebutaan. Risiko infeksi
sekitar 0,02%. Risiko perdarahan retrobulbar adalah 0,1% dengan anestesi
retrobulbar. Risiko perdarahan intraokular selama operasi katarak adalah 0,06%.
Kemungkinan terakhir bisa terjadi retinal detachment dan glaucoma.8

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Lang GK. Lens. Ophthalmology: A Pocket Textbook Atlas. 2nd Ed. ed. New
York: Thieme Stuttgart; 2006. p. 169-98.
2. Khurana AK. Ocular Injury. Comprehensive Ophthalmology. 4thEd. New Delhi:
New Age International (P). 2007. p. 401-15.
3. Ilyas HS. Trauma mata. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta. 2009. h.1-13, 259-276
4. World Health Organization (WHO). Prevention of Blindness and Visual
Impairment : Priority Eye Disease. 2018.
http://www.who.int/blindness/causes/priority/en/index1.html. Diakses pada tanggal 25
Februari 2018 (02.30)
5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Gangguan Penglihatan dan
Kebutaan. Infodatin: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI dapat
diakses melalui http://www.depkes.go.id; 2013. Diakses pada tanggal 25 Februari
2018 (03.30)

6. Lim, A. M., Constable, I., & Wong, T. Y. Color Atlas of Ophthalmology (4th
Edition ed.). Singapore: World Scientific Publishing. 2002.

7. Ashbury, T., Augsburger, J. J., & Biswell, R. Vaughan & Ashbury's General
Opthalmology (18th Edition ed.). (P. Riordan-Eva, & E. T. Cunningham Jr, Eds.)
New York, USA: McGraw Hill; 2011.

8. American Academy of Opthalmology. Cataract. San Fransisco: American


Academy of Ophtalmology; 2017.
9. Galloway, N. R., Amoaku, W. K., Galloway, P. H., & Browning, A. C. Common
Eye Diseases and Their Management (3rd Edition ed.). Singapore: Springer; 2006.

10. Khalilullah SA. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak Senilis. 2010.

11. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology Sixth Edition. New York: Elsevier. 2007.

12. Davison JA. Clinical Application of The Lens Opacities Classification System III
in The Performance of Phacoemulsification.J Cataract Refract Surgery; 2003.

13. Menteri Kesehatan RI. PERMENKES No. 5 Tahun 2014 Tentang Panduan Praktik
Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 2014.

14. Pascolini D, Mariotti SP. Global Estimates of Visual Impairment:2010. BR J


Ophthalmology; 2011.

15. Andrew C, Gartry D. Fundamentals of Clinical Opthtalmology : Cataract Surgery.


London: BMJ Publishing Group; 2003.

16. Kincaid MC. Pathology of The Lens. In: Tasman W, Jaeger EA, editors. Duane's
Ophthalmology. Edition ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007.

34

Anda mungkin juga menyukai