PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
Martin Jimung, Politik Lokal dan Pemerintahan Daerah dalam Perspektif Otonomi
Daerah (Yayasan Pustaka Nusatama, 2005) 250-251.
1|P a ge
4. Pengembangan citra.
namun di berbagai belahan dunia korupsi paling banyak terjadi di tingkat lokal,
untuk mengelola sumber pendapatan daerah, dalam hal ini pendapatan asli
daerah (PAD) dari pengelolaan perparkiran yang terdiri dari : pajak daerah dan
retribusi daerah.
pendapatan lainnya seperti dari pajak reklame, pajak hiburan, pajak hotel, dan
2
Robert Klitgaard, Donald Maclean-Abaroa, dan H. Lindsay Parris, Penuntun
Pemberantasan Korupsi Dalam Pemerintahan Daerah (Yayasan Obor Indonesia, 2005) 1
2|P a ge
omzet penerimaan parkir, adanya penambahan target PAD dan terdapat titik
lokasi parkir yang dihilangkan serta posisi parkir yang diubah dari serong
menjadi sejajar. Bahkan dalam beberapa tahun yang lalu sebelum ada
penertiban oleh Pemerintah Kota Bandung pada tahun 2012, penetapan uang
parkir sangat bervariasi dan ditentukan oleh para pengelola parkir sendiri
kendaraan kendaraan yang masuk di Kota Bandung relatif tinggi, terlebih lagi
pada setiap akhir pekan --seperti yang dapat kita amati-- Kota Bandung
Bandung, pendapatan setiap bulan sekitar Rp 348 juta dari target Rp 437 juta.
pendapatan per bulan dari sektor ini tidak sesuai dengan target yang
3|P a ge
bisa menyumbang pendapatan asli daerah rata-rata Rp 4,5 miliar per tahun.3
227 titik atau ruas jalan yang dijadikan lahan parkir, yang mana dari 227 titik
parkir tersebut, 181 diantaranya dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) Perparkiran Kota Bandung dengan jumlah juru parkir sebanyak 1.800
orang. Target 6 Milyar per tahun pun masih rendah, karena hasil studi dari
sehingga titik parkir liar yang mengakibatkan pendapatan daerah dari sektor
1. Tidak ada dasar atau landasan yang menjadi acuan dalam penetapan
3. Tidak ada analisis yang tajam dan akurat mengenai tidak tercapainya
representatif dan komprehensif mengatur perparkiran dengan visi dan misi yang
3
Pendapatan Parkir Meleset Dari Target, www.kompas.com, Senin, 12 April 2010,
diunduh pada tanggal 2 Maret 2012.
4|P a ge
lapisan masyarakat dan menemukan modus dan pola terjadinya korupsi dalam
penyelenggaraan perparkiran.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
5|P a ge
Kota Bandung, diduga sebagai sebab tidak optimalnya penerimaan dari sektor
ini.
6|P a ge
a. Pengertian Korupsi
juga sistem politik, sistem ekonomi dan sosial. Korupsi ada baik dalam
Oleh karena itu pula maka terdapat berbagai definisi korupsi yang dapat
kita temukan baik dari perspektif moral, ekonomi, politik, sosial, budaya,
disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal corrumpere,
4
Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi Yayasan Obor Indonesia, 2007) 4.
5
Ibid.
7|P a ge
korupsi adalah tindakan yang menjauh dari yang baik, dari yang ideal.
public officer atau para pegawai dari norma-norma yang diterima dan
nirlaba.9
6
Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional (PT. RajaGrafindo Persada, Edisi Revisi, 2005) 4
7
Reza A.A. Wattimena, Filsafat Anti Korupsi (Kanisius, 2012) 8.
8
Chaerudin et.all, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana
Korupsi, (Refika Aditama, 2008) 2
9
Robert Klitgaard, Donald Maclean-Abaroa, dan H. Lindsay Parris, Op.Cit., p. 2.
8|P a ge
Dictionary kata Corruption diartikan sebagai : “an act done with an inten
to give some advantage inconsistence with official duty and the right of
uses his station or character to procure some benefit for himself or for
another person, contrary to duty and the rights of others. Dalam Blak’s
atau extortion.
bermasalah, karena tidak cukup mewakili kerumitan arti kata itu. Dalam
publik disini diartikan sebagai kekuasaan yang diberikan oleh publik dan
10
Jeremy Pope, Op.Cit, p. 6-7.
11
Sanford H. Kadish, Encyclopedia of Crime and Justice (The Free Press, 1983)
278 dan 119.
9|P a ge
dalamnya.12
dicapai.
G = Greek (tamak)
O = Opportunity (kesempatan)
12
Reza A.A. Wattimena, Op.Cit., hlm. 10.
13
Hadi Setia Tunggal, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan
Konvensi PBB Anti Korupsi, 2003 (Harvarindo, 2006) iii.
10 | P a g e
Corruption (C) atau Korupsi sama dengan Monopoly power (M) atau
swasta dan sektor pemerintah, bagi negara miskin dan negara kaya.14
14
Robert Klitgaard, Donald Maclean-Abaroa, dan H. Lindsay Parris, Op.Cit., p. 29.
15
Hadi Setia Tunggal, Op.Cit., p. iii-iv.
11 | P a g e
3) Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurng efektif dan
efisien.
4) Modernisasi.16
jabatan.
produk hukum.
lain :
16
Andi Hamzah, Op.Cit., p. 13-23.
17
Muljatno Sindhudarmoko, et.al., Ekonomi Korupsi, (Pustaka Quantum, 2001) 5-14
12 | P a g e
van Strafrecht voor Netherlandsch-Indie” pasal 209, 210, 387, 388, 415,
416, 417, 418, 419, 420, 423 dan 435. “Wet Boek van Strafrecht voor
18
Andi Hamzah, Op.Cit., p. 21-22.
13 | P a g e
14 | P a g e
serta dapat mengambil alih perkara korupsi yang sedang ditangani Polisi
berat sanksi pidananya, seperti delik penyuapan dalam Pasal 209, 210,
418, 419, dan 420 KUHP dalam UU No. 20/2001. Dalam perumusan
19
Adnan Buyung Nasution, Paradigma Baru Pemberantasan Korupsi, Tekad dan
Perangkat Baru Menyapu Korupsi, Makalah, Diskusi panel ”Mengkritisi RUU tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, Bandung, 2 Mei 2001, p. 8-13
20
Romli Atmasasmita, Pembentukan Komisi Independen Anti Korupsi : Paradigma
Baru dalam Pemberantasan Korupsi, Makalah, Diskusi panel ”Mengkritisi RUU tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, Bandung, 2 Mei 2001, p. 2-3.
15 | P a g e
yang sama.21
21
Andi Hamzah, Op.Cit. 29-31.
22
Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana Internasional Bagian II (PT. Hecca
Mitra Utama, 2004) 139
23
Ibid, p. 140
16 | P a g e
(Indonesia);
korupsi
24
Ibid., p. 141-142
17 | P a g e
c. Tipologi Korupsi
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001) berdasarkan hasil analisis penulis terdiri
Permufakatan”;
18 | P a g e
adalah:
adalah:
asas, dan kaidah hukum agar norma tersebut menjadi jelas dan terang.
19 | P a g e
Pasal 1 Ayat (3) dan Ayat (4) yang meliputi Gubernur, Bupati, atau
Pasal I
20 | P a g e
prasarana umum (Pasal 14 Ayat 1). Lebih jauh lagi, Undang-Undang No.
Huruf a).
21 | P a g e
(Pasal 21).
menerima dana bagi hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana
oleh Rakyat. Ada berbagai macam definisi tentang apa itu manajemen.
25
. M Sakhtivel Murugan, Management Principles and Practices, (New Age
International Pvt Ltd Publisher, 2008), 2
26
. Ibid, p. 3
22 | P a g e
sebagainya.
dipisahkan dari manajemen secara umum. Setiap unit organisasi baik itu
keseluruhan.
27
. Jae K. Shim et.al., Financial Management Third Edition, (Barron, 2008), 1
23 | P a g e
didefinisikan sebagai:
pengeluaran) yang besar, seperti daerah yang kaya akan sumber daya
alam atau daerah yang menjadi kawasan wisata. Hal ini akan berdampak
28
. Rebecca Simson et.al., A Guide to Public Financial Management Literature for
Practitioner in Developing countries, (ODI, 2011), iv
29
. Nasir Aziz, Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah: Perencanaan dan
Penganggaran, (Slideshare, 2007) 4
24 | P a g e
manajemen keuangan yang baik. Hal ini harus dilakukan agar setiap
daerah.
disimpulkan bahwa:
25 | P a g e
barang.
pembayaran pajak
adalah:
kontribusi wajib pada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Pajak daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau
30
. Supramono dan Theresia Woro Damayanti, Perpajakan Indonesia, (Penerbit
Andi, 2010), 2
26 | P a g e
”Kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
penyelenggaraan pemerintahan31.
bermotor (Sepeda motor dan Mobil) terus bertambah. Hal ini sedikit-
Berangkat dari asumsi dasar bahwa Kota besar, dengan populasi yang
31
. Sugianto, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah: Pengelolaan pemerintah daerah
dalam aspek keuangan, pajak dan retribusi daerah, (Cikal Sakti, 2007), 1
27 | P a g e
perparkiran.
yang mencakup wilayah Asia Timur, Asia Tenggara dan Asia Selatan.
dua atau sepeda motor memiliki dampak yang signifikan dengan kondisi
28 | P a g e
seharusnya gratis.
kurang lebih 11 tipe tempat parkir, yaitu (1) Retail dan perdagangan, (2)
Bioskop, (3) Hotel, (4) Restoran, (5) Club dan tempat hiburan, (6) Pasar,
(7) Tempat meeting dan pameran, (8) Tempat olahraga, (9) Rumah
Sedangkan Kota lain di Asia ada yang memiliki lebih banyak tipe
Seperti Kota Dhaka yang memiliki 18 jenis tempat parkir, atau Tokyo
yang justru hanya membagi jenis tempat parkir kedalam 2 kategori: Yang
Persoalan lain yang dirujuk dalam studi ADB ini adalah persoalan
29 | P a g e
daerah bisnis, dengan harga 0.78 US$ perjam. Namun demikian tidak
harga 0.37 US$ perjam dan tidak ada pembatasan waktu parkir.
mahal, 2.58 US$ perjam dan waktu parkir dibatasi hanya 60 menit.
Australia.
menerima uang koin 100 Yen, dan akan menyala merah apabila
30 | P a g e
perhatian lebih. Logika ini dianggap sebagai pemikiran yang sah karena
yang dilakukan oleh ADB (2011) ini menentang jenis pemikiran demikian
studi ADB ini, Beijing adalah kota di Asia Timur yang memiliki peranan
merupakan salah satu lahan parkir yang paling umum digunakan. Kota-
kota di Asia timur dan Asia tenggara merupakan kota dengan bangunan
merupakan harga umum. Namun hal serupa sedikit sekali terjadi di Asia
31 | P a g e
Satu hal yang menjadi sorotang dalam studi ADB ini adalah kotrol harga
oleh pemerintah untuk parkir di bangunan milik swasta. Menurut studi ini,
sebagai :
tipe permasalahan parkir, tidak memadai atau terlalu banyak lahan parkir,
terlalu rendah atau terlalu tinggi harga parkir, tidak cukup informasi bagi
pengguna, dan managemen yang tidak efisien. Model II, paradigma lama
32 | P a g e
organisasi yang ada di dalamnya. Korupsi bersifat multi faset, yaitu berkaitan
mempunyai makna yang lebih luas dan oleh karenanya harus dibedakan
tipe tindak pidana korupsi lainnya. Dengan demikian dalam UUPTPK terdapat
beberapa kualifikasi tindak pidana korupsi yang sebagian berasal dari tindak
pidana umum. Korupsi menurut Robert Klitgaard dkk. dapat terjadi karena
by officials (D) atau diskresi wewenang pejabat dan dikurangi Accountability (A)
Mengingat sifat multi faset dari korupsi maka motif, modus operandi, dan
33 | P a g e
penyimpangan perilaku.
adalah teori klasik dan positif yang menjelaskan penyimpangan perilaku dari
penelitian ini.
32
Albert J. Reiss, “Delinquency as the Failure of Personal and Social Controls“ (April
1951) 16 American Sociological Review 196-207, dalam George B. Vold et al, Theoretical
Criminology, (Oxford University Press, 2002) 177-181.
34 | P a g e
perilaku. Masih dengan fokus kajian remaja, teori ini terus dikembangkan antara
lain oleh Hirschi33 dengan konsep kontrol sosial yang pada dasarnya
sosialnya seperti keluarga, sekolah, dan peer group berpeluang kecil untuk
berperilaku menyimpang.
dari faktor-faktor yang mampu menahan (insulators) individu dari godaan untuk
Sedangkan insulator dibagi kedalam dua jenis yang bersifat internal dan
33
Travis Hirschi, Causes of Delinquency, (University of California Pres, 1969) 16-34,
dalam George B. Vold et al, Theoretical Criminology, (Oxford University Press, 2002) 183-
187.
34
Walter Reckless, The Crime Problem, 4th Ed, (Appleton-Century-Crofts, 1967),
dalam Tim Newburn, Criminology, (Willan Publishing, 2007) 229-230.
35 | P a g e
eksternal meliputi: memiliki peran berarti dalam masyarakat, rasa memiliki dan
dikembangkan oleh Shaw dan Mc Kay pada tahun 1940 an. Teori Differential
memaknai sebuah perilaku dengan perilaku kriminal sedangkan yang lain tidak.
Ada sembilan proposisi yang diajukan oleh Sutherland, namun secara ringkas
dapat dikemukakan bahwa inti dari teori ini adalah argumen bahwa kejahatan
adalah perilaku yang dipelajari. Apa yang dipelajari meliputi teknik, motif,
belajar ini, sama halnya dengan proses belajar lainnya, amat tergantung pada
frekuensi, durasi, prioritas dan intensitas. Pokok penting lainnya dari pemikiran
36 | P a g e
dijelaskan bahwa seorang melanggar hukum karena belajar dari orang (atau
Terabkir adalah teori subkultur. Teori ini muncul didasarkan pada culture
conflict theory yang membahas tentang berkembangnya nilai atau norma yang
Dalam teori ini subkultur dijelaskan sebagai subdivisi dalam suatu kultur yang
problem tertentu yang tidak dialami oleh anggota dari kultur yang dominan.
remaja dari masyarakat kelas bawah memiliki kultur yang berbeda dan terpisah
dari kultur masyarakat kelas menengah/atas.37 Subkultur ini lahir sebagai suatu
masyarakat dan terkait pula dengan persoalan aspirasi orang tua, pola asuh,
dan standar pendidikan. Remaja dari masyarakat kelas bawah tidak mampu
36
George B. Vold, Theoretical Criminology, (Oxford University Press, 2002) 164.
37
Walter B.Miller, “Lower Class Culture as a Generating Milieu of Geng
Delinquency” (1958), 14(3), Journal of Social Issues, 5-19 dalam George B. Vold,
Theoretical Criminology, (Oxford University Press, 2002)165.
37 | P a g e
peran remaja yakni: corner boy, college boy, atau delinquent boy. Selanjutnya
tertentu dari kelas dominan (kelas menengah). Disini dijelaskan bahwa mereka
memiliki harapan-harapan atau cita-cita atau tentang gaya hidup yang sama
dengan cita-cita atau harapan atau gaya hidup kelas dominan namun dicapai
korupsi tersebut sebagai bagian dari kebijakan kriminal (criminal policy) dalam
serta hukum administrasi akan menghasilkan efek preventif yang lebih luas
dibanding dengan upaya penal. Namun untuk adanya pencegahan yang efektif
38
Marvin E. Wolfgang & Franco Ferracuti, The Subculture of Violence, (Sage, 1981)
dalam George B. Vold, Theoretical Criminology, (Oxford University Press, 2002) 165.
38 | P a g e
civil law occupy the same place in the diagram as non-criminal legal crime
Gambar 2.1.
Hubungan Antara Kebijakan Kriminal, Kebijakan Penegakan Hukum Dan Kebijakan
Sosial
39
G. Peter Hoefnagels, The Other Side of Criminology, An Inversion of the Concept
of Crime, (Kluwer Deventer, 1973) 56.
40
G. Peter Hoefnagels, Loc. Cit.
39 | P a g e
kejahatan (criminal policy) dapat dilakukan melalui upaya penal, yaitu dalam
hal ini penerapan hukum pidana dan upaya non-penal, yaitu mempengaruhi
kebijakan sosial, hukum administrasi dan upaya non penal lainnya. Dalam
penal atau pencegahan yaitu dalam hal ini dengan memperbaiki sistem
pelayanan dan kehidupan masyarakat yang aman, tertib, dan nyaman serta
kurang memberi hasil yang memuaskan atau kurang sesuai. Apabila hukum
(criminal policy).41
41
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Alumni,1986) 96.
40 | P a g e
METODE PENELITIAN
perparkiran khususnya dalam hal pengelolaan dana parkir yang bersumber dari
pajak dan retribusi sektor perparkiran di kota Bandung, tidak hanya dilakukan
selalu tidak sesuai target dalam setiap tahunnya dan menemukan model
pengelolaan pajak dan retribusi parkir yang lebih efektif dalam mencegah tindak
(K), Metode adalah fungsi dari Konsep Hukum maka dalam penelitian ini kosep
hukumnya adalah hukum tidak hanya sebagai norma-norma hukum positif tetapi
41 | P a g e
(socio legal research) adalah metode penelitian yang menggunakan studi kasus
gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis yang dialami setiap orang dalam
Dalam penelitian ini, yang akan diamati adalah para pelaku dalam
DPRD Kota Bandung), pihak swasta baik badan hukum atau perorangan yang
Metode hukum empiris (socio legal research) dipilih karena peneliti ingin
parkir baik dari hasil pajak parkir maupun dari retribusi parkir. Penelusuran data-
data terkait hal ini akan lebih terakomodir dengan metode empiris (socio legal
penelitian lapangan.
42
Soetandyo Wignyosoebroto, Masalah Metodologik dalam Penelitian Hukum
Sehubungan dengan Masalah Keragaman Pendekatan Konseptualnya, Makalah, Forum
Komunikasi Hasil Penelitian Bidang Hukum, Dirjen Dikti, Depdikbud, Bandungan, 1994, p.
2; Lili Rasjidi, Menggunakan Teori/Konsep dalam Analisis di Bidang Ilmu Hukum, Makalah,
Bandung, 2007, hlm. 7.
43
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (PT. Citra Aditya Bakti,
2004) 45
42 | P a g e
(deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan
pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa
Penelitian ini akan menguraikan secara deskriptif tentang tiga hal, yaitu
Bandung. Deskripsi tentang hal ini akan diperoleh dari hasil observasi
parkir. Deskripsi tentang hal ini akan dilakukan setelah analisis terhadap
43 | P a g e
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh atau didapat secara langsung dari
penelitian dan responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini melalui
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan atau
dokumen yang telah dikumpulkan. Data ini berupa dokumen APBD kota
Bandung minimal dalam dua tahun terakhir, jumlah wajib pajak parkir,
penerimaan daerah dari sektor pajak dan retribusi parkir, jumlah titik parkir,
jumlah juruh parkir, dan bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer,
penelitian ini antara lain UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
Pidana Korupsi, UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Perda No. 05 Tahun 2004 tentang Pajak Parkir, Perda No. 20 Tahun
No. 391 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Parkir, dll. Bahan
44 | P a g e
dua lokus, yaitu (1) potensi korupsi pada lokus pendapatan dari pajak parkir
dan (2) potensi korupsi yang terjadi pada lokus retribusi parkir. Untuk
tindak pidana korupsi dalam pengelolaan pajak parkir, maka ada beberapa
DPRD Kota Bandung, (2) Kepala Dinas Pendapatan Asli Daerah Kota
responden yang menjadi sampel, yakni melalui para wajib pajak parkir, dalam
hal ini badan usaha/perorangan yang terlibat dalam bisnis parkir, misalnya mall,
factory outlet dan jasa penitipan kendaraan. Untuk mengetahui potensi korupsi
di sektor ini, maka akan dilihat gap antara realisasi pajak parkir dalam tahun
tertentu dengan potensi penerimaan daerah dari pajak parkir. Jumlah sampel
wajib pajak parkir adalah 12. Penentuan sampel (sampling) mengacu pada
random sampling, yaitu wajib pajak yang memiliki potensi pajak tinggi
45 | P a g e
POPULASI
STRATA II
Potensi Pajak Sedang
(rumah sakit, pasar Simple Random Jumlah sampel 4
swalayan, Sampling
toko/FO/salon/ruko,
perusahaan CV/PT)
STRATA III
Potensi Pajak Rendah
(apotek, bank/koperasi/kantor Simple Random
pos, restoran/cafe/tempat Sampling Jumlah sampel 5
karaoke, garasi/pelataran
parkir, dan tempat
rekreasi/tempat olahraga)
parkir dari sektor retribusi parkir, maka ada beberapa informan penelitian dan
46 | P a g e
Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung, (3) Kepala UPTD Parkir Kota
responden, yakni melalui para juru parkir yang berada di 227 titik parkir di Kota
dengan stratified random sampling dari tiga kategori wilayah titik parkir, yaitu
titik potensi retribusi parkir tinggi, titik potensi retribusi parkir sedang dan titik
sampel di wilayah potensi retribusi sedang adalah 1 titik parkir (minimal 1 juru
parkir) dan Jumlah sampel di wilayah potensi retribusi rendah adalah 2 titik
47 | P a g e
STRATA I
Potensi Retribusi Simple Random Jumlah sampel
Tinggi Sampling 3 titik parkir
yaitu :
48 | P a g e
terlibat dalam pengelolaan dana parkir baik yang terlibat dalam perumusan
penelitian ini baik yang berperan sebagai informan maupun yang berperan
terlibat dalam diskusi terfokus. Dalam penelitian ini FGD yang akan
analisis secara kualitatif dan analisis secara kuantitatif. Teknik analisis kualitatif,
mengikuti konsep yang dikemukakan oleh Miles and Huberman (1984) dimana
49 | P a g e
pada setiap tahapan penelitian hingga tuntas dan datanya sampai jenuh.
Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display dan conclusion
drawing/verification.
yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi agar makna-makna yang muncul dari
Gambar 3.3.
Tahapan Analisis Data Kualitatif
Data
Collection
Data display
Data reduction
Conclusions :
Drawing/verifyin
g
50 | P a g e
cara deskriptif analisis. Data-data temuan yang berupa angka-angka baik yang
deskriptif.
51 | P a g e
Bandung
pokok atau usaha tambahan sebagai konsekwensi dari usaha utama yang
Kota Bandung ada beberapa regulasi yang mengatur tentang pajak parkir.
diatur dalam Peraturan Walikota Bandung Nomor 391 Tahun 2012 tentang
parkir adalah makna filosofinya yakni objek pajak, wajib pajak, tarif pajak dan
dasar serta besaran pengenaan pajak yang diatur dalam regulasi yang lebih
tinggi berupa UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Hal penting dalam regulasi-regulasi tersebut bahwa tarif pajak parkir
yang dikenakan kepada wajib pajak adalah maksimal 30%. Pemerintah Kota
Bandung sendiri sudah menetapkan tarif parkir sebesar 25% melalui Perda
No. 20 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Tarif pajak parkir tersebut mulai
52 | P a g e
yang hanya 20% berdasarkan Perda Kota Bandung No. 5 Tahun 2004
Menengah Daerah) Kota Bandung dan (2) tuntutan secara spesifik untuk
parkir juga di dasarkan pada diskresi yang melekat pada Dispenda bahwa
Dispenda hanya bisa menarik pajak parkir bagi usaha-usaha yang hanya
memiliki izin. Diskresi ini berdasarkan arahan Walikota dan mulai berlaku
sejak Desember 201146. Atas dasar diskresi ini lah pada akhirnya ditempuh
menggunakan kaca mata kuda, dimana dasar penentuannya tidak rinci dan
44
Zain Iskandar, Hasil Wawancara tanggal 10 Oktober 2012
45
Nofidi Ekaputera, FGD Hasil Penelitian pada tanggal 8 Januari 2013
46
Zain Iskandar, Hasil Wawancara tanggal 10 Oktober 2012
53 | P a g e
diangka yang tidak terlalu tinggi yakni sebesar 7 milyar di tahun 2012.
masih terlalu kecil. Dengan predikat kota Bandung sebagai destinasi wisata,
penetapan target penerimaan dari pajak parkir seharusnya lebih dari 7 milyar
Tabel 4.1.
Tabel Potensi Penerimaan Kota Bandung dari Pajak Parkir
47
Nofidi Ekaputera. FGD Hasil Penelitian tanggal 8 Januari 2013
54 | P a g e
sektor pajak parkir merupakan potensi yang besar. Padahal, nilai tersebut
pajak paling kecil dari masing-masing tipe. Artinya, potensi penerimaan Kota
Bandung bisa lebih dari 22,6 milyar. Oleh karena itu, penentuan target 7
tahun 2012 dari pajak parkir belum juga dihitung. Untuk melihat real
Jika mengacu pada LKPJ Walikota Bandung di tahun 2009, 2010 dan 2011
penerimaan dari sektor pajak parkir termasuk kecil yakni 5,8 milyar48, 4,5
Grafik 4.1. Perbandingan Penerimaan Pajak Parkir Tahun 2009, 2010, dan 2011
dengan Potensi Penerimaan Pajak Parkir di Kota Bandung (dalam
milyar rupiah)
25
20
15
10
5
0
Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Potensi
48
LKPJ Walikota Bandung Tahun 2009
49
LKPJ Walikota Bandung Tahun 2010
50
LKPJ Walikota Bandung Tahun 2011
55 | P a g e
16,7 milyar. Nilai gap tersebut dianggap sebagai lost potensi, artinya ada
minimal sebesar 16,7 milyar yang tidak masuk ke khas daerah. Fenomena
pengelolaan penerimaan daerah dari sektor pajak parkir. Penelitian ini tidak
sejumlah uang yang masuk ke kas daerah atau masuk ke tempat yang
pengelolaan dana parkir berupa pajak parkir dapat dilihat dari mekanisme
tinggalkan oleh beberapa kota besar dalam mengurus pajak. Pemda DKI
Jakarta suda mulai menerapkan sistem on line. Laporan pajak setiap wajib
pajak bisa diakses oleh publik sehingga kontrol publik sangat besar dan
parkir menyimpan sejumlah potensi terjadinya korupsi. Hal itu bisa terjadi di
56 | P a g e
Gambar 4.1.
Alur Penentuan Nilai Pajak dan Pembayaran Pajak Parkir di Kota Bandung
1 2 3
6 5 4
Keterangan : SPTPD = Surat Pemberitahuan Tentang Pajak Daerah
SSPD = Surat Setor Pajak Daerah
WP = Wajib Pajak
karcis sebagai bukti transaksi dari penerima jasa parkir. Modus korupsi
yang terjadi dalam tahap ini adalah manipulasi laporan pendapatan. Dari
hasil penelitian, modus ini sulit dibuktikan di Kota Bandung. Namun, dari
57 | P a g e
masuk dalam kategori rahasia perusahaan. Selain itu, alasan yang sering
audit.
kemudian muncul adalah Dispenda tidak memiliki hasil uji petik semua
wajib pajak. Dari 303 data wajib pajak, hanya beberapa saja yang
kepada publik. Fenomena yang terjadi pada wajib pajak parkir di kota
para wajib pajak parkir. Padahal pajak parkir yang masuk dalam kategori
51
Zain Iskandar, Wawancara tanggal 10 Oktober 2012
52
Robert Klitgaard, Donald Maclean-Abaroa, dan H. Lindsay Parris, Op.Cit., p. 29
58 | P a g e
wajib pajak karena kategori self memberikan keleluasaan bagi wajib pajak
Menurut Dewi Kania, ada tiga hal yang menyebabkan mengapa pajak
kategori self sulit diterapkan, yaitu (1) kejujuran wajib pajak, (2) kesadaran
wajib pajak, dan (3) kedisiplinan wajib pajak. Ketiga hal tersebut sulit
prosentase untuk pajak parkir adalah 25% dari omset yang diperoleh
wajib pajak. Modus korupsi yang bisa saja muncul dalam tahap ini adalah
pola konvensional di mana wajib pajak dan petugas pajak masih ada
kontak fisik. Hal ini memungkinkan ada tawar menawar nilai pajak yang
53
Dewi Kania, FGD Hasil Penelitian tanggal 8 Januari 2013
59 | P a g e
audit. Penelitian ini hanya bisa mengakses jumlah wajib pajaknya saja
yakni terdapat 303 wajib pajak yang dikenakan pajak parkir. Sejauh ini,
penelitian ini tidak dapat meganalisis lebih dalam modus korupsi yang
tempat, yakni (1) di Dispenda dan langsung kepada petugas pajak, (2) di
tempat lain yang ditentukan dan diluar kantor melalui pertemuan dengan
jam.
Modus korupsi yang bisa terjadi pada tahap ini adalah penyuapan
dari wajib pajak. Modus ini hampir mirip dengan modus tahap sebelumnya
nilai pajak. Bisa dikatakan modus korupsi pada tahap ini adalah suap
54
Peraturan Walikota Bandung Nomor 391 Tahun 2012 Tentang Tata Cara
Pemungutan Pajak Parkir, Pasal 9 ayat (1) dan (2).
60 | P a g e
Kota Bandung
Indonesia dengan jumlah rata-rata hampir mencapai tiga juta jiwa (Data
kebutuhan akan transportasi yang nyaman dan aman menjadi sangat besar.
Namun demikian, jenis transportasi publik yang ada tidak dapat menjawab
beralih kepada kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor yang
Kondisi ini menimbulkan dua sisi yang berlawanan. Di satu sisi, tingginya
kebutuhan akan area parkir bisa menjadi hal positif dimana pemerintah
61 | P a g e
Bandung.
parkir di tepi jalan umum bukan sesuatu hal yang strategis. Hal ini
Bapak Entang Suryana, bahwa ke depan justru perparkiran di badan jalan itu
62 | P a g e
gedung masih terkendala oleh sedikitnya lahan yang bisa digunakan untuk
Private Partnership).
dijadikan sebagai alat kontrol dalam merespon kebutuhan lahan parkir yang
(ADB:2011) menunjukan bahwa harga atau pricing bisa dijadikan alat untuk
penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi: “Prinsip dan sasaran dalam
penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum
dan Tempat Khusus Parkir didasarkan atas tujuan untuk mengendalikan dan
63 | P a g e
retribusi yang dibuat oleh pemerintah sendiri. Dengan kata lain, pemerintah
tujuan awal dari penetapan tarif parkir ini tidak tercapai. Di beberapa negara
mengurangi pengguna parkir di tepi jalan umum sehingga hal ini berdampak
tepi jalan umum hanya mencapai kurang lebih 4 miliar. Ini bertolak belakang
oleh Fakultas Hukum Unpad dan BIGS menunjukan angka yang cukup tinggi
64 | P a g e
yang dilakukan oleh Fakultas Hukum UNPAD dan BIGS mengambil sampel
Penetapan Lokasi dan Posisi Parkir di Tepi Jalan Umum dan Tempat
Tinggi
Sedang
Rendah
LKPJ Walikota Tahun 2011 yang hanya mencapai 4 Milyar lebih. Adapun
65 | P a g e
Dari tabel diatas dapat dilihat adanya Gap yang cukup besar antara
umum. Kondisi ini jelas merugikan karena pemerintah mengalami loss atau
dirugikan karena dari retribusi yang dibayar tidak memberikan outcome atau
66 | P a g e
hasilnya akan optimal dan hasil dari pendapatan retribusi tersebut dapat
tersebut ? Ini bukan pertanyaan yang mudah untuk dijawab. Namun dari
pendapatan yang kecil dari retribusi di tepi jalan umum. Target ini
SDM, kedua faktor system yang mengatur aliran dana retribusi, ketiga
adalah faktor eksternal. Pertama, dari sisi Sumber Daya Manusia, potensi
tidak dapat memantau secara langsung dan tidak dapat mengetahui berapa
jumlah uang sebenarnya yang masuk ke kantong juru parkir. Di sisi lain,
Kondisi dari juru parkir itu sendiri yang statusnya hanya sebagai mitra dari
67 | P a g e
pendapatan parkir yang diterima setiap hari. Status Juru Parkir yang hanya
Gambar 4.2.
Aliran Dana Retribusi Kota Bandung
68 | P a g e
parkir dari Wajib retribusi. Kemudian Juru Parkir menyerahkan uang parkir
kepada Kepala sektor setelah dikurangi oleh biaya operasional untuk dirinya
sendiri. Juru Parkir menanda tangani kuitansi yang nantinya akan diteruskan
juru parkir yang ada di Kota Bandung. Kepala sektor bertugas untuk
terdiri dari:
uang dari pada juru parkir. Namun demikian, potensi korupsi dapat terjadi
tidak seimbang. Potensi Korupsi dapat terjadi di titik Juru Parkir karena
beberapa hal, pertama Juru parkir menerima langsung uang dari wajib
retribusi, Kedua juru parkir itu sendiri yang mengetahui besaran total uang
parkir yang diterima setiap harinya. Hal ini menjadi rawan untuk
memungut uang parkir dari juru parkir. Dimana Kepala Sektor dapat
69 | P a g e
kepada juru parkir, kedua preman, ketiga adalah para juru parkir illegal.
Khusus untuk juru parkir illegal ini, sebagaimana diakui oleh pihak dinas
BANDUNG
55
. Apip S. Apip, FGD Hasil Penelitian, 8 Januari 2013
70 | P a g e
swasta (pemilik gedung atau penyewa lahan parkir); pengelolaan parkir yang
titik titik di kota Bandung; dan pengelolaan parkir yang diserahkan pada PD
Pasar (pengelolaan model ini di luar cakupan penelitian ini). Dari masing-
71 | P a g e
dalam jumlah tetap atau tidak akan diperhitungkan oleh pengelola parkir
swasta sebagai “fixed cost” atau “overhead”. Pos pengeluaran tersebut ini
berikut:
izin tidak (belum) diperhitungkan sebagai subyek pajak. Tidak ada data
tentang jumlah dan sebaran pemilik lahan atau pengelola parkir yang
belum memiliki izin. Karenanya sektor ini luput dari perhitungan potensi
b. Tidak ada data akurat tentang luasan lahan parkir. Ketiadaan data akurat
72 | P a g e
meliputi: biaya sewa lahan, gaji para pegawai, dan pembayaran jasa
maupun preman.
(Pemerintah Kota). Penetapan target ini tidak memiliki dasar yang jelas.
selama kurun waktu satu tahun. Pada lain pihak, dinyatakan bahwa
tahun sebelumnya.
f. (Akibat dari itu semua) besaran parkir yang dibebankan kepada pemilik
dengan biaya parkir di pinggir jalan yang jauh lebih murah daripada parkir
badan jalan serta target pemasukan dari sektor perparkiran di ruas badan
73 | P a g e
petik; Ketiga, yang terpenting, adalah Juru Parkir yang menetapkan target
berikut:
titik parkir di Kota Bandung. Akibatnya di luar itu, muncul banyak titik-titik
parkir tidak resmi (illegal) yang memberi penghidupan pada juru parkir
b. Penetapan target tidak memiliki dasar yang jelas. Pemerintah kota hanya
memberikan angka yang harus dicapai selama kurun waktu satu tahun.
c. Tidak ada mekanisme perekrutan juru parkir yang jelas. Juru parkir pada
samasekali tidak ada mekanisme kontrol. Kontrol yang ada hanya dalam
bentuk target yang harus disetorkan kepada UPTD Dishub yang kerapkali
74 | P a g e
uang hasil parkir yang disetorkan juru parkir kemudian diteruskan kepada
UPTD Dishub.
silang dari pihak yang berwenang. Dengan demikian tidak terlacak jumlah
tiket yang masuk (diberikan kepada juru parkir) dan berapa yang keluar
kerap tidak menyerahkan tiket pada pengguna. Tiket parkir, dengan kata
dikaitkan pula pada kenyataan tidak ada tindakan tegas dari pemerintah
maupun aparat penegak hukum terhadap wajib pajak maupun juru parkir
75 | P a g e
parkir liar.
b. Tidak ada sistem penghargaan bagi para juru parkir maupun wajib pajak
pengelola perparkiran dan tidak ada tindakan yang tegas dari pemerintah
maupun aparat penegak hukum terhadap wajib pajak maupun juru parkir
perparkiran di kota Bandung dalam pengelolaan dana parkir. Dari penjelasan ini
Teori yang di sini akan digunakan adalah teori Kontrol, teori Differential
pelaku.
76 | P a g e
why most of us don’t commit crime more often, dan dilandaskan asumsi bahwa
perilaku atau kejahatan terjadi karena orang secara sadar memilih untuk meniru
perilaku orang lain (significant others) dan perilaku tersebut dipandang lebih
uang parkir yang mereka kumpulkan sesuai target merupakan dampak dari
merupakan hasil self assessment. Selain itu pengawasan dari luar (mandor
perilaku yang disorot. Teori yang sama juga dapat menjelaskan perilaku
56
Tim Newburn, Op.Cit., p. 228
57
George B. Vold et al, Op.Cit., p. 177.
58
Ibid, p. 159.
59
Rob White & Fiona Haines, Op.Cit., p. 60.
77 | P a g e
and beliefs. Attachment digambarkan sebagai the ties of affection and respect
to significant others in one’s life, and more generally a sensitivity to the opinion
activities and goals. Involvement adalah the patterns of living that shapes
immediate and long term opportunities. Sedangkan beliefs adalah the degree to
which people agree with the rightness of legal rules which are seen to reflect
Dari perspektif ini penting memahami siapa dan lingkungan hidup pelaku
Beranjak dari ini pula, maka learning theory atau differential association
60
Tim Newburn, Op.cit, p. 232-234.
78 | P a g e
perilaku yang berbeda dari yang dianggap wajar oleh kultur dominan. Sub-
terkait dengan pajak parkir dan retribusi parkir sebagai pendapatan asli daerah
sebagaimana diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Pasal 127, Pasal 132, dan Pasal 150 tentang retribusi parkir. Berdasarkan
ketentuan tersebut dan pengaturan pajak parkir dan retribusi parkir dalam
kategori, yaitu :
pajak parkir;
79 | P a g e
Tahun 2012 sendiri sesuai dengan judulnya adalah berkaitan dengan retribusi
parkir. Untuk pengaturan mengenai pajak parkir diatur dalam Perda No. 05
tahun 2004 tentang Pajak Parkir dan di dalamnya mengatur norma-norma yang
pengelolaan tempat parkir. Demikian pula dengan Perda No. 20 tahun 2011
tentang Pajak Daerah dan Peraturan Walikota Bandung No. 391 tahun 2012
tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Parkir. Dengan telah dicabut dan
perparkiran maka saat ini tidak ada regulasi di Kota Bandung yang khusus
80 | P a g e
kelancaran lalu lintas angkutan jalan, meningkatkan jasa pelayanan parkir dan
meningkatkan pendapatan asli daerah. Jadi dalam Perda No. 03 tahun 2008
tujuan meningkatkan pendapatan asli daerah hanya salah satu saja dan
merupakan tujuan terakhir. Dalam Perda No.03 tahun 2008 juga dirumuskan
1. rencana tata ruang wilayah dan rencana detail tata ruang kota;
5. estetika kota.
seharusnya dilakukan rekayasa ruang dan bukan rekayasa lahan karena lahan
tidak pernah bertambah tetapi justru berkurang. Yang dilakukan saat ini oleh
pemerintah daerah adalah baru menata luasan dan belum menata ruang.
sekitarnya.61
Nofidi Eka Putera, Dispenda Kota Bandung, harus dilihat sebagai bagian dari
61
Mubiar Purwasasmita, FGD Hasil Penelitian, 8 Januari 2013
81 | P a g e
tidak semata-mata sebagai sumber pendapatan asli daerah melalui pajak parkir
ini didukung dengan instrumen hukum berupa peraturan daerah yang mengatur
daerah dan swasta atau secara mandiri dengan menggunakan gedung dan
badan hukum/perorangan.
badan jalan dan atau pada ruang milik jalan ditiadakan secara bertahap.
62
Ibid.
82 | P a g e
akuntabilitas.
dengan pengusaha parkir wajib melibatkan dan atas ijin dari lembaga
pengelola perparkiran.
g. Pemungutan pajak parkir tidak didasarkan pada ijin usaha yang dimiliki
mandiri didasarkan ijin pengelolaan tempat parkir dari Kepala Daerah yang
melakukan investasi dalam pengelolaan gedung di satu sisi dan di sisi lain
larangan parkir.
83 | P a g e
84 | P a g e
A. KESIMPULAN
oleh wajib pajak; dan ketiga, tahap pembayaran pajak yaitu dengan
mulai dari pemungutan retribusi parkir dari wajib retribusi oleh juru parkir
85 | P a g e
pihak di luar sistem yang mengambil uang retribusi parkir seperti oknum
Polisi dan preman yang meminta jatah dari Juru Parkir serta
asli daerah tetapi juga dari aspek tata kota, lalu lintas dan transportasi,
pada badan jalan dan atau pada ruang milik jalan ditiadakan secara
bertahap.
86 | P a g e
gedung dengan pengusaha parkir wajib melibatkan dan atas ijin dari
87 | P a g e
kendaraan pribadi.
B. REKOMENDASI
daerah.
kedisiplinan.
manipulasi.
88 | P a g e
Kadish, Sanford H., Encyclopedia of Crime and Justice (The Free Press, 1983)
Muhammad, Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (PT. Citra Aditya Bakti,
2004)
89 | P a g e
Peraturan Walikota Bandung Nomor 391 Tahun 2012 Tentang Tata Cara
Pemungutan Pajak Parkir
90 | P a g e