Anda di halaman 1dari 10

Makalah Praktikum Jumat, 07 Desember 2018

Mata Kuliah: Pendidikan Kewarganegaraan

OTONOMI DAERAH SUMATERA


(Provinsi Nangroe Aceh Darussalam)

Oleh :
Kelompok 1

Nabila Putri (J3L117021)


Hendardi Kusumah (J3L117030)
Riska Yustika Surin (J3L217172)
Ali Aulia Rahman (J3L217212)

PROGRAM STUDI ANALISIS KIMIA


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Otonomi berasal dari kata Yunani yaitu outos dan nomos, outos berarti “sendiri” dan
nomos berarti “perintah”. Sehingga otonomi bermakna “memerintah sendiri”, yang dalam
wacana administrasi publik otonomi sering disebut sebagai local self government. Otonomi
merupakan manifestasi dari proses pemberdayaan rakyat dalam daerah, memperluas peran
serta masyarakat serta lebih meningkatkan pemerataan pembangunan dengan
mengembangkan dan memanfaatkan potensi daerah. Sehingga kesenjangan antar daerah
dapat dikurangi karena masing-masing daerah akan membuka wawasan untuk membangun
dan bekerja sama dengan pihak lain, baik swasta maupun luar negeri.

A. OTONOMI KHUSUS
1. Pengertian Otonomi Khusus
Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada daerah
khusus, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat. Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Negara mengakui dan menghormati satuan-
satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan
undang-undang. Yang dimaksud satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
adalah daerah yang diberikan otonomi khusus.
Daerah-daerah yang diberikan otonomi khusus ini adalah :
a. Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta.
b. Daerah Istimewa Yogyakarta
c. Provinsi Aceh.
d. Provinsi Papua dan Papua Barat.

Aceh adalah sebuah provinsi di Indonesia yang beribukota Banda Aceh. Aceh terletak
di ujung utara pulau Sumatera dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Jumlah
penduduk provinsi ini sekitar 4.500.000 jiwa. Letaknya dekat dengan Kepulauan Andaman
dan Nikobar di India dan terpisahkan oleh Laut Andaman. Aceh berbatasan dengan Teluk
Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur,
dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Aceh dianggap sebagai tempat dimulainya penyebaran Islam di Indonesia dan
memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Pada awal abad ke-17,
Kesultanan Aceh adalah negara terkaya, terkuat, dan termakmur di kawasan Selat Malaka.
Sejarah Aceh diwarnai oleh kebebasan politik dan penolakan keras terhadap kendali orang
asing, termasuk bekas penjajah Belanda dan pemerintah Indonesia. Jika dibandingkan dengan
dengan provinsi lainnya, Aceh adalah wilayah yang sangat konservatif (menjunjung tinggi
nilai agama).[6] Persentase penduduk Muslimnya adalah yang tertinggi di Indonesia dan
mereka hidup sesuai syariah Islam.[7] Berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia,
Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri karena alasan sejarah.[8]
Nanggroe Aceh Darussalam sejak tahun 1999 telah menerapkan otonomi daerah
dalam kepemerintahannya. Secara filosofis, ada dua tujuan utama yang ingin dicapai dari
penerapan kebijakan desentralisasi atau otonomi daerah yaitu tujuan demokrasi dantujuan
kesejahteraan. Tujuan demokrasi akan memposisikan pemerintah daerah sebagai instrumen
pendidikan politik di tingkat lokal yang secara agregat akan menyumbangterhadap
pendidikan politik secara nasional sebagai elemen dasar dalam menciptakankesatuan dan
persatuan bangsa dan negara serta mempercepat terwujudnya masyarakatmadani atau civil
society. Tujuan kesejahteraan mengisyaratkan pemerintahan daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat lokal melalui penyediaan pelayanan publik secara efektif, efesien.
Otonomi daerah ini berarti pemerintah daerah mempunyai wewenang penuh dalammengelola
potensi yang dimiliki dan pembangunan. Selain itu pendapatan yangdidapatkan oleh
pemerintah daerah 80% kembali ke daerah yang digunakan sebagai kasdaerah, pembangunan
dan lain sebagainya dan 20% di salurkan kepemerintahan pusat.Hal ini akan membuat
pemerintah daerah merasa diberlakukan dengan adil tanpa harusada terjadinya kesenjangan-
kesenjangan dengan pemerintah pusat. Salah satu aspek yangmempunyai potensi di Nanggroe
Aceh Darussalam adalah perikanan dan kelautanyangterdiri dari perikanan darat yang
meliputi budidaya dan perikanan laut yang meliputipengangkapan dan juga budidaya.
Peraturan yang mengatur perikanan di ProvinsiNanggroe Aceh Darussalam bersumber pada 2
hal yaitu hukum adat dan perda (peraturan daerah ) yang mana hal ini dikarenakan otonomi
daerah sehingga daerahmempunyai wewenang untuk mengeluarkan peraturan yang
menyangkut dengandaerahnya. Peraturan adat yang berlaku di Aceh di dikenal dengan nama
hukom laot.Adapun peraturan daerah yang mengatur perikanan dan kelautan di Provinsi
NanggroeAceh Darussalam di sesuaikan dengan keadaan provinsi tersebut sehingga tidak
bertentangan dengan hukum adat. Dengan adanya peraturan daerah yang dibuatdiharapkan
pemerintah dan segenap komponen masyarakat di Nanggroe Aceh Darussalam dapat
memanfaatkan potensi yang ada dengan optimal tanpa harusmengakibatkan ekploitasi yang
berlebihan.
Hukum adat yang ada diketuai oleh panglima laot. Panglima Laot merupakansuatu
struktur adat di kalangan masyarakat nelayan di propinsiNanggroe AcehDarussalam, yang
bertugas memimpin persekutuan adat pengelola Hukôm Adat Laôt.Hukôm Adat Laôt
dikembangkan berbasis syariah Islam dan mengatur tata carapenangkapan ikan di laut (
meupayang ), menetapkan waktu penangkapan ikan di laut,melaksanakan ketentuan-
ketentuan adat dan mengelola upacara-upacara adatkenelayanan, menyelesaikan perselisihan
antar nelayan serta menjadi penghubung antaranelayan dengan penguasa (dulu uleebalang ,
sekarang pemerintah daerah.Struktur adat ini mulai diakui keberadaannya dalam tatanan
kepemerintahan daerahsebagai organisasi kepemerintahan tingkat desa diKabupaten Aceh
Besarpada tahun1977 (Surat Keputusan Bupati Aceh Besar No. 1/1977 tentang Struktur
OrganisasiPemerintahan di Daerah Pedesaan Aceh Besar). Akan tetapi, fungsi dan
kedudukannyabelum dijelaskan secara detail. Pada tahun 1990, Pemerintah Propinsi Daerah
IstimewaAceh menerbitkan Peraturan Daerah No. 2/1990 tentang Pembinaan dan
PengembanganAdat Istiadat, Kebiasaan-kebiasaan Masyarakat beserta Lembaga Adat, yang
menyebutkan bahwa Panglima Laôt adalah orang yang memimpin adat istiadat,kebiasaan
yang berlaku di bidang penangkapan ikan di laut. Dengan adanya hukom laotini dapat
meminimalisir terjadinya ekploitasi yang berlebihan terhadap penangkapan ikandan
mencegah terjadi kepunahan ikan karena tata cara dalam menangkap ikan sudahdiatur dalam
hukom laot ini.
Keuangan provinsi nanggroe aceh darussalam pasal 4
(1) Sumber penerimaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam meliputi:
a. pendapatan asli Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
b. dana perimbangan;
c. penerimaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka otonomi khusus;
d. pinjaman Daerah; dan
e. lain-lain penerimaan yang sah.
(2) Sumber pendapatan asli Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. pajak Daerah;
b. retribusi Daerah;
c. zakat;
d. hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang
dipisahkan;
e. lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
(3) Dana perimbangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah dana
perimbangan bagian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten dan Kota atau nama
lain, yang terdiri atas:
a. bagi hasil pajak dan sumber daya alam yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, yaitu bagian dari penerimaan pajak bumi dan
bangunan sebesar 90% (sembilan puluh persen), bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan sebesar 80% (delapan puluh persen), pajak penghasilan orang pribadi
sebesar 20% (dua puluh persen), penerimaan sumber daya alam dari sektor kehutanan
sebesar 80% (delapan puluh persen), pertambangan umum sebesar 80% (delapan
puluh persen), perikanan sebesar 80% (delapan puluh persen), pertambangan minyak
bumi sebesar 15% (lima belas persen), dan pertambangan gas alam sebesar 30% (tiga
puluh persen);
b. Dana Alokasi Umum yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
dan
c. Dana Alokasi Khusus yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dengan memberikan prioritas bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
d. (4) Penerimaan dalam rangka otonomi khusus, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
butir c, berupa tambahan penerimaan bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dari
hasil sumber daya alam di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah
dikurangi pajak, yaitu sebesar 55% (lima puluh lima persen) untuk pertambangan
minyak bumi dan sebesar 40% (empat puluh persen) untuk pertambangan gas alam
selama delapan tahun sejak berlakunya undang-undang ini.
(5) Mulai tahun kesembilan setelah berlakunya undang-undang ini pemberian tambahan
penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi sebesar 35% (tiga puluh lima
persen) untuk pertambangan minyak bumi dan sebesar 20% (dua puluh persen) untuk
pertambangan gas alam.
(6) Pembagian lebih lanjut penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)
antara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten, Kota atau nama lain diatur secara
adil dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Seperti yang kita ketahui, Aceh memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah
sama seperti Papua dan Kalimantan, dengan letak geografis yang sangat strategis. Aceh, kaya
akan material-material bernilai tinggi dan menjadi perebutan banyak pihak dari zaman
kolonial sampai sekarang. Daerah Aceh memiliki bahan tambang, seperti tembaga, timah
hitam, minyak bumi, batubara, dan gas alam. Selain itu, terdapat tambang emas di daerah
Aceh besar, pidie, Aceh tengah, dan Aceh barat. Tambang biji besi terdapat di Aceh besar,
Aceh barat dn Aceh selatan. Tambang mangan terdapat di kabupaten Aceh tenggara dan Aeh
barat. Sementara tambang biji timah, batu bara, dan minyak bumi terdapat di Acceh barat dan
Aceh timur.
Daerah ini juga menghasilkan ternak sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba,
ayam petelur, dan itik jika dilihat dari sektor perternakannya. Dari pertanian dan perkebunan
Aceh menghasilkan beras, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, jagung, sayur-sayuran dan buah-
buahan serta coklat, kemiri, karet, kelapa sawit, kelapa, cengkeh, pala, nilam, lada, pinang,
tebu, tembakau dan randu. Sedangkan dari bidang industri, daerah Aceh memiliki potensi
cukup besar terutama industri hasil hutan, perkebunan, dan pertanian, seperti minyak kelapa
sawit, atsiri, karet dan kertas.
Aceh memiliki sumber daya alam yang melimpah, termasuk minyak bumi dan gas
alam. Sejumlah analis memperkirakan cadangan gas alam Aceh adalah yang terbesar di
dunia.[6] Aceh juga terkenal dengan hutannya yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan
dari Kutacane di Aceh Tenggara sampai Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional
bernama Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) didirikan di Aceh Tenggara. Sebuah
wilayah yang kaya akan sumber daya alam, tidaklah dengan sendirinya memberikan
kemakmuran bagi warga masyarakatnya jika sumber daya manusia yang ada tidak mampu
memanfaatkan dan mengembangkan teknologi guna memanfaatkan sumber alamnya. Hal
inilah yang terjadi di bumi tercinta Aceh.
Menurut penulis, meski Aceh memiliki sumberdaya alam yang melimpah, namun
faktanya rakyat Aceh belum mendapatkan hidup yang sepadan dengan kekayaan sumberdaya
alam yang ada. Aceh kurang mampu dalam mengelola sumber daya alamnya sendiri. Bisa
jadi hal ini dikarenakan lemah dan kuranya sumber daya manusia yang ada. Sumber daya
manusia yang lemah merupakan hasil dari rendahnya semangat masyarakat unuk mengkaji
sains-tenologi. Bukan hanya itu, masyarakat Aceh juga terkenal dengan sikap manja dan yang
ekonominya tergntung dengn daerah lain. Dampaknya, sistem pemerintahan di Aceh di klaim
lemah dari segi pengelolaan dan pengolahan sumber daya alam. Dengan sistem pengelolaan
sumber daya alam yang kurang, sehingga untuk ekspoitasinya juga kurang dalam
memperhatikan kondisi alam, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan dan
kelangsungan pembangunan daerahpun terganggu. Hal ini dapat dilihat dari sistem
pengelolaan hutan, pertambangan, perkebunan, pesisir dan kelautan yang berdampak pada
kerusakan ekosistem, bencana alam, dan tantanan kehidupan sosial masyarakat secara luas.
Lemahnya pengelolaan sumber daya alam, keuangan, dan sosial ekonomi masyarakat yang
terjadi sejauh ini, mengakibatkan pertumbuhan ekonomi di Aceh mengalami instabilitas.
Nanggroe Aceh Darussalam atau lebih dikenal dengan Aceh adalah sebuah provinsi di
ujung Pulau Sumatera. Provinsi ini memiliki keindahan alam yang luar biasa, mulai dari
pantai sampai pegunungannya. Setelah mengalami kerusakan akibat tsunami pada tahun 2004
di sebagian wilayahnya termasuk tempat wisatanya, Aceh kembali bangkit dan menata sektor
pariwisatanya dengan baik.
Masjid Raya Baiturrahman

Masjid yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612 ini telah menjadi ikon
Aceh. Bangunan utama masjid berwarna putih dengan kubah hitam besar dikelilingi oleh
tujuh menara. Kesan megah semakin terasa dengan adanya kolam besar dan pancuran air di
bagian depan masjid yang mengingatkan pada Taj Mahal di India.
Masjid ini menjadi tempat wisata religi di Aceh yang banyak dikunjungi karena
keindahannya. Situs Huffington Post memasukkan Masjid Raya Baiturrahman ke dalam
daftar 100 masjid terindah di dunia, bahkan Yahoo! menyebut masjid ini sebagai salah satu
dari 10 masjid terindah di dunia. Hal ini tentu saja semakin membuat bangga warga Aceh dan
Indonesia.

Air Terjun Blang Kolam

Air Terjun Blang Kolam terletak di Desa Sidomulyo, Aceh Utara dan bisa ditempuh dalam
waktu 30 menit dari Lhokseumawe. Air terjun kembar dengan tinggi 75 meter yang
dikelilingi oleh pepohonan rindang
Air Terjun Suhom

Air Terjun ini berada di Desa Suhom, Kecamatan Lhoong, Aceh Besar. Untuk bisa mencapai
tempat wisata ini, Anda harus melewati jalanan naik-turun dengan pemandangan pegunungan
Paro dan Kulu. Di tengah perjalanan, jangan kaget saat melihat banyak monyet berkeliaran di
jalan. Monyet-monyet ini biasanya meminta buah-buahan atau makanan ringan lain pada
pengguna jalan yang lewat.
Air terjun setinggi 50 meter ini dibagi menjadi tiga tingkat, namun Anda tidak diperbolehkan
naik menuju tingkat dua dan tiga demi alasan keselamatan karena adanya pembangkit listrik
bertegangan tinggi.

Pantai Lampuuk

Warga Aceh tak perlu merasa iri dengan Bali yang memiliki banyak pantai indah karena di
Aceh juga terdapat banyak pantai dengan pemandangan menakjubkan. Salah satu tempat
wisata pantai yang bisa diandalkan adalah Pantai Lampuuk. Pantai ini disebut juga sebagai
Pantai Kuta di Aceh.
Pantai Lampuuk memiliki garis pantai sepanjang 5 km dari selatan ke utara dengan pasir
putih lembut dan tebing karang di ujung pantai

Pantai Lhoknga

Pantai Lhoknga berada tak jauh dari Pantai Lampuuk. Tempat wisata ini berjarak sekitar 20
km dari Banda Aceh. Pantai Lhoknga memiliki ombak dengan ketinggian 1,5 – 2 meter yang
cocok untuk olahraga ini.

Museum Tsunami

Tsunami yang pernah menerjang Aceh pada tahun 2004 menyisakan duka bagi warga Aceh
yang selamat. Untuk mengenang sekaligus menghormati korban meninggal, dibangunlah
sebuah Museum Tsunami di Jalan Sultan Iskandar Muda di tahun 2009. empat wisata di Aceh
ini banyak dikunjungi wisatawan yang ingin melihat apa saja yang tersisa dari gelombang
tsunami. Banyak benda-benda sisa bencana yang dipajang seperti sepeda milik korban.

Anda mungkin juga menyukai