LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien
II. Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien mengeluhkan nyeri pada pinggang
1
Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi (RSE) :
Pasien adalah seorang perempuan dengan status gizi cukup. Sosial ekonomi
menengah.
Mata
Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem
Conjunctiva tidak anemis
Sklera tidak tampak ikterik
Pupil: isokor kiri kanan
Hidung
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
Septum : terletak ditengah dan simetris
Mukosa hidung : tidak hiperemis
Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan
2
Telinga
Daun telinga : normal
Tofi : tidak ditemukan
Liang telinga : lapang
Membrana timpani : intake
Nyeri tekan mastoid : tidak nyeri tekan
Serumen : tidak ada
Sekret : tidak ada
Leher
Kelenjar getah bening:Tidak teraba membesar
Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
Trakea : letak di tengah
Thorax
Paru-Paru
Inspeksi : pergerakan nafas saat statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler di kedua paru, ronkhi -/-,
whezing -/-
3
Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis
sinistra, ICS 5
Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea parasternalis
sinistra
Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Lihat status lokalis
Ekstremitas atas
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat udem
Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat udem
Ekstremitas Bawah
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat udem
Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat udem
4
Regio : Suprapubic
Inspeksi : Kesan datar, warna kulit sama dengan sekitar, massa
tumor (-), scar (-), edema (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), buli buli teraba (-), massa tumor (-)
5
- PLT : 271 x 103/mm3
2. USG
6
VI. Diagnosa kerja
Batu Ureter D/S + DJ Stent D/S
VII. Diagnosa Banding
Pielonefritis akut, Uretrolithiasis, Nefrolithiasis, Ureterolithiasis
VIII. Resume
Pasien MRS dengan keluhan nyeri pada kedua pinggang yang
dirasakan +/- 10 hari yang lalu, nyeri dirasakan hilang timbul (+), pasien juga
merasa nyeri pada kedua lipatan paha (+), riw. urin berpasir (-), riw. urin
berwarna merah (-), riw. Batu ureter D/S (+) dan terpasang DJ stent pada ureter
kanan dan kiri. DJ stent kiri terpasang 2 bulan yang lalu dan DJ stent kiri
terpasang 1 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan tanda vital diperoleh tekanan
darah : 110/80 mmHg, nadi : 98 x/menit, pernafasan : 20 x/menit, suhu : 36,5°
C. Pada status urologi, regio costovertebralis diperoleh nyeri tekan (+/+), dan
nyeri ketok costovertebra (+/-). Pada pemeriksaan laboratorium di peroleh
kadar ureum : 64 mg/dl dan kreatinin : 4.9 mg/dl. Pada hasil USG abdomen
diperoleh hasil Batu Ureter D/S + DJ Stent D/S.
IX. Penatalaksanaan
Operatif : URS D/S
Teknik Operasi :
Posisi Litotomi (GA/TIVA)
Desinfeksi daerah genitalia dengan salvon
Tutup dengan doek steril Uretroskopy dengan sheat cystoscopy
22F
Uretroskopy kesan uretra normal
Cystoskopy : Kapasitas buli 250 cc
Tumor Buli : Tidak ditemukan
Nampak DJ Stent Kanan/Kiri
Inkrustasi belum nampak pada lingkaran DJ Stent
7
Ekstraksi DJ Stent kanan/kiri lengkap, tahanan ringan
Selesai operasi tanpa komplikasi
Medikamentosa
Pre op:
IVFD RL 20 tpm
Cefoperazone 1gr/12J/IV
Gentamicin 1gr/12J/IV
Novalgin 1gr /12J/IV
Post op:
IVFD RL : D5 = 2:3
Cyprofloxacin 2x500mg
Paracetamol 3x500mg
Edukatif post operatif : bed rest total, disiplin minum obat, jaga
hygiene dan pola makan sehat.
X. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Ureter
Ureter dextra :
Ureter Sinistra :
Anterior : Colon sigmoid, Mesocolon sigmoid, a.v llae & a.a Jejunalis,
a.v testiculari/orarica sinistra.
Posterior: M. Psoas Sinistra, Bifurcatio a. iliaca comunis Sinistra.
9
Sama dengan pielum, dinding ureter mempunyai lapisan otot yang kuat yang
dapat menyebabkan kontraksi hebat disertai nyeri sangat hebat. Dinding muskuler
tersebut mempunyai hubungan langsung dengan lapisan otot dinding pielum di
sebelah cranial dan dengan otot dinding buli-buli disebelah kaudal. Ureter menembus
dinding muskuler masuk ke kandung kemih secara miring sehingga dapat mencegah
terjadinya aliran balik dari kandung kemih ke ureter. Sepanjang perjalanan ureter dari
pielum menuju buli-buli secara anatomik terdapat beberapa tempat yang ukuran
diameternya relative lebih sempit dari pada ditempat lain, sehingga batu atau benda-
benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut ditempat itu. Tempat-tempat
penyempitan yang dimaksud adalah :
Vaskularisasi :
Innervasi :
10
- Ureter pars abdominalis : yang berada dari pelvis renalis sampai
menyilang vasa iliaka.
- ureter pars pelvika : mulai dari persilangan dengan vasa iliaka
sampai masuk ke kandung kemih.
B. EPIDEMIOLOGI
11
pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya
alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy)
yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan. Laki-laki : wanita= 3:1,
sekarang 2:1. Batu kalsium dan asam urat lebih banyak diderita laki-laki, sedangkan
insidensi batu struvit tinggi dialami wanita. (2)
C. ETIOLOGI (3),(4)
Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih,
gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya
membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis
papil) dan multifaktor.
a. Hiperkalsiuria
b. Hiperuresemia
c. Hiperparatiroidisme
3. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease
4. Dehidrasi
Kurang minum, suhu lingkungan tinggi
12
5. Benda asing
Fragmen kateter, telur sistosoma
6. Jaringan mati (nekrosis papil)
7. Multifaktor
a. Anak di negara berkembang
b. Penderita multitrauma
8. Batu idiopatik
13
Faktor intrinsik antara lain adalah :
1. Umur penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
2. Jenis kelamin jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan pasien
perempuan
3. Herediter penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
D. PATOFISIOLOGI (3)(4)
Teori pembentukan batu :
1. Teori Intimatriks
2. Teori Supersaturasi
3. Teori presipitasi-kristalisasi
14
4. Teori berkurangnya Faktor Penghambat
E. KOMPOSISI BATU
a. Batu kalsium
Kalsium merupakan ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% kalsium
plasma yang terionisasi dan tersedia untuk filtrasi di glomerulus. Lebih dari
95% kalsium terfiltrasi di glomerulus diserap baik pada tubulus proksimal
maupun distal, dan dalam jumlah yang terbatas dalam tubulus pengumpul.
Kurang dari 2% diekskresikan dalam urin. Banyak faktor yang
mempengaruhi availibilitas kalsium dalam larutan, termasuk kompleksasi
dengan sitrat, fosfat,dan sulfat. Peningkatan monosodium urat dan
penurunan pH urin mengganggu kompleksasi ini,dan oleh karena itu
menginduksi agregasi kristal.(1)
15
c. Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi
kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiriodisme
primer atau pada tumor paratiriod.
b. Batu oksalat
16
sayuran berwarna hijau terutama bayam.. Batu ginjal terjadi pada 5-10%
pasien dengan kondisi ini. Kalsium intralumen berikatan dengan lemak
sehingga menjadi tidak tersedia untuk mengikat oksalat. Oksalat yang
tidak berikatan mudah diserap. Oksalat yang berlebihan dapat terjadi
pencernaan ethylene glycol (oksidasi parsial oksalat). Hal ini dapat
mengakibatkan deposit kristal kalsium oksalat yang difus dan masif dan
kadang-kadang dapat menyebabkan gagal ginjal.(3)
c. Fosfat
d. Asam urat
17
Asam urat relatif tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan
tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya
membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu
asam urat adalah (1) urin yang terlalu asam(pH urin <6), (2) volume urin
yang jumlahnya terlalu sedikit (< 2 liter / hari), (3) hiperurikosuri atau
kadar asam urat tinggi (> 850 mg / 24 jam).(3)
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai
ukuran besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh
pelvikalises ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya
bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga sering
keluar spontan. Batu asam urat murni bersifat radiolusen, sehingga pada
pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran
kemih sehingga seringkali harus dibedakan dengan bekuan darah,
bentukan papila ginjal yang nekrosis, tumor, atau benzoar jamur. Pada
pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic
shadowing).(3)
e. Batu struvit
18
fosfat (MAP). Kuman pemecah fosfat anatranya adalah: Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus.(3)
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat
jarang dijumpai. Batu sisitin didapatkan karena kelainan metabolisme
sistin, yaitu kelainan dalam absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian batu
xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin
oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin
menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat
(magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam
jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu silikat. (5)
19
ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria
adalah penyakit inflamasi usus (inflamatory bowel disease) yang
diikuti dengan gangguan malabsorbsi.(3)
F. GAMBARAN KLINIS
Keluhan yang dialami pasien tergantung pada posisi atau letak batu,
besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling sering adalah
nyeri pinggang, bisa berupa nyeri kolik atau bukan kolik. Karena peristalsis,
akan terjadi gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul yang disertai
perasaan mual dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu
bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang – ulang
sampai batu bergeser dan memberi kesempatan air kemih untuk lewat. (3)(4)(5)
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien
sebagai nyeri pada saat berkemih atau sering kencing. Hematuria seringkali
dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang
disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan
urinalisis. (3)(4)(5)
Jika didapatkan demam harus curiga urosepsis dan ini merupakan
kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan
letak kelainan anatomik pada saluran kemih dan segera dilakukan terapi
berupa drainase dan pemberian antibiotik.(3)
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-
tanda gagal ginjal, retensi urin. (3)
20
Gambar 2.7. Batu saluran kemih
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
21
abnormal dimana urin berisi sejumlah protein. Kebanyakan protein terlalu
besar untuk melewati filter ginjal ke dalam urin. Namun, protein dari darah
dapat bocor ke dalam urin ketika glomeruli rusak. Proteinuria merupakan
tanda penyakit ginjal kronis (CKD), yang dapat disebabkan oleh diabetes,
tekanan darah tinggi, dan penyakit yang menyebabkan peradangan pada
ginjal. Sebagai akibat fungsi ginjal menurun, jumlah albumin dalam urin akan
meningkat. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor
penyebab timbulnya batu saluran kemih, antara lain kalsium, oksalat, fosfat,
maupun urat. (3)(4)
Pemeriksaan darah lengkap, dapat menentukan kadar hemoglobin yang
menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa juga didapatkan jumlah lekosit
yang meningkat akibat proses peradangan di ureter. (3)(4)(5)
b. Radiologis
Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat
dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrograde pielografi atau
dilanjutkan. Dengan anterograd pielografi, bila hasil retrograd pielografi tidak
memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO batu yang dapat dilihat
disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak tampak disebut
sebagai batu radiolusen. Berikut ini adalah urutan batu menurut densitasnya,
dari yang paling opak hingga yang paling bersifat radiolusen, kalsium
fosfat(opak), kalsium oxalat(opak), Magnesium (semi opak), amonium fosfat
(semi opak), sistin(non opak), asam urat (non opak). (3)(4)(5)
22
Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan, fungsi ginjal. Juga
untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang, tidak terlihat
oleh foto polos abdomen. (3)(4)
Ullrasonografi
USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP yaitu pada
keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada
wanita yang sedang hamil. Terlihat pada gambar echoic shadow jika terdapat batu.(3)
CT-scan
Teknik CT-scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk melihat
gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana terjadinya
obstruksi.(3)
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan :
23
saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas tetapi di
derita oleh seseorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang
diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) mempunyai resiko tinggi
dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang
bersangkutan sedang menjalankan profesinya, dalam hal ini batu harus
dikeluarkan dari saluran kemih.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit
seperti diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya
(misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang)
memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih
pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam
hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara
lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm.
Seperti disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar
spontan. Terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar
aliran urin dengan pemberian diuretikum, berupa :
24
tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi. (3)(4)(5)
25
Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian lanjutan
dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah
mulai tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di
Jerman. Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh
Prof.Djoko Raharjo di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat
generasi terbaru Perancis ini sudah dimiliki beberapa rumah sakit
besar di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent Bandung dan Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo. (3)(5)
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada
tiga jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik.
Masing-masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi
sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk
merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat
akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh. (3)(5)
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan
menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun
hampir semua jenis dan ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh
ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan efisiensi dari alat ini.
ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran
kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang
panggul). Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah
bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya
kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali
tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi,
kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita
hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas). (3)(5)
26
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita
dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada
data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya
diinformasikan sejelas-jelasnya. (3)
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
(3)(4)(5)
27
diambil secara utuh atau dipecah dulu. Keuntungan dari PNL, bila
batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau dihancurkan;
fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan
jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat
diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu
keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat
pendidikan lebih banyak menekankan pada URS dan ESWL
dibanding PNL.
Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
Ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah
tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar,
sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas.
Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu,
tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan
ketersediaan alat tersebut.
Ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan
menjaringnya melalui alat keranjang Dormia).
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang
memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun
ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan
terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
28
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat
batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun. (3)(4)(5)
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan
dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang
disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada
batu ureter yang melekat (impacted). (3)(4)
I. PROGNOSIS
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak
batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu,
makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi
dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan
29
adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan
fungsi ginjal. (3)(4)(5)
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Desen W, editor. Buku Ajar Onkologi Klinis. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2008.
2. Palinrungi AM. Lecture Note on Uro-Onkology Makassar: Division of
Urology, Department of Surgery, Faculty of Medicine, Hasanuddin
University; 2010.
3. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. 2nd ed. Malang: Sagung Seto; 2003
4. Konety BR, Carroll PR. Urothelial Carcinoma: Cancers of Bladder, Ureter &
Renal Pelvis. In Tanagho EA, McAninch JW. Smith's General Urology.
United Stated of America: Lange McGraw Hill; 2008. p. 308-320.
5. Galsky MD, Bajory DF. Bladder Cancer. In Schrier RW, editor. Diseases of
The Kidney & Urinary Tract. Colorado: Lippincott William & Wilkin; 2007.
31