Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien

No rekam medik : 63.78.01


Tanggal masuk RS : 09 November 2018
Nama : Ny. SI
Umur : 41 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Rumpala, Sinjai Barat
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah

II. Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien mengeluhkan nyeri pada pinggang

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :


Pasien MRS dengan keluhan nyeri pada kedua pinggang yang dirasakan +/- 10
hari yang lalu, nyeri dirasakan hilang timbul (+), pasien juga merasa nyeri pada
kedua lipatan paha (+), riw. urin berpasir (-), riw. urin berwarna merah (-), riw.
Batu ureter D/S (+) dan terpasang DJ stent pada ureter kanan dan kiri. DJ stent
kiri terpasang 2 bulan yang lalu dan DJ stent kiri terpasang 1 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Riw. HT (-), Riw. DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :
Riw. DM (-), riw. Hipertensi(-), riw.asma (-), riw. Pnyakit jantung (-). Tidak
ada saudara pasien yang mengalami gejala sama seperti pasien.

1
Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi (RSE) :
Pasien adalah seorang perempuan dengan status gizi cukup. Sosial ekonomi
menengah.

III. Pemeriksaan fisik


Keadan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5° C
Status general :
Kepala
 Normochepali
 Tidak tampak adanya deformitas

Mata
 Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem
 Conjunctiva tidak anemis
 Sklera tidak tampak ikterik
 Pupil: isokor kiri kanan

Hidung
 Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
 Septum : terletak ditengah dan simetris
 Mukosa hidung : tidak hiperemis
 Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan

2
Telinga
 Daun telinga : normal
 Tofi : tidak ditemukan
 Liang telinga : lapang
 Membrana timpani : intake
 Nyeri tekan mastoid : tidak nyeri tekan
 Serumen : tidak ada
 Sekret : tidak ada

Mulut dan tenggorokan


 Bibir : tidak pucat dan tidak sianosis
 Gigi geligi : lengkap, ada karies
 Palatum : tidak ditemukan torus
 Lidah : normoglosia
 Tonsil : T1/T1 tenang
 Faring : tidak hiperemis

Leher
 Kelenjar getah bening:Tidak teraba membesar
 Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
 Trakea : letak di tengah

Thorax
 Paru-Paru
Inspeksi : pergerakan nafas saat statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler di kedua paru, ronkhi -/-,
whezing -/-

3
 Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis
sinistra, ICS 5
Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea parasternalis
sinistra
Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Lihat status lokalis
 Ekstremitas atas
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat udem
Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat udem
 Ekstremitas Bawah
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat udem
Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat udem

IV. Status Urologi


 Regio : Costovertebralis
Inspeksi : Warna kulit sama dengan daerah sekitarnya, tanda
radang (-), hematom (-), scar (-), massa tumor (-)
Palpasi : Massa tumor (-), flank mass (-/-), nyeri tekan (+/+)

Perkusi : Nyeri ketok costovertebra (+/-)

Auskultasi : tidak dievaluasi

4
 Regio : Suprapubic
Inspeksi : Kesan datar, warna kulit sama dengan sekitar, massa
tumor (-), scar (-), edema (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), buli buli teraba (-), massa tumor (-)

Perkusi : tidak dievaluasi

Auskultasi : tidak dievaluasi


 Regio : Genetalia Eksterna
a. Vagina/vulva
Inspeksi : Warna lebih gelap dari sekitarnya, massa tumor (-),
hematom (-), scar (-), edema (-)
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)

Perkusi : tidak dievaluasi

Auskultasi : tidak dievaluasi


b. Perineum
Inspeksi : Warna sama dengan sekitarnya, massa tumor (-),
hematom (-), scar (-), edema (-)
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)

Perkusi : tidak dievaluasi

Auskultasi : tidak dievaluasi


V. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (Tanggal periksa: 09 November 2018)
- Ureum : 64 mg/dl
- Kreatinin : 4.9 mg/dl
- WBC : 48.2 x 103/mm3
- RBC : 3.89 x 106/mm3
- Hb : 10.5 gr/dl

5
- PLT : 271 x 103/mm3

2. USG

6
VI. Diagnosa kerja
Batu Ureter D/S + DJ Stent D/S
VII. Diagnosa Banding
Pielonefritis akut, Uretrolithiasis, Nefrolithiasis, Ureterolithiasis
VIII. Resume
Pasien MRS dengan keluhan nyeri pada kedua pinggang yang
dirasakan +/- 10 hari yang lalu, nyeri dirasakan hilang timbul (+), pasien juga
merasa nyeri pada kedua lipatan paha (+), riw. urin berpasir (-), riw. urin
berwarna merah (-), riw. Batu ureter D/S (+) dan terpasang DJ stent pada ureter
kanan dan kiri. DJ stent kiri terpasang 2 bulan yang lalu dan DJ stent kiri
terpasang 1 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan tanda vital diperoleh tekanan
darah : 110/80 mmHg, nadi : 98 x/menit, pernafasan : 20 x/menit, suhu : 36,5°
C. Pada status urologi, regio costovertebralis diperoleh nyeri tekan (+/+), dan
nyeri ketok costovertebra (+/-). Pada pemeriksaan laboratorium di peroleh
kadar ureum : 64 mg/dl dan kreatinin : 4.9 mg/dl. Pada hasil USG abdomen
diperoleh hasil Batu Ureter D/S + DJ Stent D/S.
IX. Penatalaksanaan
 Operatif : URS D/S
 Teknik Operasi :
 Posisi Litotomi (GA/TIVA)
 Desinfeksi daerah genitalia dengan salvon
 Tutup dengan doek steril Uretroskopy dengan sheat cystoscopy
22F
 Uretroskopy kesan uretra normal
 Cystoskopy : Kapasitas buli 250 cc
 Tumor Buli : Tidak ditemukan
 Nampak DJ Stent Kanan/Kiri
 Inkrustasi belum nampak pada lingkaran DJ Stent

7
 Ekstraksi DJ Stent kanan/kiri lengkap, tahanan ringan
 Selesai operasi tanpa komplikasi

 Medikamentosa
 Pre op:
IVFD RL 20 tpm
Cefoperazone 1gr/12J/IV
Gentamicin 1gr/12J/IV
Novalgin 1gr /12J/IV
 Post op:
IVFD RL : D5 = 2:3
Cyprofloxacin 2x500mg
Paracetamol 3x500mg

 Edukatif post operatif : bed rest total, disiplin minum obat, jaga
hygiene dan pola makan sehat.

X. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam

8
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Ureter

Ureter terletak di organ retroperitoneal. Ureter merupakan saluran muskuler


silindris urine yang mentranspor urin dari ginjal menuju vesica urinaria dengan
panjang sekitar 20-30 cm diameter 1.7 cm. Batas-batas Ureter:

Ureter dextra :

 Anterior : duidenum, ileum terminalis, a.v. colica dextra, a.v.


testicularis/ovarica dextra
 Posterior: m psoas dextra, bifurcatio a. iliaca communic dextra

Ureter Sinistra :

 Anterior : Colon sigmoid, Mesocolon sigmoid, a.v llae & a.a Jejunalis,
a.v testiculari/orarica sinistra.
 Posterior: M. Psoas Sinistra, Bifurcatio a. iliaca comunis Sinistra.

9
Sama dengan pielum, dinding ureter mempunyai lapisan otot yang kuat yang
dapat menyebabkan kontraksi hebat disertai nyeri sangat hebat. Dinding muskuler
tersebut mempunyai hubungan langsung dengan lapisan otot dinding pielum di
sebelah cranial dan dengan otot dinding buli-buli disebelah kaudal. Ureter menembus
dinding muskuler masuk ke kandung kemih secara miring sehingga dapat mencegah
terjadinya aliran balik dari kandung kemih ke ureter. Sepanjang perjalanan ureter dari
pielum menuju buli-buli secara anatomik terdapat beberapa tempat yang ukuran
diameternya relative lebih sempit dari pada ditempat lain, sehingga batu atau benda-
benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut ditempat itu. Tempat-tempat
penyempitan yang dimaksud adalah :

- Perbatasan pelvis renalis - ureter (pelvi-ureter junction).


- Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis.
- Saat masuk ke dalam vesica urinaria.

Vaskularisasi :

- Arteriae : arteri yang memperdarahi ureter adalah ujung atas oleh


arteri renalis, bagian tengah oleh arteri testicularis atau arteri
ovarica, dan didalam pelvis oleh arteri vesicalis inferior.
- Vena : vena dialirkan kedalam vena yang sesuai dengan arteri

Innervasi :

- Plexus renalis, testicularis, dan plexus hypogastricus (didalam


pelvis).
- Serabut aferen berjalan bersama denga saraf simpatis dan masuk
medulla spinalis setinggi segmen lumbalis I dan II.
Untuk kepentingan pembedahan ureter dibagi menjadi 2 bagian :

10
- Ureter pars abdominalis : yang berada dari pelvis renalis sampai
menyilang vasa iliaka.
- ureter pars pelvika : mulai dari persilangan dengan vasa iliaka
sampai masuk ke kandung kemih.

Untuk kepentingan radiology, dibagi 3 bagian :

 1/3 proksimal : dimulai dari pelvis renalis sampai batas atas


sacrum.
 1/3 medial : dimulai dari batas atas sacrum sampai batas bawah
sacrum.
 1/3 distal : dimulai dar batas bawah sacrum sampai masuk ke
kandung kemih.
Pengisian ureter dengan urin merupakan proses pasif.
Peristalsis pelvis ginjal dan ureter meneruskan air kemih dari ureter ke
kandung kemih, mengatasi tahanan pada hubungan antara ureter dan
kandung kemuh dan mencegah terjadinya refluks. Hubungan ureter
dan kandung kemih menjamin aliran urin bebas dari ureter ke dalam
bulu-buli. Susunan anatominya membentuk mekanisme katup
muscular sehingga makin terisi kandung kemih, katup uretervesika
makin tertutup rapat. (3)(4)

B. EPIDEMIOLOGI

Batu saluran kemih menduduki gangguan sistem kemih ketiga terbanyak


setelah infeksi saluran kemih dan BPH. Resiko pembentukan batu sepanjang
hidup(life time risk) dilaporkan berkisar 5-10%. Prevalensi pada orang arab > kulit
putih > asia > afrika. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan
peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUP-Cipto
Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847

11
pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya
alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy)
yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan. Laki-laki : wanita= 3:1,
sekarang 2:1. Batu kalsium dan asam urat lebih banyak diderita laki-laki, sedangkan
insidensi batu struvit tinggi dialami wanita. (2)

C. ETIOLOGI (3),(4)
Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih,
gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya
membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis
papil) dan multifaktor.

1. Gangguan aliran urin :


a. Fimosis
b. Hipertrofi prostate
c. Refluks vesiko-uretral
d. Striktur meatus
e. Ureterokele
f. Konstriksi hubungan ureteropelvik
2. Gangguan metabolisme :
Menyebabkan ekskresi kelebihan bahan dasar batu

a. Hiperkalsiuria
b. Hiperuresemia
c. Hiperparatiroidisme
3. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease
4. Dehidrasi
Kurang minum, suhu lingkungan tinggi

12
5. Benda asing
Fragmen kateter, telur sistosoma
6. Jaringan mati (nekrosis papil)
7. Multifaktor
a. Anak di negara berkembang
b. Penderita multitrauma
8. Batu idiopatik

Terdapat beberapa faktor yang mempermudahkan terjadinya batu saluran


kemih pada seseorang, yaitu :

Beberapa faktor ekstrinsik adalah :

1. Geografi  pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu


saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt, sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air  kurangnya asupan air dan tinggi kadar mineral kalsium
pada air yang dikosumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih
4. Diet  diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya batu saluran kemih
5. Pekerjaan  penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life. Immobilisasi
lama pada penderita cedera dengan fraktur multipel atau paraplegia yang
menyebabkan dekalsfikasi tulang dengan peningkatan ekskresi kalsium
dan stasis sehingga presipitasi batu mudah terjadi.

13
Faktor intrinsik antara lain adalah :

1. Umur  penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
2. Jenis kelamin  jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan pasien
perempuan
3. Herediter  penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

D. PATOFISIOLOGI (3)(4)
Teori pembentukan batu :

1. Teori Intimatriks

Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi


organik sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan
mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi
pembentukan batu

2. Teori Supersaturasi

Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti sistin,


xantin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu

3. Teori presipitasi-kristalisasi

Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam


urin. Urin yang bersifat asam akan mengendap sistin, xantin dan garam
urat. Urin alkali akan mengendap garam garam fosfat

14
4. Teori berkurangnya Faktor Penghambat

Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat,


polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah
terbentuknya batu saluran kemih.

E. KOMPOSISI BATU

a. Batu kalsium

Kalsium merupakan ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% kalsium
plasma yang terionisasi dan tersedia untuk filtrasi di glomerulus. Lebih dari
95% kalsium terfiltrasi di glomerulus diserap baik pada tubulus proksimal
maupun distal, dan dalam jumlah yang terbatas dalam tubulus pengumpul.
Kurang dari 2% diekskresikan dalam urin. Banyak faktor yang
mempengaruhi availibilitas kalsium dalam larutan, termasuk kompleksasi
dengan sitrat, fosfat,dan sulfat. Peningkatan monosodium urat dan
penurunan pH urin mengganggu kompleksasi ini,dan oleh karena itu
menginduksi agregasi kristal.(1)

Batu ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70 – 80 % dari


seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium
oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Predisposisi
kejadian hiperkalsiuria (kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250 –
300 mg / 24 jam), menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab :

a. Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan


absorbsi kalsium melalui usus.
b. Hiperkalsiuri renal karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi
kalsium melalui tubulus ginjal.

15
c. Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi
kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiriodisme
primer atau pada tumor paratiriod.

b. Batu oksalat

Oksalat merupakan produk limbah metabolisme normal dan relatif


tidak terlarut. Normalnya, sekitar 10-15% dari oksalat yang ditemukan
dalam urin berasal dari diet.

Sebagian besar oksalat yang masuk ke usus besar didekomposisi


bakteri. Diet, bagaimanapun dapat berdampak pada jumlah oksalat yang
ditemukan dalam urin. Setelah diserap melalui usus halus, oksalat tidak
dimetabolisme dan diekskresikan
hampir secara eksklusif oleh tubulus proksimal. Adanya kalsium dalam
lumen usus merupakan faktor penting yang mempengaruhi jumlah oksalat
yang diabsorbsi. Pengaturan oksalat dalam urin memainkan peran penting
dalam pembentukan batu kalsium oksalat. Ekskresi normal 20-45 mg/hari
dan tidak berubah secara signifikan menurut usia. Perubahan kecil pada
level oksalat dalam urin dapat menyebabkan dampak dramatis terhadap
supersaturasi kalsium oksalat. Prekursor utama oksalat adalah glisin dan
asam askorbat, namun dampak masuknya vitamin C (<2 g/hari)
diabaikan.

Hiperoksaluria (ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 g/hari) dapat


terjadi pada pasien dengan gangguan usus, terutama inflammatory bowel
disease, reseksi usus halus, bypass usus dan pasien yang banyak
mengonsumsi makanan yang kaya dengan oksalat, diantaranya adalah :
teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan

16
sayuran berwarna hijau terutama bayam.. Batu ginjal terjadi pada 5-10%
pasien dengan kondisi ini. Kalsium intralumen berikatan dengan lemak
sehingga menjadi tidak tersedia untuk mengikat oksalat. Oksalat yang
tidak berikatan mudah diserap. Oksalat yang berlebihan dapat terjadi
pencernaan ethylene glycol (oksidasi parsial oksalat). Hal ini dapat
mengakibatkan deposit kristal kalsium oksalat yang difus dan masif dan
kadang-kadang dapat menyebabkan gagal ginjal.(3)

c. Fosfat

Fosfat merupakan buffer dan berikatan dengan kalsiumdalam urin. Ini


adalah komponen penting dari batu kalsium fosfat dan batu amonium
magnesium fosfat. Ekskresifosfat urin pada orang dewasa normal
berkaitan dengan jumlah diet fosfat (terutama pada daging, produk susu,
dan sayuran). Sejumlah kecil fosfat yang difiltrasi oleh glomerulus secara
dominan diserap kembali oleh tubulus proksimal. Hormon paratiroid
menghambat reabsorpsi ini. Kristal utama yang ditemukan pada mereka
yang hiperparatiroidisme adalah fosfat, dalam bentuk hidroksiapatit,amorf
kalsium fosfat, dan karbonatapatit.(3)

d. Asam urat

Asam urat merupakan produk sampingan dari metabolisme purin.


Sekitar 5 – 10 % dari seluruh batu saluran kemih. Penyakit batu asam urat
banyak diderita oleh pasien – pasien penyakit gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang
banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah
sulfinpirazone, thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol dan
diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk
mendapatkan penyakit ini.(5)

17
Asam urat relatif tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan
tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya
membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu
asam urat adalah (1) urin yang terlalu asam(pH urin <6), (2) volume urin
yang jumlahnya terlalu sedikit (< 2 liter / hari), (3) hiperurikosuri atau
kadar asam urat tinggi (> 850 mg / 24 jam).(3)

Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai
ukuran besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh
pelvikalises ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya
bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga sering
keluar spontan. Batu asam urat murni bersifat radiolusen, sehingga pada
pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran
kemih sehingga seringkali harus dibedakan dengan bekuan darah,
bentukan papila ginjal yang nekrosis, tumor, atau benzoar jamur. Pada
pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic
shadowing).(3)

e. Batu struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya


batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab
infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang
dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi bersuasana
basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi:

CO(NH2)2 + H20  2NH3 + CO2

Suasana basa ini yang memudahkan garam – garam magnesium,


amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium

18
fosfat (MAP). Kuman pemecah fosfat anatranya adalah: Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus.(3)

f. Batu jenis lain

Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat
jarang dijumpai. Batu sisitin didapatkan karena kelainan metabolisme
sistin, yaitu kelainan dalam absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian batu
xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin
oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin
menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat
(magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam
jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu silikat. (5)

Keadaan lain yang menyebabkan terjadinya batu saluran kemih adalah :

I. Hipositraturia  di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium


membentuk kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium
dengan oksalat atau fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan
kalsium sitrat lebih mudah larut daripada kalsium oksalat. Oleh
karena itu sitrat bertindak sebagai penghambat pembentukan batu
kalsium. Hipositraturia terjadi pada: penyakit asidosis tubuli ginjal
atau renal tubular acidosis, sindrom malabsorpsi, atau pemakaian
diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama. Estrogen
meningkatkan ekskresi sitrat dan dapat menjadi faktor yang
mengurangi timbulnya batu pada wanita, terutama selama kehamilan.
Alkalosis juga meningkatkan sitrat ekskresi. (3)

II. Hipomagnesuria  Magnesium bertindak sebagai penghambat


timbulnya batu oksalat, karena dalam urin magnesium bereaksi
dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah

19
ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria
adalah penyakit inflamasi usus (inflamatory bowel disease) yang
diikuti dengan gangguan malabsorbsi.(3)

F. GAMBARAN KLINIS

Keluhan yang dialami pasien tergantung pada posisi atau letak batu,
besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling sering adalah
nyeri pinggang, bisa berupa nyeri kolik atau bukan kolik. Karena peristalsis,
akan terjadi gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul yang disertai
perasaan mual dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu
bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang – ulang
sampai batu bergeser dan memberi kesempatan air kemih untuk lewat. (3)(4)(5)
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien
sebagai nyeri pada saat berkemih atau sering kencing. Hematuria seringkali
dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang
disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan
urinalisis. (3)(4)(5)
Jika didapatkan demam harus curiga urosepsis dan ini merupakan
kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan
letak kelainan anatomik pada saluran kemih dan segera dilakukan terapi
berupa drainase dan pemberian antibiotik.(3)
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-
tanda gagal ginjal, retensi urin. (3)

20
Gambar 2.7. Batu saluran kemih

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium

Pemeriksaan urinalisis makroskopik didapatkan gross


hematuria.Pemeriksaan sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria,
hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. 85 % pasien dengan
batu ginjal didapatkan hematuria maksoskopik dan mikroskopik. Namun,
tidak ditemukannya hematuria tidak berarti menghilangkan kemungkinan
menderita batu ginjal. Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukkan adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea. (3)(4)
Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan
adanya pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu
fosfat. Bisa juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam
urat. (3)(4)
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya
penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani
pemeriksaan foto PIV. Proteinuria juga disebut albuminuria adalah kondisi

21
abnormal dimana urin berisi sejumlah protein. Kebanyakan protein terlalu
besar untuk melewati filter ginjal ke dalam urin. Namun, protein dari darah
dapat bocor ke dalam urin ketika glomeruli rusak. Proteinuria merupakan
tanda penyakit ginjal kronis (CKD), yang dapat disebabkan oleh diabetes,
tekanan darah tinggi, dan penyakit yang menyebabkan peradangan pada
ginjal. Sebagai akibat fungsi ginjal menurun, jumlah albumin dalam urin akan
meningkat. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor
penyebab timbulnya batu saluran kemih, antara lain kalsium, oksalat, fosfat,
maupun urat. (3)(4)
Pemeriksaan darah lengkap, dapat menentukan kadar hemoglobin yang
menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa juga didapatkan jumlah lekosit
yang meningkat akibat proses peradangan di ureter. (3)(4)(5)

b. Radiologis

Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu


radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium
fosfat bersifat radioopak, sedangkan batu asam urat bersifat radio lusen.

Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat
dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrograde pielografi atau
dilanjutkan. Dengan anterograd pielografi, bila hasil retrograd pielografi tidak
memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO batu yang dapat dilihat
disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak tampak disebut
sebagai batu radiolusen. Berikut ini adalah urutan batu menurut densitasnya,
dari yang paling opak hingga yang paling bersifat radiolusen, kalsium
fosfat(opak), kalsium oxalat(opak), Magnesium (semi opak), amonium fosfat
(semi opak), sistin(non opak), asam urat (non opak). (3)(4)(5)

22
Pielografi Intravena (IVP)

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan, fungsi ginjal. Juga
untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang, tidak terlihat
oleh foto polos abdomen. (3)(4)

Ullrasonografi

USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP yaitu pada
keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada
wanita yang sedang hamil. Terlihat pada gambar echoic shadow jika terdapat batu.(3)

CT-scan

Teknik CT-scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk melihat
gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana terjadinya
obstruksi.(3)

H. PENATALAKSANAAN

Tujuan :

 Menghilangkan batu untuk mempertahankan fungsi ginjal


 Mengetahui etiologi untuk mencegah kekambuhan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang
lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada batu
saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi,
atau harus diambil karena suatu indikasi social.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan
hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan
infeksi saluran kemih harus segera dikeluarkan. Kadang kala batu

23
saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas tetapi di
derita oleh seseorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang
diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) mempunyai resiko tinggi
dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang
bersangkutan sedang menjalankan profesinya, dalam hal ini batu harus
dikeluarkan dari saluran kemih.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit
seperti diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya
(misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang)
memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih
pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam
hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara
lain :

1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm.
Seperti disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar
spontan. Terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar
aliran urin dengan pemberian diuretikum, berupa :

a) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari


b) α - blocker
c) NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping
ukuran batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan
pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau
ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga
dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu
(misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal )

24
tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi. (3)(4)(5)

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)


Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau
prinsip kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara
mesin generasi lama dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi
baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi dengan
flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi
tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin
generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter
sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga
punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama,
sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan. (9)(10)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya


diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan
akan dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan
pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan
terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya
menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi
pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.
Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang. (5)(10)
ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis.
Pada Tahun 1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara in-
vitro penghancuran batu ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun
1974, secara resmi pemerintah Jerman memulai proyek penelitian dan
aplikasi ESWL. Kemudian pada awal tahun 1980, pasien pertama batu
ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich menggunakan mesin

25
Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian lanjutan
dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah
mulai tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di
Jerman. Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh
Prof.Djoko Raharjo di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat
generasi terbaru Perancis ini sudah dimiliki beberapa rumah sakit
besar di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent Bandung dan Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo. (3)(5)
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada
tiga jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik.
Masing-masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi
sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk
merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat
akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh. (3)(5)
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan
menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun
hampir semua jenis dan ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh
ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan efisiensi dari alat ini.
ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran
kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang
panggul). Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah
bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya
kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali
tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi,
kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita
hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas). (3)(5)

26
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita
dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada
data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya
diinformasikan sejelas-jelasnya. (3)

3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
(3)(4)(5)

Beberapa tindakan endourologi antara lain:

 PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan


batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan
alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi
fragmen-fragmen kecil. PNL yang berkembang sejak dekade 1980-
an secara teoritis dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter.
Tapi dalam prakteknya sebagian besar telah diambil alih oleh URS
dan ESWL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang
besar dan melekat masih ada tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL
adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan.
Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan nefroskop rigid
atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter

27
diambil secara utuh atau dipecah dulu. Keuntungan dari PNL, bila
batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau dihancurkan;
fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan
jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat
diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu
keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat
pendidikan lebih banyak menekankan pada URS dan ESWL
dibanding PNL.
 Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
 Ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah
tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar,
sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas.
Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu,
tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan
ketersediaan alat tersebut.
 Ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan
menjaringnya melalui alat keranjang Dormia).

4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang
memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun
ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan
terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),

28
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat
batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun. (3)(4)(5)

Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin


masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu,
ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau
anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu
ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-
penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.
(3)(4)(5)

5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan
dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang
disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada
batu ureter yang melekat (impacted). (3)(4)

Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan


selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari
timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-
rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun. (3)(4)

I. PROGNOSIS
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak
batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu,
makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi
dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan

29
adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan
fungsi ginjal. (3)(4)(5)

Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%


dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang
karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien
yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil
yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator. (3)(4)(5)

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Desen W, editor. Buku Ajar Onkologi Klinis. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2008.
2. Palinrungi AM. Lecture Note on Uro-Onkology Makassar: Division of
Urology, Department of Surgery, Faculty of Medicine, Hasanuddin
University; 2010.
3. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. 2nd ed. Malang: Sagung Seto; 2003
4. Konety BR, Carroll PR. Urothelial Carcinoma: Cancers of Bladder, Ureter &
Renal Pelvis. In Tanagho EA, McAninch JW. Smith's General Urology.
United Stated of America: Lange McGraw Hill; 2008. p. 308-320.
5. Galsky MD, Bajory DF. Bladder Cancer. In Schrier RW, editor. Diseases of
The Kidney & Urinary Tract. Colorado: Lippincott William & Wilkin; 2007.

31

Anda mungkin juga menyukai