Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK Tn G DENGAN MASALAH

KESEHATAN POST STROKE DI WISMA GIRI SARANGAN BALAI


PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA ABIYOSO
SLEMAN YOGYAKARTA

Disusun oleh
Silvia Rahayu Setyaningsih
2520142611 / 40 / 3D

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan asuhan keperawatan ini disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik
Keperawatan (PKK) Gerontik Semester VI di Wisma Giri Sarangan Balai Pelayanan
Sosial Tresna Werdha Abiyoso, Sleman, Yogyakarta, yang disahkan pada:

Hari :
Tanggal :
Tempat:

Mahasiswa

(Silvia Rahayu Setyaningsih)

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

( ) (Barkah Wulandari S.Kep.,Ns.,M.Kep)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK Tn G


DENGAN MASALAH KESEHATAN POST STROKE
A. Pengertian
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi
syaraf otak (Sudoyo Aru). Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik
untuk menjelaskan infark serebrum.
B. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan stroke:
1. Faktor yang tidak dapat dirubah (non reversible)
Jenis kelamin: pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding
wanita.
Usia: maki tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke.
Keturunan: adanya riwayat keluarga yang terkena stroke.
2. Faktor yang dapat dirubah (reversible)
a. Hipertensi
b. Penyakit jantung
c. Obesitas
d. Diabetes mellitus
e. Polisetemia
f. Stress emosional
g. Kebiasaan merokok
h. Peminum alkohol
i. Obat-obatan terlarang
j. Aktivitas yang tidak sehat: kurang olahraga, makanan
berkolesterol.

C. Patofisiologi
Penyakit serebrovaskuler mengacu pada abnormal fungsi susunan
syaraf pusat yang terjadi ketika suplai darah nornal ke otak terhenti. Patologi
ini melibatkan arteri, vena, atau keduanya. Sirkulasi serebral mengalami
kerusakan sebagai akibat sumbatan partial atau komplek pada pembuluh darah
atau hemoragi yang diakibatlan oleh robekan dinding pembuluh. Penyakit
vaskuler susunan syaraf pusat dapat diakibatkan oleh arteriosklerosis ( paling
umum ) perubahan hipertensif, malformasi, arterivena, vasospasme, inflamasi
arteritis atau embolisme. Sebagai akibat penyakit vaskuler pembuluh darah
kehilangan elastisitasnya menjadimkeras san mengalami deposit ateroma
,lumen pembuluh darah secara bertahap tertutup menyebabkan kerusakan
sirkulasi serebral dsan iskemik otak. Bila iskemik otak bersifat sementara
seperti pada serangan iskemik sementara, biasanya tidak terdapat defisit
neurologi.Sumbatan pembuluh darah besar menimbulkan infark serebral
pembuluh ini,suplai dan menimbulkan hemoragi. (Brunner & Suddarth, 2002)
Penurunan suplai darah ke otak dapat sering mengenai arteria vertebro
basilaris yang akan mempengaruhi N.XI (assesoris) sehingga akan
berpengaruh pada sisitem mukuloskeletal (s.motorik)sehingga terjadi
penurunan sistem motorik yang akan menyebabkan ataksia dan akhirnya
menyebabkan kelemahan pada satu atau empat alat gerak, selain itu juga pada
17 arteri vetebra basilaris akan mempengaruhi fungsi dari otot facial (oral
terutama ini diakibatkan kerusakan diakibatkan oleh kerusakan N.VII
(fasialis), N.IX (glasferingeus) N.XII (hipoglakus),karena fungsi otot
fasial/oral tidak terkontrol maka akan terjadi kehilangan dari fungsi tonus otot
fasial/oralsehingga terjadi kehilangan kemampuan untuk barbicara atau
menyebuit kata-kata dan berakhir dangan kerusakan artikulasi,tidak dapat
berbicara (disatria). Pada penurunan aliran darah ke arteri vertebra basilaris
akan mempengaruhi fuingsi N.X (vagus) dan N.IX (glasovaringeus) akan
mempengaruhi proses menelan kurang ,sehingga akan mengalami refluk,
disfagia dan pada akhirnya akan menyebabkan anoreksia dan menyebabkan
gangguan nutrisi. Keadaan yang terkait pada arteri vertebralis yaitu trauma
neurologis atau tepatnya defisit neurologis. N.I (olfaktorius) , N.II
(optikus),N.III (okulomotorik),N.IV (troklearis), N.VII (hipoglasus) hal ini
menyebabkan perubahan ketajaman, pengecapan, dan penglihatan,
penghidungan. Pada kerusakan N.XI (assesori) pada akhirnya akan
mengganggu kemampuan gerak tubuh.
D. Manifestasi klinik
1. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan searo badan
2. Tiba-tiba hilang rasa peka
3. Bicara cedel atau pelo
4. Gangguan bicara dan bahasa
5. Gangguan penglihatan
6. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
7. Gangguan daya ingat
8. Nyeri kepala hebat
9. Vertigo
10. Kesadaran menurun
11. Proses kencing terganggu
12. Gangguan fungsi otak
E. Pemeriksaan penunjang
1. Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
pendarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
2. Lumbal pungsi, CT Scan, EEG, Magnetic Imaging Resnance (MRI)
3. USG Doopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis)
F. Komplikasi
1. Kenaikan tekanan darah (hipertensi)
2. Kadar gula darah (tinggi)
3. Gangguan jantung
4. Infeksi/sepsis (gangguan ginjal dan hati)
G. Penatalaksanaan
1. Diagnostik seperti ingiografi serebral, yang berguna mencari lesi dan
aneurisme.
2. Pengobatan, karena biasanya pasien dalam keadaan koma, maka
pengobatan yang diberikan yaitu :
a. Kortikosteroid , gliserol, valium manitol untuk mancegah
terjadi edema acak dan timbulnya kejang.
b. Asam traneksamat 1gr/4 jam iv pelan-pelan selama tiga
minggu Serta berangsur-angsur diturunkan untuk mencegah
terjadinya Lisis bekuan darah atau perdarahan ulang.
3. Operasi bedah syaraf. (kraniotomi).
4. Adapun tindakan medis pasien stroke yang lainnya adalah
a. Deuretik : untuk menurunkan edema serebral.
b. Antikoagulan : untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosis atau emboli dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskuler.
c. Medikasi anti trombosit : Dapat disebabkan karena trombosit
memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan
trombus dan embolisasi
H. Pengkajian fokus

Pada klien dengan stroke , data yang dapat dikumpulkan meliputi:


1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan,
pendidikan dan status, serta diagnosa medis.
2. Pengkajian primer
Yaitu pengkajian yang diantaranya meliputi: airway, breathing, dan
circulation
3. Pengkajian sekunder, meliputi:
a. Keluahan utama
b. Riwayat kesehatan pasien
1) Riwayat kesehatan sekarang
2) Kesehatan masa lalu
3) Riwayat kesehatan keluarga
c. Pemeriksaan fisik antara lain :
1) Keadaan umum pasien
2) Data sistemik : Sistem repirasi, system persepsi sensor,
system kardiovaskuler, Sistem syaraf pusat, system
gastrointestinal, system muskuluskeletal, system
integument,system perkemihan.
d. Pola kebutuhan sehari – hari
1) Pola nutrisi
2) Kebutuhan oksigenasi
3) Cairan elektrolit
4) Pola eliminasi
5) Pola aktivitas
e. Data penunjang : GDS, SGPT, SGOT, kretinin, kolesterol total,
hasil CTscan,asam urat,trigleserit, LDH.
f. Psikososiobudaya dan sepiritual : psikologi, sosial, budaya,
spiritual.

I. Diagnosa keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot.
2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang
tidak adekuat
5. Ketidakefektiafan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
adanya perdarahan, oedema atau oklusi pembulu darah serebral.

J. Fokus intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi
aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema
serebral.

a. Intervensi :

i. Pantau atau catat status neurologis sesering


mungkin dan bandingkan dengan keadaan
normalnya atau standar.

ii. Pantau tanda-tanda vital.

iii. Catat perubahan data penglihatan seperti adanya


kebutaan, gangguan lapang pandang atau ke dalam
persepsi.
iv. Kaji fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara.

v. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan


dalam posisi anatomis (netral).

vi. Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan


lingkungan yang tenang, batasi pengunjung atau
aktivitas pasien sesuai indikasi.

vii. Cegah terjadinya mengejan saat terjadinya defekasi


dan pernafasan yang memaksa (batuk terus
menerus).

viii. Kolaborasi dalam pembarian oksigen dan obat


sesuai indikasi (Doenges, 2000).

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan fungsi


neurologis.

a. Intervensi :

i. Kaji kemampuan fungsional dan beratnya kelainan.

ii. Pertahankan kesejajaran tubuh (gunakan papan


tempat tidur, matras udara atau papan baku sesuai
indikasi.

iii. Balikkan dan ubah posisi tiap 2 jam.

iv. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan bantal.

v. Lakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif untuk


semua ekstremitas setiap 2 jam sampai 4 jam.

vi. Berikan dorongan tangan, jari-jari dan latihan kaki.


vii. Bantu pasien dengan menggunakan alat penyokong
sesuai indikasi.

viii. Berikan dorongan kepada pasien untuk melakukan


aktivitas kebutuhan sehari-hari.

ix. Mulai ambulasi progresif sesuai pesanan bantu


untuk duduk dalam posisi seimbang mulai dari
prosedur pindah dari tempat tidur ke kursi untuk
mencapai keseimbangan.

x. Konsulkan dengan dokter dan bagian terapi


(Tucker, 1998).

3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan


pada hemisfer bahasa atau wicara (kiri atau kanan)
a. Intervensi :

i. Bedakan antara gangguan bahasa dan gangguan


wicara.

ii. Kolaborasikan dengan praktis bicara untuk


mengevaluasi pasien dan merancang rencana.

iii. Ciptakan suatu atmosfir penerimaan dan privasi.

iv. Buat semua upaya untuk memahami komunikasi


pasien, mendengar dengan penuh perhatian, ulangi
pesan pasien kembali pada pasien untuk
memastikan pengertian, abaikan ketidaktepatan
penggunaan kata, jangan memperbaiki kesalahan,
jangan pura-pura mengerti bila tidak mengerti,
minta pasien untuk mengulang.

v. Ajarkan pasien tehnik untuk memperbaiki wicara,


instruksikan bicara lambat dan dalam kalimat
pendek pada awalnya, tanyakan pertanyaan yang
dapat dijawabnya ya atau tidak.

vi. Gunakan strategi untuk memperbaiki pemahaman


pasien, dapatkan pengetahuan pasien sebelum
bicara padanya, panggil dengan menyebutkan nama
pasien, lakukan pola bicara yang konsisten,
gunakan sentuhan dan perilaku untuk
berkomunikasi dengan tenang (Carpenito, 1999).

4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik


dan gangguan proses kognitif.
a. Intervensi :

i. Kaji derajat ketidakmampuan dalam melakukan


aktivitas perawatan diri (mandi, makan, toile
training).

ii. Lakukan perawatan kulit selama 4-5 jam, gunakan


loiton yang mengandung minyak, inspeksi bagian di
atas tulang yang menonjol setiap hari untuk
mengetahui adanya kerusakan.
iii. Berikan hygiene fisik total, sesuai indikasi, sisi
rambut setiap hari, kerams setiap minggu sesuai
indikasi.

iv. Lakukan oral hygiene setiap 4-8 jam, sikat gigi,


bersihkan membran mukosa dengan pembilas
mulut, jaga agar kuku tetap terpotong rapi dan
bersih.

v. Kaji dan pantau status nutrisi.

vi. Perbanyak masukan cairan sampai 2000 ml/hari


kecuali terhadap kontra indikasi.

vii. Pastikan eliminasi yang teratur.

viii. Berikan pelunak feses enema sesuai pesanan


(Tucker, 1998).

5. Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik, psikososial,


perseptual kognitif.

a. Intervensi:

i. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan


dengan derajat ketidakmampuan.

ii. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi


perubahan pada pasien.

iii. Anjurkan kepada pasien untuk mengeskpresikan


perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan
perasaan marah.
iv. Catat apakah pasien menunjukkan daerah yang sakit
atau pasien mengingkari daerah tersebut dan
mengatakan hal tersebut telah mati.

v. Akui pernyataan perasaa pasien tentang


pengingkaran terhadap tubuh, tetap pada kenyataan
bahwa pasien masih dapat menggunakan bagian
tubuhnya yang sakit.

vi. Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik


mengenai penyembuhan fungsi tubuh atau
kemandirian pasien.

vii. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan


berdandan yang baik.

viii. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan


kepada pasien melakukan sebanyak mungkin untuk
dirinya sendiri.

ix. Beri dukungan terhadap usaha setiap peningkatan


minat atau partisipasi pasien dalam kegiatan
rehabilitasi.

x. Berikan penguat terhadap penggunaan alat-alat


adaptif.

xi. Kolaborasi : rujuk pada evaluasi neuropsikologis


dan konseling sesuai kebutuhan.
6. Perubahan persepsi sensori berhubugnan dengan stres psikologis
(penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
a. Intervensi :

i. Evaluasi terhadap adanya gangguan penglihatan.


Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan
ketajaman persepsi, adanya diplobia.

ii. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal,


biarkan lampu menyala, letakkan benda dalam
jangkauan lapang penglihatan yang normal, tutup
mata yang sakit jika perlu.

iii. Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan


perabot yang membahayakan.

iv. Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas


atau dingin, tajam atau tumpul, posisi bagian tubuh
atau otot, rasa persendian.

v. Berikan stimulus terhadap rasa atau sentuhan

vi. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan

vii. Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila


perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.

viii. Observasi respon perilaku pasien seperti rasa


permusuhan, menangis, efek tidak sesuai, agitasi,
halusinasi.

ix. Hilangkan kebisingan atau stimulasi eksternal yang


berlebihan sesuai kebutuhan.
x. Bicara dengan tenang, perlahan dengan
menggunakan kalimat yang pendek, pertahankan
kontak mata (Doenges, 2000).

7. Resiko tinggi terhadap cidera yang berhubungan dengan defisit lapang


pandang motorik atau persepsi.
a. Intervensi :

i. Lakukan tindakan yang mengurangi bahaya


lingkungan : orientasi pasien dengan lingkungan
sekitarnya, instruksikan pasien untuk menggunakan
bel pemanggil untuk meminta bantuan, pertahankan
tempat tidur dan posisi rendah dengan atau semua
bagian pengaman tempat tidur terpasang.

ii. Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum


digunakan dengan menggunakan termometer bila
ada.

iii. Kaji ekstremitas setiap hari terhadai cidera yang


tidak terdeteksi.

iv. Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit


dilemaskan dengan lotion

v. Konsul dengan ahli terapi dengan pelatihan postur.

vi. Ajarkan pasien dengan keluarga untuk


memaksimalkan keamanan di rumah (Carpenito,
1999).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, 2006. Buku Ajar KMB.EGC : Jakarta.

Carpenito, L.J.2007.Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. EGC: Jakarta.

Doengoes, 2000.Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.

Harrizon.2008.Prinsip Ilmu Keperawatan Penyakit Dalam.EGC : Jakarta.

Mansjoer, Arif.2011.Ilmu Penyakit Saraf.EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai