Anda di halaman 1dari 24

PRESENTASI KASUS

PERITONITIS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Radiologi RSUD Kota Salatiga

Disusun Oleh :

Ashfi Millati
1713020029

Pembimbing: dr. Ita Rima Rahmawati, Sp. Rad

RSUD KOTA SALATIGA


KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan, presentasi kasus dengan judul

PERITONITIS

Disusun Oleh :
Ashfi Millati
1713020029

Telah dipresentasikan
Hari/tanggal: 14 November 2018

Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,

dr. Ita Rima Rahmawati, Sp. Rad

2
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Ngablak
Tanggal Masuk : 5 November 2018

3
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri perut
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Lokasi
Nyeri seluruh lapang perut menjalar ke punggung belakang.
b. Onset
Sejak 1 hari yang lalu.
c. Kualitas
Nyeri yang dikeluhkan pasien dideskripsikan nyeri tajam seperti ditusuk-tusuk
d. Kuantitas
Nyeri yang dirasakan pasien terus menerus, dengan Numeric Rating Pain Scale : 8-9
e. Faktor yang memperberat
Nyeri muncul setelah makan malam, saat bergerak
f. Faktor yang memperingan
Istirahat
g. Keluhan lain
Keringat dingin
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi terkontrol
4. Riwayat Penyakit Keluarga
-
5. Riwayat Personal Sosial
Wiraswasta

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : tampak kesakitan
2. Kesadaran : komposmentis
3. GCS : E4M5V6 = 15

4
4. Vital Sign
a. TD: 140/80 mmHg
b. N: 88 x/menit
c. R: 25 x/menit
d. S :36,7 °C
6. Status Generalis
a. Kepala : normocephal, terdapat vulnus excoriasi sebanyak 4 luka.
b. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek
cahaya (+/+)
c. Leher : Trakea di tengah, limfonoduli tidak teraba, JVP tidak meningkat,
tidak terdapat jejas, KGB tidak membesar
d. Thorax
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba, tidak kuat angkat
Perkusi : Tidak ditemukan cardiomegali
Auskultasi : S1S2 reguler, bising (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi :SD Vesikuler, STTidak ada
e. Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), massa (-), hepar/lien tidak teraba, defans
muscular (+)
Perkusi : timpani diseluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) menurun
f. Ekstremitas
Edema -/-, akral hangat +/+, CPR <2detik

5
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Hematologi
Lekosit 6,83 4.5-11 Ribu/ul
Eritrosit 4,69 4.50-6.5 Juta/ul
Hemoglobin 14,2 13-18 g/dl
Hematokrit 44,6 40-54 Vol%
Trombosit 292 150-450 Ribu/ul
MCV 95,2 85-100 Fl
MCH 30,3 28-31 Pg
MCHC 31,8 30-35 g/dl
Golongan darah ABO O
Hitung Jenis
Eosinofil% 1,0 1-6 %
Basofil% 0,3 0.0-1.0 %
Limfosit% 30,7 20-45 %
Monosit% 2,4 2-8 %
Neutrofil% 65,6 40-75 %
Kimia
Glukosa Darah Sewaktu 132 <140 Mg/dl
Ureum 60 10-50 Mg/dl
Kreatinin 1,1 1.0-1.3 Mg/dl
SGOT 18 <37 U/L
SGPT 15 <42 U/L
Imuno/Serologi
HBs Ag (rapid) Negatif Negatif

6
Gambar 1. Foto Abdomen 2 posisi AP supine

7
Gambar 2. Foto Abdomen 2 posisi LLD view

Foto abdomen 2 posisi, AP supine dan LLD view, kondisi foto cukup. Pemeriksaan
semierect lew tidak dapat dikerjakan dikarenakan pasien kesakitan
Klinis:
 Suspek ileus
Hasil:
 Preperitoneal fat line dextra tampak tegas
 Renal outline dan Psoas line bilateral samar
 Tampak dilatasi sebagian Sistema usus dengan fecal material yang prominent
 Tak tampak penebalan dinding sistema usus
 Pada posisi LLD tampak gambaran udara bebas ditempat tertinggi
 Sistema tulang yang tervisualisasi tampak intact
Kesan:
 Gambaran pneumoperitoneum
 Faecal material prominent

E. DIAGNOSIS : Peritonitis et causa perforasi

8
BAB II
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Peritonitis didefinisikan suatu proses inflamasi membran serosa yang
membatasi rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya. Peritonitis
dapat bersifat lokal maupun generalisata, infeksius ataupun steril (kimia dan
mekanik). Peradangan peritoneum dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur,
bahan kimia iritan, dan benda asing. 1
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara
inokulasi kecil-kecilan. Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen,
penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan
faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis. 2
Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya yang
sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya
apendisitis, salpingitis, infeksi tuba fallopi, rupture kista ovarium, perforasi ulkus
gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau
dari luka tembus abdomen. 1,3
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena
setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung
dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. 3

9
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau
seluruh selaput peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen.1,9
Peritonitis dapat bersifat lokal maupun generalisata, infeksius ataupun steril (kimia
dan mekanik). Rangsangan patologis pada peritoneum yang disebabkan mikroba
mengakibatkan peritonitis infeksi. Rangsangan payologis yang di sebabkan jejas
kimia atau mekanik mengakibatkan peritonitis steril.1

B. ANATOMI
Peritoneum terdiri atas dua bagian utama yailu peritoneum parietal, yang
melapisi dinding rongga abdominal dan peritoneum viseral yang menyelaputi semua
organ yang berada di dalam rongga itu. Ruang yang bisa lerdapat di antara dua lapis
ini disebut rongga peritoneum atau cavum peritoneum. Normalnya terdapat 50 mL
cairan bebas dalam rongga peritoneum, yang memelihara permukaan peritoneum
tetap licin. Pada orang laki-laki peritoneum berupa kantong tertutup; pada orang
perempuan saluran telur (tuba Fallopi) membuka masuk ke dalam rongga
peritoneum. 4

Gambar II.1 sinus paranasal

Gambar III. 1 Struktur Peritoneum

10
Gambar III. 2 Struktur Peritoneum

Lapisan peritonium dibagi menjadi 2, yaitu:


1. Lapisan yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis
2. Lapisan yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.1
Pada beberapa tempat peritoneum visceral dan mesenterium dorsal
mendekati peritoneum dorsal dan terjadi perlekatan. Akibat perlekatan ini, ada
bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alat-alat penggantung, dan akhirnya
berada disebelah dorsal peritoneum sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-
bagian yang masih mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang
dindingnya dibentuk oleh peritoneum parietal, dengan demikian:
1. Duodenum terletak retroperitoneal
2. Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung
mesenterium;
3. Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal;
4. Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung
disebut mesocolon transversum;
5. Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung
mesosigmoideum; caecum terletak intraperitoneal;
6. Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung
mesenterium.7

11
Dengan demikian, Sebuah organ dikatakan intraperitoneal kalau hampir
seluruh organ tersebut diliputi oleh peritoneum visceral. Gaster, jejunum, ileum,
dan lien merupakan contoh organ-organ intraperitoneal. Organ-organ
retroperitoneal terletak dibelakang peritoneum dan hanya sebagian diliputi oleh
peritoneum visceral. Pankreas, ginjal, rectum, colon asendens, dan colon
desendent merupakan contoh organ retroperitoneal.5,7
Peritoneum parietal disarafi oleh saraf aferen somatik dan visceral yang
cukup sensitif terutama pada peritoneum parietal bagian anterior, sedangkan pada
bagian pelvis agak kurang sensitif. Peritoneum visceral disarafi oleh cabang
aferen sistem otonom yang kurang sensitif. Saraf ini terutama memberikan respon
terhadap tarikan dan distensi, tetapi kurang respon terhadap tekanan dan tidak
dapat menyalurkan rasa nyeri dan temperature.4

Gambar III. 3 Organ Retroperitoneal

Fungsi utama peritoneum adalah menjaga keutuhan atau integritas organ


intraperitoneum. Menutupi sebagian besar dari organ-organ abdomen dan pelvis,
membentuk perbatasan yang halus yang memungkinkan organ saling bergeseran
tanpa ada penggesekan.4

12
C. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya, peritonitis dapat dibagi menjadi dua kelompok
yaitu infeksi atau steril. Rangsangan patologis pada peritoneum yang disebabkan
mikroba mengakibatkan peritonitis infeksi. Rangsangan patologis yang di sebabkan
jejas kimia atau mekanik mengakibatkan peritonitis steril. Peritonitis infeksi lebih
umum didapatkan dalam praktek sehari-hari bila dibandingkan dengan peritonitis
steril. 1,3

D. KLASIFIKASI
Berdasarkan sumber dan terjadinya kontaminasi mikrobial, peritonitis
diklasifikasikan menjadi: primer, sekunder, dan tersier, peritonitis kimia, dan abses
peritonitis. 1,2,9

1. Peritonitis primer sering disebabkan oleh persebaran kuman secara hematogen,


biasanya diakibatkan kondisi immunocompromized (AIDS, Kanker, Kelainan
Imunologis yang lain). Ditemukan pada penderita serosis hepatis yang disertai
asites, sindrom nefrotik, metastasis keganasan, dan pasien dengan peritoneal
dialisis. Kejadian peritonitis primer kurang dari 5% kasus bedah.
2. Peritonitis sekunder sering disebabkan oleh proses patologis yang berkaitan
dengan organ dalam (visceral). Peritonitis sekunder merupakan jenis peritonitis
yang paling umum, lebih dari 90% kasus bedah. Contoh peritonitis sekunder
adalah peritonitis yang disebabkan oleh perforasi organ dalam dan trauma.
Perforasi lambung karena penggunaan ibuprofen dan NSAID yang lain termasuk
dalam perforasi sekunder.
3. Peritonitis tersier adalah peritonitis yang tidak secara langsung berkaitan dengan
proses patologis organ dalam. Kejadian peritonitis tersier kurang dari 1% kasus
bedah. Contoh peritonitis tersier adalah pasien peritonitis primer atau sekunder
post-operative yang sudah dirawat beberapa hari dan tidak menunjukkan tanda-
tanda resolusi klinis (proses pengurangan gejala dan penyembuhan). Biasanya
pada peritonitis tersier, terapi antibiotik dan operasi sudah tidak memberikan
respon. Angka resistensi antibiotik sangat tinggi pada peritonitis tersier.

13
4. Peritonitis kimia disebabkan oleh bahan iritan seperti empedu, darah, barium atau
substansi lain atau inflamasi transmural organ visceral tanpa inokulasi bakteri dari
rongga peritoneum.
5. Peritoneal abscess menjelaskan pembentukan koleksi cairan yang terinfeksi
dikemas oleh eksudat fibrin, omentum, dan atau organ visceral yang berdekatan.
Mayoritas abses terjadi setelah SP . pembentukan abses mungkin komplikasi
operasi .

E. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Dari anamnesis, dapat di temukan beberapa gejala sebagai berikut :
a. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen merupakan gejala yang hamper selalu ada pada
peritonitis. Nyeri biasanya datang dengan onset yang tiba-tiba, hebat dan
pada penderita dengan perforasi nyerinya didapatkan pada seluruh bagian
1,9
abdomen. Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-
menerus, tidak ada henti-hentinya, rasa seperti terbakar dan timbul dengan
berbagai gerakan. Nyeri biasanya lebih terasa pada daerah dimana terjadi
peradangan peritoneum. Menurunnya intensitas dan penyebaran dari nyeri
menandakan adanya lokalisasi dari proses peradangan, ketika intensitasnya
bertambah meningkat diserta dengan perluasan daerah nyeri menandakan
penyebaran dari peritonitis.9
b. Anoreksia, mual, muntah dan demam
Pada penderita juga sering didapatkan anoreksia, mual dan dapat diikuti
dengan muntah. Penderita biasanya juga mengeluh haus dan badan terasa
seperti demam sering diikuti dengan menggigil yang hilang timbul.
Meningkatnya suhu tubuh biasanya sekitar 38OC sampai 40OC.9

2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda Vital
Tanda vital sangat berguna untuk menilai derajat keparahan atau komplikasi
yang timbul pada peritonitis. Pada keadaan asidosis metabolic dapat dilihat dari

14
frekuensi pernafasan yang lebih cepat daripada normal sebagai mekanisme
kompensasi untuk mengembalikan ke keadaan normal. Takikardi, berkurangnya
volume nadi perifer dan tekanan nadi yang menyempit dapat menandakan
adanya syok hipovolemik. Hal-hal seperti ini harus segera diketahui dan
pemeriksaan yang lebih lengkap harus dilakukan dengan bagian tertentu
mendapat perhatian khusus untuk mencegah keadaan yang lebih buruk.7,9
b. Inspeksi
Tanda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah adanya distensi
dari abdomen. Akan tetapi, tidak adanya tanda distensi abdomen tidak
menyingkirkan diagnosis peritonitis, terutama jika penderita diperiksa pada
awal dari perjalanan penyakit, karena dalam 2-3 hari baru terdapat tanda-tanda
distensi abdomen. Hal ini terjadi akibat penumpukan dari cairan eksudat tapi
kebanyakan distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik.9
c. Auskultasi
Auskultasi harus dilakukan dengan teliti dan penuh perhatian. Suara usus
dapat bervariasi dari yang bernada tinggi pada seperti obstruksi intestinal sampai
hamper tidak terdengar suara bising usus pada peritonitis berat dengan ileus.
Adanya suara borborygmi dan peristaltic yang terdengar tanpa stetoskop lebih
baik daripada suara perut yang tenang. Ketika suara bernada tinggi tiba-tiba
hilang pada abdomen akut, penyebabnya kemungkinan adalah perforasi dari
usus yang mengalami strangulasi.9
d. Perkusi
Penilaian dari perkusi dapat berbeda tergantung dari pengalaman pemeriksa.
Hilangnya pekak hepar merupakan tanda dari adanya perforasi intestinal, hal ini
menandakan adanya udara bebas dalam cavum peritoneum yang berasal dari
intestinal yang mengalami perforasi. Biasanya ini merupakan tanda awal dari
peritonitis. 9 Jika terjadi pneumoperitoneum karena rupture dari organ berongga,
udara akan menumpuk di bagian kanan abdomen di bawah diafragma, sehingga
akan ditemukan pekak hepar yang menghilang.9
e. Palpasi
Palpasi adalah bagian yang terpenting dari pemeriksaan abdomen pada
kondisi ini. Kaidah dasar dari pemeriksaan ini adalah dengan palpasi daerah

15
yang kurang terdapat nyeri tekan sebelum berpindah pada daerah yang dicurigai
terdapat nyeri tekan. Ini terutama dilakukan pada anak dengan palpasi yang kuat
langsung pada daerah yang nyeri membuat semua pemeriksaan tidak berguna.
Kelompok orang dengan kelemahan dinding abdomen seperti pada wanita yang
sudah sering melahirkan banyak anak dan orang yang sudah tua, sulit untuk
menilai adanya kekakuan atau spasme dari otot dinding abdomen. Penemuan
yang paling penting adalah adanya nyeri tekan yang menetap lebih dari satu titik.
Pada stadium lanjut nyeri tekan akan menjadi lebih luas dan biasanya didapatkan
spasme otot abdomen secara involunter. Orang yang cemas atau yang mudah
dirangsang mungkin cukup gelisah, tapi di kebanyakan kasus hal tersebut dapat
dilakukan dengan mengalihkan perhatiannya. Nyeri tekan lepas timbul akibat
iritasi dari peritoneum oleh suatu proses inflamasi. Proses ini dapat terlokalisir
pada apendisitis dengan perforasi local, atau dapat menjadi menyebar seperti
pada pancreatitis berat. Nyeri tekan lepas dapat hanya terlokalisir pada daerah
tersebut atau menjalar ke titik peradangan yang maksimal.9
Pada peradangan di peritoneum parietalis, otot dinding perut melakukan
spasme secara involunter sebagai mekanisme pertahanan. Pada peritonitis,
reflek spasme otot menjadi sangat berat seperti papan.7,9

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk
pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada
peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu : 5,9
1.Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior ( AP ).
2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
horizontal proyeksi AP.
3.Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus
buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah :7
1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line
menghilang, dan kekaburan pada cavum abdomen.

16
2. .Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan
sabit (semilunair shadow).
3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling
tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis
dengan dinding abdomen.
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan
pada cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan
adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal. 2,7

Gambar III.4 : Posisi erect. Udara bebas di sub-


diafragma pada foto radiologi (12)

Gambar III.5 : Posisi lateral decubitus. Terdapat


udara bebas antara dinding abdomen dan liver
(panah putih). Dan juga cairan bebas pada
peritoneum (panah hitam) (12)

17
Gambar III. 6 : Rigler’s sign, foto radiologi abdomen yang terlihat ketika
terdapat udara pada dua sisi dari usus.(13)

Gambar III. 7 : foot ball sign. Berbentuk oval, biasanya pada bayi(13)

18
Gambar III. 8 : Falciform ligament sign. Radiografi abdominal posisi supine pada pasien
menunjukkan adanya udara di ruang subphrenic bilateral dan kepadatan linear pada
bagian ventral.(13)

Gambar III. 9 : triangle sign. Udara bebas yang terperangkap di antara 3 loop usus.(13)

19
Gambar III.10 : Doges cap sign. Udara bebas di Morrison’s pouch (13)

Temuan gas bebas intraperitoneal biasanya diasosiasikan dengan perforasi dari


viskus berongga dan membutuhkan intervensi bedah dengan segera. Anamnesis
menyeluruh dan pemeriksaan fisik tetap yang paling penting dalam menegakkan
diagnosa pneumoperitoneum.

F. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus
septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan
nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri. 1,3,9
Resusitasi dengan larutan saline isotonik sangat penting.Pengembalian
volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen,
nutrisi, dan mekanisme pertahanan.Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan
darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi. 9

20
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri
dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian diubah
jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme
mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga
merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat
pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi. 9
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan
operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang
menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup.Jika
peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi.Tehnik operasi yang
digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat
patologis dari saluran gastrointestinal.Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang
terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus
yang perforasi. 9
Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan
menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi
ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal
sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila
peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena
tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.2
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa
drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat
menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan
dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan
untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi. 2

G. PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini baik pada peritonitis local dan ringan sedangkan
prognosisnya buruk (mematikan) pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh
organism virulen. 3

21
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang laki-laki usia 53 tahun mengeluh nyeri perut sejak 1 hari smrs, nyeri perut
terasa terus menerus dan semakin memberat. Pada penegakan diagnosis berdasarkan
anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, didapatkan kecocokan antar teori
dengan keadaan pasien. Hal yang penting di bahas yaitu pada hasil pemeriksaan radiologi
didapatkan udara bebas di rongga peritoneum, hal tersebut menandakan adanya perforasi hal
tersebut sesuai dengan diagnosis pasien yaitu peritonitis et causa perforasi.

22
BAB V
KESIMPULAN

1. Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau seluruh
selaput peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen.
2. Peritonitis dapat bersifat lokal maupun generalisata, infeksius ataupun steril (kimia
dan mekanik).
3. Rangsangan patologis pada peritoneum yang disebabkan mikroba mengakibatkan
peritonitis infeksi. Rangsangan patologis yang di sebabkan jejas kimia atau mekanik
mengakibatkan peritonitis steril.
4. Penegakan diagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang serta tatalaksana yang tepat dapat sangat mengurangi penderitaan pasien.
5. Gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen,
preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma
atau intra peritoneal.
6. Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang
dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran
cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik
(apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah
keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Daley. J. B. 2015. Peritonitis And Abdominal Sepsis. University Of Tennessee


Health Science Center College Of Medicine.
2. Schrock. T. R. 2000. Peritonitis Dan Massa Abdominal Dalam Ilmu Bedah, Ed.7.
Jakarta : Egc.
3. Wilson. L. M., Lester. L .B. 1995. Usus Kecil Dalam Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Ed.4. Alih Bahasa Dr. Peter Anugrah, Jakarta:EGC.
4. Pearce, Evelyn. C. 2006. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta :
Pt.Gramedia Pustaka Utama.
5. Levy, Angela D. 2009. Peritoneum and mesentery, Part I anatomy. Department Of
Radiologic Pathology, Armed Forces Institute Of Pathology, Washington Dc
Associate.
6. Mansjoer , Arif, Dkk. 2000. Bedah Digestif. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi
Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit Fkui.
7. Schwartz. S. J., Shires. S. T. S., Spencer. F.C. 2000. Peritonitis Dan Abces
Intraabdomen Dalam Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Ed.6. Jakarta : Egc.
8. Dan L. Longo, Anthony S. Fauci, Dennis L. Kasper, Stephen L. Hauser, J. Larry
Jameson, Joseph Loscalzo, Eds. 2008. Harrison’s Principle of Internal Medicine 17th
Edition. USA : The McGraw-Hill Companies.
9. ME , Breen, Dorfman M, Chan SB. 2008. Pneumoperitoneum Without Peritonitis:
A Case Report. Am J Emerg Med, 26:841. e1-2

24

Anda mungkin juga menyukai