Lapsus Achalsia Esofagus Nuan Edit 1
Lapsus Achalsia Esofagus Nuan Edit 1
ACHALASIA ESOFAGUS
Disusun Oleh :
Nuan Syafrina
1713020031
1
HALAMAN PENGESAHAN
ACHALASIA ESOFAGUS
Disusun Oleh :
Nuan Syafrina
1713020031
Telah dipresentasikan
Hari/tanggal: 14 November 2018
Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,
2
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Umur : 34 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Boyolali
Tanggal Masuk : 4 November 2018 pukul 10:10 WIB
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
sulit untuk menelan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Lokasi
Di bagian leher
b. Onset
Pasien merasakan keluhan sulit menelan kurang lebih sudah 1 tahun
c. Kualitas
Rasa sulit menelan dirasakan seperti mengganjal di gaian leher sampi ke
bawah leher
d. Kuantitas
Rasa mengganjal yang dirasakan pasien berangsur-angsur menghilang
tetapi membutuhkan waktu yang lama hingga 1 hari saat di masukan
makanan, dengan Numeric Rating Pain Scale : 3-4
e. Faktor yang memperberat
Keluhan bertambah berat saat pasien menelan makanan atau minuman
3
f. Faktor yang memperingan
Keluhan terasa mereda saat pasien sedang istirahat dan saat tidak di
masukan makanan dan minuman
g. Keluhan lain
Pasien mengeluhkan rasa mual, namun tidak sampai muntah, demam (-),
BAB dalam batas normal,BAK dalam batas normal. Saat menelan
makanan atau minuman terkadang ada rasa makanan yang di telan seperti
naik ke atas dan tidak tertelan
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga tidak ada yang menderita keluhan yang sama ataupun kelainan
kongenital yang lain
5. Riwayat Personal Sosial
Bekerja sebagai PNS dengan aktifitas sehari-hari yang tidak terlalu berat
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum:
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS : E 4 – V5 –M 6
Kesan Gizi : Normal
Keadaan lain : Pucat (-), sianosis (-), sesak (-)
3. Kulit:
Warna : Sawo matang
4
Sianosis : Tidak ada
Hemangiom : Tidak ada
Turgor : Cepat kembali
Kelembaban : Cukup
Pucat : Tidak ada
4. Kepala:
Bentuk : Mesosefali, deformitas (-)
5. Rambut:
Warna : Hitam
Tebal/tipis : Tebal
Distribusi : Merata
Alopesia : Tidak ada, tidak mudah dicabut
6. Mata:
Palpebra : edema (-), tidak cekung
Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut
Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak ikterik
Produksi air mata : Cukup
7. Pupil :
Diameter : 3 mm / 3mm
Simetris : Isokor
Reflek cahaya : +/+
Kornea : Jernih
8. Telinga:
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : Minimal
5
Nyeri : Tidak ada
9. Hidung:
Bentuk : Simetris
Pernafasan Cuping Hidung : -
Epistaksis : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
10. Mulut:
Bentuk : Simetris
Bibir : Mukosa bibir basah, warna merah muda
Gusi : Tidak mudah berdarah
Gigi : Tidak tumbuh
11. Lidah:
Bentuk : simetris
Pucat/tidak : Tidak pucat
Tremor/tidak : Tidak tremor
Kotor/tidak : Tidak kotor
Warna : Merah muda
12. Leher :
a) Vena Jugularis :
Pulsasi : Tidak terlihat
Tekanan : Tidak meningkat
b) Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada
c) Kaku kuduk : Tidak ada
d) Massa : Tidak ada
13. Toraks :
Dinding dada/paru :
Inspeksi :
6
Bentuk : Simetris
Retraksi : ( –) Lokasi : ( –)
Dispnea : ( –)
Pernafasan : Thorakal
Palpasi :
Fremitus vokal : Simetris
Perkusi : Sonor kanan-kiri
Auskultasi:
Suara Napas Dasar: vesikuler
Suara Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-), stridor (-)
Jantung :
Inspeksi :
Iktus : Tidak terlihat
Palpasi :
Apeks : Tidak teraba, Lokasi : –
Thrill : Tidak ada
Perkusi :
Batas kanan : ICS II-IV
Batas kiri : ICS II- V
Batas atas : ICS II
Auskultasi :
Frekuensi : 90 x/menit, Irama : Reguler
Suara Dasar : S1 dan S2 Tunggal
Bising : Tidak ada, Derajat : ( –)
Lokasi : ( –)
14. Abdomen :
Inspeksi :
Bentuk : supel
Palpasi :
Hati : Tidak teraba
7
Ginjal : Tidak teraba
Massa : Tidak ada
Perkusi :
Timpani/pekak : Timpani
Asites : –
Auskultasi :
Bising Usus (+) Normal
Lain-lain : –
15. Ekstremitas :
a. Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-/-) dan tidak ada parese,
capillary refill time< 2 detik
b. Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-/-) dan tidak ada parese,
capillary refill time< 2 detik
8
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 04-11-2018
9
Gambar 1. Plain foto
10
Gambar 2. Esofagografi
11
Hasil :
1. Plain foto :
Airway di tengah, tak tampak opasitas pada region colli dan torax
atas , sistema tulang yang tervisualisasi intak
♦Esofagograf :
Pasien di minumkan kontras barium sebanyak 2 sendok makan,
dilakukan exspose AP view. Pasien kembali diminumkan 2 sendok makan
larutan barium dan diexpose RAO view, diulangi 2 kali. Selanjutnya diambil
foto AP tampak melebar esophagus inferior sampai dengan gaster.
Tampak kontras mengisi esophagus pars cervical, upper toracal ,mid
dan lower thoracal. Passase kontras lancer. Posisi esophagus baik, tak
tampak filling defect maupun additional defect, caliber lumen tampak
melebar lk 4,5cm s/d 5,4cm sangat jelas pada mid thoracal dan lower
thoracal, kemudian menyempit drastis pada lower esophagus membentuk
gambaran mouse tail appearance
2. Kesan :
Dilatasi esophagus dengan mouse tail appereance sesuai
gambaran achalasia
12
13
Gambar 3 : Esofagogastroduodenoskopi
14
BAB II
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akalasia adalah suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya
peristaltik korpus esofagus bagian bawah dan sfingter esofagus bagian bawah
yang hipertonik sehingga tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna
sewaktu menelan makanan. Secara histopatologis kelainan ini ditandai oleh
degenerasi ganglia pleksus mesentrikus. Akibat keadaaan ini akan terjadi statis
makanan dan selanjutnya akan timbul pelebaran esofagus.2
Achalasia dideskripsikan pertama kali pada tahun 1672 oleh Sir Thomas
Willis. Pada tahun 1881, von Mikulicz mendeskripsikan penyakit ini sebagai
suatu kardiospasme, di mana gejalanya lebih disebabkan oleh suatu gangguan
fungsional daripada suatu gangguan mekanik. Pada tahun 1929, Hurt dan Rake
menyatakan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh kegagalan spinchter
esofagus bawah untuk berelaksasi. Mereka lalu menyebutnya sebagai
“achalasia”, sebuah kata dari bahasa Yunani yang berarti gagal untuk
berelaksasi.9
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
B. EPIDEMOLOGI
Prevalensi akalasia sekitar 10 kasus per 100.000 populasi. Namun,
hingga sekarang, insidens penyakit ini telah cukup stabil dalam 50 tahun terakhir
yaitu sekitar 0,5 kasus per 100.000 populasi per tahun. Rasio kejadian penyakit
ini sama antara laki-laki dengan perempuan. Menurut penelitian, distribusi umur
pada akalasia biasanya sering terjadi antara umur kelahiran sampai dekade ke-9,
tapi jarang terjadi pada 2 dekade pertama (kurang dari 5% kasus didapatkan
pada anak-anak). Umur rata-rata pada pasien orang dewasa adalah 25-60 tahun.5
16
C. ANATOMI
Esofagus merupakan tabung muskular, kurang lebih 25 cm panjangnya
dengan rata-rata diameter 2 cm, yang memanjang dari faring sampai lambung.
Esofagus:
1. Mengikuti kecembungan dari kolumna vertebra sebagaimana esofagus turun
melalui leher dan mediastinum.
2. Melewati hiatus esofagus eliptikal dalam otot krus kanan diafragma, hanya
ke sebelah kiri dari bidang median pada tingkat vertebra thorakalis T10.
3. Terminasi pada esophagogastric junction, dimana benda-benda yang
tercerna memasuki orificium kardia dari lambung terletak pada sebelah kiri
dari garis tengah pada tingkaty kartilago kosta kiri yang ke-7 dan vertebra
thorakalis T11; esofagus adalah retroperitoneal selama gambaran
abdominalnya yang pendek.
4. Esofagus sirkular dan lapisan longitudinal ekterna otot. Pada superior ke-3,
lapisan eksternal terdiri atas otot striata volunter, inferior ke-3 tersusun atas
otot halus, dan sepertiga tengah terbentuk dari kedua tipe otot.3
17
Studi radiologis menunjukkan bahwa makanan atau cairan mungkin dihentikan
disini pada saat tertentu dan bahwa mekanisme sphincter secara normal efisien
dalam mencegah refluks dari isi gaster ke dalam esofagus.3
1. Suplai arteri dari arteri gastrica sinistra, cabang dari trunkus celiaca, dan arteri
frenikus inferior sinistra.
2. Drainase vena secara primer pada sistem vena portal melalui vena gastrica
sinistra, sementra bagian thoracic proximal dari esofagus mendrainase
utamanya kepada sistem vena sistemik melalui vena esofagus yang melewati
vena azygos. Meskipun demikian, vena dari dua bagian esofagus berhubungan
dan memberikan sebuah anastomosis sistemik portal yang penting secara
klinis.
3. Drainase limfatik ke dalam nodul limfatikus gastrica sinistra, yang mana
berbalik mendrainase utamanya ke nodus limfatikus celiacus.
Inervasi dari trunkus vagal (menjadi anterior dan nervus gastricus
posterior), trunkus simpatikus thoracica via nervus splanchnicus mayor
(abdominopelvis), dan plexus periarterial disekitar arteri gastrica sinistra dan arteri
frenikus inferior sinistra.3
D. ETIOLOGI
18
E. PATOFISIOLOGI
1. Neuropatologi
Beberapa macam kelainan patologi dari akalasia telah banyak
dikemukakan. Beberapa dari perubahan ini mungkin primer (misal:
hilangnya sel-sel ganglion dan inflamasi mienterikus), dimana yang lainnya
(misal : perubahan degeneratif dari n. vagus dan nukleus motoris dorsalis
dari n. vagus, ataupun kelaianan otot dan mukosa) biasanya merupakan
penyebab sekunder dari stasis dan obstruksi esofagus yang lama.
2. Kelainan pada Innervasi Ekstrinsik
Saraf eferen dari n. vagus, dengan badan-badan selnya di nukleus
motoris dorsalis, menstimulasi relaksasi dari LES dan gerakan peristaltik
yang merupakan respon dari proses menelan. Dengan mikroskop cahaya,
serabut saraf vagus terlihat normal pada pasien akalasia. Namun demikian,
dengan menggunakan mikroskop elektron ditemukan adanya degenerasi
Wallerian dari n. vagus dengan disintegrasi dari perubahan aksoplasma pada
sel-sel Schwann dan degenarasi dari sehlbung myeh’n, yang merupakan
perubahan-perubahan yang serupa dengan percobaan transeksi saraf.
3. Kelainan pada Innervasi Intrinsik
Neuron nitrergik pada pleksus mienterikus menstimulasi inhibisi
disepanjang badan esofagus dan LES yang timbul pada proses menelan.
Inhibisi ini penting untuk menghasilkan peningkatah kontraksi yang stabil
sepanjang esofagus, dimana menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi
dari LES. Pada akalasia, sistem saraf inhibitor intrinsik dari esofagus
menjadi rusak yang disertai inflamasi dan hilangnya sel-sel ganglion di
sepanjang pleksus mienterikus Auerbach.
4. Kelainan Otot Polos Esofagus
Pada muskularis propria, khususnya pada otot polos sirkuler biasanya
menebal pada pasien akalasia. Goldblum mengemukakan secara mendetail
beberapa kelainan otot pada pasien akalasia setelah proses esofagektomi.
Hipertrofi otot muncul pada semua kasus, dan 79% dari specimen
memberikan bukti adanya degenerasi otot yang biasanya melibatkan fibrosis
tapi tennasuk juga nekrosis likuefaktif, perubahan vakuolar, dan kalsifikasi
19
distrofik. Disebutkan juga bahwa perubahan degeneratif disebabkan oleh
otot yang memperbesar suplai darahnya oleh karena obstruksi yang lama dan
dilatasi esofagus. Kemungkinan lain menyebutkan bahwa hipertrofi otot
merupakan reaksi dari hilangnya persarafan.
5. Kelainan pada Mukosa Esofagus
Kelainan mukosa, di perkirakan akibat sekunder dari statis luminal
kronik yang telah digambarkan pada akalasia. Pada semua kasus, mukosa
skuamosa dari penderita akalasia menandakan hiperplasia dengan
papillamatosis dan hiperplasia sel basal. Rangkaian p53 pada mukosa
skuamosa dan sel CD3+ selalu melebihi sel CD20+, situasi ini signifikan
dengan inflamasi kronik, yang kemungkinan berhubungan dengan tingginya
resiko karsinoma sel skuamosa pada pasien akalasia.
6. Kelainan Otot Skelet
Fungsi otot skelet pada proksimal esofagus dan spingter esofagus
atas terganggu pada pasien akalasia. Meskipun peristaltik pada otot skelet
normal tetapi amplitude kontraksi peristaltik mengecil. Massey dkk. juga
melaporkan bahwa refleks sendawa juga terganggu. Ini menyebabkan
esofagus berdilatasi secara masif dan obstruksi jalan napas akut.
7. Kelainan Neurofisiologik
Pada esofagus yang sehat, neuron kolinergik eksftatori melepaskan
asetilkolin menyebabkan kontraksi otot dan meningkatkan tonus LES,
dimana inhibisi neuron NO/VIP memediasi inhibisi sehingga mengbambat
respon menelan sepanjang esofagus, yang menghasilkan gerakan peristaltik
dan relaksasi LES. Kunci kelainan dari akalasia adalah kerusakan dari
neuron inhibitor postganglionik dari otot sikuler LES.2
1. Fase oral, makanan dalam bentuk bolus akibat proses mekanik bergerak pada
dorsum lidah menuju orofaring, palatum mole dan bagian atas dinding
posterior faring terangkat.
20
2. Fase pharingeal, terjadi refleks menelan (involuntary), faring dan laring
bergerak ke atas oleh karena kontraksi m. Stilofaringeus, m. Salfingofaring,
m. Thyroid dan m. Palatofaring, aditus laring tertutup oleh epiglotis dan
sfingter laring.
3. Fase oesophageal, fase menelan (involuntary) perpindahan bolus makanan
F. GAMBARAN KLINIS 4
Akalasia biasanya mulai pada dewasa muda walaupun ada juga yang
ditemukan pada bayi dan sangat jarang pada usia lanjut. Biasanya gejala yang
ditemukan adalah
1. Disfagia merupakan keluhan utama dari penderita Akalasia. Disfagia dapat
terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan emosi.
Disfagia dapat berlangsung sementara atau progresif lambat. Biasanya cairan
lebih sukar ditelan dari pada makanan padat.
2. Regurgitasi dapat timbul setelah makan atau pada saat berbaring. Sering
regurgitasi terjadi pada malam hari pada saat penderita tidur, sehingga dapat
menimbulkan pneumonia aspirasi dan abses paru.
3. Rasa terbakar dan Nyeri Substernal dapat dirasakan pada stadium permulaan.
Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah epigastrium dan
rasa nyeri ini dapat menyerupai serangan angina pektoris.
4. Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusaha mengurangi
makannya unruk mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri di
daerah substernal.
5. Gejala lain yang biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh pada substernal
dan akibat komplikasi dari retensi makanan.
6. Pada anak yang paling sering adalah muntah persisten.
21
G. DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan yang berarti. Dengan
anamnesis sebetulnya sudah dapat diduga adanya akalasia, walaupun demikian
tetap harus dipikirkan diagnosis banding penyakit keganasan, stenosis, atau
benda asing esofagus.7
22
yang erat yang tidak mengijinkan udara untuk melewati dengan mudah ke dalam
lambung. Pada tahap yang lebih lanjut dari penyakit, dilatasi esofagus yang
masif, kelokan, dan esofagus sigmoidal (megaesophagus) terlihat. 2
23
kehandalan yang baik, yakni sekitar 82-100% dalam membedakan antara
akalasia murni dan psudoakalasia.7
24
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. FOTO POLOS THORAX
Pemeriksaan foto polos thorax tidak diindikasikan untuk tujuan evaluasi.
Pada pemeriksaan foto polos pada thorax didapatkan dilatasi esofagus di
belakang jantung, gelembung udara di esofagus dapat terlihat kecil atau tidak
ada.
2. ESOFAGOGRAFI
25
Esofagografi adalah pemeriksaan esofagus dengan menggunakan
kontras. Pemeriksaan esofagografi ini dilakukan sebelum endoskopi untuk
identifikasi terlebih dahulu, dimana disfagia pada keganasan akan mudah
terjadi perforasi karena alat endoskopi. Sebelum dilakukan tindakan, pasien
dipuasakan terlebih dahulu selama 4 – 6 jam sebelumnya, untuk pasien
dengan kecurigaan akalasia maka dilakukan puasa 5 hari sebelum tindakan,
pasien hanya diberi makanan cair. Pada akalasia akan tampak kontras
mengisi esophagus yang melebar mulai dari proksimal sampai distal di
mana terjadi penyempitan pada daerah esophagogastric junction yang
menetap pada perubahan posisi. Kontras masih dapat melewati daerah
penyempitan ke dalam gaster. Esofagus berdilatasi dan material kontras
masuk ke dalam lambung secara perlahan-lahan bagian distal menyempit
dengan gambaran paruh burung (bird’s beak)
Tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal esophagus dengan
gambaran peristaltic yang abnormal atau hilang dengan gambaran
penyempitan di bagian distal menyerupai ekor tikus (rat tail appearance).4
26
Barium swallow memperlihatkan rat-tail appearance
dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran
peristaltic yang abnormal atau hilang dengan gambaran penyempitan di bagian
distal menyerupai ekor tikus.8
3. MANOMETRI ESOFAGUS
27
manometri melalui mulut atau hidung. Hal-hal yang dapat ditunjukkan pada
pemeriksaan manometrik esofagus, antara lain:
c. Tanda klasik achalasia esofagus yang dapat terlihat adalah tekanan yang
tinggi pada spinchter esofagus bawah (tekanan spinchter esofagus bawah
saat istirahat lebih besar dari 45 mmHg), dan tekanan esofagus bagian
proksimal dan media saat istirahat (relaksasi) melebihi tekanan di
lambung saat istirahat (relaksasi)
28
Gambaran manometri esofagus pada pasien dengan akalasia esofagus
29
4. ENDOSKOPI (ESOFAGOSKOPI)
30
Pada pemeriksaan ini, pasien dipersiapkan puasa selama 4-5 jam
sebelum tindakan. Dan pada akalasia dilakukan 5 hari sebelum pemeriksaan,
pasien hanya diberi makanan cair.1
31
5. CT SCAN
Computed tomography (CT) scanning dengan peningkatan kontras
oral dapat menunjukkan kelainan esofagus struktural yang terkait dengan
akalasia, terutama dilatasi, yang terlihat pada stadium lanjut.
Temuan CT tidak spesifik dan sensitif pada tahap awal dari akalasia.
Temuan CT harus selalu dikonfirmasi melalui studi barium swallow dengan
fluoroscopi, endoskopi pencernaan bagian atas, dan manometri
kerongkongan.
Primer achalasia pada CT. Scan tidak menunjukkan bukti massa jaringan
lunak di persimpangan gastroesophageal. (Catatan barium di fundus
lambung.)
32
Primer achalasia pada CT. Melebar esofagus (panah) tanpa
penebalan dinding esofagus atau adenopati mediastinum.
I. PENATALAKSANAAN
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus
tidak dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet
tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi
esofagokardiotomi (operasi Heller).2
1. Medikamentosa Oral
Preparat oral yang digunakan diharapkan dapat merelaksasikan
sfingter esophagus bawah, obat tersebut antara lain nitrat (isosorbid dinitrat)
dan calcium channel blocker (nifedipin dan veramil).
33
3. Esofagomiotomi
Merupakan suatu tindakan bedah, dianjurkan bila terdapat :
a. Beberapa kali (> 2 kali) tidak berhasil dilakuakan dilatasi penumatik
b. Adanya ruptur esophagus akibat dilatasi
c. Kesukaran menempatkan dilator penumatik karen dilatasi sangat hebat
d. Tidak dapat menyingkirkan kemungkinan tumor esophagus
Akalasia pada anak berumur kurang dari 12 tahun
J. PROGNOSIS
Prognosis Achalasia bergantung pada durasi penyakit dan banyak
sedikitnya gangguan motilitas, semakin singkat durasi penyakitnya dan semakin
sedikit gangguan motilitasnya maka prognosis untuk kembali ke ukuran
esofagus yang normal setelah pembedahan (Heller) memberikan hasil yang
sangat baik. Pembedahan memberikan hasil yang lebih baik dalam
menghilangkan gejala pada sebagian besar pasien dan seharusnya lebih baik
dilakukan daripada pneumatic dilatation apabila ada ahli bedah yang tersedia.
Obat-obatan dan toksin botulinum sebaiknya digunakan hanya pada pasien yang
tidak dapat menjalani pneumatic dilatation dan laparascopic Heller myotomy
(Lansia). Follow-up secara periodik dengan menggunakan esofagoskopi
diperlukan untuk melihat perkembangan tejadinya kanker esophagus.11
34
BAB III
PEMBAHASAN
(cincin otot antara esophagus bagian bawah dan lambung) untuk membuka dan
esofagus tanpa adanya gerak peristaltik. Penderita akalasia merasa perlu mendorong
atau memaksa turunnya makanan dengan air atau minuman guna menyempurnakan
proses menelan. Gejala lain dapat berupa rasa penuh substernal dan umumnya terjadi
lehernya saat menelan makanan atau minuman. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan
kelainan yang berarti. Dengan anamnesis sebetulnya sudah dapat diduga adanya
akalasia
Distribusi umur pada akalasia biasanya sering terjadi antara umur kelahiran rata-
rata pada pasien orang dewasa adalah 25-60 tahun, Akalasia biasanya mulai pada
dewasa muda walaupun ada juga yang ditemukan pada bayi dan sangat jarang pada usia
lanjut., pasien Tn.R berusia 34 tahun Gambaran klinis dari Achalasia esophagus adalah,
Disfagia merupakan keluhan utama dari penderita Akalasia. Disfagia dapat terjadi
secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan emosi. Disfagia dapat
berlangsung sementara atau progresif lambat. Biasanya cairan lebih sukar ditelan dari
makanan dan minuman saat di telan seperti naik lagi dan muntah tanpa rasa mual. Rasa
terbakar dan Nyeri Substernal dapat dirasakan pada stadium permulaan. Pada stadium
35
lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah epigastrium dan rasa nyeri ini dapat
menyerupai serangan angina pectoris, pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman dan rasa
panas pada daerah sekitar leher dan dada, Penurunan berat badan terjadi karena
perasaan nyeri di daerah substernal, pasien mengeluhkan berat badanya makin menurun
karena kesulitan untuk makan dan memperoleh nutrisi secara oral. Gejala lain yang
biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh pada substernal dan akibat komplikasi dari
retensi makanan pasien mengeluhkan rasa penuh di bagian dada dan tidak bisa
pemeriksaan foto polos pada thorax didapatkan dilatasi esofagus di belakang jantung,
gelembung udara di esofagus dapat terlihat kecil atau tidak ada.. dari hasil pemeriksaan
foto thorax Tn.R di temukan dilatasi esophagus yang berada di belakang jantung namun
Pada akalasia akan tampak kontras mengisi esophagus yang melebar mulai dari
junction yang menetap pada perubahan posisi. Kontras masih dapat melewati daerah
dalam lambung secara perlahan-lahan bagian distal menyempit dengan gambaran paruh
burung (bird’s beak). Tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal esophagus dengan
bagian distal menyerupai ekor tikus (rat tail appearance. dilatasi pada daerah dua
pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltic yang abnormal atau hilang dengan
gambaran penyempitan di bagian distal menyerupai ekor tikus. Hal tersebut sesuai
36
dengan hasil esofagograf pasien yaitu Tampak kontras mengisi esophagus pars
cervical, upper toracal ,mid dan lower thoracal. Passase kontras lancer. Posisi esophagus
baik, tak tampak filling defect maupun additional defect, caliber lumen tampak melebar
lk 4,5cm s/d 5,4cm sangat jelas pada mid thoracal dan lower thoracal, kemudian
menyempit drastis pada lower esophagus membentuk gambaran mouse tail appearance
Pada pasien dengan akalasia, perubahan mukosa karena iritasi kronis dan
stagnasi makanan termasuk eritema, mukosa gembur, ulserasi, dan infeksi candida.
makanan dan spingter esofagus tidak membuka secara spontan. Jika akalasia esofagus
disebabkan oleh neoplasma atau striktur fibrosis esofagus, spinchter esofagus biasanya
dapat dibuka dengan sedikit memberikan tekanan pada saat melakukan tindakan
endoskopi hal tersebut sesuai dengan hasil esofagografi yaitu sepertiga atas tengah dan
bawah mukosa tidak bisa dievaluasi sempurna, sebagian lumen tertutup makanan.
Esophagus sepertiga bawah lumen melebar, sirkuler LES tidak dapat di nilai Gaster,
fundus, corpus dan antrum mukosa hiperemis inflamasi mucosa daerah corpus banyak
terdapat erosi dan sisa darah Pylorus hiperemeis dan inflac Duodenum , bulbus dan part
II mucosa utuh dalam batas normal. Dari teori dan dan hasil klinis yang di dapatkan dari
37
BAB IV
KESIMPULAN
38
DAFTAR PUSTAKA
2. Ismail, Ali. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid ll. Edisi Ketiga. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal. 320-2
3. Moore KL, Agur AMR. Essential clinical anatomy, 3rd ed. Ontario: Lippincott
Williams & Wilkins. 2007.
5. Ritcher, I.E. 1999. Achalasia. In: Castell, D. O, Ritcher, I.E. The Esophagus,
4th edition. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia. Pg. 6-221
6. Siegel, G. Leighton. 1998. Penyakit Jalan Napas Bagian Bawah, Esofagus dan
Mediastinum Pertimbangan Endoskopik. Dalam: Adams, G. L., Boies,
Lawrence R., Higler, P. A. BOIES Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6. Jakarta.
EGC. Hal. 4-462
8. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Rastuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hal. 290
10. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston textbook of
surgery: the biological basis of modern surgical practice 19th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders. 2012
39