Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH BEBERAPA JENIS KOAGULAN TERHADAP

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU


DALAM TINJAUANNYA TERHADAP TURBIDITY, TSS
DAN COD

Pamilia Coniwanti*, Indah Desfia Mertha, Diana Eprianie


*Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

Abstrak

Limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemar yang mengandung bahan
organik yang tinggi sehingga dibutuhkan pengolahan limbah yang memadai. Dalam upaya mengatasi
permasalahan yang ditimbulkan oleh limbah cair, maka proses pengolahan limbah wajib dilakukan
sebelum limbah tersebut dibuang ke badan perairan. Dalam penelitian ini akan dilakukan proses
pengolahan limbah cair industri tahu dengan dengan gabungan proses fisik (secara agitasi) dan kimiawi
(penambahan koagulan biji asam jawa, biji kelor atau aluminium sulfat) ditinjau dari kadar Chemical
Oxygen Demand (COD), Turbiditas dan TSS dari limbah cair industri tahu tersebut. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dosis optimum penggunaan koagulan biji asam jawa adalah 3000 mg/l pada pH 4.
Sedangkan dosis optimum penggunaan aluminium sulfat dan biji kelor adalah 1000 mg/l pada pH 6.

Kata kunci : biji asam jawa, biji kelor, aluminium sulfat, koagulasi, limbah cair industri tahu.

Abstract

Liquid waste of tofu industry is one of pollutant sources that contains high organic matter so that
it is required insufficient treatment. In an effort to overcome the problems caused by liquid waste, process
of waste treatment must be done before the waste is disposed into the river. In this research would be
done liquid waste treatment process of tofu industry by combining of physical processes (by agitation)
and chemical process (coagulant addition of tamarind seeds, moringa seeds or aluminium sulfate) in terms
of levels of Chemical Oxygen Demand (COD), Turbidity and TSS from the liquid waste of tofu industry.
The results showed that the optimum dose of coagulant using tamarind seeds was 3000 mg / l at pH 4.
While the optimum dose of coagulant aluminium sulfate and the use of moringa seed were 1000 mg / l at
pH 6.
Keywords : tamarind seeds, moringa seeds, aluminum sulfate, coagulation, tofu industrial waste water.

1. PENDAHULUAN padatan tersuspensi dan bahan terlarut, kadang –


Usaha tahu di Indonesia rata-rata masih kadang juga untuk menyisihkan unsur hara
dilakukan dengan teknologi yang sederhana, (nutrient) berupa nitrogen dan fosfor. Beberapa
sehingga tingkat efisiensi penggunaan sumber proses yang dapat diterapkan dalam pengolahan
daya (air dan bahan baku) dirasakan masih limbah cair industri tahu diantaranya termasuk
rendah dan tingkat produksi limbahnya juga koagulasi-flokulasi dan netralisasi.
relatif tinggi. Kegiatan industri tahu di Dalam penelitian ini akan dilakukan
Indonesia didominasi oleh usaha-usaha skala proses pengolahan limbah cair industri tahu
kecil dengan modal yang terbatas. Dari segi dengan menggunakan biji asam jawa, biji kelor,
lokasi, usaha ini juga sangat tersebar di seluruh dan aluminium sulfat sebagai koagulan. Dengan
wilayah Indonesia. Sumber daya manusia yang dilakukannya pengolahan limbah ini diharapkan
terlibat pada umumnya bertarafpendidikan yang agar air limbah yang dibuang sesuai dengan
relatif rendah, serta belum banyak yang Baku Mutu Lingkungan yaitu dengan
melakukan pengolahan limbah. memperhatikan harga karakteristik atau kadar
Tujuan dasar pengolahan limbah cair polutan dalam limbah. Dalam penelitian ini
adalah untuk menghilangkan sebagian besar kami meninjau kadar Chemical Oxygen

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 19, Agustus 2013 Page | 22


Demand (COD), Turbiditas dan TSS dari buangan industri tahu pada umumnya sangat
limbah cair industri tahu. tinggi.
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan Senyawa-senyawa organik di dalam air
diperoleh bahan koagulan pengolahan limbah buangan tersebut dapat berupa protein,
cair yang relative murah sekaligus menambah karbohidrat, lemak dan minyak. Diantara
nilai ekonomisnya, dan pada gilirannya menjadi senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemak
motivasi bagi masyarakat untuk adalah yang jumlahnya paling besar. Protein
membudidayakan dan melestarikannya. mencapai 40-60%, karbohidrat 25-50% dan
lemak 10%. Air buangan industri tahu
Limbah Cair Industri Tahu kualitasnya bergantung dari proses yang
digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka
Proses Pembuatan Tahu kandungan bahan organik pada air buangannya
Bahan baku pembuatan tahu adalah kacang biasanya rendah. Komponen terbesar dari
kedelai dan air. Proses pembuatan tahu secara limbah cair tahu yaitu protein (Ntotal) sebesar
garis besar dapat dilihat pada skema berikut : 226,06 434,78 mg/l, sehingga masuknya limbah
cair tahu ke lingkungan perairan akan
meningkatkan total nitrogen di perairan
tersebut.

Dampak Limbah Industri Tahu


Limbah cair yang dihasilkan mengandung
padatan tersuspensi maupun terlarut, akan
mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati
yang akan menimbulkan gangguan terhadap
kesehatan karena menghasilkan zat beracun atau
menciptakan media untuk tumbuhnya kuman
penyakit atau kuman lainnya yang merugikan
baik pada produk tahu sendiri ataupun tubuh
manusia. Bila dibiarkan, air limbah akan
berubah warnanya menjadi cokelat kehitaman
dan berbau busuk. Bau busuk ini
mengakibatkan sakit pernapasan. Apabila air
limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat
dengan sumur maka air sumur itu tidak dapat
dimanfaatkan lagi. Apabila limbah ini dialirkan
ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila
masih digunakan akan menimbulkan gangguan
kesehatan yang berupa penyakit gatal, diare,
kolera, radang usus dan penyakit lainnya,
khususnya yang berkaitan dengan air yang kotor
dan sanitasi lingkungan yang tidak baik.
Limbah yang keluar dari proses pembuatan tahu
terdiri dari : Proses Koagulasi dan Flokulasi
1. Limbah padat berupa ampas yang keluar Koagulasi adalah proses pengolahan air/
dari tahap penyaringan. limbah cair dengan menstabilisasi partikel-
2. Limbah cair dari proses perendaman, partikel koloid untuk memfasilitasi
pencucian, pengumpalan, dan pencetakan. pertumbuhan partikel selama flokulasi.
Sedangkan flokulasi adalah proses pengolahan
Karakteristik Limbah Cair Industri Tahu air dengan cara mengadakan kontak diantara
Karakteristik buangan industri tahu partikel-partikel koloid yang telah mengalami
meliputi dua hal, yaitu karakteristik fisika dan destabilisasi sehinga ukuran partikel-partikel
kimia. Karakteristik Fisika meliputi padatan tersebut bertambah menjadi partikel-partikel
total, padatan tersuspensi, suhu, warna, dan bau. yang lebih besar.
Karakteristik kimia meliputi bahan organik, Koagulasi/flokulasi diperlukan untuk
bahan anorganik dan gas. Suhu buangan industri menghilangkan material limbah berbentuk
tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. suspense atau koloid. Koloid merupakan
Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam partikel-partikel berdiameter sekitar 1nm(10-
7cm) hingga 0,1 nm (10-8cm). Partikel-partikel

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 19, Agustus 2013 Page | 23


ini tidak dapat mengendap dalam periode waktu A. Tanin
tertentu dan tidak dapat dihilangkan dengan Tanin adalah senyawa yang dapat
proses perlakuan fisika biasa. menghambat pertumbuhan mikroba yaitu
dengan cara menghambat kerja enzim seperti
Koagulan selulosa, pektinase, peroksida oksidatif dan lain-
Koagulan adalah bahan kimia yang lain . Menurut Sutresno (2006) fenol yang ada
dibutuhkan air untuk membantu proses pada senyawa tanin dikenal sebagai asam karbol
pengendapan partikel-partikel kecil yang tak yang dalam kosentrasi tinggi dapat beracun
dapat mengendap dengan sendirinya. Koagulan pada bakteri dan biasanya digunakan untuk
yang biasa digunakan dalam industri membunuh kuman.
pengolahan air adalah koagulan kimia seperti B. Minyak Esensial
tawas, polyaluminimum klorida, ferri klorida, Minyak esensial (minyak aromatik) adalah
ferri sulfat dan polymer kation. Meskipun kelompok minyak nabati yang wujudnya cair
koagulan kimia lebih efektif dari koagulan kental dan pada suhu ruangan akan mudah
alami akan tetapi koagulan kimia dalam dosis menguap sehingga akan menimbulkan aroma
yang tinggi dapat menyebabkan endapan yang yang khas. Minyak ini digunakan untuk
sulit untuk ditangani, sehingga koagulan alami mengurangi bau yang tidak sedap .
adalah salah satu alternatif yang dapat dijadikan C. Pati
sebagai pengganti koagulan kimia. Koagulan Pati adalah polimer glukosa yang
alami yang biasa digunakan pada umumnya bergranula (butiran) dan memiliki diameter 2
berasal dari biji tanaman. mikron-100 mikron yang tersusun atas
komponen-komponen polimer lurus (amilosa)
Aluminium Sulfat yang menyusun kurang lebih 25% pati dan
Alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] polimer bercabang (amilopektin).
adalah salah satu koagulan yang umum D. Getah
digunakan karena harganya murah dan mudah Getah adalah senyawa polimer hidroksi -
didapat. Alkalinitas yang ada di dalam air karbon yang dihasilkan dari koloid. Senyawa
bereaksi dengan alumunium sulfat (alum) hidro karbon adalah senyawa kimia yang hanya
menghasilkan alumunium hidroksida sesuai mengandung karbon (C) dan hidrogen (H).
dengan reaksi: Getah digunakan sebagai pengental, bahan
Al 2 SO 4 + 6H 2 O  Al (OH) 3 +6 H  + SO42- pengikat, emulsifer, pensetabil, perekat,
koagulan dan sebagai filter dalam industri
tekstil.
Biji Asam Jawa E. Albuminoid
Asam Jawa (Tamaricus Indica) termasuk Albuminoid pada biji disebut sebagai putih
ke dalam suku Fabaceae. Biji asam jawa lembaga yang terdapat pada jaringan cadangan
bentuknya tidak beraturan warna coklat tua atau makanan yang berada di sekitar embrio.
hitam mengkilat. Biji dibagi dalam tiga bagian Albuminoid adalah nama umum dari kelompok
utama yaitu kulit biji (Spermodermis), kulit ari protein berupa larutan koloid yang berfungsi
tali pusar (Funiculus), dan inti biji (Nukleus sebagai pengikat pada keracunan garam-garam
seminis). merkuri dan dapat terkoagulasi atau
terdenaturasi oleh panas.

Ekstrak biji asam jawa mengandung


polisakarida alami yang tersusun atas D-
galactose, D-glucose, dan D-xylose yang
merupakan flokulan alami. Flokulan alami
termasuk polisakarida lebih ramah lingkungan
bila dibandingkan dengan koagulan organic dan
anorganik.
Gambar 1. Biji Asam Jawa
Biji Kelor
Biji asam jawa mengandung zat aktif Pohon kelor (Moringa Oleifera)
berupa tanin, minyak esensial dan beberapa megandung polielektrolit kationik dan flokulan
polimer alami seperti pati, getah dan alamiah dengan komposisi kimia berbasis
albuminoid. polipeptida yang mempunyai berat molekul
6000 sampai 16000 dalton, mengandung hingga
6 asam-asam amino terutama asam glutamat,

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 19, Agustus 2013 Page | 24


mentionin, arginin. Sebagai bioflokulan, biji 2. Analisa nilai turbidity untuk sampel awal
kelor kering dapat digunakan untuk limbah domestic.
mengkoagulasi-flokulasi kekeruhan air. 3. Limbah dimasukkan ke dalam 5 buah beaker
Efektivitas koagulasi biji kelor ditentukan
gelas dengan volume masing – masing 1000
oleh kandungan protein kationik bertegangan
rapat dengan molekul sekitar 6,5kdalton. Zat ml
aktif yang terkandung dalam biji kelor yaitu 4. Pengaturan pH dengan variasi pH 4, 6,8,10
4αL-rhamnosyloxy-benzyl-isothiocyanate. 5. Penambahan koagulan biji asam jawa atau
Prinsip utama mekanisme koagulasi adalah aluminium sulfat ke dalam sampel dengan
adsorpsi dan netralisasi tegangan protein dosis tertentu (3000 mg/l untuk masing –
tersebut. masing biji asam jawa, aluminium sulfat,
Dalam proses koagulasinya, biji kelor
biji kelor, dilanjutkan proses agitasi dengan
membrikan pengaruh yang kecil terhadap
derajat keasaman dan konduktifitas. alat jar test
Bahan koagulan dalam biji kelor adalah protein
kationik yang larut dalam air. Potensial zeta Proses koagulasi
larutan 5% biji kelor tanpa kulit adalah +6mV. Kecepatan agitasi : 80 rpm
Hal ini menunjukkan bahwa larutan ini Waktu koagulasi : 15 menit
didominasi oleh tegangan positif meskipun Proses flokulasi
merupakan campuran heterogen yang kompleks. Kecepatan agitasi : 35 rpm
Waktu flokulasi : 15 menit
2. METODOLOGI PENELITIAN Proses sedimentasi
Waktu sedimentasi : 60 menit
Alat dan Bahan Penelitian
6. Setelah sedimentasi dilakukan, analisa
Alat yang digunakan
kembali turbidity
1. Ember Penampungan Limbah
2. Jar Test Prosedur peneltian dengan variasi dosis
3. Beaker Gelas optimum koagulan terhadap nilai tubidity,
4. Stopwatch TSS, COD limbah cair industri tahu
5. pH meter Dari analisa turbidity dan COD, maka hasil
6. Gelas ukur yg paling optimum dilakukan penelitian
selanjutnya dengan menguji pemakaian biji
7. Erlenmeyer
asam jawa atau alum dengan dosis yang
8. Kaca Arloji bervariasi
9. Neraca analitis 1. Sampel limbah domestic
10. Pipet ukur 2. Analisa turbidity, COD, pH dan TSS untuk
11. Blender sampel awal limbah domestic.
12. Turbidimeter 3. Limbah dimasukkan ke dalam 5 buah beaker
13. Kertas saring gelas dengan volume masing – masing 1000
14. Oven ml
15. Desikator 4. Penambahan NaOH / H2SO4 sampai
16. COD meter mencapai pH optimum
5. Penambahan koagulan biji asam jawa, biji
Bahan yang digunakan
1. Limbah cair Industri Tahu kelor atau aluminium sulfat ke dalam sampel
2. Biji Asam Jawa dengan dosis tertentu (1000, 2000, 3000,
3 Biji kelor 4000, 5000 mg/l), dilanjutkan proses agitasi
4 Aluminium Sulfat dengan alat jar test
Proses koagulasi
Prosedur Penelitian Kecepatan agitasi : 80 rpm
Waktu koagulasi : 15menit
Prosedur penelitian terhadap berbagai Proses flokulasi
variasi pH dengan menggunakan koagulan Kecepatan agitasi : 35 rpm
dosis 3000 mg/l Waktu flokulasi : 15 menit
1. Sampel limbah domestic Proses sedimentasi
Waktu sedimentasi : 60 menit

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 19, Agustus 2013 Page | 25


6. Setelah sedimentasi dilakukan, analisa Larutan 4,903 gr dalam labu ukur
kembali turbidity, COD dan TSS. hingga volumenya 1 liter dengan
aquadest
Prosedur Uji Analisa Limbah b. Asam sulfat
Analisa pH c. Larutan ; 1,25 % Dengan hati – hati
1. Kalibrasi pH meter dengan cara larutkan 12,5 gr menjadi 1 liter dengan
mencelupkan elektrodanya ke dalam larutan 50 % pada saat campuran asam sulfat
2. Bersihkan elektroda dengan aquadest tersebut masih hangat
kemudian celupkan ke dalam sampel yang d. Ferro-1; 10 phenanthicline indicator.
akan dianalisa Larutkan 0,695 gram di dalam 100 ml
3. Ukur pH limbah, baca, dan catat nilai pH aquadest, tambahkan 1,485 gram 1:10
ditunjukkan dengan angka yang konstan phenanthicline mono hydrate, kocok
yang tertera pada layar pH meter. dan biarkan hingga 2 hari agar melarut
semua.
Turbidity e. Ferro sulfat 0,1 N. Larutkan 27,8 gram
Alat yang digunakan untuk menganalisa 500 ml aquadest, tambahkan 25 ml
turbiditas adalah turbidimeter portable 2100P. pekat, dinginkan dan tepatkan 1 liter
Sampel dimasukkan ke dalam botol dengan aquadest. Larutan ini harus
turbidimeter dan diusahakan tidak ada disimpan dalam botol berwarna dan di
gelembung udara, kemudian tabung tersebut tempat gelap. Jika larutan ini disimpan
ditempatkan pada tempat pengukuran dan terlalu lama, ada kecenderungan untuk
dibaca nilai kekeruhan yang muncul pada layar teroksidasi menjadi feri sulfat. Pleh
alat.Penyisihan atau penurunan tersebut dapat karena itu setiap melakukan penetapan
dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut COD, larutan ini harus distandarisasi
: dengan .
Penyisihan turbiditas 2. Prosedur Analisis COD
(%) = A  B x100% a. Pipet 25 ,1 0,1 N ke dalam labu
A destilasi 500 ml
Dimana : A = Turbidity awal b. Perlahan – lahan (melalui buret)
B = Turbidity akhir ditambahkan 30 ml pekat sambil
digoyang – goyang
Penentuan Kadar Zat Padat Tersuspensi c. Pada saat campuran masih agak panas,
(TSS) perlahan – lahan melalui pipet berskala
Kertas saring dipanaskan dalam oven pada ditambahkan sejumlah tertentu contoh
suhu 105 C selama 1 jam, kemudian dinginkan (air limbah) sambil terus digoyang
dalam desikator dan ditimbang sampai berat hingga warna berubah dari orange
konstan (B gram). Sebanyak 10 ml disaring. kemerahan menjadi orange kehijauan.
Kertas saring dan residu dipanaskan dalam oven Penambahan warna muda diamati
pada suhu 105 C selama 1 jam, dinginkan dengan membandingkan terhadap
dalam desikator dan ditimbang sampai berat blanko
konstan (A gram). d. Tambahkan sejumlah asam sulfat pekat
Kadar zat padat tersuspensi dapat dihitung pada yang setara dengan volume contoh
persamaan berikut : dikali 1,2
( A  B) x1000 e. Kemudian ditambahkan 10 ml 1,25 %
TSS (mg/l) = C dan beberapa butir baru refluks
Dimana : dilakukan selama 2 jam minimum
A = Berat filter dan residu sesudah f. Dinginkan selama ½ jam dan bilasi
pemanasan 105 C (mg) kondensor dengan aquadest.
B = Berat filter kering sesudah Campurkan pembilas ke dalam labu
pemanasan 105 C (mg) destilasi, dinginkan dengan air
C = Volume sampel (ml) mengalir
g. Sebelum titrasi tambahkan aquadest
Prosedur Penentuan Harga COD dengan hingga volumenya menjadi kira – kira
bikhromat 4 kali volume semula. Tambahkan
1. Pembuatan Larutan Pereaksi sampai 5-6 tetes indicator phenantrolin.
a. Pembuatan standar primer 0,1 N h. Titrasi dengan ferro sulfat 0,1 N hingga
warna menjadi coklat kemerahan (titik

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 19, Agustus 2013 Page | 26


akhir). Titik ekuivalen ini cukup tajam. ini dikarenakan kisaran pH yang efektif untuk
Kerjakan titrasi blanko koagulasi dengan alum yakni pada pH 5,5 – 8,0,
sedangkan pH yang efektif pada biji kelor yakni
3. Perhitungan pada pH 6-8. Biji kelor mengandung sejenis
COD (mg/l) = (a  b)cx1000 protein yang larut dalam protein (water soluble
Volumecont oh protein) berbobot molekul rendah yang apabila
Dimana : dilarutkan akan menghasilkan muatan – muatan
a = ml 0,1 N untuk titrasi blanko positif dalam jumlah yang banyak. Sehingga
b = ml 0,1 N untuk titrasi contoh protein kationik tersebut terdistribusi ke seluruh
c = nurmalite 0,1 N bagian cairan limbah dan kemudian berinteraksi
dengan partikel – partikel bermuatan negatif
3. HASIL DAN PEMBAHASAN penyebab kekeruhan yang terdispersi dalam
limbah cair.
Analisa Limbah

Pengaruh variasi pH terhadap nilai turbidity


dan COD limbah cair industri tahu untuk
penentuan pH optimum perlakuan
Dari hasil analisa didapatkan hubungan
antara pH terhadap nilai turbidity dan COD
yang dapat digambarkan dengan grafik dibawah
ini :

Gambar 3. Pengaruh variasi pH terhadap nilai


COD yang dihasilkan

Nilai COD limbah meningkat seiring


dengan penambahan pH dari limbah cair
industri tahu dengan menggunakan koagulan
biji asam jawa. Hal ini berarti pengolahan
limbah cair industri tahu menggunakan
koagulan partikel biji asam jawa tidak
Gambar 2. Pengaruh variasi pH terhadap nilai memerlukan pengaturan pH untuk koagulasi-
turbidity yang dihasilkan flokulasi, karena pada pH alami proses
koagulasi-flokulasi terjadi lebih optimal.
Pada Gambar 2 terlihat bahwa pada saat Sebaliknya pada koagulan aluminium sulfat dan
penggunaan biji asam jawa, aluminium sulfat biji kelor, hasil optimum COD ditunjukkan pada
dan biji kelor pada dosis yang sama terjadi pH 6. Pada koagulan biji kelor, penurunan COD
perbedaan nilai turbidity. Dengan dosis 3000 ini dikarenakan pada saat penambahan koagulan
mg/l biji asam mampu menurunkan turbidity disertai pengadukan cepat dan lambat, maka
limbah cair industri tahu optimum pH 4. Hal ini protein kationik yang dihasilkan biji kelor akan
berarti kerja biji asam jawa sebagai koagulan terdistribusi ke seluruh bagian limbah cair dan
efektir pada saat pH 4. Koagulan biji asam jawa akan berinteraksi dengan partikel – partikel
bekerja efektif pada saat pH 4 disebabkan negatif dan senyawa organik sehingga
karena kandungan asam tertarat yang terdapat membentuk flok – flok. Dengan berkurangnya
pada bijinya, sehingga ion H pada asam tertarat senyawa organik dan padatan tersuspensi dalam
tersebut berikatan dengan ion negatif pada air limbah maka kebutuhan oksigen untuk
partikel koloid limbah cair industri tahu mengoksidasi senyawa tersebut semakin
membentuk suatu lapisan yang lama kelamaan berkurang sehingga nilai COD pun berkurang.
akan semakin membesar yang disebut flok.
Sedangkan aluminium sulfat dan biji Pengaruh konsentrasi koagulan biji asam
kelor pada saat pH 4 belum menunjukkan nilai jawa, aluminium sulfat dan biji kelor
penurunan turbiditas yang berarti. Hasil terhadap nilai turbidity, COD, dan TSS
optimum aluminium sulfat dan biji kelor baru limbah cair industri tahu pH 4 setelah
terjadi pada saat penambahan pH 6 dan 8. Hal mengalami koagulasi / flokulasi

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 19, Agustus 2013 Page | 27


Dari hasil analisa didapatkan hubungan Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa pada
antara konsentrasi koagulan terhadap nilai penggunaan biji kelor dan aluminium sulfat,
turbidity dan COD pada pH 4 yang dapat hasil yang paling baik baru terjadi pada
digambarkan dengan grafik dibawah ini : penambahan koagulan dosis 5000 mg/l. Hal ini
disebabkan karena semakin besar ratio
konsentrasi atau dosis yang ditambahkan, maka
partikel – partikel tersuspensi dan senyawa
organik akan diikat oleh molekul alum
membentuk flok – flok. Dengan berkurangnya
senyawa organik dan tersuspensi di dalam air
limbah maka kebutuhan oksigen untuk
mengoksidasi senyawa tersebut berkurang
sehingga terjadi penurunan nilai COD limbah
cair industri tahu.
Pada gambar itu juga ditunjukkan hasil
optimum penggunaan koagulan biji asam jawa
yakni pada dosis 3000 mg/l. Hal ini berarti
Gambar 4. Pengaruh konsentrasi koagulan biji dengan bertambahnya dosis biji asam jawa,
asam jawa, aluminium sulfat dan biji kelor maka akan menyebabkan larutan semakin jenuh
terhadap nilai turbidity limbah cair industri tahu sehingga koagulan yang tersisa akan mengotori
larutan yang ada.
Pada Gambar 4 limbah cair industri tahu
dengan perlakuan pH 4, dapat dilihat bahwa
nilai penurunan turbidity paling optimum terjadi
pada saat penambahan koagulan biji asam jawa
dosis 3000 mg/l yakni sebesar 59 NTU.
Pada dosis 4000 - 5000 mg/l terjadi
kejenuhan pada limbah cair industri tahu
dikarenakan dosis yang berlebihan sehingga
flok yang akan direduksi sudah habis dan
koagulan bertindak sebagai pengotor yang
menyebabkan tingkat kekeruhan meningkat.
Sedangkan pada penggunaan koagulan biji kelor
dan aluminium sulfat pada pH 4 dapat dilihat Gambar 6. Pengaruh konsentrasi koagulan biji
bahwa memang semakin besar konsentrasi asam jawa, aluminium sulfat dan biji kelor
koagulan yang ditambahkan pada proses terhadap nilai TSS limbah cair industri tahu
koagulasi-flokulasi limbah cair industri tahu,
maka nilai turbidity-nya akan semakin menurun, Hubungan antara konsentrasi koagulan
namun hasil yg optimum baru dicapai pada dengan nilai TSS nya ditunjukkan pada grafik
penambahan dosis koagulan 5000 mg/l. Hal ni 4.5 diatas. Nilai penurunan TSS optimum biji
disebabkan karena alum dan biji kelor kurang kelor dan alum terjadi pada saat penambahan
efektir bekerja pada pH 4 sehingga koagulan masing-masing dengan dosis 5000
membutuhkan dosis koagulan lebih banyak. mg/l yakni sebesar 287 mg/l dan 250 mg/l. Hal
ini disebabkan karena semakin besar ratio
konsentrasi atau dosis yang ditambahkan dan
disertai dengan pengadukan yang homogen,
maka partikel – partikel tersuspensi dan
senyawa organik akan diikat oleh molekul alum
membentuk flok – flok sehingga akan
membentuk endapan. Inilah yang menyebabkan
nilai TSS turun.
Pada Gambar 6 juga ditunjukkan hasil
penurunan TSS optimum penggunaan koagulan
biji asam jawa yakni pada dosis 3000 mg/l
sebesar 194 mg/l. Dengan bertambahnya dosis
Gambar 5.. Pengaruh konsentrasi koagulan biji biji asam jawa, maka akan menyebabkan larutan
asam jawa, aluminium sulfat dan biji kelor semakin jenuh sehingga koagulan yang tersisa
terhadap nilai COD limbah cair industri tahu akan mengotori larutan yang ada.

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 19, Agustus 2013 Page | 28


Pengaruh pemberian serbuk biji asam jawa
berlebih terhadap kualitas limbah cair industri
tahu dilihat dari aspek fisik (TSS) diduga
disebabkan oleh adanya bahan aktif yang
terkandung dalam biji asam jawa. Bahan aktif
tersebut seperti protein, lemak dan karbohidrat.

Pengaruh konsentrasi koagulan biji asam


jawa, aluminium sulfat dan biji kelor
terhadap nilai turbidity, COD, dan TSS
limbah cair industri tahu pH 6 setelah Gambar 8. Pengaruh konsentrasi koagulan
mengalami koagulasi / flokulasi biji asam jawa, aluminium sulfat dan biji kelor
terhadap nilai COD limbah cair industri
Dari hasil analisa didapatkan hubungan antara tahu
konsentrasi koagulan terhadap nilai turbidity
dan COD pada pH 6 yang dapat digambarkan Pada penggunaan koagulan biji kelor dan
dengan grafik dibawah ini : aluminium sulfat terlihat hasil optimum pada
saat penambahan koagulan dosis 1000 mg/l
dengan nilai penurunan COD sebesar 299 mg/l
dan 231 mg/l. Hal ini disebabkan karena
semakin tepat pengaturan pH yang diberikan,
maka partikel – partikel tersuspensi dan
senyawa organik akan diikat oleh molekul alum
membentuk flok – flok dengan lebih cepat.
Dengan berkurangnya senyawa organik dan
tersuspensi di dalam air limbah maka kebutuhan
oksigen untuk mengoksidasi senyawa tersebut
berkurang sehingga terjadi penurunan nilai
Gambar 7. Pengaruh Konsentrasi Koagulan COD limbah cair industri tahu.
terhadap nilai turbidity limbah industri tahu Hasil penelitian ini terlihat terjadi
kejenuhan pada limbah cair industri tahu
Pada Gambar 7 limbah cair industri tahu dikarenakan dosis yang berlebihan sehingga
dengan perlakuan pH 6, dapat dilihat bahwa flok yang akan direduksi sudah habis dan
nilai turbidity paling optimum terjadi pada saat koagulan bertindak sebagai pengotor yang
penambahan koagulan biji asam jawa dosis menyebabkan nilai COD sedikit meningkat.
3000 mg/l. Pada dosis 4000 - 5000 mg/l terjadi Sedangkan pada grafik itu juga
kejenuhan pada limbah cair industri tahu ditunjukkan hasil optimum penggunaan
dikarenakan dosis yang berlebihan sehingga koagulan biji asam jawa yakni pada dosis 3000
flok yang akan direduksi sudah habis dan mg/l. Hal ini berarti dengan bertambahnya dosis
koagulan bertindak sebagai pengotor yang biji asam jawa, maka akan menyebabkan larutan
menyebabkan tingkat kekeruhan meningkat. semakin jenuh sehingga koagulan yang tersisa
Dari perbandingan pH 4 dan 6, hasil yang akan mengotori larutan yang ada. Adanya
paling optimum ditunjukkan pada pH 4 yakni pengaruh pemberian biji asam jawa terhadap
turbidity sebesar 60,5 NTU. naiknya nilai kadar COD juga diduga karena
Pada Gambar 7 terlihat bahwa koagulan bahan organik yang terkandung di dalam biji
alum dan biji kelor dengan dosis 1000 mg/l, asam jawa.
mampu mencapai penurunan turbiditas berturut Hubungan antara konsentrasi koagulan
– turut sebesar 45,5 NTU dan 52 NTU. dengan nilai TSS nya ditunjukkan pada grafik
Sedangkan pada grafik 4.3 koagulan aluminium 4.8. Pada dosis 1000 mg/l sudah didapatkan
sulfat dan biji kelor hanya mampu menurunkan hasil yang paling optimal disebabkan karena
turbidity hingga mencapai 73 NTU dan 66 NTU semakin besar ratio konsentrasi atau dosis yang
pada dosis 5000 mg/l. Hal ini disebabkan karena ditambahkan dan disertai dengan pengadukan
koagulan alum dan biji kelor lebih bekerja pada yang homogen dan pengaturan pH yang tepat,
pH optimumnya sehingga dapat menurunkan maka partikel – partikel tersuspensi dan
turbidity lebih optimal. senyawa organik akan diikat oleh molekul alum
dan biji kelor membentuk flok – flok sehingga
akan membentuk endapan lebih cepat.

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 19, Agustus 2013 Page | 29


koagulasi, dan flokulasi dan sedimentasi
maka dapat diperolah karakteristik baru
yang sesuai dengan BML yang telah
ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA

BPPT, 1997a. Teknologi Pengolahan Limbah


Tahu-Tempe dengan Proses Biofilter
Anaerob-dan-Aerob,
Gambar 9. Pengaruh konsentrasi koagulan biji
http://enviro.bppt.go.id/, diakses pada
asam jawa, aluminium sulfat dan biji kelor
tanggal 20 desember 2010
terhadap nilai TSS limbah cair industri
Herlanto, Anthon dan Inne. 2008. Pembuatan
tahu
Biogas dari Ampas Tahu. Teknik
Kimia Universitas Sriwijaya.
Pada gambar itu juga ditunjukkan hasil
Chandra,A. 1998. Penentuan Dosis Optimum
TSS optimum penggunaan koagulan biji asam
Koagulan Ferro Sulfat - Kapur
jawa yakni pada dosis 3000 mg/l.. Berdasarkan
Flokulan Chemifloc dan Besfloc, serta
data hasil pengamatan, kinerja penyisihan TSS
Bioflokulan Moringa Oleifera dalam
dengan menggunakan koagulan biji kelor dan
Pengolahan Limbah Pabrik Tekstil.
alum lebih baik jika dibandingkan dengan
Teknik Kimia. Universitas
koagulan biji asam jawa.Hal ni dikarenakan
Parahyangan, Bandung
alum dan biji kelor lebih efektif bekerja pada
Ahmad, M.R. 2009. Pemanfaatan Biji Kelor
pH 6 sehingga mampu menurunkan TSS lebih
sebagai Koagulan Alternatif dalam
banyak daripada biji asam jawa dengan
Proses Penjernihan Limbah Cair
menggunakan dosis yang lebih sedikit.
Industri Tekstil. Tesis Program
Magister Teknik Kimia Program Pasca
4. KESIMPULAN
Sarjana Universitas Sumatera Utara,
Medan
1. Penggunaan koagulan alum, biji asam jawa
----------. 2005. Peraturan Gubernur Sumatera
dan biji kelor dapat meningkatkan
Selatan Nomor 18 Tahun 2005
penurunan kekeruhan (turbidity), TSS dan
Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
COD.
Kegiatan Industri, Hotel, Rumah Sakit,
2. Dosis koagulan biji asam jawa optimum
Domestik, dan Pertambangan
adalah 3000 mg/l pada pH 4 mampu
Batubara. Balai Lingkungan Hidup
menurunkan turbidity hingga mencapai 59
Provinsi Sumatera Selatan
NTU, COD sebesar 261 mg/l dan TSS
Fathul, Eva.2008. Pengaruh Suhu dan Tingkat
sebesar 194 mg/l
Keasaman (pH) pada Tahap
3. Dosis aluminium sulfat optimum adalah
Pralakuan Koagulasi (Koagulan
1000 mg/l pada pH 6 mampu menurunkan
Aluminum Sulfat) dalam Proses
turbidity hingga mencapai 45,5 NTU, COD
Pengolahan Air Menggunakan
sebesar 231 mg/l dan TSS sebesar 155 mg/l
Membran Mikrofiltrasi Polipropilen
4. Dosis koagulan biji kelor optimum adalah
Hollow-Fibre.
1000 mg/l pada pH 6 mampu menurunkan
http://repository.ui.ac.id/contents/kolek
turbidity hingga mencapai 52 NTU, COD
si/2/dfed731080b93f8dd31bc442fccfb5
sebesar 299 mg/l dan TSS sebesar 199 mg/l
374f78a32d.pdf, diakses pada tanggal
5. Limbah cair industri tahu yang belum diolah
20 februari 2011 pkl.16.40 WIB.
belum memenuhi standar Baku Mutu
Lingkungan yang telah ditetapkan.
Pengolahan dengan metode agitasi,

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 19, Agustus 2013 Page | 30

Anda mungkin juga menyukai