RISET KEPERAWATAN
GAMBARAN PERILAKU PENCEGAHAN HIV DAN AIDS PADA LELAKI SUKA
LELAKI (LSL) DI KECAMATAN PONTIANAK BARAT
EZY ALKENDHY
I1031141012
Menurut data Kemenkes RI tahun 2016 , sejak tahun 2005 sampai September 2015,
terdapat kasus HIV sebanyak 184.929 yang didapat dari laporan layanan konseling dan tes
HIV. Sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak 5.234
meningkat menjadi 6.081 kasus pada tahun 2015. Jumlah kumulatif AIDS diindonesia dari
tahun 1987 sampai dengan Desember 2015 sebanyak 77.112 orang. Jumlah AIDS terbanyak
dilaporkan dari Jawa Timur (13.623), Papua (13.328), DKI Jakarta (8.093), Bali (5.921),
Jawa Tengah (5.042), Jawa Barat (4.870), Sumatera Utara (3.761), Kalimantan Barat (2.457),
Sulawesi Selatan (2.239), dan NTT (1.927).
Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS Nasional tahun 2010, di Indonesia
diestimasikan terdapat 766.390 LSL. Cakupan upaya pencegahan pada populasi ini
dilaporkan masih rendah, yaitu sekitar 10%. Prevalensi HIV pada LSL dari waktu ke waktu
terus meningkat. Menurut laporan Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2009
dan 2013 menunjukkan ada peningkatan prevalensi HIV pada populasi kunci. Peningkatan
mengkhawatirkan terutama pada kalangan LSL yaitu dengan prevalensi sebesar 7% pada
2009 menjadi 12,8% pada 2013 (Kana, Nayoan, & Limbu ,2016).
Data yang sama menunjukkan adanya peningkatan prevalensi HIV pada LSL yang
signifikan. Pada STBP 2007 dan 2011, prevalensi HIV pada LSL naik dari 5,3%
menjadi12%, dan STBP 2009 dan 2013 naik dari 7% menjadi 12,8%. Hasil STBP 2013
menunjukkan prevalensi HIV tertinggi pada LSL ditemukan di lokasi survei Kota Tangerang,
Kota Yogyakarta, dan Kota Makassar antara 19%-20%. Prevalensi gonore juga
mengalamipeningkatan di 3 kabupaten/kota tersebut dari 17% menjadi 21% dan klamidia
meningkat dari 17% menjadi 23%. Keadaan ini sangat mungkin berhubungan dengan masih
rendahnya konsistensi penggunaan kondom saat hubungan seks anal terakhir seperti
ditunjukkan di Kota Surabaya yaitu dari 75,9% pada STBP 2011 menjadi 53% pada
SSH/SCP 2013 (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional,2015).
Jumlah kasus baru HIV diindonesia pada tahun 2016 mencapai 41.250 kasus dengan
jumlah kasus dikalimantan barat mencapai 525 kasus, hal ini menyebabkan kalimantan barat
menduduki posisi ke 15 dari 34 provinsi dengan jumlah klien positiv HIV terbanyak, jumlah
kasus baru AIDS diindonesia terdapat 7.491 kasus, di kalimantan barat sendiri terdapat 110
kasus baru aids. kasus kumulatif AIDS tahun 2016 diindonesia mencapai 86.780 kasus, kasus
kumulatif AIDS di kalbar sebanyak 2.567 kasus (Kementrian Kesehatan RI, 2016).
Hal ini membuktikan bahwa indonesia merupakan salah satu negara yang
mengalami peningkatan epidemi HIV/AIDS paling pesat di dunia dan kalimantan barat
merupakan salah satu provinsi dengan ODHA terbanyak di Indonesia. Faktor risiko
penularan HIV/AIDS tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (46,2
%) penggunaan jarum suntik tidak steril pada Penasun (3,4 %), dan LSL (Lelaki sesama
Lelaki) (24,4%), Kasus ODHA terbanyak adalah pada laki-laki (54%) hampir 2 kali lipat
dibandingkan pada kelompok perempuan (29%) (DepKes RI, 2014).
Berdasarkan data profil kesehatan provinsi kalimantan barat tahun 2015, jumlah
penduduk di Kalimantan barat mencapai 4.789.547 jiwa. Terdapat 531 kasus HIV (364 kasus
pada laki-laki, 167 kasus pada perempuan) dan 99 kasus AIDS serta kematian karena AIDS
30 jiwa. Berdasarkan data yang di ambil dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan barat
tahun 1994 sampai dengan 2015, jumlah penderita positiv HIV dan AIDS terbanyak di
kalimantan barat terdapat di kota pontianak dengan jumlah penderita positiv HIV 2.576 jiwa
dan AIDS 1,363 jiwa (Dinas Kesehatan Kal-bar,2015).
Pada awal epidemi HIV/AIDS diketahui, penyakit ini lebih banyak diidentifikasi
pada laki-laki homoseksual dan aktivitas seksual laki-laki homoseksual dituding sebagai
penyebab timbulnya HIV/AIDS. Homoseksual / Gay adalah pria yang mencintai pria baik
secara fisik, seksual, emosional, atau pun secara spiritual. Mereka juga rata-rata agak
memedulikan penampilan, dan sangat memperhatikan apa-apa saja yang terjadi pada
pasangannya (Ilham, 2012 dalam Rakhmahappin dan Prabowo, 2014). Homoseksual sangat
rentan terhadap perilaku yang menyimpang dan menimbulkan berbagai penyakit PMS, satu
diantaranya HIV/AIDS. Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau
suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan
tujuan baik disadari maupun tidak. Pada kaum homoseksual sering melakuakn hubungan
seksual dengan cara oral sek dan anal sek sehingga lebih rentan terkena penyakit PMS, satu
diantaranya HIV/AIDS (Ilham, 2012 dalam Rakhmahappin dan Prabowo, 2014). Untuk
mengurangi HIV/AIDS perlunya perilaku pencegahan secara primer dengan prinsip ABC,
yakni Abstinance (tidak melakukan hubungan seksual), Be faithful (setia kepada
pasangan), dan Condom (pergunakan kondom jika terpaksa melakukan hubungan
dengan pasangan) (Nursalam, 2011).
Perilaku pencegahan HIV dan AIDS sangat tergantung dengan tingkat
pengetahuannya. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan . Pendidikan memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas
manusia, dengan pendidikan manusia akan memperoleh pengetahuan dan informasi. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin berkualitas hidupnya (Efendi dan
Makhfudli, 2009). Data mengenai kelompok laki-laki dengan orientasi homoseksual yang
lebih berisiko terhadap penularan HIV/AIDS,sehingga perlu dilakuakn perilaku pencegahan
HIV dan AIDS pada lelaki suka lelaki (LSL), khusus untuk wilayah Kecamatan Pontianak
Barat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis lebih lanjut tentang
gambaran perilaku pencegahan HIV dan AIDS pada lelaki suka lelaki (LSL) di Kecamatan
Pontianak Barat’’.
1.4 MANFAAT
1.4.1 Bagi peneliti
1) Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan penulisan dalam penelitian ilmiah di
bidang kesehatan.
2) Meningkatkan kemampuan komunikasi dalam melakukan perilaku pencegahan
penyakit dan promosi kesehatan di masyarakat
1.4.2 Bagi institusi kesehatan
Memberikan tambahan data untuk bahan kepustakaan dan sebagai acuan dalam
melakukan penelitian lebih lanjut yang berikatan dengan perilaku pencegahan pada
HIV/AIDS.
1.4.3 Bagi Dinas kesehatan
1) Memberikan gambaran tingkat pengetahuan mengenai perilaku pencegahan terhadap
HIV/AIDS di Pontianak sehingga dapat menjadi bahan evaluasi bersama.
2) Memberikan gambaran bagaimana perilaku homoseksual dapat mempengaruhi
tingkat kesehatan.
1.4.4 Bagi masyarakat
1) Memberikan informasi mengenai perilaku pencegahan HIV/AIDS
2) Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya perilaku pencegahan terhadap
HIV/AIDS
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 HIV/AIDS
2.1.1 Definisi
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyerang sel darah
putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia.
Orang yang dalam darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan belum tentu
membutuhkan pengobatan (KPAD Kab. Jember, 2015).
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala-gejala
penyakit yang didapat karena imunitas atas kekebalan turun temurun. Akibatnya,
timbullah berbagai penyakit, dan penyakit-penyakit inilah yang menyebabkan
kematian penderitanya (Irianto, 2014). Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
adalah suatu penyakityang disebabkan oleh retrovirus Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan ditandai oleh suatu kondisi imunosupresi yang memicu infeksi oportunistik,
neoplasma sekunder, dan manifestasi neurologis (Kummar,Abbas dan Ester, 2015).
2.1.2 Etiologi
Walaupun sudah jelas dikatakan bahwa HIV sebagai penyebab AIDS, tetapi
asal-usul virus ini masih belum diketahui secara pasti. Mula-mula dinamakan LAV
(Lymhadenopathy Associated Virus). Virus ini ditemukan oleh ilmuwan Institute
Pasteur Paris, Dr. L. Montagnier pada tahun 1983, dari seorang penderita dengan
gejala “lymhadenopathy syndrome”. Pada tahun 1984, Dr. R. Gallo dari National
Institute of Health, USA, menemukan virus lain yang disebut HTLV-III (Human
Immunodeficiency Virus) sesuai dengan pertemuan “International Comrhitte on
Taxonomy of Viruses” tahun 1962 (Irianto, 2014).
HIV mempunyai tendensi spesifik, yaitu menyerang dan merusak sel limfosit T
(sel T4 penolong) yang mempunyai peranan penting dalam sistem kekebalan
seluler tubuh. HIV dapat pula ditemukan dalam sel monosit, makrofag dan sel
gila jaringan otak. Virus ini dapat berkembang di dalam sel sel limfosit T dan
seperti pengidap HIV selalu dianggap “infectious” yang dapat aktif kembali dan
dapat ditularkan selam hidup pengidap HIV (Irianto, 2014).
2.3.2 Penyebab
Penyebab homoseksual ada beberapa hal. Beberapa pendekatan biologi menyatakan
bahwa faktor genetik atau hormon mempengaruhi perkembangan homoseksualitas.
Psikoanalis lain menyatakan bahwa kondisi atau pengaruh ibu yang dominan dan terlalu
melindungi sedangkan ayah cenderung pasif. Penyebab lain dari homoseksualitas
seseorang yaitu karena faktor belajar. Orientasi seksual seseorang dipelajari sebagai
akibat adanya reward dan punishment yang diterima (Rakhmahappin dan Prabowo,
2014).
Menurut Kelly (2001) dan Kalat (2007), terdapat 3 faktor kemungkinan penyebab
seseorang menjadi gay. Hal ini sedikit banyaknya mempengaruhi seorang gay untuk
melakukan kekerasan seksual kepada pasangan gaynya, yaitu :
a. Perspektif biologis atau fisiologis, homoseksual disebabkan oleh tiga hal yang
berpengaruh yaitu gen, hormon, dan kromosom atau adanya ketidakseimbangan
jumlah hormon pada diri seseorang sejak lahir. Dijelaskan oleh beberapa penelitian
para ahli, tentang pengukuran hormon menunjukkan bahwa ada predisposisi genetis
yang tersembunyi dan adanya pengaruh dari situasi hormonal selama masa
perkembangan mental, faktor lingkungan (keluarga dan sosiokultural) mempunyai
peran yang sangat besardalam menentukan homoseksual seseorang. Banyak para ahli
menyatakan bahwa homoseksual telah lahir karena beberapa jenis kekurangan
keseimbangan dari hormon-hormon yang berhubungan dengan seks.
Menurut mereka testosterone merupakan suatu faktor yang bersifat menentukan
bagi perkembangan dari semua karakteristik seks yang sekunder dari manusia, seperti
perubahan suara, dan sebagainya. Sedangkan estrogen merupakan faktor yang penting
bagi perempuan dalam pembentukan fisik seorang perempuan. Laki-laki yang
menjadi gay karena faktor biologis biasanya tidak akan bisa kembali menjadi laki-laki
dalam arti sebenarnya, akan tetapi frekuensinya dapat menjadi berkurang. Berbagai
penemuan dan penelitian yang dilakukan oleh para ahli ini membuktikan adanya
kenyataan bahwa faktor biologis memiliki pengaruh terhadap perkembangan seorang
homoseks.
b. Perspektif lingkungan (Perspektif sosiokultural), situasi lingkungan merupakan salah
satu perangkat pendorong tindakan homoseksual. Tindakan ini tampak pada orang-
orang yang telah terisolasi dengan rekan sejenis dalam waktu yang lama dan ikatan
ruang yang ketat seperti penjara dan pesantren. Identifikasi homoseksual, orientasi
seksual secara positivistik menurut Kinsey diantaranya: 0 : heteroseksual eksklusif, 1:
heteroseksual lebih menonjol (predominan), homoseksualnya cuma kadang-kadang, 2
: heteroseksual predominan, homsoseksual lebih dari kadangkadang, 3 : heteroseksual
dan homoseksual seimbang, 4 : homoseksual predominan, heteroseksual lebih dari
kadangkadang, 5 : homoseksual predominan, heteroseksual cuma kadang-kadang, 6 :
homoseksual eksklusif.
c. Penyebab seseorang menjadi homoseksual, juga banyak dilihat dari perspektif
psikologi. Sudut pandang dari dimensi psikologis menekankan pada masa awal
perkembangan seksual sebagai faktor yang patut dipertimbangkan dalam melacak
penyebab homoseksual. Menurut psikoanalisa Freud, homoseksual bermula dari
pekembangan psikoseksual anak pada masa kecil. Pengalaman hubungan orang tua
dan anak pada masa kanak-kanak sangat berpengaruh terhadap kecenderungan
homoseksual. Perspektif lain adalah teori perilaku atau psikoseksual yang
menekankan bahwa homoseksual secara mendasar merupakan fenomena proses
belajar. Penyebab seseorang menjadi homoseksual dapat berasal dari adanya
penghargaan atau hukuman atas perilaku seksual yang dialami sejak awal
perkembangan atau cenderung ke arah gangguan perkembangan psikoseksual pada
masa anak-anak.Misalnya bila seseorang mendapatkan pengalaman heteroseksual
yang kurang menyenangkan dan justru mendapatkan kenikmatan dengan penglaman
homoseksual maka secara bertahap orientasi seksualnya akan ke arah sesama jenis.
2.3.3 Ciri-ciri Gay
Menurut Oetomo (2006), ciri-ciri gay adalah
a. Sebagian besar para gay secara phisik merupakan sosok-sosok pria dengan
ketampanan diatas rata-rata pria pada umumnya, bahkan tampilan cenderung macho
dan gagah.
b. Sebagian besar gay menandai dirinya dengan tindik pada bagian kuping “biasanya”
yang sebelah kanan, namun sebagian lagi bahkan ada yang menindik kedua bagian
kupingnya, oleh karena itu baiknya bagi pria yang berminat untuk melakukan tindik
sebaiknya dipertimbangkan kembali agar jangan sampai salah memberikan simbol.
c. Sebagian dari mereka cenderung menyukai memakai perhiasan seperti kalung
(biasanya kalung emas baik kuning maupun emas putih) layaknya seorang lelaki
metrosexual.
d. Sebagian besar gay, secara sifat adalah jenis lelaki yang sopan santun, terkesan
sangat rapi namun tetap menampilkan kesan feminisme dalam gerak-geriknya, tapi
sebagian lagi sangat tidak kentara ketika berinteraksi.
e. Sebagian besar gay, termasuk jenis pria-pria yang sensitif dan dalam kehidupan
sehari-hari cukup supel dalam pergaulan, namun mereka sangat perfeksionis dalam
bidangnya.
f. Sebagian besar pria gay biasanya berkarier dibidang seperti artis, penyanyi, desainer,
penata rambut bahkan para model, namun secara garis besarnya mereka pada
umumnya bergiat dibidang yang membutuhkan detil dengan perasaan dengan tingkat
perfeksionisme yang tinggi.
2.3.4 Jenis-Jenis Homoseksual atau Gay
Jenis Homoseksual menurut Coleman (2008) menggolongkan homoseksualitas ke
dalam beberapa jenis yakni :
a. Homoseksual tulen yaitu gambaran streotiptik popular tentang laki -laki yang
keperempuan-perempuanan atau sebaliknya perempuan yang kelelaki-lakian.
b. Homoseksual malu-malu yaitu kaum lelaki yang suka mendatangi kamar mandi yang
tidak mampu dan tidak berani menjalin hubungan antarpersonal.
c. Homoseksual tersembunyi yaitu kelompok ini biasanya berasal dari kelas menengah
dan memiliki status sosial yang mereka rasa perlu dengan menyembunyikan
homoseksualitas mereka.
d. Homoseksual situasional yaitu kelompok yang dapat mendorong
orangmempraktikkan homoseksualitasnya tanpa disertai komitmen yang mendalam.
e. Biseksual yaitu orang yang mempraktikkan baik homoseksualitas maupun
heteroseksualitas sekaligus.
f. Homoseksual mapan yaitu kaum homoseksual yang menerima homoseksualitas
mereka, memenuhi aneka peran kemasyarakatan secara bertanggung jawab dan
mengikatkan diri dengan komunitas homoseksual setempat.
2.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-
konsep yang diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmojo, 2005). Berdasarkan kerangka teori maka berikut ini adalah kerangka
yang akan digunakan dalam penelitian ini:
- Penggunaan kondom
- Penggunaan pelicin
Perilaku pencegahan
- Praktik VCT
penularan HIV/AIDS
Variabel Perancu
Status HIV
Paparan
\\\\ informasi
Gambar 2.1 Kerangka konsep gambaran perilaku pencegahan HIV dan AIDS
BAB 3
METODE PENELITIAN
2.6 Instrumen
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data.
Instrumen penelitian ini dapat berupa lembar observasi dan formulir yang berkaitan dengan
pencatatan data (Notoatmodjo,2012). Instrumen dalam penelitian ini yaitu lembar wawancara
selama penelitian (Potter & Perry, 2006).
2.6.1 Alat dan bahan pemeriksaan tekanan darah
a) Lembar wawancara
b) Alat rekaman
c) Pulpen
Arfanda,F dan Sakaria.(2015). Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap Waria. Jurnal Sosial Ilmu
Politik Universitas Hasanuddin Vol. 1 No. 1. Diakses pada tanggal 10 November 2017 pada
http://unhas.ac.id/fisip/wp-content/uploads/2015/12/Jurnal-KRITIS-Vol.-1-No.-1-Juli-
2015.pdf
Coleman, S. J.( 2008). Dasar-Dasar Teori Sosial. Nusa Media: Bandung.
Depkes RI. (2014). Infodatin AIDS. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI di akses tanggal 12
November 2017 pada www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin /Infodatin
%20AIDS.pdf
Dinas Kesehatan Kal-bar. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Kal-Bar. Pontianak : Kalimantan
Barat Diakses tanggal 12 november 2017 pada http://www.depkes.go.id/resources
/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2015/20_Kalbar_2015.pdf
Faulina, R, dan Prababukti,N P.(2012). Perilaku Seks Waria di Kota Tarakan Provinsi Kalimantan
Timur, Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, Volume II, No. 1. Diakses pada tanggal 10
November 2017 pada https://media.neliti.com/.../150143-ID-perilaku-seks-waria-di-kota-
tarakan-prov.pdf
Irianto, K. (2014). Seksologi Kesehatan.Bandung : Alfabeta.
Kalat, J.W. (2007). Biological Psychology (9th ed.) Canada: Thomson Wadsworth.
Kana, I. M., Nayoan, C. R., & Limbu, R. (2016). Gambaran Perilaku Pencegahan HIV dan AIDS
pada Lelaki Suka Lelaki (LSL) Di Kota Kupang Tahun 2014. Unnes Journal of Public
Health, 5(3), 252-262. Diakses pada tanggal 10 November 2017 pada
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/article/download/10995/8834
Kelly, G. (2001). Sexuality Today. New York : The McGraw Hill.
Kemenkes RI. (2016). Program Pengendalian HIV AIDS dan PIMS di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Diakses tanggal 18 November 2017
dalam http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/4__Pedoman_Fasyankes_Primer_ok.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia . Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI. Diakses pada tanggal 1 November 2017 di dalam
http://www.depkes.go.id/resources/download/ pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-
kesehatan-indonesia-2014.pdf.
Koeswinarno. (2010). Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta : LKIS.
Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Jember. (2015). Mengenal & Menanggulangi HIV &
AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba. Jember: Komisi Penanggulangan AIDS
Kabupaten Jember. Diakses pada tanggal 10 November 2017 di dalam
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/IKESMA/article/download/4822/3554/
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. (2015). Strategi dan Rencana Aksi Nasional 2015-2019
Penanggulangan HIV dan AIDS Di Indonesia. Jakarta : Komisi Penanggulangan AIDS
Nasional. Diakses pada tanggal 10 November 2017 di dalam
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/SRAN_2015_2019_FINAL.pdf
Kummar, V., Abbas, AK., Aster JC .2015.Robbins and Cotran : Pathologic Basic of Desease
Ninth edition. Philidelphia : Saunders Elsevier.
Machfoedz, I. (2005). Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan dan Kebidanan.
Fitramaya : Yogyakarta.
Mansjoer,A., Triyanti,K.,Savitri,K.,Wardhani,W I dan Setiowulan,W. ( 2010 ). Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi 4. Jakarta : Medica Aesculpalus.
Nadia, Z., (2005). Waria Laknat atau Kodrat. Yogyakarta : Pustaka Marwa.
Nandasari, F dan Lucia Y H. (2015). Identifi cation of Sexsual Behavior and HIV Insidence on
Public Transportation Driver in Sidoarjo. Jurnal Berkala Epidemiologi. Surabaya :
Universitas Airkangga. Jurnal Berkala Epidemiologi Vol. 3, No. 1 377–386. Diakses pada
tanggal 10 November 2017 di dalam https://media.neliti.com/media/publications/94653-
ID-none.pdf
Notoatmodjo S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo,S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam, K. N. D .(2011). Asuhan Keperawatan Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba
Medika.
Oetomo,D. (2006). Gay di Masyrakat. Surabaya: Gaya Nusantara
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental : Konsep, Proses, dan Praktik.
Jakarta : EGC.
Rakhmahappin,Y., dan Prabowo,A. ( 2014). Kecemasan Sosial Kaum Homoseksual Gay dan
Lesbian. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Vol. 02, No.02. Di akses pada tanggal 14
November 2017 pada ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/download/1997/2099
Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Purwokerto : UPT . Percetakan dan
Penerbitan UNSOED.
Sugiono, D.(2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 3. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
UNAIDS. (2015). Epidemiology Global Statistics Fact Sheet HIV/AIDS 2015. Diakses tanggal
1 November 2017 dalam http://www.unaids.org/en/resources/documents/2015/
20150714_factsheet.
Lampiran 1
Assalamualaikum Wr.Wb dan salam sejahtera. Saya Ezy Alkendhy mahasiswa Program
Studi Pendidikan Ners Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak. Pada saat ini
saya sedang melakukan penelitian tentang “Gambaran perilaku pencegahan HIV dan AIDS pada
lelaki suka lelaki (LSL) di Kecamatan Pontianak Barat”. Penelitian ini dilakukan untuk
menyusun skripsi dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku
pencegahan HIV dan AIDS pada lelaki suka lelaki (LSL) di Kecamatan Pontianak Barat yang
akan digunakan untuk kepentingan ilmiah yang dapat bermanfaat bagi masyarakat,
Maka dari itu saya mengharapkan keikutsertaan dan kerjasama dari Bapak/Ibu untuk menjadi
responden dalam penelitian ini. Identitas Bapak/Ibu akan dirahasiakan oleh saya. Tidak ada
jawaban benar atau salah dari apa yang Bapak/Ibu sampaikan, dan hasil dan informasi yang
Bapak/Ibu berikan akan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Partisipasi Bapak/Ibu dalam keikutsertaan dalam penelitian ini bersifat bebas dan tanpa
adanya paksaan. Dengan ini saya mengucapkan terimakasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/I
untuk menjadi responsen dalam penelitian ini.
Ezy Alkendhy
I1031141012
Lampiran 2
Peneliti : Ezy Alkendhy (Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura Pontianak)
Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia untuk menjadi responden penelitian dengan
sukarela dan tanpa adanya paksaan.
(……………………….)
Lampiran 3
Lembar Wawancara
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Pekerjaan :
No Pertanyaan Jawaban
1. Apakah anda mengetahui penyakit HIV/AIDS ?
2. Apakah anda mengetahui penyebab dari HIV/AIDS ?
3. Apakah anda sering melakukan homoseksual ?
4. Apa yang anda rasakan ketika melakukan homoseksual ?
5. Bagaimana cara anda melakukan homoseksual ?
6. Apakah anda menggunakan kondom saat melakukan
hubungan seks dengan sesama jenis ?
7. Apakah anda menolak berhubungan seks jika pelanggan
kamu tidak memakai kondom ?
8. Apakah anda menggunakan pelicin ketika oral dan anal
seks ?
9. Apakah anda mengetahui dampak terhadap perilaku yang
anda lakukan ?
10. Apakah anda mengerti tindakan pencegahan terhadap
HIV/AIDS ?