1506672483
Muhammad Luthvan H. 1506733705
Rheo Loridho P. 1806155932
Eka Nurdiana 1806244793
Operasi sistem tenaga listrik yang handal memerlukan keseimbangan antara suplai dan
permintaan secara real time. Namun, keseimbangan ini tidak mudah untuk dicapai mengingat
tingkat suplai maupun permintaan dapat berubah dengan cepat di luar dugaan. Perubahan
permintaan ini disebabkan oleh berbagai alasan, seperti pemadaman paksa, pemadaman pada
transmisi dan distribusi, kegagalan pembangkitan dan perubahan beban secara tiba-tiba (Albadi
and Elsaadany, 2008). Salah satu mekanisme untuk meningkatkan keandalan sistem kelistrikan
yaitu dimungkinkannya konsumen untuk berpartisipasi aktif secara langsung atau tidak langsung
dan bertindak sebagai sumber penghasil energi listrik. Partisipasi aktif konsumen di pasar tenaga
listrik dapat dicapai melalui program pengelolaan sisi permintaan yang tepat (demand side
management / DSM). Salah satu mekanisme dalam pengelolaan sisi permintaan dan
memungkinkan keberlangsungan aktivitas jaringan cerdas (smart grid), dapat dilakukan melalui
pengelolaan secara respon permintaan (Demand Response, DR) (Shariatzadeh, F., et al., 2015)
Demand respons (DR) dapat didefinisikan sebagai perubahan penggunaan listrik oleh
pengguna akhir dari pola konsumsi normal sebagai respons terhadap harga listrik dari waktu ke
waktu. DR mencakup semua modifikasi pola konsumsi listrik yang dilakukan oleh konsumen
pengguna akhir yang dimaksudkan untuk mengubah waktu, tingkat permintaan sesaat, atau
konsumsi listrik total (Albadi and Elsaadany, 2008). Program DR dikembangkan untuk membuat
jaringan listrik lebih efisien, ramah lingkungan, dan dapat diandalkan (Shariatzadeh, F., et al.,
2015). Pada prinsipnya DR dapat menurunkan harga listrik secara signifikan, karena pergeseran
permintaan pada saat puncak dapat mengurangi kebutuhan akan biaya marjinal yang lebih tinggi,
menawarkan keseimbangan sistem dengan biaya lebih rendah dan mengurangi investasi penguatan
jaringan (Torriti, J., et al., 2010). Secara sederhana, DR diartikan sebagai perubahan penggunaan
listrik pada sisi permintaan dari pola konsumsi normal konsumen sebagai respons terhadap
perubahan harga listrik, atau pembayaran insentif yang dirancang untuk mendorong penggunaan
listrik yang lebih rendah pada saat harga pasar tinggi atau ketika keandalan sistem terancam
(Aghaei, J. & Alizadeh, M., 2013).
Manfaat dari program DR secara umum tercakup dalam beberapa segi. Dari segi
keandalan, kemajuan pemodelan dan kemampuan IT membuat DR menjadi pilihan yang menarik
untuk meningkatkan fleksibilitas sistem tenaga listrik. Hal ini bertepatan dengan fokus terbaru
dalam meningkatkan penetrasi listrik dari sumber energi terbarukan. Fleksibilitas DR dapat
memberikan titik temu pada fluktuasi pembangkit energi terbarukan dan dapat memfasilitasi
penetrasi energi terbarukan yang lebih tinggi (O'Connell, N., et al., 2014).
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pemanfaatan energi terbarukan/ ET (pembangkit
tenaga angin, fotovoltaik) yaitu sifat intermiten yang dimilikinya. Pengurangan sifat intermiten ET
ini dapat dicapai dengan menerapkan; (a) DR, (b) model tenaga angin prediktif, dan (c)
penggunaan model dinamis yang dapat diprediksi (Aghaei, J. & Alizadeh, M., 2013).
Program DR dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu DR berbasis harga dan DR
berbasis insentif. DR berbasis harga terkait dengan perubahan konsumsi energi oleh konsumen
sebagai respons terhadap variasi harga pembelian konsumen. Kelompok ini mencakup time-of-use
(TOU), harga real time/ real time pricing (RTP) dan tingkat harga kritis-puncak / critical-peak
pricing (CPP). DR berbasis insentif mencakup program yang memberi konsumen insentif tetap
atau intensif berdasarkan pada variasi waktu di samping tarif listrik konsumen. (Faria, P. & Vale,
Z., 2011). Beberapa program DR yang sudah ada merupakan tantangan untuk dapat
diimplementasikan di Indonesia. Dalam penerapan program DR, seringkali terjadi permasalahan
atau kesalahan. Hal ini perlu dipelajari agar penerapan DR dapat terlaksana sesuai harapan.
dalam pelaksanaan operasi sistem tenaga listrik, energi listrik yang diproduksi harus sama
dengan energi listrik yang dikonsumsi. Hal ini disebabkan karena energi listrik tidak dapat
disimpan. Kesamaan ini dapat dilihat melalui frekuensi dan tegangan. Artinya, bila energi listrik
yang diproduksi lebih kecil dari energi listrik yang dikonsumsi maka frekuensi dan tegangan turun.
Sebaliknya bila energi listrik yang diproduksi lebih besar dari energi listrik yang dikonsumsi,
akibatnya frekuensi dan tegangan naik.
1. Pengaturan Frekuensi
Pengaturan frekuensi adalah pengaturan pasokan daya nyata dari pembangkit frekuensi itu
diatur supaya berada pada kisaran yang ditentukan Berarti pengatur frekuensi dilakukan dengan
mengatur keluaran daya nyata unit pembangkit agar selalu sesuai dengan kebutuhan beban. Selisih
antara beban dengan pasokan pembangkit pada saat pembangkit produksinya meningkat dan
menurun secara tajam akan dikompensasi oleh pengaturan frekuensi dengan menggunakan Load
Frequensi Control (LFC). Dengan demikian perubahan frekuensi tidak terlalu besar hal ini akan
menunjang mutu dan sekuriti. Perubahan frekuensi yang tajam terjadi karena pembangkit atau
beban hilang (trip). Dengan memanfaatkan cadangan pengaturan frekuensi akan bereaksi dengan
cepat sehingga dapat mengembalikan ke frekuensi ke 50 HZ. Rentang frekuensi normal, jika
terjadi perubahan frekuensi 0,5 HZ maka pembangkit yang berskala besar yang trip, atau gangguan
terjadi pada sistem penyaluran yang mengakibatkan akan kehilangan beban
2. Pengaturan Tegangan
Pada sistem yang cukup besar pengaturan tegangannya cukup sulit. Hal ini disebabkan
beban yang bermacam-macam jenisnya, pembangkit yang tersebar dan daya reaktif yang berubah-
ubah karena beban berubah. Persoalan tegangan yang rumit terjadi ketika beban sistim sangat
rendah yaitu pada hari libur (atau hari raya), dimana pembangkit yang beroperasi sedikit berarti
menyerap daya reaktif juga sedikit, sedang daya reaktif yang ada pada sistim sangat besar
akibatnya tegangan menjadi tidak stabil (teratur). Untuk mengatur tegangan dilakukan dengan cara
melepas kapasitor dan menyambung reaktor, mengatur pembangkit menyerap daya reaktif dan
mengatur posisi sadapan (tap) transformator tenaga.
Pengendalian operasi sistem tenaga listrik berupaya agar mutu listrik yang baik tetap terpelihara,
yaitu: memenuhi tuntutan tegangan, frekuensi, dan semua komponen sistem tenaga listrik
beroperasi dalam batasan operasionalnya yang telah disepakati. Dengan demikian, seluruh variabel
listrik yang mempunyai kendala operasi harus dapat dipantau atau dapat diketahui melalui hasil
perhitungan di pusat pengendalian operasi agar usaha perbaikannya dapat dilakukan. Keputusan
operasi untuk memperbaikinya merupakan hasil perhitungan atau simulasi guna mendapatkan
solusi serta pengendaliannya yang optimal.
3. Sekuriti
Sekuriti dapat diartikan sebagai kondisi yang bebas dari bahaya atau risiko. sehingga
diperoleh suatu jaminan keamanan. Hal ini sesuai dengan keinginan konsumen yaitu kontinuitas
penyaluran daya atau pelayanan dapat berjalan dengan baik tanpa mengalami gangguan. Pengelola
operasi yang menerapkan konsep sekuriti tentunya mereka harus berupaya supaya kontinuitas
penyaluran daya dapat dipertahankan atau dipelihara meskipun ada kemungkinan terjadinya
gangguan di jaringan. Fungsi sekuriti di pengendalian operasi sistem tenaga listrik merupakan
upaya agar kondisi normal sistem tetap dapat dipelihara.
Fungsi ini dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa faktor seperti lingkungan eksternal,
kelakukan dinamik sistem yang selalu berubah, tuntutan operasi sistem yang ekonomis,
kemampuan dan karakteristik peralatan jaringan, pemeliharaan dan perbaikan di sistem ataupun
cara pengoperasian sistem itu sendiri.
Pengendalian sekuriti sistem tenaga listrik merupakan masalah yang sangat menarik dan menjadi
tantangan menuju tingkat sekuriti yang diinginkan. Peranan matematika dalam bidang sekuriti
sangat penting, karena kemampuan analisisnya yang selaras dengan tingkat pengendalian yang
diinginkan.
4. Islanding Operation
Islanding Operation adalah operasi unit/entitas pembangkit secara terpisah dari sistem
interkoneksi induknya ketika terjadi gangguan penurunan frekuensi yang cukup besar dan
berpotensi menyebabkan runtuhnya seluruh subsistem atau seluruh sistem. Islanding Operation
sebagai perlindungan terakhir akan bekerja setelah semua tahapan skeme pertahanan yang lain
dilaksanakan tetapi frekuensi masih tetap turun. Islanding operation merupakan sistem defense
scheme yang sangat penting dan menentukan kontinuitas operasi sistem selanjutnya.