Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keaneka

ragaman hayati tertinggi didunia. Di dunia ini tidak ada dua individu yang benar-

benar sama. Setiap individu memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda sehingga

menunjukkan adanya keanekaragaman makhluk hidup di Bumi ini. Kekhasanan

dan tingginya tingkat keanekaragaman makhluk hidup sangat bermanfaat untuk

kelangsungan hidup umat manusia. Keanekaragaman makhluk hidup yang ada di

Bumi ini disebut sebagai keanekaragaman hayati.

Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup yang

menunjukkan keseluruhan variasi gen, spesies dan ekosistem di suatu daerah. Ada

dua faktor penyebab keanekaragaman hayati, yaitu faktor genetik dan faktor luar.

Faktor genetik bersifat relatif konstan atau stabil pengaruhnya terhadap morfologi

organisme. Sebaliknya, faktor luar relatif stabil pengaruhnya terhadap morfologi

organisme. Lingkungan atau faktor eksternal seperti makanan, suhu, cahaya

matahari, kelembaban, curah hujan dan faktor lainnya bersama-sama faktor

menurun yang diwariskan dari kedua induknya sangat berpengaruh terhadap

fenotip suatu individu. Dengan demikian fenotip suatu individu merupakan hasil

interaksi antara genotip dengan lingkungannya Keanekaragaman hayati dapat

terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah

sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk bersel satu hingga mahluk

bersel banyak dan tingkat organisasi kehidupan individu sampai tingkat interaksi

kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem.


Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bum, wilayah

tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya dan jumlah

keanekaragaman hayati terus menurun jika semakin jauh dari ekuator.

Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari miliaran tahun

proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum diketahui secara pasti dalam sains.

Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa archaea,

bakteri, protozoa, dan organisme uniseluler lainnya sebelum organisme

multiseluler muncul dan menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang

begitu cepat, namun secara periodik dan eventual juga terjadi kepunahan secara

besar-besaran akibat aktivitas bumi, iklim dan luar angkasa.

Vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem yang dapat

menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi fakta lingkungan yang mudah di

ukur dan nyata. Dalam mendeskripsikan vegetasi harus di mulai dari suatu titik

padang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokkan dari suatu tumbuhan

yang hidup di suatu hidup tertentu yang mungkin di karakterisasi baik oleh spesies

sebagai komponennya maupun oleh kombinasi dan struktur serta fungsi sifat-

sifatnya yang mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum. Berdasarkan

uraian diatas maka perlu dilakukannya praktikum keanekaragaman hayati ini

untuk mengetahui berbagai macam jenis keanekaragaman hayati yang terdapat

didesa Jatibali.

1.2. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan pada praktikum ini yaitu mengetahui dan mengidentifikasi

barbagai jenis flora dan fauna yang terdapat didesa jatibali.


Kegunaan dari praktikum ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui dan

mengidentifikasi barbagai jenis flora dan fauna yang terdapat didesa jatibali.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati disebut juga biodiversitas, kata ini merupakan

serapan langsung dari kata biodiversity. Keanekaragaman hayati terberbentuk

karena adanya keseragaman (kesamaan) dan keberagaman (perbedaan) sifat atau

ciri makhluk hidup. Keanekaragaman dapat dilihat antara lain dari perbedaan

bentuk, ukuran, warna, jumlah, dan faktor fisiologi (Ferdinand, 2010).

Keanekaragaman hayati Indonesia sebagian telah dimanfaatkan,

sebagian baru diketahui potensinya, dan sebagian lagi belum dikenal. Pada

dasarnya keanekaragaman hayati dapat memulihkan diri, namun kemampuan ini

bukan tidak terbatas. Karena diperlukan untuk hidup dan dimanfaatkan

sebagai modal pembangunan, maka keberadaan keanekaragaman hayati amat

tergantung pada perlakuan manusia. Pemanfaatan keanekaragaman hayati secara

langsung bukan tidak mengandung resiko. Dalam hal ini, kepentingan

berbegai sektor dalam pemerintahan, masyarakat dan swasta tidak selalu

seiring. Banyak unsur yang mempengaruhi masa depan keanekaragaman hayati

Indonesia, seperti juga tantangan yang harus dihadapi dalam proses

pembangunan nasional secara keseluruhan, khususnya jumlah penduduk

yang besar dan menuntut tersedianya kebutuhan dasar. Peningkatan

kebutuhan dasar tersebut antara lain menyebabkan sebagian areal hutan

alamberubah fungsi dan menyempit, dengan rata-rata pengurangan 15.000-

20.000 hektar pertahun. Kawasan di luar hutan yang mendukung kehidupan

keanekaragaman hayati seperti daerah persawahan dan kebun-kebun rakyat


berubah peruntukan dan cenderung menjadi miskin keanekaragaman

hayatinya (Parama, 2008).

Faktor keanekaragaman hayati adalah faktor genetik dan faktor luar.

Faktor genetik bersifat relatif konstan atau stabil pengaruhnya terhadap morfologi

(fenotip) organisme. Sebaliknya faktor luar relatif tidak stabil pengaruhnya

terhadap morfologi (fenotip) organisme (Abdurahman, 2008).

Keanekaragam tingkat ekosistem adalah keanekaragaman yang dapat

ditemukan di antara ekosistem. Di permukaan bumi susunan biotik dan abiotik

pada ekosistem tidak sama. Lingkungan abiotik sangat mempengaruhi keberadaan

jenis dan jumlah komponen biotik (makhluk hidup). Wilayah dengan kondisi

abiotik berbeda umumnya mengandung komposisi makhluk hidup yang berbeda.

Kondisi lingkungan tempat hidup suatu makhluk hidup sangat beragama

keberagaman lingkungan tersebut biasanya dapat menghasilkan jenis makhluk

hidup yang beragam pula (Simamora, 2010).

Agroekosistem adalah bentuk ekosistem binaan manusia yang ditujukan

untuk memperoleh produksi pertanian dengan kualitas dan kuantitas tertentu.

Sebagai suatu ekosistem, maka sungai tersusun atas komponen biotik dan abiotik

yang saling berinteraksi satu sama lain. Komponen abiotik meliputi unsur udara

(iklim), tanah dan air. Komponen biotik terdiri atas unsur tanaman maupun

binatang. Dengan kata lain, sungai merupakan habitat (tempat hidup) bagi

berbagai jenis binatang dan tumbuhan yang membentuk keanekaragaman hayati

pada ekosistem sungai (Untung, 2010).


Keanekaragaman hayati yang ada di alam telah terancam punah

oleh berbagai cara. Ancaman terhadap keanekaragaman hayati dapat terjadi

melalui barbagai cara berikut : 1) Perluasan areal pertanian dengan membuka

hutan atau eksploitasi hutannya sendiri akan mengancam kelestarian varietas

liar/lokal yang hidup di hutan (seperti telah diketahui bahwa varietas padi

liar/lokal banyak dijumpai di hutan belukar, hutan jati dan hutan jenis lain).

Oleh karena itu sebelum pembukaan hutan perlu dilakukan ekspedisi

untuk pengumpulan data tentang varietas liar/lokal. 2) Rusaknya habitat

varietas liar disebabkan oleh terjadinya perubahan lingkungan akibat perubahan

penggunaan lahan. 3) Alih fungsi lahan pertanian untuk penggunaan di

luar sektor pertanian menyebabkan flora yang hidup di sana termasuk

varietaspadi lokal maupun liar, kehilangan tempat tumbuh. 4) Pencemaran

lingkungan karena penggunaan herbisida dapat mematikan gulma serta

varietas tanaman budidaya termasuk padi. 5)Semakin meluasnya tanaman

varietas unggul yang lebih disukai petani dan masyarakat konsumen, akan

mendesak/tidak dibudidayakannya varietas lokal (Suhartini, 2009).

2.1.1. Flora

Flora merupakan semua kehidupan jenis tumbuh-tumbuhan suatu habitat,

daerah, atau strata geologi tertentu. Flora berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata

“Flora” yang mempunyai arti alamat tumbuhan atau nabatah. Flora juga dapat

dimaknai sebagai sekelompok tanaman. Adapun arti flora endemik yaitu jenis

tumbuhan yang hidup di daerah tertentu (Arifin, 2015).


Fungsi utama untuk flora adalah sebagai pemasok oksigen. Seluruh

makhluk hidup membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup. Satu-satunya

penghasil oksigen di dunia merupakan tumbuhan berdaun hijau. Melalui proses

fotosintesis, tumbuhan hijau melepaskan oksigen ke udara menjadikan

memberikan kehidupan untuk makhluk hidup lain termasuk hewan dan manusia.

Hutan yang adalah bagian dari paru-paru dunia juga tersusun atas flora itu sendiri

(Maizer,2008).

Pohon merupakan tumbuhan berkayu yang memiliki diameter lebih dari

20 cm. Pohon dewasa yaitu pohon yang mempunyai akar, batang dan tajuk.

Tinggi minimum 5 meter serta mempunyai diameter batang lebih dari 35 cm atau

keliling batang >110 cm (Sudarsono, 2016).

1.1.2. Fauna

Fauna adalah keseluruhan kehidupan hewan, suatu habitat, daerah, atau

strata geologi tertentu atau juga dapat berarti dunia hewan. Fauna dapat tumbuh di

daratan dan perairan. Fauna memiliki ukuran tubuh, bentuk tubuh, cara hidup,

cara berkembangbiak, jenis makanan dan tempat hidup (habitat) yang berbeda

sesuai dengan jenisnya dan cara hewan beradabtasi dengan lingkungannya

(Gaston, 2011).

Fauna atau hewan memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda-beda.

Umumnya, kemampuan adaptasi tersebut akan menentukan wilayah hidup atau

habitat mereka. Pengertian habitat yaitu lingkungan fisik yang terdapat di sekitar

populasi spesies tertentu yang mendukung kehidupan mereka. Habitat dapat

tersusun dari faktor kesuburan tanah, kelembaban udara, ketersediaan dan kualitas
air, cahaya matahari, suhu, tidak adanya predator serta makanan yang tersedia.

Habitat sangat diperlukan untuk keberlangsungan hewan. Wilayah habitat yang

rusak akan menyebabkan terganggunya keseimbangan alam sehingga berpengaruh

pada kehidupan hewan-hewan dan makhluk hidup lainnya (Ferdinand, 2010).

Omnivora atau sarwaboga adalah spesies yang memakan tumbuhan dan

hewan sebagai sumber makanan pula. Omnivora adalah kombinasi dari dua jenis

hewan di atas digabungkan antara hewan herbivora dan karnivora. Tapi kita sering

mengatakan bahwa hewan omnivora adalah hewan omnivora. Hewan ini dapat

berasal dari hewan darat dan hewan air. Hewan omnivora makan tanaman, tetapi

juga makan daging (Nandika, 2012).

Herbivora lataboga, atau maun di zoologi adalah hewan yang hanya

makan tumbuh-tumbuhan dan tidak makan daging. Hewan yang termasuk ke

dalam jenis herbivora memiliki karakteristik sendiri umumnya herbivora hewan

memeiliki geraham untuk mengunyah fungsi tanaman hijau menjadi lembut dan

gigi seri yang berfungsi untuk memotong tanaman hijau sebelum dikuyah. Hewan

yang termasuk ke dalam jenis herbivora adalah hewan pemakan tumbuhan, dan

mereka bukan jenis binatang liar yang berbahaya. Hewan-hewan yang termasuk

ke dalam jenis ini hidup di daerah tropis sangat kaya tanaman hijau yang menjadi

makanan pkok hewan-hewan ini (Soedjoto, 2008).


2.2. Kerangka Pikir

Keanekaragaman Hayati

Flora Fauna

Pancang Tiang Pohon Dekomposer Predator Omnivora Herbivora


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 19 November 2018 Pukul 07:00

sampai selesai. Bertempat di Desa Jati Bali Kecamatan Ranometo Konawe

Selatan.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum keanekaragaman hayati

adalah alat tulis menulis, penggaris dan kamera.

3.3. Prosedur Praktikum

Prosedur praktikum ini adalah sebagai berikut:

a. Mahasiswa membentuk beberapa kelompok

b. Setiap kelompok mahasiswa menentukan lokasi pengamatan

c. Membuat plot pengamatan dengan ukuran disesuaikan dengan araan asisten

d. Menidentifikasi jenis flora (tumbuhan) dan fauna (hewan) pada plot


pengamatan

e. Menuliskan hasil pengamatan pada tabel yang telah dibuat

No Unit Pengamatan Jenis Floura/Fauna Ket


1.
2.

Melakukan dokumentasi spesies dalam plot pengamatan


V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Keanekaragaman hayati merupakan salah satu aspek struktural ekosistem

dan penentu terhadap satuan lahan yang keutuhannya perlu dilindungi.

Pengelolaan lahan dapat berpengaruh terhadap keutuhan keanekaragaman hayati,

sehingga perlu dicari metoda kesesuaian pengelolaan lahanyang dapat melindungi

keutuhan keanekaragaman hayati. Untuk mengurangi dampak perluasan kawasan

yang berpengaruh negatif secara ekologi maka pengembangan konservasi

merupakan suatu keharusan yang merupakan suatu kegiatan dengan

mengkombinasikan pengembangan konservasi dengan kebutuhan masyarakat dan

investasi masa depan (sustainable ecosystem). Keanekaragaman hayati dapat

digolongkan menjadi tiga tingkat yaitu :1) Keanekaragaman spesies, hal ini

mencakup semua spesies di bumi, termasuk bakteri dan protista serta spesies

dari kingdom bersel banyak (tumbuhan, jamur, hewan yang berselbanyak atau

multiseluler). 2) Keanekaragaman genetik. Variasi genetik dalam satu spesies

baik diantara populasi –populasi yang terpisah secara geografis,maupun

diantara individu-individu dalam satu populasi. 3) Keanekaragaman komunitas.

Komunitas biologi yang berbeda serta asosiasinya dengan lingkungan fisik

(ekosistem) masing-masing.

5.2. Saran

Saran saya pada penyusunan laporan ini yaitu diharapkan saran dan

kritikan agar penyusunan laporan berikutnya menjadi lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman. 2008. Biologi Kelompok Pertanian. Grafindo Media Pratama.


Bandung.
Arifin, Adya NF, Yuni P, Ainur R. 2015. Keanekaragaman Flora
Pada Ekosistem Hutan Rakyat di Desa Prancak Kabupaten Sumenep.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi. 328-338.

Cecep K. 2015. Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas) Sebagai Elemen Kunci


Ekosistem Kota Hijau. Jurnal Diversity. 1(8):1747-1755. ISSN: 2407-
8050.

Ferdinand F, Ariwibowo M. 2010. Praktis Belajar Biologi. Erlangga. Jakarta

Gaston K. 2011. Biodiversity On Introduction.Grapicraft Limited. United


Kingdom.

Indriyanto. 2010. Ekologi Hutan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Maizer SN, Eken. 2008. Konservasi Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati


Hutan Tropis Berbasis Masyarakat. Jurnal Kaunia. 4(2):159-172.

Nandika D. 2011. Hutan Bagi Ketahanan Nasional. Muhammadiyah University


Press. Surakarta.

Parama OA. 2008. Permasalahan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di


Indonesia. Jurnal Biodiversitas. 1(1):36-40.

Simamora, Suhud, Salundik. 2010. Keanekaragaman Hayati. Kiat Mengatasi


Permasalahan Praktis. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Soendjoto MA, Suyanto, Hafiziannoor, Purnama A, Rafiqi A, Sjukran S.


2008. Keanekaragaman Tanaman Pada Hutan Rakyat di Kabupaten Tanah
Laut, Kalimantan Selatan. Jurnal Biodiversitas. 9(2):142-147.

Sudarsono. 2016. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat dan Pemanfaatannya di


Hutan Turgo, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Jurnal
Biologi. 2(1):50-125..

Suhartini. 2009. Peran Konservasi Keanekaragaman Hayati Dalam Menunjang


Pembangunan yang Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian Pendidikan dan Penerapan MIPA. Fakultas MIPA. UNY.
Yogyakarta.
Untung, Victoria H, Tien A. 2010. Konservasi Musuh Alami
Sebagai Pengendali Hayati Hama Dengan Pengelolaan Ekosistem Sawah.
Jurnal Penelitian Saintek. 18(2):29 – 40.

Anda mungkin juga menyukai