Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna.
Di antara makhluk lainnya manusialah yang memiliki bentuk dan struktur yang
paling sempurna. Maka dari itu sebagai manusia yang bersyukur kita wajib
menggunakan pemberian itu dengan sebaik-baiknya dengan cara merawat serta
mengembangkan potensinya semaksimal mungkin pada kenyataannya masih
banyak manusia yang memiliki keterbatasan dalam hal fisik maupun mental, salah
satunya penyandang tunadaksa disekitar kita.
Tunadaksa (cacat tubuh) adalah salah satu bentuk keterbatasan manusia
yang terjadi pada fisiknya, seperti pada sistem otot, tulang dan persendian akibat
dari adanya penyakit dari kecelakaan, bawaan sejak lahir atau kerusakan di otak.
Kelainan atau kecacatan yang disandang oleh seseorang memiliki dampak
langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder) baik terhadap diri anak yang
memiliki kecacatan itu sendiri maupun terhadap keluarga dan masyarakat. Karena
itu masalah tersebut perlu memperoleh penanganan sesuai dengan kebutuhan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Anak Tunadaksa?
2. Bagaimana Perkembangan Anaka Tunadaksa?
3. Bagaimana Masalah Anak Tunadaksa?
4. Bagaimana Metode Pembelajaran Anak Tunadaksa?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Anak Tunadaksa.
2. Mengetahui Perkembangan Anak Tunadaksa.
3. Mengetahui Masalah Anak Tunadaksa.
4. Mengetahui Metode Pembelajaran Anak Tunadaksa.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Tunadaksa


Tunadaksa adalah kelainan yang meliputi cacat tubuh atau kerusakan tubuh,
kelainan atau kerusakan pada fisik dan kesehatan dan kelainan atau kerusakan yang
disebabkan oleh kerusakan otak dan saraf tulang belakang.1
1. Klasifikasi Anak Tunadaksa
a. Penggolongan Celebrai palsy menurut derajat kecacatan meliputi:
1) Golongan Ringan
2) Golongan Sedang
3) Golongan Berat
b. Penggolongan Celebral Palsy menurut Topografi Monoplegia, adalah
kecacatan satu anggota gerak.
1) Hemiplegia
2) Paraplegi
3) Diplegi
4) Quadriplegi
c. Penggolongan Menurut Fisiologi (Motorik), Meliputi:
1) Cerebral Palsy Ringan
2) Cerebral Palsy Spastik
3) Cerebral Palsy Athetoid
4) Cerebral Palsy Ataxic
5) Cerebral Palsy Tremor
6) Cerebral Palsy Rigid
7) Cerebral Palsy Campuran
2. Karakteristik Anak Tunadaksa

1
Hergio Santoso, Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus, (KOTA:
PENERBIT, TAHUN ), h. 47.

2
Anak tunadaksa akan mengalami gangguan psikologis yang cenderung
merasa malu, rendah diri dan sensitif serta memisahkan diri dari lingkungannya.
Pelayanan Pendidikan bagi anak tunadaksa, Guru mempunyai peranan
sebagai pengajar, pendidik dan pelatih. Pelayanan terapi yang diperlukan anak
tunadaksa antara lain: latihan bicara, fisioterapi, Occupational Therapy dan
Hydro Therapy, Anak Tunadaksa pada dasarnya sama dengan anak normal
lainnya, hanya dari aspek psikologi social mereka membutuhkan rasa aman
dalam bermobilisasi dalam kehidupan.
Model layanan pendidikan bagi anak tunadaksa dibagi pada sekolah
khusus dan atau sekolah terpadu atau inklusi: Sekolah khusus adalah
diperuntukkan bagi anak yang mempunyai problema yang lebih berat
intelektualnya maupun emosinya.
3. Penyebab Anak Tunadaksa
a. Masa sebelum lahir antara lain: terjadi infeksi penyakit, kelainan
kandungan, kandungan radiasi, saat mengandung mengalami trauma
(Kecelakan).
b. Pada saat kelahiran, antara lain: Proses kelahiran terlalu lama, Proses
kelahiran yang mengalami kesulitan dan pemakaian Anestasi uang
melebihi ketentuan.
c. Seterah proses kelahiran, antara lain: Kecelakaan, Infeksi penyakit, dan
Ataxia.2
B. Perkembangan Anak Tunadaksa
1. Fisik
Aspek fisik merupakan potensi yang berkembang dan harus
dikembangkan oleh individu. Pada anak tunadaksa, potensi itu tidak utuh karena
ada bagian tubuh yang tidak sempurna. Potensi itu tidak utuh karena ada bagian
secara umum perkembangan fisik anak tunadaksa dapat dikatakan hampir sama
dengan anak normal kecuali bagian-bagian tubuh yang mengalami kerusakan
atau bagian-bagian tubuh lain yang terpengaruh oleh kerusakan tersebut.

2
Ibid., h. 50-51.

3
2. Kognitif
Proses perkembangan kognitif banyak ditentukan dari pengalaman-
pengalaman individu sebagai hasil belajar. Proses perkembangan kognitif akan
berjalan dengan baik apabila ada dukungan atau dorongan dari lingkungan.
Anak tunadaksa yang mengalami kerusakan alat tubuh, tidak ada masalah
secara fisiologis dalam struktur kognitifnya. Masalah terjadi ketika anak
tunadaksa mengalami hambatan dan mobilitas. Anak mengalami hambatan
dalam melakukan dan mengembangkan gerakan-gerakan, sehingga sedikit
banyak masalah ini mengakibatkan hambatan dalam perkembangan struktur
kognitif anak tunadaksa. Dalam pengukuran intelegensi pada anak tunadaksa,
sering ditemukan angka intelegensi yang cukup tinggi. Namun potensi kognitif
yang cukup tinggi pada anak-anak tunadaksa ini belum dapat difungsikan secara
optimal.
3. Bahasa
Setiap manusia memilki potensi untuk berbahasa, potensi tersebut akan
berkembang menjadi kecakapan berbahasa melalui proses yang berlangsung
sejalan dengan kesiapan dan kematangan sensori motoriknya. Pada anak
tunadaksa jenis polio, perkembangan bahasa/bicaranya tidak begitu anak
normal, lain halnya dengan anak cerebral palsy. Terjadinya kelainan bicara pada
anak cerbral palsy disebabkan oleh ketidakmampuan dalam kondisi motorik
organ bicaranya akibat kerusakan atau kelainan sistem neumotor. Gangguan
bicara pada anak cerebral palsy biasanya berupa kesulitan artikulasi, phonasi,
dan sistem respirasi.
Adanya gangguan bicara pada anak cerebral palsy mengakibatkan mereka
mengalami problem psikologis yang disebabkan kesulitan dalam
mengungkapkan pikiran, keinginan, atau kehendaknya. Mereka biasanya
menjadi mudah tersinggung, tidak memberikan perhatian yang lama terhadap
sesuatu, merasa terasing dari keluarga dan temannya.
4. Sosial
Faktor utama terjadinya hambatan sosial ini bersumber pada sikap
keluarga, teman-teman dan masyarakat. Ahmad Toha Muslim dan Sugiarmin

4
(1996) menjelaskan bahwa sikap, perhatian keluarga dan lingkungan terhadap
anak tunadaksa dapat mendorong yang bersangkutan untuk meningkatkan
kemampuan bersosialisasi. Sebaiknya sikap-sikap positif yang ditunjukkan
orang tua maupun teman-temannya akan lebih membantu anak dalam
penerimaan diri terhadap kenyataan yang dihadapi, sehingga masalah-masalah
perkembangan sosial dapat diatasi.
5. Emosi
Ketunaan yang ada pada anak tunadaksa secara khusus tidak akan
menghambat dalam perkembangan emosi pada anak tunadaksa. Hambatan ini
dialami setelah anak mengadakan interaksi dengan lingkungannya. Seringnya
ditolak, seringnya mengalami kegagalan ditambah lingkungan orang tua yang
tidak menguntungkan, menyebabkan anak tunadaksa sering nampak muram,
sedih dan jarang menampakkan rasa senang.
6. Kepribadian
Perkembangan kepribadian anak banyak ditemukan oleh pengalaman usia
dini, keadaan fisik, kesehatan, pemberian cap dari orang lain, intelegensi, pola
asuh orang tua dan sikap masyarakat. Pada usia dini anak tunadaksa mengalami
gangguan dalam fungsi mobilitas, gangguan pada waktu merangkak, berguling,
berdiri dan berjalan. Kondisi ini apabila didukung dengan sikap yang negatif
dari keluarga maupun masyarakat akan menjadikan pengalaman di usia dini
yang sangat menyakitkan, dan dapat menjadikan pengalaman-pengalaman yang
traumatis pada anak. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tin Suharmini
(1988) dengan menggunakan tes grafis, ternyata ditemukan sebagian sebagian
besar anak tuna daksa mempunyai perasaan yang rendah diri (minder), kurang
percaya diri, kemasakan sosialnya kurang, emosional, menentang lingkungan,
tertutup, mengalami kekecewaan hidup, dan kompensensi.
C. Masalah Anak Tunadaksa
Pada dasarnya semua orang tua mendambakan keturunan yang sehat baik
secara fisik maupun psikisnya serta memilki masa depan yang cerah baik dari segi
ekonominya, social, pendidikan, dan pekerjaannya. Namun bagi orang tua yang

5
memiliki anak yang tunadaksa perlu melakukan upaya yang lebih agar anak
mereka mendapatkan masa depan yang cerah.
Menurut Kirk dan Gallahan (1993), dengan adanya anak berkelainan di
tengah – tengah keluarganya, orang tua mengalami dua krisis yang terjadi yaitu:
1. Krisis yang Pertama
Orang tua menghadapi anaknya sebagai kondisi kematian secara simbolis.
Orang tua yang awalnya mendambakan anak yang sehat, cantik,dan sempurna
menjadi stress karena anak yang ia dambakan ternyata memiliki kelainan.
2. Krisis yang Kedua
Masalah yang berkaitan dengan kesulitan orang tua dalam merawat,
membimbing dan mendidik anak yang berkelainan. Orang tua tidak tau apa
bagaimana merawat, membimbing dan mendidik anak mereka yang
berkelainan menjadi anak yang berpendidikan, memiliki kehidupan yang
layak ekonomi, vokasional maupun sosial.
Terdapat pula penjelasan yang lain mengenai dampak hadirnya anak cacat
dalam keluarga, yaitu :
1. Meningkatnya intensitas kehidupan emosional keluarga.
2. Tumbuh pendapat adanya semacam kegagalan dalam berkeluarga.
3. Dapat mengubah struktur keluarga.
Begitu pula reaksi masyarakat terhadap kelainan anak sangat bervariasi,
pada umumnya lebih banyak yang cenderung bernada negatif. Reaksi masyarakat
yang negatif ini sudah tentu dipengaruhi oleh pandangan mereka atau bagaimana
mereka menilai anak berkelainan. Pandangan masyarakat pada anak berkelainan,
setidaknya ada empat macam, yaitu :
1. Anak berkelainan pada dasarnya berbeda dengan orang lain pada umumnya
2. Anak berkelainan adalah tidak berdaya
3. Anak berkelainan harus selalu ditolong
4. Anak berkelainan hakekatnya adalah beban orang lain
Pandangan masyarakat yang demikian, sudah tentu tidak semuanya benar,
sebab pandangan tersebut selalu dikaitkan dengan kondisi kelainannya. Masyarakat

6
belum melihat bagimana potensi dan sisa kemampuan yang masih dimiliki anak
berkelainan.
D. Metode Pembelajaran Anak Tunadaksa
Karakterisitik anak tunadaksa adalah anggota gerak tubuh tidak lengkap,
bentuk anggota tubuh dan tulang belakang tidak normal, kemampuan gerak sendi
terbatas, ada hambatan dalam melaksanakan aktifitas kehidupan sehari hari. Untuk
anak tuna daksa metode pengajaran yang dapat digunakan adalah metode ceramah,
diskusi berkelompok, praktek.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk
melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh
untuk melaksanakan fungsi secara normal akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan
yang tidak sempurna sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan
secara khusus. Seperti juga kondisi ketuntasan yang lain, kondisi kelainan pada
fungsi anggota tubuh atau tunadaksa dapat terjadi pada saat sebelum anak lahir
(prenatal), saat lahir (neonatal), dan setelah anak lahir (postnatal). Insiden kelainan
fungsi anggota tubuh atau ketunadaksaan yang terjadi sebelum bayi lahir atua ketika
dalam kandungan, diantaranya dikarenakan faktor genetik dan kerusakan pada
system saraf pusat. Sama seperti bentuk kelainan atau ketuntasan yang lain,
kelainan fungsi anggota tubuh atau tunadaksa yang dialami seseorang memiliki
konsekuensi atau akibat yang hampir serupa, terutama pada aspek kejiwaan
penderita, baik berefek langsung maupun tidak langsung. Jenis rehabilitasi bagi
penyandang tunadaksa menurut kebutuhannya ada 3 macam, yaitu rehabilitasi
medis, rehabilitasi vokasional, dan rehabilitasi psikososial.

8
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Mohammad. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:


Bumi Aksara.
Santoso, Hergio. 2012. Cara Memahami dan Mendidik Anak Berkubutuhan
Khusus. Yogyakarta: Gosyen publishing.
Shanty, Meita. 2015. Stratefi Belajar Untuk Anak Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: Familia.
Soemantri, Sutjihati. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Soemantri, Sutjihati. 2005. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika
Aditama.

Anda mungkin juga menyukai