OLEH :
DIRGA PRAYA WISDA M. (2017115005)
Latar Belakang
Tanaman nilam adalah tanaman perdu wangi yang berakar serabut, daunnya halus
bagai beledru apabila diraba dengan tangan, dan agak membulat lonjong seperti jantung, serta
warnanya agak pucat. Bagian bawah daun dan rantingnya berbulu halus, batangnya berkay
dengan diameter 10mm-20mm, relatif hampir berbentuk segiempat, serta sebagian besar daun
yang melekat pada ranting hampir selalu berpasangan satu sama lain. Jumlah cabang yang
banya dan bertingkat mengelilingi batang sekitar 3,5 cabang per tingkat. Tanaman ini
memiliki umur tumbuh yang cukup panjang, yaitu sekitar tiga tahun, panen perdana dapat
dilakukan pada bulan keenam atau ketujuh dan seterusnya pada setiap dua atau tiga bulan
tergantung pemeliharaan dan pola tanam, kemudian dapat diremajakan kembali dari hasil
tanaman melalui persemaian atau pembibitan berupa setek. Hasil produksi tanaman ini berupa
daun basah yang dipanen dalam bentuk petikan kemudian dikeringkan dan diolah lebih lanjut
melalui proses penyulingan daun nilam kering agar diperoleh suatu prduk yang dinamakan
minyak nilam (Miranda, 2010).
Selain daun, bagian tanaman lain yang daoat dipetik untuk disuling yaitu ranting,
batang dan akar. Namun kandungan minyak yang dimilikinya relatif lebih sedikit
dibandingkan dengan daun. Dalam praktek penyulingan yang dilakukan oleh beberapa
kalangan masyarakat atau pihak penyuling biasanya daun dicampur dengan ranting, batang
dana akar menjadi satu kesatuan dalam proses penyulingan dengan tujuan agar diperoleh
suatu jumlah Patchouli oil yang lebih tinggi (Miranda, 2010).
Nilam termasuk tanaman yang mudah tumbuh seperti herbal lainnya. Tanaman ini
memerlukan suhu yang panas dan lembab. Selain itu, nilam juga memerlukan curah hujan
yang merata dalam jumlah cukup. Saat berumur lebih dari enam bulan, ketinggian tanaman
nilam dapat mencapai 2-3 kaki atau sekitar 60-90 cm dengan radius cabang sekitar 60 cm
(Miranda, 2010).
Ciri khas lainnya yaitu bila daun nilam digosok akan basah dan mengeluarkan aroma
atau wangi khas nilam. Selain itu, minyak dari daun nilam memiliki sifat khas yaitu semakin
bertambah umurnya semakin harum wangi minyaknya. Oleh sebab itulah, minyak nilam yang
berumur lebih lama lebih disukai oleh produsen minyak wangi (Miranda, 2010).
Gambar 1. Tanaman Nilam
Minyak nilam berasal dari tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan
salah satu komoditi non migas yang belum dikenal secara meluas di Indonesia, tapi cukup
popular di pasaran Internasional. Indonesia merupakan penghasil minyak nilam terbesar di
dunia yang setiap tahunnya memasok 70% hingga 90% kebutuhan dunia. Ekspor nilam
Indonesia berfluktuasi dengan laju peningkatan ekspor sekitar 6% per tahun atau sebesar 700
ton sampai 2.000 ton minyak nilam per tahun. Prospek industri minyak atsiri sebetulnya
cukup cerah, karena bahan bakunya tersedia di dalam negeri. Pangsa pasar minyak nilam
Indonesia diperkirakan mencapai 80% dari ekspor minyak nilam dunia (Ardi, 2012).
Sebagai komoditas ekspor, minyak nilam mempunyai prospek yang baik karena
dibutuhkan secara kontinyu dalam industri parfum, kosmetik, sabun, obat-obatan, dan lain-
lain. Penggunaan minyak nilam dalam industri tersebut karena daya fiksasinya yang tinggi
terhadap bahan pewangi lain, sehingga dapat mengikat bau wangi dan mencegah penguapan
zat pewangi sehingga bau wangi tidak cepat hilang atau lebih tahan lama, serta tidak dapat
digantikan dengan zat sintetis lainnya (Ardi, 2012).
Selain itu minyak nilam juga dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati. Limbah
dari hasil penyulingan minyak nilam yang terdiri dari ampas daun dan batang mempunyai
potensi dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan dupa, obat nyamuk bakar, dan pupuk kompos
serta sisa air dari hasil penyulingan setelah dipekatkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku untuk aroma terapi (Ardi, 2012).
Minyak nilam (patchoulli oil) digunakan dalam industri parfum, kosmetik, antiseptik,
dan insektisida. Selain itu, karena bersifat fiksatif (mengikat minyak atsiri lainnya), minyak
nilam banyak digunakan dalam industri parfum atau sebagai aromaterapi, karena hingga kini
belum ada produk substitusinya (Ardi, 2012).
Indonesia mempunyai potensi sebagai penghasil minyak atsiri yang berlimpah. Produk
minyak atsiri baru sebatas pada tahap menghasilkan minyak kasar (crude oil). Jika minyak
kasar tersebut diolah lebih lanjut menjadi berbagai komponen minyak esensial murni, maka
akan dihasilkan produk-produk minyak esensial yang lebih ekonomis. Salah satunya adalah
minyak nilam (Ardi, 2012).
Minyak nilam banyak digunakan dalam industri parfum atau sebagai aromaterapi,
karena hingga kini belum ada produk substitusinya. Minyak nilam (di Indonesia) adalah
produk alami yang tidak mahal dan dapat diperoleh dengan mudah di Asia Tenggara. Minyak
nilam di Indonesia secara tradisional diproduksi melalui proses distilasi batang dan daun
nilam aceh (Pogostemon cablin Benth.). Komponen yang paling dominan (70-90%) dan
merupakan bahan aktif adalah patchouli alkohol. Parfum yang dicampuri minyak yang
komponen utamanya patchouli alcohol (C15H26) ini, aroma harumnya akan bertahan lebih
lama (Miranda, 2010).
Penyulingan nilam dapat dilakukan dengan cara penyulingan air dan penyulingan
dengan uap. Penyulingan dengan air dapat menghasilkan minyak nilam dengan kandungan
eugenol 80-85% dan cukup baik sebagai bahan baku parfum atau flavor sedangkan
penyulingan dengan uap dapat menghasilkan minyak nilam strong oil dengan kandungan
patchouli alkohol yang tinggi yaitu 91-95% volume. Lama penyulingan berkisar antara 8-24
jam tergantung ukuran, sistem isolasi, vulume uap dari alat penyulingan, sifat alami dan
kondisi cengkeh dan sebagainya (Miranda, 2010).
Pada waktu penyulingan minyak nilam terdapat dua fraksi yaitu fraksi yang lebih
ringan dari air dan fraksi yang lebih berat dari air. Dengan menggabungkan kedua fraksi
tersebut dihasilkan minyak nilam yang lengkap. Hasil minyak dari penyulingan daun dan
batang nilam dihasilkan sekitar 2-3% (Miranda, 2010).
Salah satu cara pemisahan atau pemurnian komponen minyak adalah dengan distilasi
fraksionasi vakum. Distilasi fraksinasi minyak atsiri adalah pemisahan komponen berdasarkan
titik didih dan berat molekulnya. Fraksinasi minyak atsiri adalah pemisahan minyak atsiri
menjadi beberapa fraksi berdasarkan perbedaan titik didihnya. Sebaiknya minyak atsiri tidak
difrakasinasi pada tekanan atmosfir, tetapi dalam keadaan vakum karena tekanan tinggi dan
suhu tinggi dapat mengakibatkan dekomposisi dan resinifikasi, sehingga destilat mempunyai
bau dan sifat fisiko kimia yang berbeda dengan minyak murni (Miranda, 2010).
BAB 2.
SIFAT KIMIAWI MINYAK NILAM
2) Eugenol
Eugenol merupakan senyawa golongan hidrokarbon O dengan rumus molekul
C10H12O2,yang mempunyai bobot molekul 164,2. Persenyawaan ini berupa cairan
berbentuk minyak, tidak berwarna, atau sedikit kekuningan dan akan menjadi coklat
jika kontak dengan udara. eugenol larut dalam 5:6 dengan alkohol 50%, 2:3 dengan
alkohol 60%, dan 1:2 dengan alkohol 70% (Castoro, 2010).
3) Patchoulene
Patchoulene memiliki titik didih berkisar antara 225-250 oC. Komponen ini
memiliki bobot jenis 0,9296, putaran optik (-)38 dan indeks bias sekitar 14984
(Castoro, 2010).
4) Benzaldehid
Benzalehid adalah komponen minyak yang berupa cairan tidak berwarna dan
memiliki bau almond dan rumus molekul C7H6O6 . Komponen ini memiliki bobot
molekul sebesar 1,5456 dan titik didih 178oC (Castoro, 2010).
5) Sinnamaldehid
Sinnamaldehid dikenal pula dengan sebutan β-fenilakrolein dan merupakan
senyawa aldehid aromatic dengan titik didih 68oC pada bentuk cis dan 80oC pada
bentuk trans. Sinnamaldehid dapat teroksidasi pada gugus aldehidnya sehingga pada
ikatan rangkap akan terbentuk asam sinamat yang pada akhirnya akan membentuk
asam benzoate serta benzaldehid (Castoro, 2010).
6) α-pinen
Senyawa α-pinen memiliki berat molekul 136,24 dan rumus molekul C10H16
(Castoro, 2010).
7) β-pinen
Beta-pinen memiliki titik didih 166oC dengan bobot jenis 0,8. Senyawa ini larut
dalam alkohol encer (Castoro, 2010).
Tanaman Nilam
Cara pengolahan minyak nilam ada tiga macam, yaitu (1) direbus, (2) dikukus, dan (3)
penyulingan dengan uap langsung. Pemilihan cara tersebut berdasarkan sifak fisikdan kimia
bahan yang akan disuling, dan tiap-tiap cara mempunyai keunggulan serta kelemahannya
masing-masing.
3.1. PANEN
Minyak nilam diperoleh dari penyulingan daun dan tangkai tanaman nilam. Pada
tanaman yang tumbuh baik, panen dapat dilakukan pada umur 6 - 8 bulan setelah tanam.
Sebaiknya cabang-cabang tingkat pertama tidak dipanen terutama bila panen dilakukan pada
musim kemarau. Minimal satu cabang ditinggalkan untuk menstimulir pertumbuhan cabang-
cabang baru dan mencegah kematian tanaman terlalu cepat.
Panen biasanya dilakukan dengan dipangkas setinggi 10 - 20 cm dari tanah. Produksi terna
(daun dan ranting) pertama masih rendah (sekitar 50 - 75% dari produksi normal). Panen
berikutnya dapat dilakukan setiap 4 - 6 bulan sekali tergantung dari curah hujan dan
kesuburan tanah. Bila panen dilakukan menjelang musim kemarau, regenerasi tunas biasanya
lebih lambat. Dalam keadaan demikian panen dapat diundur menjadi 6 bulan, yaitu menunggu
sampai awal musim hujan. Waktu panen perlu diatur sedemikian rupa (disesuaikan dengan
pola hujan), sehingga setelah tanaman dipangkas (dipanen) tidak mengalami musim kering
yang terlalu lama (Ardi, 2012).
Panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau menjelang malam dan jangan pada
slang hari. Hal ini dimaksudkan agar daun tetap mengandung minyak atsiri yang tinggi.
Apabila dilakukan pada slang hari maka sel-sel daun akan melakukan proses metabolisme
yang akan mengurangi laju pembentukan minyak, daun kurang elastis, sehingga kehilangan
minyak akan lebih besar karena daun mudah robek. Begitu pula dengan adanya transpirasi
daun yang lebih cepat menyebabkan jumlah minyak yang dihasilkan akan berkurang.
Pemanenan dilakukan sebelum daun berubah warna menjadi coklat karena daun yang
demikian telah kehilangan sebagian minyaknya. Kandungan minyak tertinggi terdapat pada
tiga pasang daun termuda yang masih berwarna hijau (Ardi, 2012).
3.2. PENGERINGAN
Untuk mendapatkan mutu dan rendemen minyak yang tinggi maka daun nilam harus
dijemur. Pelayuan dan pengeringan daun nilam bertujuan untuk menguapkan sebagian air
dalam bahan sehingga penyulingan berlangsung lebih mudah dan lebih singkat. Selain itu juga
untukmenguraikan zat yang tidak berbau wangi menjadi berbau wangi (Ardi, 2012).
Pengeringan biasanya dengan cara dijemur, terna (daun dan tangkai nilam) hasil panen
dijemur selama 5 jam yang diikuti pengering-angin selama 2 - 3 hari sampai kadar airnya
mencapai 12 - 15%. Lapisan daun nilam harus dibalik 2 - 3 kali sehari agar keringnya merata
dan terhindar dari proses fermentasi. Harus dihindari penumpukan daun dalam keadaan basah.
Pengeringan yang terlalu cepat dapat menyebabkan daun menjadi rapuh dan sulit disuling,
sebaliknya pengeringan terlalu lambat menyebabkan daun menjadi lembab dan mudah
terserang jamur, sehingga rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan rendah (Ardi, 2012).
Tanda pengeringan sudah cukup waktu yaitu timbulnya bau nilam yang lebih keras
dan khas bila dibandingkan daun segar. Daun yang sudah cukup kering dapat segera disuling.
Bila penyulingan tidak dapat langsung dilaksanakan, penyimpanan daun kering disarankan
tidak lebih dari satu minggu (Ardi, 2012).
Sebelum disuling sebaiknya dilakukan perajangan pada daun dan ranting yang telah
kering dengan panjang rajangan berkisar 15 - 20 cm. Perajangan pada daun segar dapat
menyebabkan penurunan rendemen akibat penguapan minyak selama proses penjemuran dan
pengering-anginan (Ardi, 2012).
3.5. PENYIMPANAN
Penyimpanan minyak nilam dalam jumlah relatif kecil (<5 liter) sangat baik bila
disimpan dalam botol gelas berwarna sehingga lebih resisten terhadap cahaya. Penyimpanan
minyak nilam dalam jumlah besar (>5 liter) dapat menggunakan kemasan plastik karena
beberapa jenis plastik seperti polietilen, polistiren, dan poliester memiliki sifat resisten
terhadap bahan kimia (Miranda, 2010).
Untuk tujuan ekspor, minyak nilam dikemas dalam drum yang terbuat dari logam seng
dan besi yang dilapisi dengan galvanis atau bahan plastik (coating) yang tidak bereaksi
dengan minyak nilam (Miranda, 2010).
Secara kuantitas minyak nilam Indonesia lebih unggul, namun dari segi mutu masih
kalah bersaing dan harga yang diberikan untuk minyak nilam Indonesia lebih rendah
dibandingkan dengan RRC. Singapura dikenal sebagai penyalur minyak nilam dunia, tetapi
sebagian besar minyaknya berasal dari Indonesia yang kemudian diolahnya kembali untuk
memenuhi standar mutu yang dikehendaki konsumen karena minyak nilam Indonesia
cenderung rendah (Ardi, 2012).
Kurang baiknya mutu minyak nilam Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah :
1. Bahan olah yang tidak memenuhi syarat
2. Peralatan penyulingan yang kebanyakan tidak sesuai atau kurang memenuhi syarat
3.Lokasi penyulingan yang tidak cocok sehingga kekurangan air atau air yang ada tidak bersih
4. Pengemasan dan kondisi tempat penyimpanan yang juga tidak memenuhi syarat
(Ardi, 2012).
Mutu minyak nilam umumnya ditentukan oleh beberapa faktor, baik menyangkut pra
panen maupun pasca panen. Faktor pra panen yang menyangkut bahan tanaman, teknik
budidaya, cara dan waktu panen maupun faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap
produktivitas dan mutu bahan olah, yang akhirnya akan berpengaruh terhadap mutu hasil
olahannya. Sedangkan faktor pasca panen yang mencakup penanganan bahan olah, cara
pengolahan termasuk alatnya, pengemasan, dan penyimpanan sangat berpengaruh pula
terhadap mutu produk akhir. Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu minyak nilam
Indonesia maka faktor-faktor tersebut harus diperhatikan dengan baik (Ardi, 2012).
SNI 06-2385-2006. Standar ini menetapkan persyaratan mutu, pengambilan contoh,
cara uji, syarat lulus uji, pengemasan dan penandaan minyak nilam. Menurut standar ini
minyak nilam adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan cara penyulingan daun tanaman.
Persyaratan mutu standar Minyak Nilam menurut SNI 06-2385-1998 adalah sebagai berikut :
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Warna - Kuning muda sampai coklat kemerahan
2 Bobot jenis 20°C/20°C - 0,950 – 0,975
3 Indeks bias nD20 - 1,507 – 1,515
4 Kelarutan dalam etanol 90% - Larutan jernih atau opalesensi ringan dalam
pada suhu 20°C ± 3°C perbandingan volume 1:10
5 Bilangan asam - Maks. 8
6 Bilangan ester - Maks. 20
7 Putaran optik - (-)48° - (-)65°
8 Patchouli alcohol (C15H26O) % Min. 30
9 Alpha copaene (C15H24) % Maks. 0,5
10 Kandungan besi (Fe) mg/kg Maks. 25
DAFTAR PUSTAKA
Ardi. 2012. Buku Pengolahan Proses Pengolahan Minyak Atsiri Daun Nilam. Jakarta : Eudi
Penerang.
Castoro. 2010. Chemical Content In Organic Compound. London : Miracle Press.
Miranda. 2010. Pengolahan Daun Nilam Untuk Ekspor. Bandung : Mahdi Pustaka.