Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Halusinasi


Menurut Cook dan Fontaine (1987) perubahan persepsi sensori: halusinasi
adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Klien meresakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada. Selain itu, perubahan persepsi sensori: halusinasi juga
diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran
yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar mliputi semua sistem
penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan).
Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu atau
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Anna Budi Keliat, 2009: 109).
Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana pasienmengalami
perubahan persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering
terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi suara dan semua sistem
penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan).
(Fitria, 2009).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberipersepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati.F 2011).
Jadi, halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penciuman. Klien merasakan stimulus
yang sebenarnya tidak ada.

4
2.2 Etiologi
1. Faktor predisposisi
a. Faktor biologis
Menurut Stuart 2007, Abnormalitas perkembangan sistem saraf
yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru
mulai dipahami
b. Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan strees dan mengalami
kecemasan. (Fitria, 2012),
c. Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungan akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungan. (Trimelia,
2011).
d. Faktor biokimia
Akibat stress yang berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neuro
transmitter otak. Misalnya terjadi ketidak seimbangan acetycholin dan
dopamin. (Trimelia, 2011).
e. Faktor psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien (Stuart, 2007).
f. Faktor genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil
study menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini. (Fitria, 2012).
2. Faktor presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi
klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang
ada di lingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi
pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan

5
kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
(Fitria, 2012).
Pemicu gejala yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit yang
biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif berhubungan
dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu: (Trimelia,
2011).

2.3 Psikopatologi
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.
Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi
yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang
agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien
sendiri atau yang dialamatkan pada pasien itu, akibatnya pasien bisa bertengkar
atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap
mendengar atau bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-gerak.
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan
lain-lain.Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak
dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari
luar tubuh.Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke
alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita
jumpai pada keadaan normal atau patologis,maka materi-materi yang ada dalam
unconsicisus atau preconscius bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya
keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya
kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi
diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

6
2.4 Tahapan Terjadinya Halusinasi
Menurut Depkes, RI dalam Dermawan & Rusdi, (2013) proses terjadinya
halusinasi ada 4 tahap yaitu:
1) Fase 1 (comforting)
Merupakan fase awal individu sebelum muncul halusinasi. Fase ini
menyenangkan dan memberikan rasa nyaman kepada klien. Tingkat
ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan kesenangan.
(Dermawan & Rusdi, 2013).
2) Tahap 2 (condeming)
Pada taap ini klien biasanya bersikap menyalahkan dan mengalami
tingkat kecemasan berat. Secara umum halusinasi yang ada dapat
menyababkan antipati. (Fitria, 2012).
3) Tahap 3 (controlling)
Tahap ini merupakan tahap dimana halusinasi bersifat mengendalikan,
fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan dan pengalaman
sensori tersebut menjadi penguasa (Trimelia, 2011).
4) Tahap 4 (conquering)
Pada tahap ini halusinasi bersifat menaklukkan, halusinasi menjadi lebih
rumit serta menakutkan, klien mengalami gangguan dalam menilai
lingkungannya (Trimelia, 2011).

2.5 Manifestasi Klinik


1. Tahap I
 Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
 Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
 Gerakan mata yang cepat
 Respon verbal yang lambat
 Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
2. Tahap II
 Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
 Peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
 Penyempitan kemampuan konsenstrasi

7
 Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan
 untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
3. Tahap III
 Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya
 Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
 Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
 Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,
ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk
4. Tahap IV
 Perilaku menyerang teror seperti panik
 Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
 Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,
menarik diri atau katatonik
 Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
 Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

2.6 Jenis-jenis Halusinasi


1) Halusinasi dengar (akustik, auditorik)
Individu itu mendengar suara yang membicarakan, mengejek,
menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara disekitarnya.
2) Halusinasi lihat (Visual)
Individu itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang
tidak ada.
3) Halusinasi bau/hirup (olfaktorik)
Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi kecap. Individu yang
mengalami, mengatakan mencium bau-bauan seperti bau kemenyan, bau
bunga, bau mayat yang tidak ada sumbernya.
4) Halusinasi kecap (gustatorik)
Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau/hirup. Individu
merasa mengecap sesuatu di mulutnya.

8
5) Halusinasi singgung (taktil/ kinaesthetik)
Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang meraba atau
memukul. Bila rabaan ini berupa rangsangan seksual maka halusinasi ini
disebut halusinasi haptik.
6) Halusinasi Kirestetik
Klien merasakan badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota
badannya bergerak.
7) Halusinasi Visceral
Perasaan tertentu timbul dalam tubuhnya.

2.7 Pohon Masalah

Resiko Mencederai diri sendiri, orang lain,


effect dan lingkungan

Gangguan
Perubahan sensori- perceptual :
Core Problem pemenuhan ADL
Halusinasi pendengaran

Kerusakan interaksi sosial:


Causa Menari diri
3.
Waham/PK

Causa Harga diri rendah

Koping individu tidak efektif


Causa

2.8 Masalah Keperawatan dan Data yang di Kaji


1. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
a. Resiko tinggi perilaku kekerasan
b. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah
e. Koping individu tidak efektif

9
2. Data yang perlu dikaji:
 Data Subyektif :
 mendengar suara bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus
nyata
 melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
 mencium bau tanpa stimulus
 merasa makan sesuatu
 merasa ada sesuatu pada kulitnya
 takut pada suara / bunyi / gambaran yang didengar
 ingin memukul / melempar barang-barang
 Data Obyektif :
 berbicara dan tertawa sendiri
 bersikap seperti mendengar / melihat sesuatu
 berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
 disorientasi

2.9 Diagnosa Keperawatan


Perubahan persepsi sensori: halusinasi
2.10 Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan
Tujuan tindakan untuk klien adalah sebagai berikut:
1. Bina hubungan saling percaya
2. Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
4. Klien mendapatkan dukungan keluarga untuk mengendalikan
halusinasinya
5. Klien mengikuti program pengobatan secara optimal
Tindakan keperawatan:
1) TUK 1 Membina hubungan saling percaya
Hubungan perawat pasien yang saling terbuka memberi rasa aman bagi
pasien untuk berinteraksi.
- Adakan kontak sering dan singkat

10
- Ciptakan lingkungan yang hangat dan bersahabat
- Dorong dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
- Ajar klien untuk membicarakan hal-hal yang nyata di lingkungan.
2) TUK 2 Membantu klien mengenali halusinasinya
- Dengan mengenal persepsi dan perilaku, kesadaran klien akan
meningkat.
- Observasi perilaku (verbal dan non verbal) berhubungan dengan
halusinasi
- Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan hal yang tidak
nyata bagi perawat.
- Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi
halusinasi, dan frekwensi timbulnya halusinasi.
- Dorong klien untuk mengungkapkan perasaanya ketika halusinasi
muncul.
3) TUK 3 Melatih klien mengontrol halusinasinya
Dengan mengontrol halusinasi, dapat mencegah terjadinya cedera.
- Identifikasi bersama klien tindakan yang biasa dilakukan bila suara
suara tersebut muncul
- Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan klien yang positif
- Diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi dan cara
mengendalikan halusinasi
- Dorong klien untuk memilih cara yang digunakannya dalam
menghadapi halusinasi.
- penguatan dan pujian terhadap pilihan klien yang benar
- Dorong klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan cara yang telah
dipilih dalam menghadapi halusinasi.
- Diskusikan dengan klien upaya hasil yang telah dilakukan
- Beri penguatan terhadap upaya yang barhasil, dan beri jalan keluar
terhadap upaya yang belum berhasil.
4) TUK 4 Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengendalikan
halusinasinya
Klien dapat dukungan keluarga dalam mengendalikan halusinasinya

11
- Bina hubungan saling percaya dengan keluarga
- Kaji pengetahuan tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan
dalam merawat klien
- Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan yang positif
- Diskusikan dengan keluarga tentang halusinasi, tanda dan cara
merawat klien dirumah
- Anjurkan keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien dirumah
5) Mendorong klien mengikuti program pengobatan secara optimal
Keteraturan pengobatan dapat mencegah timbulnya halusinasi
- Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat untuk
mengendalikan halusinasi
- Bantu klien untuk memastikan bahwa klien minum obat sesuai dengan
program dokter
- Observasi tanda dan gejala terkait efek samping obat dan efek obat
- Diskusikan dengan dokter tentang efek dan efek samping obat.

12

Anda mungkin juga menyukai