PENDAHULUAN
Dalam satu dekade terakhir ini kita sering mendengar kasus-kasus yang
terjadi pasca bencana alam, kekerasan baik berupa kekerasan rumah tangga maupun
kondisi ini merupakan suatu stresor psikososial yang berdampak terhadap kehidupan
individu serta dapat menjadi presipitasi terjadinya gangguan stress pasca trauma. 1
Mereka juga sering mendapati bahwa mereka sulit untuk tidak memikirkan apa yang
telah terjadi. Merasakan reaksi stres adalah hal yang sering terjadi pada kebanyakan
orang dan tidak ada hubungannya dengan kelemahan pribadinya. Banyak orang juga
akan menunjukkan kewaspadaan yang berlebihan. Yang paling sering, jika gejala
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)/ gangguan stress pasca trauma
psikologis lain, namun tidak semua gangguan psikologis yang sama tersebut termasuk
dalam kriteria PTSD, sehingga untuk memahami kompleksitas gejala PTSD maka
perlu untuk mengidentifikasi perbedaan antara stres, traumatik stres, PTS dan PTSD.
Selye mengatakan bahwa stres merupakan perubahan pola somatik sebagai
yang paling ekstrem dari stres merupakan akibat dari kejadian traumatik, yang
disebut traumatic stress. Stres pasca trauma atau Post Traumatic Stress (PTS)
tercantum dalam DSM IV, maka disebut sebgai PTSD. Pengalaman traumatis tidak
selalu berlanjut dalam bentuk PTSD. Foa dan Rothbaum menyatakan bahwa bagi
sebagian orang, trauma akan dapat teratasi dengan berjalannya waktu, namun
gangguan jiwa yang disebut sebagai gangguan stress pasca trauma.Penelitian yang
2
kasus ini (life time prevalence) berkisar antara 2,5-8,3% dengan usia awitan rata-rata
23 tahun.1 Statistik pada anak-anak dan remaja menunjukkan bahwa hampir 40%
muncul paling tidak satu peristiwa traumatik, yang berkembang menjadi PTSD pada
hampir 15% anak perempuan dan 6% pada anak laki-laki. Hampir 100% dari anak-
anak yang menyaksikan orangtuanya dibunuh atau mengalami kekerasan seksual atau
kekerasan rumah tangga mengarah untuk berkembang menjadi PTSD, dan lebih dari
sepertiga anak muda yang terpapar pada kekerasan akan mengalami gangguan ini.3,4
2.3 Etiologi
Beberapa faktor predisposisi bagi seorang individu untuk mengalami ganggguan
bermakna.
g. Terpapar oleh kejadian-kejadian dalam kehidupan luar biasa sebelumnya baik
tunggal maupun ganda dan dirassakan secara bubjektif oleh individu yang
3
a. Kekerasan personal (kekerasan seksual, penyerangan fisik dan perampokan).
b. Penculikan.
c. Penyanderaan.
d. Serangan militer.
e. Penyiksaan.
f. Ditahan dalam penjara sebagai tahanan politk atau tahanan perang
g. Bencana alam baik yang alamiah atau yang dibuat oleh manusia.
h. Kecelakaan mobil yang berat.
i. Didiagnosis mengalami penykit berat yng mengancam kehidupan
Stresor
Menurut definisinya, stressor adalah faktor penyebab utama dalam
perkembangan gangguan stres pasca traumatik. Tetapi tidak setiap orang mengalami
gangguan stres pasca traumatik setelah suatu peristiwa traumatik; walaupun stressor
mempertimbangkan juga factor biologis individual yang telah ada sebelumnya, faktor
psikososial sebelumnya, dan peristiwa yang terjadi setelah trauma.5 Penelitian terakhir
pada gangguan stres pasca trauma telah sangat menekankan pada respons subjektif
seseorang terhadap trauma ketimbang beratnya stresor itu sendiri. Walaupun gejala
gangguan stres pasca traumatik pernah dianggap secara langsung sebanding dengan
akibatnya, consensus yang tumbuh adalah bahwa gangguan memiliki pengaruh pada
menyebabkan gangguan stress pasca traumatik pada beberapa orang karena arti
4
subjektif dari peristiwa tersebut. Penelitian psikodinamika terhadap orang yang dapat
bertahan hidup dari trauma psikis yang parah telah menemukan aleksitimia, yaitu
sebagai ciri yang umum. Jika trauma psikis terjadi pada anak-anak, biasanya
dewasa, regresi emosional seringkali terjadi. Orang yang selamat dari trauma
biasanya tidak dapat menggunakan keadaan emosional internal sebagai tanda dan
terkena adalah tidak mampu untuk memproses atau merasionalisasikan trauma yang
mencetuskan gangguan. Mereka terus mengalami stress dan berusaha untuk tidak
fisik atau mental terhadap trauma). Kedua, melalui pelajaran instrumental, pasien
5
Model psikoanalitik dari gangguan menghipotesiskan bahwa trauma telah
dan dengan demikian berusaha menguasai dan menurunkan kecemasan. Pasien juga
mendapatkan tujuan sekunder dari dunia luar, peningkatan perhatian atau simpati, dan
persistensinya. Suatu pandangan kognitif tentang gangguan stress adalah bahwa otak
mencoba untuk memproses sejumlah besar informasi yang dicetuskan oleh trauma
Faktor Biologis
Model praklinik pada binatang tentang ketidakberdayaan, pembangkitan, dan
adrenal. Pada populasi klinis, data telah mendukung hipotesis bahwa system
pascatraumatik.5
sistem saraf otonom, seperti yang dibuktikan oleh peniggian kecepatan denyut
jantung dan pembacaan tekanan darah, dan arsitektur tidur yang abnormal. Beberapa
6
peneliti telah menyatakan adanya kemiripan antara gangguan stress pascatraumatik
dan dua gangguan psikiatrik lain, gangguan depresif berat dan gangguan panik.5
Ada tiga kelompok dari gejala yang diperlukan untuk mendiagnosis suatu PTSD,
yaitu:
traumatik, mimpi buruk yang sering muncul mengenai trauma atau peristiwa
harus ada selama paling sedikit 1 bulan dan harus disebabkan oelh distress yang
7
signifikan atau kekurangan fungsional untuk mendiagnosis suatu PTSD. PTSD
2.5 Diagnosis
DSM IV menyebutkan bahwa respon individual terhadap peristiwa traumatis
harus berupa ketakutan yang kuat, ketidakberdayaan (pada anakanak respon harus
setelah individu dihadapkan pada trauma yang ekstrem antara lain meliputi perasaan
kemampuan untuk melakukan respon emosional secara positif menjadi tumpul namun
di sisi lain individu akan mudah terprovokasi oleh hal-hal yang mengingatkannya
bulan dan menyebabkan distress klinis yang signifikan atau menganggu kehidupan
sosial, pekerjaan atau aspek penting lainnya. Penempatan diagnostik PTSD dalam
merupakan reaksi yang dominan terhadap trauma. Gejala PTSD menunjukkan gejala
yang sama (overlap) dengan gejala kecemasan, misalnya gejala sangat peka (hyper
tersebut biasa ditemukan baik pada penderita PTSD maupun gangguan kecemasan
8
tersebut dapat diatributkan pada PTSD, apabila gejala tersebut telah dialami oleh
karena dalam DSM IV disebutkan ada beberapa gejala gangguan psikologis yang
memiliki karakteristik yang serupa dengan gejala PTSD, misalnya : gangguan stres
akut dibedakan dari PTSD karena pola gejala nya terjadi dalam kurun waktu 4
minggu setelah terjadinya kejadian traumatis. Apabila gejala tersebut masih terus
pikiran yang mengganggu yang terus berulang, yang serupa dengan gangguan pada
obsesi kompulsi, tetapi pada obsesi-kompulsi gangguan tersebut tidak memiliki dasar
realitas yang kuat dan tidak dipicu oleh kejadian traumatis yang ekstrem.3
Flashback yang terjadi pada PTSD juga perlu dibedakan dengan halusinasi dan
ilusi atau gangguan persepsi lain yang terjadi pad penderita schizophrenia, gangguan
psikotik lain, gangguan mood dengan gejala psikotik, delirium, dan psikotik akibat
gangguan kesehatan secara umum. PTSD seperti yang termuat dalam DSM IV,
dalam DSM IV, maka diagnosis PTSD dapat ditegakkan apabila memenuhi syarat :
(1) Terpenuhi 2 gejala dari kelompok gejala A; (2) adanya 1 gejala diantara 5 gejala
yang termasuk dalam kelompok Gejala B, (3) adanya 3 gejala dari 7 gejala yang
termasuk dalam kelompok gejala C, (4) terpenuhinya 2 gejala dari 5 gejala yang
termasuk kelompok gejala D, serta (5) terpenuhi 1 gejala dari kelompok gejala.
9
Berikut adalah kriteria diagnostic untuk Gangguan Stres Pascatraumatik menurut
DSM-IV 1:
A. Orang telah terpapar dengan suatu kejadian traumatik dimana kedua dari
sesungguhnya atau cedera yang serius, atau ancaman kepada integritas fisik diri
2) Respon orang tersebut berupa takut yang kuat, rasa tidak berdaya, atau horror.
Catatan: pada anak-anak hal ini dapat diekspresikan dengan perilaku yang kacau
atau teragitasi.
B. Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu (atau lebih)
cara berikut:
termasuk bayangan, pikiran, atau persepsi. Catatan: pada anaka kecil, dapat
anak, mungkin terdapat mimpi menakutkan tanpa isi yang dapat dikenali.
10
3) Berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali
episode kilas balik disosiatif, termasuk yang terjadi selama terbangun atau saat
4) Penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internak atau
5) Reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang
4) Hilangnya minat atau peran serta yang jelas dalam aktivitas yang bermakna.
11
6) Rentang afek yang terbatas (misalnya, tidak mampu untuk memiliki perasaan
cinta)
3) Sulit berkonsentrasi.
4) Kewaspadaan berlebihan.
E. Lama gangguan (gejala dalam kriteria A, B, C, dan D) adalah lebih dari satu
bulan.
12
1. Diagnosis baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu
6 bulan setelah kejadian traumatik berat (masa laten yang berkisar antara
mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi waktu 6 bulan, asal saja
manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak didapat alternatif kategori gangguan
lainnya.
(flashbacks).
4. Suatu “sequelae” menahun yang terjadi lambat setelah stres yang luar biasa,
mengalami katastrofa).7
13
2.6 Diagnosis banding
adalah kemungkinan bahwa pasien juga mengalami cedera kepala selam trauma.
lainnya. Intoksikasi akut atau putus dari suatu zat mungkin juga menunjukkan
gambaran klinis yang sulit dibedakan dari gangguan stres pascatraumatik sampai efek
zat menghilang.5
sebelumnya dan melalui sifat gejala sekarang ini. Gangguan kepribadian ambang,
saling berhubungan sebab akibat. Pasien dengan gangguan disosiatif biasanya tidak
atau riwayat trauma yang dilaporkan oleh pasien gangguan stress pascatraumatik.
Sebagian karena publisitas yang telah diterima gangguan stress pascatraumatik dalam
14
2.7 Tatalaksana
SSRI, di mulai dengan dosis rendah dan naikkan perlahan( Sertralin 25 mg atau
fluoxetin 10 mg per hari dan dinaikkan), dapat berguna untuk mengatasi kilas balik,
ketakutan, pikiran yang intrusif, anxietas umum, penumpulan emosi, iritabilitas, dan
mengganggu.
lainnya.
15
4. Exposure therapy (terapi pemaparan) merupakan terapi dengan pendekatan
bulan.8
2.8 Prognosis
Prognosis yang baik diramalkan oleh onset gejala yang cepat, durasi gejala yang
singkat (kurang dari enam bulan), dukungan sosial yang kuat, dan tidak adanya
gangguan psikiatrik, medis, atau berhubungan zat lainnya.5 Pada umumnya, orang
yang sangat muda atau sangat tua memiliki lebih banyak kesulitan dengan peristiwa
traumatik dibandingkan mereka yang dalam usia paruh baya. Kemungkinan, anak-
anak belum memiliki mekanisme mengatasi kerugian fisik dan emosional akibat
trauma.
Demikian juga dengan orang lanjut usia, jika dibandingkan dengan orang
dewasa yang lebih muda, kemungkinan memiliki mekanisme mengatasi yang lebih
kaku dan kurang mampu melakukan pendekatan fleksibel untuk mengatasi efek
kepribadian atau suatu kondisi yang lebih serius, juga meningkatkan efek stresor
dan durasi gangguan stres pascatraumatik. Pada umumnya, pasien yang memiliki
jaringan dukungan sosial yang baik, kemungkinan tidak menderita gangguan atau
16
BAB III
KESIMPULAN
Mereka juga sering mendapati bahwa mereka sulit untuk tidak memikirkan apa yang
traumatis harus berupa ketakutan yang kuat, ketidakberdayaan (pada anakanak respon
harus termasuk tingkah laku tidak terkendali dan gelisah). Diagnosis PTSD dapat
ditegakkan bila symptom simptom muncul lebih dari satu bulan dan menyebabkan
distress klinis yang signifikan atau menganggu kehidupan sosial, pekerjaan atau
17
DAFTAR PUSTAKA
http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/mentalhealth/anxiety/624.
printview.html
4. Edwards RD, 2010. Post traumatic stress disorder (PTSD). Medicine Net.
Availablefrom: http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?
articlekey=12578&pf=3&page=1\
2010.
America.Availablefrom: http://mentalhealthamerica.net/index.cfm?
objectid=C7DF91D3-1372-4D20-C8E6CFE1B56A38AB
8. Utama, Hendra. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran