Anda di halaman 1dari 9

BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD)

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, disebutkan bahwa BLUD
adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada SKPD di lingkungan
pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Makna
dari pengertian ini adalah:

1. BLUD merupakan perangkat daerah, mempunyai pengertian bahwa BLUD asetnya


merupakan aset daerah yang tidak dipisahkan;
2. Perangkat daerah yang dapat menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD adalah
SKPD (sebagai Pengguna Anggaran) atau Unit Kerja pada SKPD (sebagai Kuasa
Pengguna Anggaran);
3. Memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, mempunyai pengertian bahwa
SKPD atau Unit Kerja tersebut memberi pelayanan langsung kepada masyarakat dan
tidak semata-mata mencari keuntungan;
4. Kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, mempunyai arti
bahwa BLUD dterapkan dalam rangka efisiensi anggaran dan peningkatan pelayanan
pada masyarakat.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut juga disebutkan bahwa BLUD
merupakan Pola Pengelolaan Keuangan yang diterapkan pada SKPD atau Unit Kerja dengan
diberikan fleksibilitas, yaitu berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis
yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari
ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Dari pengertian tersebut, SKPD atau
Unit Kerja dapat disebut BLUD kalau SKPD atau Unit Kerja sudah menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD). Hal ini untuk menepis adanya pemahaman
bahwa BLUD merupakan suatu “kelembagaan”, padahal hanya merupakan Pola Pengelolaan
Keuangan saja.
PPK-BLUD bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat
untukmewujudkan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah dan/atau pemerintah daerah
dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa

Untuk menerapkan PPK-BLUD “lembaganya harus ada terlebih dahulu”. Pengaturan


kelembagaan di daerah dengan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, dengan
mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Penataan
Organisasi Perangkat Daerah.

A. Persyaratan dan Penetapan PPK-BLUD

Persyaratan untuk menerapkan PPK-BLUD, meliputi: (1) substantif; (2) teknis; dan
(3) administratif.
Persyaratan substantif terpenuhi apabila tugas dan fungsi SKPD atau Unit Kerja
bersifat operasional dalam menyelenggarakan pelayanan umum yang menghasilkan semi
barang/jasa publik dalam bentuk:
a. Penyediaan barang dan jasa
Seperti penyediaan layanan dalam bidang kesehatan (Rumah Sakit Daerah,
Puskesmas, dan Laboratorium), pendidikan (sekolahan, pendidikan dan pelatihan),
transportasi (terminal, jasa penyeberangan, jasa transportasi), pariwisata (pengelolaan
wisata daerah), perdagangan (pasar tradisional), kebersihan (pengelolaan sampah,
limbah), penyediaan bibit/pupuk, dan lain-lainnya;
b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu
Bertujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum, seperti
pengelolaan kawasan ekonomi di suatu wilayah;
c. Pengelolaan dana khusus
Dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat, seperti
pengelolaan dana bergulir, pengelolaan dana perumahan.

Persyaratan teknis terpenuhi, apabila SKPD atau Unit Kerja tersebut kinerja
pelayanan di bidang tugas dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya
melalui BLUD, serta kinerja keuangannya sehat. Yang dimaksud dengan layak dikelola
adalah memiliki potensi untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan secara efektif,
efisien, dan produktif serta memiliki spesifikasi teknis yang terkait langsung dengan layanan
umum kepadamasyarakat. Kriteria kinerja keuangan yang sehat adalah ditunnjukkan oleh
tingkat kemampuan pendapatan dari layanan yang cenderung meningkat dan efisien dalam
membiayai pengeluaran

Persyaratan administratif, apabila SKPD atau Unit kerja menyampaikan dokumen


persyaratan, yang meliputi (1) surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja
pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; (2) pola tata kelola; (3) rencana strategis
bisnis; (4) standar pelayanan minimal; (5) laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi
laporan keuangan; dan (6) laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit
secara independen. Dari ketiga persyaratan tersebut, persyaratan administratif yang sangat
menentukan dapat tidaknya SKPD atau Unit Kerja menerapkan PPK-BLUD. Hal ini
disebabkan dari dokumen administratif tersebut akan dinilai oleh tim penilai yang ditetapkan
oleh Kepala Daerah, yang anggotanya paling sedikit terdiri dari: (1) Sekretaris Daerah,
sebagai ketua merangkap anggota; (2) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), sebagai
sekretaris merangkap anggota; (3) Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, sebagai
anggota; (4) Inspektorat Daerah, sebagai anggota; (5) Tenaga ahli (kalau diperlukan) sebagai
anggota.

Dari tim penilai ini dikeluarkan rekomendasi kepada Kepala Daerah, layak tidaknya
usulan SKPD atau Unit Kerja tersebut untuk menerapkan PPK-BLUD. Untuk itu, tim penilai
harus betul-betul memahami konsepsi BLUD. Kalau tidak paham, penerapan BLUD hanya
sekedar ganti nama belaka dan tidak akan tercapai tujuan BLUD. Untuk itu, dalam
memudahkan tim penilai dalam menilai dokumen administratif, Menteri Dalam Negeri telah
mengeluarkan Surat Edaran Nomor: 900/2759/SJ tanggal 10 September 2008 perihal
Pedoman Penilaian Penerapan PPK-BLUD. Setelah Kepala Daerah menerima hasil penilaian
dari tim penilai, Kepala Daerah memutuskan menerima atau menolak usulan SKPD atau Unit
Kerja untuk menerapkan PPK-BLUD. Kalau usulan diterima, penetapan penerapkan PPK-
BLUD dengan Keputusan Kepala Daerah (tidak dengan Peraturan Kepala Daerah atau
Peraturan Daerah).

Penetapannya dengan Status BLUD Penuh atau BLUD Bertahap, yang membedakan
dari status BLUD tersebut adalah dalam pemberian fleksibilitasnya. Untuk BLUD dengan
status penuh, diberikan seluruh fleksibilitas sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri tersebut. Sedangkan BLUD Bertahap, diberikan fleksibilitas pada batas-batas
tertentu berkaitan dengan jumlah dana yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang,
pengelolaan piutang, serta perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan
keuangan serta tidak diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan investasi, pengelolaan
utang, dan pengadaan barang dan/atau jasa.

Penerapan PPK-BLUD berakhir apabila, dicabut oleh kepala daerah atas usulan
sekretaris daerah atau kepala SKPD dan berubah statusnya manjadi badan hukum dengan
kekayaan daerah yang dipisahkan. Penerapan PPK-BLUD yang pernah dicabut, dapat
diusulkan kembali sepanjang memenuhi persyaratan.

B. Prinsip Tata Kelola

BLUD beroperasi berdasarkan pola tata kelola atau peraturan internal, yang memuat antara
lain:

a. Struktur organisasi
Menggambarkan posisi jabatan, pembagian tugas, fungsi, tanggungjawab, dan
wewenang dalam organisasi.
b. Prosedur kerja
Menggambarkan hubungan dan mekanisme kerja antar posisi jabatan dan fungsi
dalam organisasi.
c. Pengelompokan fungsi yang logis
Menggambarkan pembagian yang jelas dan rasional antara fungsi pelayanan dan
fungsi pendukung yang sesuai dengan prinsip pengendalian intern dalam rangka
efektifitas pencapaian organisasi.
d. Pengelolaan sumber daya manusia
Merupakan pengaturan dan kebijakan yang jelas mengenai sumber daya
manusia yang berorientasi pada pemenuhan secara kuantitatif dan kualitatif/kompeten
untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi secara efisien, efektif, dan produktif.

Dalam menjalankan tata kelola dalam beroperasi , BLUD juga harus memperhatikan prinsip
tata kelola yaitu:

a. Transparansi
Merupakan asas keterbukaan yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi agar
informasi secara langsung dapat diterima bagi yang membutuhkan.
b. Akuntabilitas
Merupakan kejelasan fungsi, struktur, slstem yang dipercayakan pada BLUD agar
pengelolaannya dapat dipertanggungjawabkan.
c. Responsibilitas
Merupakan kesesuaian atau kepatuhan di dalam pengelolaan organisasi terhadap
prinsip bisnis yang sehat serta perundang-undangan.
d. Independensi
Merupakan kemandirian pengelolaan organisasi secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peratura perundang-undangan dan prinsip bisnis yang sehat.
C. Fleksibilitas BLUD

SKPD atau Unit Kerja yang menerapkan PPK-BLUD diberikan fleksibilitas dalam Pola
Pengelolaan Keuangannya, antara lain:

1. Pendapatan BLUD
Pendapatan BLUD yang berasal dari jasa layanan dapat digunakan langsung untuk
membiayai kegiatannya, sehingga tidak masuk kas daerah terlebih dahulu. Hal ini
sangat terasa pada Rumah Sakit Daerah, kalau Rumah Sakit Daerah tidak menerapkan
Pola Pengelolaan Keuangan BLUD, pendapatan harus disetor ke Kas Daerah (tidak
boleh digunakan langsung). Kalau RSD tersebut belum menerapkan PPK-BLUD
maka pencairan dananya harus melalui mekanisme dalam APBD sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah. Berapa waktu yang harus diperlukan sampai
tersedianya obat-obatan tersebut? Bisa jadi pasiennya tidak tertolong jiwanya. Selain
itu, penerimaan yang bersumber dari APBD atau APBN dapat diberlakukan sebagai
pendapatan BLUD, hal ini mempunyai makna bahwa BLUD yang telah memberi jasa
layanan pada masyarakat, namun pemerintah (melalui APBN) atau pemerintah daerah
(melalui APBD) yang membayar untuk jasa layanan tersebut. Dalam hal ini
Pemerintah atau Pemerintah Daerah membeli jasa layanan yang telah diberikan oleh
BLUD. Sehingga APBN atau APBD tersebut dapat diberlakukan sebagai pendapatan
BLUD.
2. Pelaksanaan belanja (biaya)
Dalam pelaksanaan belanja BLUD boleh melampaui pagu yang telah ditetapkan
(flexsible budget) sepanjang pendapatan atau belanjanya bertambah atau berkurang.
Sementara kalau SKPD biasa tidak boleh melampaui anggaran yang telah ditetapkan
dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
3. BLUD boleh melakukan utang/piutang, investasi, dan kerjasama.
Utang atau pinjaman dan investasi jangka panjang harus dengan persetujuan Kepala
Daerah. Sementara kalau SKPD biasa tidak boleh melakukan utang/piutang, investasi
dan kerjasama, yang diperbolehkan adalah Pemerintah Daerah.
4. Pengadaan barang dan jasa
Untuk pendapatan yang berasal selain dari APBD atau APBN boleh tidak dengan
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah atau perubahannya. Makna dari pemberian fleksibilitas dalam
pengadaan barang dan jasa dimaksud, adalah untuk mempercepat pelayanan yang
diberikan. Namun tetap dengan prinsip efisien, efektif, transparan, bersaing, adil/tidak
diskriminatif, akuntabel dan praktek bisnis yang sehat.
5. Pengelolaan barang, BLUD boleh menghapus aset tidak tetap. Sebagai contoh, RSD
yang telah menerapkan BLUD, boleh menghapus aset-aset yang sudah tidak produktif
atau sudah tidak efisien lagi. Seperti tempat tidur pasien yang sudah reyot, dari pada
memenuhi ruangan/gudang lebih baik dijual. Hasil dari penjualan aset tersebut
merupakan pendapatan BLUD.
6. Pejabat Pengelola dan pegawai BLUD, boleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Non
PNS.
Pegawai Non PNS diperlukan sepanjang BLUD yang bersangkutan sangat
membutuhkan dan dalam rangka peningkatan pelayan. Kriteria pengelola dan pegawai
BLUD baik PNS maupun Non PNS harus yang betul-betul profesional, jangan sampai
pegawai yang ada di BLUD karena titipan dari para pejabat yang berpengaruh di
daerah tersebut. Pemimpin BLUD harus mempunyai komitmen dan berani menolak
kalau memang tidak masuk dalam kriteria yang telah ditetapkan. Perlu disadari,
bahwa setiap tahun antara pemimpin BLUD dengan kepala daerah menandatangani
perjanjian kinerja (contractual performance agreement). Kepala daerah menugaskan
pemimpin BLUD untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan umum dan berhak
mengelola dana sesuai yang tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(DPA) BLUD. Sanksi apabila kinerjanya tidak tercapai adalah pemimpin BLUD bisa
dicopot dari jabatannya. Untuk itu, pengelola dan pegawai BLUD harus yang benar-
benar profesional, karena jabatan taruhannya.
7. BLUD boleh mengangkat Dewan Pengawas
Sepanjang asset maupun omsetnya memenuhi persyaratan sebagaimana yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Untuk saat ini diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 109/PMK.05/2007 tentang Dewan Pengawas Badan Layanan
Umum. Dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut, disebutkan bahwa Dewan
Pengawas dapat berjumlah 3 (tiga) orang kalau nilai asetnya sebesar 75 (tujuh puluh
lima) miliar rupiah sampai dengan 200 (dua ratus) miliar rupiah, atau nilai omsetnya
antara 15 (lima belas) miliar sampai dengan 30 (tiga puluh) miliar rupiah setahun.
Sementara itu, Dewan Pengawas dapat berjumlah antara 3 (tiga) atau 5 (lima) orang
kalau nilai asetnya diatas 200 (dua ratus) miliar rupiah atau nilai omsetnya di atas 30
milai rupiah setahun. Yang berhak jadi dewan pengawas adalah Sekretaris Daerah,
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan Tenaga Ahli. Sedangkan BLUD Unit Kerja,
terdiri dari Kepala SKPD induk, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, dan Tenaga
Ahli.
8. Remunerasi pejabat pengelola BLUD, dewan pengawas, sekretaris dewan pengawas
dan pegawai BLUD dapat diberikan remunerasi sesuai dengan tingkat tanggungjawab
dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan. Sehingga tidak lagi pengaturannya
seperti PNS, kalau golongan dan masa kerja sama, gaji yang diterima setiap bulan
akan sama. Namun kalau sudah jadi BLUD besaran remunerasi dapat dihitung
berdasarkan indikator penilaian antara lain: (1) pengalaman dan masa kerja (basic
index); (2) ketrampilan, ilmu pengetahuan dan perilaku (competency index); (3) resiko
kerja (risk index); (4) tingkat kegawatdaruratan (emergency index); (5) jabatan yang
disandang (position index); dan (6) hasil/capaian kinerja (performance index).
9. Penetapan tarif BLUD
Ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah (bukan dengan Peraturan Kepala
Daerah). Karena untuk mempercepat proses penetapan dan efisiensi biaya. Namun
demikian, penetapan tarif harus mempertimbangkan kontinuitas dan pengembangan
layanan, daya beli masyarakat, serta kompetisi yang sehat. Selain itu, dalam
penetapan tarif, Kepala Daerah dapat membentuk tim untuk mengkaji kelayakan
besaran tarif yang akan ditetapkan, yaitu dengan melibatkan pembina teknis, pembina
keuangan, unsur perguruan tinggi dan lembaga profesi. Penetapan tarif pada BLUD
mestinya berdasarkan unit cost. Untuk itu, perlu dipahami oleh jajaran pemerintah
daerah, bahwa SKPD atau Unit Kerja yang sudah menerapkan PPK-BLUD,
kewajiban pemerintah daerah dalam hal ini APBD masih tetap diperlukan dalam
meningkatkan pelayanannya. Karena pendapatan BLUD itu minimal sama dengan
belanja/biayanya.
10. Laporan Keuangan
BLUD merupakan perangkat daerah yang tidak dipisahkan. Untuk itu laporan
keuangan BLUD merupakan bagian dari laporan keuangan SKPD atau Pemerintah
Daerah. BLUD akuntansinya wajib menggunakan Standar Akuntansi Keuangan yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sementara laporan Keuangan
Pemerintah menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, maka di sini perlu adanya konsolidasian dalam menyusun laporan
keuangan BLUD.

D. Akuntansi, Pelaporaan dan Pertanggungjawaban


1. Akuntansi
BLUD menyelenggarakan akuntansi dan iaporan keuangan sesuai dengan standar
akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia untuk
manajemen bisnis yang sehat. Penyelenggaraan akuntansi dan laporan keuangan
menggunakan basis akrual baik dalam pengakuan pendapatan, biaya, aset, kewajiban
dan ekuitas dana. Apabila tidak terdapat standar akuntansi yang diterbitkan oleh
asosiasi profesi akuntansi Indonesia BLUD dapat menerapkan standar akuntansi
industri yang spesifik setelah mendapatkan
persetujuan dari Menteri Keuangan. BLUD mengembangkan dan menerapkan sistem
akuntansi dengan berpedoman pada standar akuntansi yang berlaku untuk BLUD
yang bersangkutan dan ditetapkan oleh
kepala daerah dengan peraturan kepala daerah.
2. Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Laporan keuangan BLUD terdiri dari:
a. neraca yang menggambarkan posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan
ekuitas dana pada tanggal tertentu;
b. laporan operasional yang berisi informasi jumlah pendapatan dan biaya BLUD
selama satu periode;
c. laporan arus kas yang menyajikan informasi kas berkaitan dengan aktivitas
operasional, investasi, dan aktivitas pendanaan dan/atau pembiayaan yang
menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir kas selama
periode tertentu; dan
d. catatan atas laporan keuangan yang berisi penjelasan naratif atau rincian dari
angka yang tertera dalam laporan keuangan.
Selain empat laporan keuangan diatas laporan keuangan juga disertai dengan laporan
kinerja yang berisikan informasi pencapaian hasil/keluaran BLUD.

Anda mungkin juga menyukai