Anda di halaman 1dari 31

i

UPAYA PEMANFAATAN LIMBAH ORGANIK GUNA PENINGKATAN


KESUBURAN TANAH PADA LAHAN PASCA TAMBANG TANAH LIAT
DENGAN METODE SEJUTA LUBANG BIOPORI AKSI GUNA

LAPORAN PENELITIAN

Oleh
BAMBANG SUGIHARTO
NPM: 1103140039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE TUBAN
2018

i
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENELITIAN

“Upaya Pemanfaatan Limbah Organik Guna Peningkatan Kesuburan Tanah


Pada lahan Pasca Tambang Tanah Liat Dengan Metode Sejuta Lubang Biopori
Aksi Guna”

PT. SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.


Unit Kerja : Section of Land Reclamation
Periode : 1 Oktober s.d 30 Nopember

Disusun oleh :
Bambang Sugiharto (1103140039)

Program Studi Pendidikan Biologi


Universitas PGRI Ronggolawe Tuban

Tuban, 15 Desember 2018


PT. SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
Menyetujui,
Pembimbing Lapangan Pembimbing Penelitian

Eko Purnomo, ST. Dr. Imas Cintamulya, M.Si.

Mengetahui,
SM of Group Learning Center Ka. Prodi Pendidikan Biologi

Tony Gunawan, ST., MM. Dr. Imas Cintamulya, M.Si

ii
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan magang yang berjudul “Upaya Pemanfaatan Limbah Organik Guna


Peningkatan Kesuburan Tanah Pada lahan Pasca Tambang Tanah Liat Dengan
Metode Sejuta Lubang Biopori Aksi Guna” telah dipertahankan di depan dewan
penguji.

Tuban, 14 Desember 2018

Mengetahui,
Pembimbing Penelitian Ka. Prodi Pendidikan Biologi

Dr. Imas Cintamulya, M.Si Dr. Imas Cintamulya, M.Si


NIDN. 002056602 NIDN. 002056602

Mengetahui,
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Djoko Apriono, M.Pd.


NIDN. 0001046602

iii
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas berkat rahmat Allah SWT sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Upaya Pemanfaatan Limbah Organik Guna
Peningkatan Kesuburan Tanah Pada lahan Pasca Tambang Tanah Liat Dengan
Metode Sejuta Lubang Biopori Aksi Guna”. Laporan ini disusun sebagai wujud
hasil penelitian yang merupakan suatu kerja sama antara Universitas PGRI
Ronggolawe Tuban dengan PT. Semen Indonesia, Tbk. dalam progran Intership
Mahasiswa yang diselenggarakan oleh PT. Semen Indonesia, Tbk.
Selama menyelesaikan laporan penelitian ini, penulis telah banyak
memperoleh bantuan, dorongan, pengarahan, dan sumbangan fikiran dari berbagai
pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Supiana Dian Nurtjahyani, M.Kes., selaku Rektor UNIROW Tuban beserta

jajarannya yang telah menyediakan berbagai macam fasilitas dan pelayanan,

sehingga kegiatan penelitian dapat terlaksana dengan baik.

2. Dr. H. Djoko Apriono, M.Pd., selaku Dekan FKIP UNIROW Tuban.

3. Dr. Imas Cintamulya, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi

sekaligus Dosen pembimbing dalam penelitian ini.

4. PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. sebagai pihak pelaksana program


Intership bidang penelitian bagi mahasiswa.
5. Eko Purnomo ST. selaku pembimbing lapangan yang telah banyak
membantu penulis dalam pengambilan sampel dan bahan penelitian.
6. Seluruh Dosen UNIROW Tuban, khususnya di lingkungan Program Studi
Pendidikan Biologi yang telah banyak memberikan bekal pengetahuan dan
pengalaman sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan penelitian ini.
7. Orang tua serta keluarga yang selalu mendukung, memberikan motivasi,
dukungan, dan do’a kepada penulis.

iv
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

8. Bu Evit dan segenap pasukan siap sedia yang telah membantu terselesainya
penelitian ini.
Penulis berharap semoga amal baik semua pihak yang membantu penulis
mendapat balasan yang setimpal dari Allah Yang Maha Esa.

Tuban, 15 Desember 2018

Penulis

v
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN (Pengesahan Perusahaan) ................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN (Pengesahan Universitas) ................................. iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 2
1.3 Metodologi Pengumpulan Data ................................................................ 2
1.4 Metode Penyusunan Laporan .................................................................... 3
1.5 Waktu dan Tempet Pelaksanaan Penelitian .............................................. 3
1.6 Nama Unit Kerja Tempat Pelaksanaan Penelitian .................................... 3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Singkat Perusahaan ...................................................................... 4
2.2 Serasah ...................................................................................................... 6
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi ...................................... 8
2.4 Biopori ...................................................................................................... 10
2.5 Data Standarisasi Nasional Kompos ........................................................ 13
BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Tugas Pokok Unit Kerja ............................................................................ 14
3.2 Uraian Singkat Tugas Pokok Unit Kerja ................................................... 14
3.3 Struktur Organisasi Unit Kerja.................................................................. 14
3.4 Judul Tugas ............................................................................................... 15
3.5 Latar Belakang Masalah ............................................................................ 15
3.6 Ide Perbaikan ............................................................................................. 16
3.7 Implementasi ............................................................................................. 16
3.8 Evaluasi ..................................................................................................... 17
3.9 Uraian Kegiatan Kerja Praktik .................................................................. 19
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................................... 22
4.2 Saran .......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23
LAMPIRAN ......................................................................................................... 24

vi
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberadaan area pasca tambang tanah liat PT. Semen Indonesia Tbk.
Meninggalkan jejak galian tanah liat dan membuat dampak yang baik apabila ada
program pengembalian ekosistem dan struktur biologis lahan pasca tambang.
Berbagai metode yang dilakukan pada program reklamasi PT. Semen Indonesia
Tbk. adalah penanaman tumbuhan dengan media Topsoil, Spoil dan Semen reject.
Metode tersebut cukup intensif digunakan pada lahan bekas tambang PT. Semen
Indonesia Tbk. Mengingat sebelumnya struktur tanah pada lahan bekas tambang
lebih keras daripada tanah pada umumnya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
pepohonan yang dapat tumbuh dengan baik pada area bekas galian tanah liat.
Berbagai tumbuhan di area galian tanah liat menghasilkan sampah organik yang
melimpah dibawah tegakan pepohonan.
Limbah organik umumnya memiliki kandungan zat hara yang digunakan untuk
membantu proses pertumbuhan tanaman. Sehingga serasah memiliki potensi untuk
diolah menjadi pupuk yang potensial. Hasil pengolahan limbah organik dapat
digunakan sebagai pupuk untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman sehingga
hasil dari tanaman di bekas galian tanah liat dapat berkembang dengan optimal.
Pada umumnya pembuatan pupuk dilakukan ditempat yang berbeda selain ditempat
bekas galian tanah liat, namun keberadan lubang resapan biopori sebenarnya bisa
dicoba.selain menyingkat waktu, juga memanfaatkan lahan yang tidak terpakai
disekitar area pasca tambang.
Dari uraian tersebut, maka dilakukan penelitian “Upaya Pemanfaatan Limbah
Organik Guna Peningkatan Kesuburan Tanah Pada lahan Pasca Tambang Tanah
Liat Dengan Metode Sejuta Lubang Biopori Aksi Guna”, yang bertujuan untuk
mengetahui seberapa efektifnya pupuk yang menggunakan metode biopori secara
langsung diarea lahan pasca tambang PT. Semen Indonesia, Tbk.

1
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.2.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui efektifitas biopori sebagai peningkatan kesuburan tanah pada lahan
pasca tambang tanah liat PT. Semen Indonesia Tbk.
2. Mengetahui konsentrasi pupuk dari hasil biopori di lahan pasca tambang tanahy
liat PT. Semen Indonesia Tbk.

1.2.2 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi PT. Semen Indonesia Tbk. dapat digunakan sebagai informasi dalam
pengelolaan lebih lanjut terkait pemanfaatan limbah organik di area lahan pasca
tambang.
2. Bagi Universitas PGRI Ronggolawe, penelitian ini dapat menjadi informasi baru
bagi mahasiswa terkait dengan potensi limbah organik sehingga dapat
memunculkan inovasi terbaru dalam hal penelitian, pengabdian maupun hasil
produk.
3. Bagi peneliti mendapatkan pengalaman dan informasi mengenai efektivitas
pembuatan pupuk dengan metode biopori di area lahan pasca tambang PT.
Semen Indonesia Tbk.
4. Sebagai bahan informasi dan tambahan referensi bagi para peneliti yang tertarik
untuk melakukan penelitian lanjutan di lahan pasca tambang tanah liat industri
semen di Kabupaten Tuban.
5. Sebagai tambahan informasi dan wawasan dalam bidang pendidikan mengenai
efektifitas metode biopori untuk kesuburan tanah .
1.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode eksperimen
dengan membuat sampel lubang biopori di beberapa titik. Perlakuan tersebut berupa
ukuran kedalaman dan jarak antar biopori.

2
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

1.4 Metode Penyusunan Laporan


Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk penyusunan laporan
dijelaskan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 1.1

Studi literatur limbah organik pada lahan


pasca tambang tanah liat PT. Semen
Indonesia Tbk, Kabupaten Tuban

Pembuatan titik biopori

Pelaksanaan pembuatan pupuk dari limbah


organik dengan metode biopori

Pengamatan dekomposisi pupuk organik


interval waktu 2 minggu sekali

Penggolongan kriteria hasil pengamatan


dekomposisi pupuk berdasarkan Data

Penyusunan Laporan
Gambar 1.1 Susunan Alur Metode Penyusunan Laporan

1.5 Waktu dan Tempat


Pengambilan sampel dilakukan di Area Lahan Pasca Tambang Tanah Liat PT.
Semen Indonesia Tbk, Kabupaten Tuban. Sedangkan proses penelitian dilakukan
di Laboratorium Biologi Universitas PGRI Ronggolawe Tuban. Penelitian ini
dilakukan pada 1 Oktober 2018 – 30 Nopember 2018.

1.6 Nama Unit Kerja


Nama unit kerja yang menjadi tempat penelitian adalah Section of Land
Reclamation.

3
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Singkat Perusahaan


Sejak ditemukannya deposit batu kapur dan tanah liat pada tahun 1935
sebagai bahan baku semen oleh seorang sarjana Belanda Ir. Van Es di Gresik.
Selajutnya pada tahun 1950, wakil presiden RI yang pertama, Moh Hatta
menghimbau kepada pemerintah untuk mendirikan pabrik semen di Gresik. Untuk
menindak lanjuti hal tersebut maka dilakukan penelitian ulang dengan dibantu oleh
Dr. F. Leufer dan Dr. A Kreaft dari Jerman, yang akhirnya menyimpulkan bahwa
deposit tersebut mampu untuk persediaan selama 60 tahun untuk pabrik dengan
kapasitas 250.000 ton/tahun.
Dari hasil penelitian tersebut, maka dibangun pabrik semen yang pertama di
Indonesia. Realisasi pembangunan pabrik Semen Indonesia oleh pemerintah
diserahkan kepada Bank Industri Negara (BIN). Pada tanggal 25 Maret 1953,
dengan akta notaris Raden Mester Soewardi no. 41 oleh BIN didirikan NV pabrik
Semen Indonesia sebagai badan hokum perusahaan itu. Pabrik ini diresmikan oleh
presiden Soekarno tanggal 17 Agustus 1957 dengan kapasitas 250.000 ton/tahun.
Proyek diserahkan kepada BIN dibantu Bank Exim (USA). Proyek dilaksanakan
oleh beberapa perusahaan untuk penentuan lokasi dan pembuatan pola pabrik
dilaksanakan oleh White Engineering dan Mc Donald Engineering, sedangkan
designnya dilakukan oleh GA Anderson, gambar perencanaan oleh HK Fergusoh
Company dan kontraktor adalah Marrison Knudsen Internasional Co. Inc dan AS.
Pabrik ini mengadakan uji coba operasi pada awal Maret 1957. Kemudian
setelah terbukti bahwa pabrik tersebut dapat beroperasi dengan baik, maka sesuai
rencana dan kebutuhan, pada tahun 1966 diadakan perluasan pertama dengan
menambah sebuah tanur pembatasan (proses basah) beserta unit lainnya yang
berkapasitas 125.000 ton/tahun. Pelaksanaan pekerjaan perluasan yang pertama ini
berhasil diselesaikan tahun 1961.
Pada tahun 1969 PT. Semen Indonesia menjadi BUMN pertama yang
berubah menjadi PT (Perseroan) yaitu pada tanggal 24 Oktober 1961. Perluasan

4
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

kedua dilaksanakan pada bulan Desember 1970. Perluasan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas produksi menjadi 500.000 ton/tahun dengan menambah
tanur pembakaran beserta perangkat lainnya. Perluasan ini diresmikan oleh
Presiden Soeharto pada tanggal 10 Juli 1972.
Pada awal 1976 pabrik ini mengalami perluasan ketiga. Berbeda dengan unit
pabrik lama yang menggunakan proses basah, perluasan ketiga ini membangun unit
pabrik baru yang menggunakan proses kering. Perluasan ini dengan menambahkan
dua buah tanur pembakaran beserta perlengkapannya. Setiap tanur pembakaran unit
yang baru ini mempunyai kapasitas produksi 500000 ton/tahun sehingga total
kapasitas Pabrik Semen Indonesia menjadi 1.500.000 ton/tahun. Pelaksanaan
perluasan ketiga ini terselesaikan pada akhir tahun 1978. Pabrik proses kering
diresmikan pada tanggal 2 Agustus 1979 oleh menteri perindustrian AR. Soehot
Pada tahun 1990 Semen Indonesia (Persero), Tbk mengembangkan pabrik di Tuban
dengan sumber dana dari penjualan sahamnya di Semen Cibinong, penjualan saham
di bursa serta dana sendiri dengan melakukan kerja sama dengan Fuller
Internasional. Pada tahun 1994 pabrik unit 1 di Tuban dengan kapasitas 2,3 juta
ton/tahun di resmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 26 September 1994
sehingga kapasitas total menjadi 4,1 juta ton/tahun.
Perluasan terus berlanjut dan dimulai pada awal tahun 1995 dengan
mendirikan pabrik semen Tuban 2 dengan kapasitas 2,3 juta ton/tahun yang
merupakan perluasan pabrik semen Indonesia 3/Tuban 1 dan terselesaikan pada
tahun 1997. Pabrik semen Tuban 2 ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada
tanggal 17 April 1997 di Cilacap. Dengan diresmikannya pabrik Tuban 2 ini maka
kapasitasnya menjadi 6,4 juta ton/tahun. Ketika proyek pabrik semen Tuban 2
dalam tahap penyelesaian, sejak awal tahun 1996 dilaksanakan proyek Pabrik
Tuban 3 yang diselesaikan pada tahun 1998, sehingga kapasitasnya menjadi 8,7 juta
ton/tahun.
Tonggak keberhasilan dari Semen Indonesia adalah tercapainya konsolidasi
dengan Semen Padang dan Semen Tonasa pada tanggal 15 September 1995. Dalam
tahun yang sama telah berhasil dilakukan penawaran umum terbatas saham (Right
issue) yang pertama dan hasilnya digunakan untuk pengalihan 100% saham

5
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

milikpemerintah pada Semen Padang dan Semen Tonasa berkat kerja sama yang
baik antar pegawai maka pada tanggal 19 Mei 1996 PT Semen Indonesia (Persero),
Tbk memperoleh Sertifikat ISO 1992 untuk unit 1 dan 2 di Gresik dan unit 1, 2, dan
3 di Tuban, adanya krisis moneter di Indonesia, membuat PT Semen Indonesia
(Persero), Tbk membuat program Privatisasi.
Pada tanggal 17 September 1998, Negara RI melepas kepemilikan sahamnya
di Perseroannya sebesar 14% melalui penawaran terbuka yang dimenangkan oleh
Cemex S.A de C.V. sebuah perusahaan semen global yang berpusat di Meksiko.
Komposisi kepemilikan saham berubah menjadi Negara RI 57%, masyarakat 39%,
dan Cemex 14%. Sejak tanggal 31 Januari 1999 kepemilikan saham PT Semen
Indonesia (Persero), Tbk berubah di mana pemerintah RI mempunyai saham
51,01%, masyarakat 23,46%, dan Cemex 25,53%. Blue Valley Holding PTE Ltd
yang berkantor di Singapura merupakan salah satu perusahaan Rajawali Grup pada
tanggal 27 Juli 2006 membeli 24,90% (147.694.848 lembar) saham Semen
Indonesia yang dimiliki Cemex. Komposisi kepemilikan saham berubah menjadi:
Pemerintah 51,01%, masyarakat 24,09% dan Blue Valley Holding PTE Ltd
24,90%. Seiring dengan pelaksanaan Program Pembelian kembali saham perseroan
maka komposisi kepemilikan saham pada 31 Desember 2008 berubah menjadi
Negara RI 51,59%, Blue Valley Holding Pte. Ltd 25,18%, dan masyarakat 23,23%.
Ruang lingkup kegiatan perseroan dan anak perusahaan meliputi berbagai
kegiatan industri, namun kegiatan utamanya adalah dalam sektor industri semen.
Lokasi pabrik berada di Gresik dan Tuban, Jawa Timur, Indarung di Sumatera Barat
serta Pangkep di Sulawesi Selatan. Hasil produksi Perseroan dan anak perusahaan
dipasarkan di dalam dan ke luar negeri.

2.2 Serasah
2.2.1 Pengertian Serasah
Serasah merupakan sampah organik berupa dedaunan kering, ranting ataupun
vegetasi lainnya yang sudah mengering dan berubah dari warna aslinya. Sebagian
besar unsur hara yang dikembalikan ke lantai hutan adalah dalam bentuk serasah.
Unsur hara ini tidak dapat langsung diserap oleh tumbuhan, tetapi harus melalui

6
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

proses dekomposisi terlebih dahulu. Cepat lambatnya proses dekomposisi serasah


juga merupakan salah satu indikator cepat atau lambatnya humus terbentuk. Humus
sangat penting bagi konservasi tanah dan air (Fiqa, 2010). Guguran daun diartikan
sebagai penurunan bobot yang disebabkan oleh beberapa parameter fisika-kimia
yang disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti suhu, embun atau kelembaban dan
ketersediaan nutrient (Ananda, 2007).
Serasah berperan dalam keluar-masuknya nutrisi dalam suatu ekosistem.
Dekomposisi serasah merupakan mekanisme primer bahan organik dan hara
dikembalikan ke tanah untuk penyerapan ulang oleh tanaman (Sreekala, 2001).
Serasah mempunyai peranan penting bagi tanah dan mikroorganisme yang ada di
dalamnya. Setelah mengalami penguraian atau proses dekomposisi, serasah akan
menghasilkan hara, sehingga dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Peran
serasah dalam proses penyuburan tanah dan tanaman sangat tergantung pada laju
produksi dan laju dekomposisinya. Selain itu komposisi serasah akan sangat
menentukan dalam penambahan hara ke tanah dan dalam menciptakan substrat
yang baik bagi organisme pengurai (Aprianis, 2011).

2.2.2 Dekomposisi Serasah


Menurut Andrianto (2015), dekomposisi merupakan proses penghancuran
bahan organik mati yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika menjadi bahan-
bahan mineral dan humus koloidal organik. Oleh karena itu, dekomposisi bahan
organik juga sering disebut proses mineralisasi. Proses ini merupakan proses
mikroba (dekomposer) dalam memperoleh energi bagi perkembang biakannya.
Dekomposisi serasah memainkan peran yang sangat penting dalam kesuburan
tanah, seperti regenerasi dan keseimbangan nutrisi dari senyawa organik yang ada
di dalamnya. Nutrisi yang diperoleh dari dekomposisi serasah ialah proses awal
dalam siklus nutrisi di hutan. Dekomposisi serasah terjadi disebabkan oleh beberapa
faktor termasuk faktor fisik dan kimia, habitat serta makro dan mikrofauna (Kumar
& Tewari, 2014).

7
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Dekomposisi Serasah


Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi bahan organik dari
sisi dekomposernya adalah suhu, kelembaban, salinitas, dan pH. Proses ini sangat
besar peranannya dalam siklus energi dan rantai makanan pada ekosistem. Menurut
Sulistiyanto (2005), secara umum laju dekomposisi lebih lambat pada pH rendah
dibanding pada pH netral. Lebih lanjut, bahan serasah yang mempunyai nisbah C/N
yang tinggi lebih susah terdekomposisi dibanding bahan serasah yang mempunyai
nisbah C/N yang rendah. Serasah yang berada pada daerah yang mempunyai jumlah
mikroorganisme yang lebih banyak cenderung lebih cepat terdekomposisi
dibanding pada daerah yang mempunyai jumlah mikroorganisme sedikit. Laju
dekomposisi serasah lebih cepat pada kondisi aerobik dibanding kondisi anaerobik.

2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Laju Dekomposisi


Menurut Adi Budi Yulianto, dkk. (2009:7), faktor-faktor yang mempengaruhi
proses pengomposan adalah sebagai berikut:
1. Rasio C/N
Zat arang atau karbon (C) dan nitrogen (N) dapat ditemukan di seluruh bagian
sampah organik. Dalam proses pengomposan, C merupakan sumber energi bagi
mikroba sedangkan N berfungsi sebagai sumber makanan dan nutrisi bagi mikroba.
Besarnya rasio C/N tergantung pada jenis sampah. Mikroba memecah senyawa C
sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Mikroba
mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein (Adi Budi
Yulianto, dkk., 2009:7).
2. Ukuran Partikel
Ukuran partikel sangat menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas).
Pori yang cukup akan memungkinkan udara dan air tersebar lebih merata dalam
tumpukan. Semakin meningkatnya kontak antara mikroba dengan bahan maka
proses penguraian juga akan semakin cepat (Jeris and Regan, 1993). Ukuran
Partikel Ukuran partikel sangat menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas).
Pori yang cukup akan memungkinkan udara dan air tersebar lebih merata dalam

8
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

tumpukan. Semakin meningkatnya kontak antara mikroba dengan bahan maka


proses penguraian juga akan semakin cepat (Jeris and Regan, 1993).
3. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen.
Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadinya peningkatan suhu yang akan
menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas, ukuran partikel bahan dan
kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka dapat terjadi
proses anaerob yang akan menghasilkan amonia yang berbau menyengat (Jeris and
Regan, 1993 dalam Adi Budi Yulianto, dkk., 2009:8-9).
4. Porositas
Porositas adalah rongga diantara partikel di dalam tumpukan kompos yang
berisi air atau udara. Udara akan mensuplai oksigen untuk proses pengomposan.
Apabila rongga memiliki kandungan air yang cukup banyak maka pasokan oksigen
akan berkurang dan proses pengomposan akan terganggu. Porositas dipengaruhi
oleh kadar air dan udara dalam tumpukan. Oleh karena itu, untuk menciptakan
kondisi porositas yang ideal pada saat pengomposan perlu diperhatikan kandungam
air dan kelembaban (Jeris and Regan, 1993).
5. Kelembaban
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen.
Organisme pengurai dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik
tersebut larut dalam air. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan
mengalami penurunan. Jika kelembaban lebih besar dari 60%, maka unsur hara
akan tercuci dan volume akan berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan
menurun dan akan terjadi fermentasi anaerob (Jeris and Regan, 1993).
6. Suhu
Peningkatan antara suhu dengan konsumsi oksigen memiliki hubungan
perbandingan lurus. Semakin tinggi suhu, maka akan semakin banyak konsumsi
oksigen dan akan semakin cepat pula proses penguraian. Tingginya oksigen yang
dikonsumsi akan menghasilkan CO2 dari hasil metabolisme mikroba sehingga

9
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

bahan organik semakin cepat terurai. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat
dalam tumpukan kompos. Suhu yang berkisar antara 30o-60oC menunjukkan
aktivitas pengomposan yang cepat. Sedangkan suhu yang tinggi dari 60oC akan
membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba termofilik saja yang tetap
bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen
tanaman dan benih-benih gulma. Ketika suhu telah mencapai 70oC, maka segera
lakukan pembalikan tumpukan atau penyaluran udara untuk mengurangi suhu,
karena akan mematikan mikroba termofilik (Jeris and Regan, 1993).
7. Kadar pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH 5,5-9. Proses
pengomposan akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu
sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam secara temporer atau lokal akan
menyebabkan penurunan pH (derajat keasaman), sedangkan produksi amonia dari
senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-
fase awal pengomposan. Kadar pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati
netral. Kondisi kompos yang terkontaminasi air hujan juga dapat menimbulkan
masalah pH tinggi (Epstein, 1997).

2.4 Biopori
2.4.1 Pengertian Biopori
Banyak orang yang belum mengetahui arti, makna atau pengertian dari
istilah “biopori”, tetapi ada juga yang sudah paham arti dari istilah tersebut, dan ada
beberapa yang hanya sekedar tahu, tapi pemahamannya belum. Oleh karena itu,
penulis akan memaparkan pengertian dari istilah „biopori‟ dalam berbagai
pendapat, yaitu: Tim Biopori IPB (2007) menguraikan bahwa biopori adalah
“lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat berbagai akitifitas
organisma di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman, rayap, dan fauna
tanah lainnya”. Lubanglubang yang terbentuk akan terisi udara, dan akan menjadi
tempat berlalunya air di dalam tanah.

10
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

2.4.2 Lubang Resapan Biopori


Diatas adalah beberapa pendapat tentang pengertian dari “biopori”, untuk
selanjutnya penulis akan memaparkan tentang pengertian dari lubang biopori.
Dalam hal ini, banyak pendapat dari beberapa ahli mengenai “lubang biopori”.
Untuk itu, pembaca diharapkan bisa mencermati dan sekaligus memahami arti dari
istilah tersebut.
a. Ir. Kamir R. Brata, Msc dari Institut Pertanian Bogor (2009) telah
mengartikan Lubang resapan biopori adalah metode resapan air yang
ditujukan untuk mengatasi banjir dengan cara meningkatkan daya resap air
pada tanah.
b. Lubang biopori adalah lubang yang dengan diameter 10 sampai 30 cm dengan
panjang 30 sampai 100 cm yang ditutupi sampah organik yang berfungsi
untuk menjebak air yang mengalir di sekitarnya sehingga dapat menjadi
sumber cadangan air bagi air bawah tanah, tumbuhan di sekitarnya serta dapat
juga membantu pelapukan sampah organik menjadi kompos yang bisa
dipakai untuk pupuk tumbuh-tumbuhan (Anonim, 2008).
c. Menurut Jhon Herf(2009), lubang resapan biopori (LRB) adalah lubang
silindris yang dibuat ke dalam tanah dengan diameter sepuluh sampai dengan
tiga puluh sentimeter. Pada leaflet Biopori dijelaskan, kedalamannya sekitar
seratus sentimeter atau tidak melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang
diisi sampah organik untuk mendorong terbentuknya biopori. Biopori adalah
pori berbentuk liang (terowongan kecil) yang dibentuk oleh aktivitas fauna
tanah atau akar tanaman.
d. Lubang Resapan Biopori menurut Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor:P.70/MenhutII/2008/Tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan
dan Lahan, adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat
berbagai aktivitas organisme di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman,
rayap, dan fauna tanah lainnya. Lubang - lubang yang terbentuk akan terisi
udara dan akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah.

11
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

2.4.3 Cara membuat Lubang Resapan Biopori


Cari lokasi yang tepat untuk membuat lubang LRB, yaitu pada daerah air
hujan yang mengalir seperti taman, halaman parkir, dsb nya.
tanah yang akan dilubangi disiram dengan air supaya mudah untuk
dilubangi.
1. Letakkan mata bor tegak lurus dengan tanah untuk memulai
pengeboran.
2. Lubangi tanah dengan bor Biopori, (bor Biopori adalh bor untuk tanah
mineral, (bor Biopori adalah bor untuk tanah mineral), dengan menekan
bor kekanan sambil diputar kekanan hingga bor masuk kedalam tanah.
3. Dan untuk memudahkan dalam pengeboran, lakukan penyiraman
dengan air selama pengeboran.
4. Nah setiap kurang lebih 15 cm atau sedalam mata bor berhenti, tarik
mata bor sambil tetap diputar kearah kanan, untuk membersihkan tanah
yang berada didalam mata bor.
5. Bersihkan tanah dari dalam mata bor dengan menggunakan pisau atau
alat tusuk lainnya, dimulai dengan menekan tanah dari sisi dalam mata
bor sehingga tanah mudah dilepaskan.
6. Lakukan terus proses pelubangan tanah berulang-ulang hingga
mencapai kedalaman kurang lebih 100cm.
7. Apabila tanah berbatu atau kerikil, sehingga terhambatnya pengeboran,
maka pengeboran dapat dihentikan hingga kedalamn yang bisa ditembus
oleh mata bor saja, walaupun hanya mencapai kedalaman kurang lebih
50 cm.
8. lalu isi dengan sampah organik.

Gambar lubang resapan biopori


Sumber : wordpress.com

12
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

2.5 Data Standarisasi Nasional Kompos (SNI: 17-03-2003)


Untuk mengetahui kualitas dari pupuk kompos diperlukan beberapa
parameter yang menetukan kulaitas dari pupuk kompos tersebut. Menurut Adi Budi
Yulianto (2009) parameter pupuk kompos yang berkualitas berdasarkan Data
Standarisasi Nasioal Kompos (SNI: 17-03-2003) dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Data Standarisasi Nasioal Kompos (SNI: 17-03-2003)
No Parameter Satuan Minimal Maksimal
1 Kadar air % 50
2 Temperatur Suhu air tanah
3 Warna Kehitaman
4 Bau Berbau tanah
5 Ukuran Partikel mm 0,55 25
6 Kemampuan ikat partikel % 58
7 pH 6,80 7,49
8 Bahan asing % * 1,5

UNSUR MAKRO
(1) (2) (3) (4) (5)
9 Bahan organik % 27 58
10 Nitrogen % 0,40
11 Karbon % 9,80 32
12 Phosfur (P2O5) % 0,10
13 C/N rasio 10 20
14 Kalium (K2O) % 0,20 *
UNSUR MIKRO
(1) (2) (3) (4) (5)
15 Arsen mg/kg * 13
16 Cadmium (Cd) mg/kg * 3
17 Cobalt (Co) mg/kg * 34
18 Chromium (Cr) Mg/kg * 210
19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100
20 Merkuri (Hg) mg/kg * 0,8
21 Nikel (Ni) mg/kg * 62
22 Timbal (Pb) mg/kg * 150
23 Selenium (Se) mg/kg * 2
24 Seng (Zn) mg/kg * 500

13
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Tugas Pokok Unit Kerja


Adapun tugas pokok unit kerja Biro Tambang adalah merencanakan,
mengkoordinasikan, mengarahkan, dan mengevaluasi kegiatan di bidang:
a. Perencanaan dan pengawasan tambang
b. Pelaksanaan operasi tambang
c. Pengelolaan lahan pasca tambang
Sedangkan Seksi Pengelolaan Lahan Pasca Tambang adalah merencanakan,
mengkoordinasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pengelolaan lahan
pasca tambang, yang meliputi:
a. Perencanaan dan operasi reklamasi lahan pasca tambang
b. Revegetasi di lahan pasca tambang

3.2 Uraian Singkat Tugas Pokok Unit Kerja


Dalam penelitian ini, peneliti masuk ke dalam seksi reklamasi lahan atau section
of land reclamation. Adapun uraian singkat mengenai tugas pokok unit kerja
adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan dan operasi lahan pasca tamabng
Melakukan perencanaan serta operasi lahan-lahan yang telah selesai
ditambang menjadi lahan yang memiliki fungsi ekonomi serta ekologi yang
lebih tinggi
b. Revegetasi di lahan pasca tambang
Melakukan revegetasi atau penanaman kembali dilahan yang telah selesai
ditambang yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi lingkungan lahan
tambang.
3.3 Struktur Organisasi Unit Kerja
Adapun struktur organisasi dari Biro Tambang adalah:

14
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

Berau of Minning

Section of Minning Planning and Section of Land Reclamation Section of Minning Operation
Monitoring

Spv. Land Reclamation Planning Land Reclamation Operation

Spv. Lime Stone Quary Operation Spv. Clay Quary Operation

3.4 Judul Tugas


Adapun judul yang diambil dalam penelitian ini adalah “Upaya Pemanfaatan
Limbah Organik Guna Peningkatan Kesuburan Tanah Pada lahan Pasca Tambang
Tanah Liat Dengan Metode Sejuta Lubang Biopori Aksi Guna”.
3.5 Latar Belakang Masalah
Pemanfaatan sumber daya alam yang berupa tanah dan air sebagai salah satu
modal dasar pembangunan nasional begitupun di PT. Semen Indonesia Tbk., harus
dilaksanakan sebaik-baiknya berdasarkan azas kelestarian, keserasian dan azas
pemanfaatan yang optimal, yang dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologi dan
sosial secara seimbang. Penggunaan pemanfaatan tanah dan lahan yang tidak sesuai
dengan kaidah-kaidah konservasi dan melampaui kemampuan daya dukungnya,
akan menyebabkan terjadinya lahan kritis. Disamping itu perilaku masyarakat yang
belum mendukung pelestarian tanah dan lingkungan menyebabkan terjadinya
bencana alam dan polusi. Untuk menghindari hal tersebut di atas perlu dilakukan
upaya pelestarian lahan pasca tambang tanah liat PT. Semen Indonesia Tbk dan
pengembangan fungsi biopori terus ditingkatkan dan disempurnakan. Biopori pada

15
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

lahan pasca tambang tanah liat dimaksudkan untuk memulihkan kesuburan tanah,
melindungi tata air, dan kelestarian daya dukung lingkungan. Dalam rangka
pemanfaatan sumber daya alam baik berupa tanah dan air perlu direncanakan dan
dikelola secara tepat melalui suatu sistem pengelolaan Lubang Resapan Biopori
(LRB). Salah satu upaya pokok dalam pengelolaan LRB adalah berupa pengaturan
keseimbangan pada lingkungan yang kurang daerah peresapan.
Dari uraian tersebut, maka dilakukan penelitian pada proses penyuburan
tanah dengan metode biopori area lahan pasca tambang tanahnliat yang bertujuan
untuk efektifitas biopori sebagai peningkatan kesuburan tanah yang terdapat di
lahan pasca tambang PT. Semen Indonesia, Tbk.

3.6 Ide Perbaikan


Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan, dapat dilakukan
pemanfaatan limbah organik di area lahan pasca tambang PT. Semen Indonesia
Tbk, menjadi pupuk organik dengan menggunakan biopori. Kegiatan penelitian ini
merupakan langkah awal pada pemanfaatan limbah organik di area lahan pasca
tambang tanah liat PT. Semen Indonesia, Tbk. Dari hasil penelitian ini, diperlukan
adanya suatu penelitian lanjutan terkait unsur makro dan mikro pada pupuk
sekaligus uji coba pada tanaman di area pasca tambang tanah liat sehingga hasil
pembuatan pupuk tersebut nantinya dapat bermanfaat bagi pihak PT. Semen
Indonesia, Tbk. yaitu sebagai media perawatan tanaman yang ada di area pasca
tambang tanah liat.

3.7 Implementasi
Kegiatan penelitian ini meliputi pembuatan sampel biopori yang ada di area
lahan pasca tambang tanah liat PT. Semen Indonesia Tbk,. Setelah dilakukan
pengambilan sampel, serasah daun dibawa ke laboratorium biologi UNIROW
Tuban untuk dilakukan proses pendataan. Selama proses pengomposan dilakukan
monitoring setiap 2 minggu sekali dengan melakukan pengamatan suhu, pH, wrna,
bau dan tekstur pada pupuk yang dibuat.

16
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

3.8 Evaluasi
Kegiatan kerja praktik atau penelitian yang dilakukan meliputi kegiatan
pembuatan sampel limbah organik yang kemudian diolah menjadi pupuk. Selama
proses pengomposan dilakukan monitoring setiap 2 minggu dalam jangka waktu
pengomposan selama 42 hari. Pengambilan sampel dilakukan area lahan pasca
tambang tanah liat PT. Semen Indonesia Tbk,. Dari penelitian yang dilakukan
kemudian dihasilkan data berupa perbedaan pH, warna, suhu, bau dan tekstur pada
beberapa perlakuan penambahan bonggol pisang terhadap pupuk yang dibuat.
3.8.1 Pengukuran Suhu Dan pH
Dalam penelitian ini pengukuran suhu dan pH dilakukan selama proses
pengomposan setiap 14 hari sekali selama 42 hari. Adapun hasil pengukuran suhu
dan pH selama proses pengomposan dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Data Hasil pengukuran pH dan Suhu
Hari Rata-Rata Suhu (0C) Rata-Rata pH
No. Tanggal
ke- P1 P2 P3 P4 P5 P1 P2 P3 P4 P5
17 Oktober 29 29 29 28 29 7,1 7,5 7,7 6,9 7,3
1 14
2018
31 Oktober 30 30 29 29 29 7,1 6,3 6,2 6,1 6,2
2 28
2018
18 30 31 30 29 30 7,0 6,9 7,0 7,3 7,1
3 Nopember 42
2018

Rata-Rata 29,6 30 29,3 28,6 29,3 7,1 6,9 6,9 6,8 6,9

3.8.2 Pengamatan Warna Dan Bau


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama proses
pengomposan diperoleh beberapa perbedaan warna dan bau pada pupuk. Adapun
hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3.3.

17
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

Tabel 3.3. Hasil Pengamatan Warna Dan Bau


Hari Warna Bau
No. Tanggal
ke- P1 P2 P3 P4 P5 P1 P2 P3 P4 P5
17 Oktober C C C C C DL A A DL DL
1 14
2018
31 Oktober CT C C CT CT DL B B DL DL
2 28
2018
18 CH C C CT CT DL B B DL DL
3 Nopember 42
2018
Keterangan Warna* Keterangan Bau*
C : Cokelat A : Anyir
CT : Cokelat Tua B : Busuk
CH : Cokelat Kehitaman DL : Serupa Daun Lapuk
Data pada tabel tersebut merupakan hasil penelitian yang diperoleh melalui
observasi pada tiap pengulangan. Hasil dari observasi warna dan bau pada hari ke-
42 merupakan data yang dianggap valid dan dapat digunakan sebagai kesimpulan
dari hasil penelitian pada parameter warna dan bau.

3.8.3 Pengamatan Tekstur Limbah Organik


Pengamatan tekstur dilakukan dengan mengambil sampel limbah organik
pada biopori yang telah terdekomposisi, kemudian dilakukan pengamatan tekstur
serasah pada hari ke-14, hari ke-28 dan hari ke-42 pada tiap-tiap perlakuan. Adapun
hasil pengamatan tekstur dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Hasil Pengamatan Tektur Serasah
Hari Tekstur Keterangan Tekstur*
No. Tanggal
ke-
P1 P2 P3 P4 P5 K :Keras

1 19 Maret 2018 14 AL K K AL AL AL : Agak Lunak

2 2 April 2018 28 AL AL AL AL AL L : Lunak

3 16 April 2018 42 L AL AL L L

18
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

Data tersebut merupakan hasil pengamatan serasah sebagai bahan pembuatan


pupuk cair pada beberapa perlakuan. Selanjuatnya data yang didapat pada hari ke-
42 dianggap data yang dapat digunakan sebagai kesimpulan karena merupakan
waktu maksimal pengomposan.
3.9 Uraian Kegiatan Kerja Praktik
Berdasarkan praktik penelitian ini serasah dimanfaatkan menjadi pupuk
organik dengan teknik fermentasi decomposer, yaitu suatu teknik fermentasi aerob
dengan bantuan bakteri pengurai dan organisme tanah.

3.9.1 Suhu dan Derat Keasaman (pH)


Berdasarkan hasil penelitian dengan metode observasi, pembuatan biopori
pada lahan pasca tambang tanah liat PT. Semen Indonesia, Tbk. berpengaruh
terhadap laju dekomposisi dan kualitas pupuk organik berdasarkan parameter suhu
dan derajat keasaman (pH). Selama proses pengomposan dilakukan pengukuran
parameter kematangan kompos pada masing-masing perlakuan. Pada hari ke-14
sampai hari ke-41 diperoleh hasil rata-rata P1 bersuhu 29,60C, P2 bersuhu rata-rata
300C, P3 bersuhu rata-rata 29,30C, P4 bersuhu rata-rata 28,60C dan P5 bersuhu rata-
rata 29,30C.
Derajat keasaman (pH) pada masing-masing perlakuan juga menunjukkan
hasil yang berbeda. Pada hari ke-14 sampai hari ke-42 diperoleh hasil rata-rata pH
7,1 pada P1, rata- rata pH 6,9 untuk P2, rata-rata pH 7,0 untuk P3, rata-rata pH 6,8
untuk P4 dan rata-rata pH 6,9 untuk P5.
Hasil pengukuran tersebut menujukkan bahwa pengomposan dengan biopori
berpengaruh terhadap laju dekomposisi pupuk organik. Sehingga, berdasarkan
parameter suhu dan pH pembuatan biopori yang lebih tepat adalah pada P2 yaitu.
Hal ini sesuai dengan data standarisasi pupuk nasional (SNI: 17-03-2003) yang
dikemukakan oleh Adi Budi Yulianto (2009) terkait parameter pupuk kompos yang
berkualitas yaitu suhu sama dengan suhu air tanah (290 C – 310C) dan pH sekitar
6,8 - 7,49.

19
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

3.9.2 Warna Dan Bau


Hasil pengukuran pada pupuk cair organik berdasarkan parameter warna dan
bau, masing-masing perlakuan yang diberikan pada pupuk organik juga
menunjukkan hasil yang berbeda. Berdasarkan parameter warna pada hari ke-14
diperoleh hasil pada P1 rata-rata pada tiap pengulangan berwarna cokelat tua, P2
rata-rata pada tiap pengulangan berwarna cokelat, P3 rata-rata pada tiap
pengulangan berwarna cokelat, P4 rata-rata pada tiap pengulangan berwarna
cokelat tua, P5 rata-rata pada tiap pengulangan berwarna cokelat tua. Pada hari ke-
28 diperoleh hasil, P1 rata-rata pada tiap pengulangan berwarna cokelat kehitaman,
P2 rata-rata pada tiap pengulangan berwarna cokelat tua, P3 rata-rata pada tiap
pengulangan berwarna cokelat, P4 rata-rata pada tiap pengulangan berwarna
cokelat kehitaman, P1 rata-rata pada tiap pengulangan berwarna cokelat tua. Pada
hari ke- 42 diperoleh hasil P1 rata-rata pada tiap pengulangan berwarna cokelat
kehitaman, P2 rata-rata pada tiap pengulangan berwarna cokelat tua, P3 rata-rata
pada tiap pengulangan berwarna cokelat tua, P4 rata-rata pada tiap pengulangan
berwarna cokelat kehitaman, P5 rata-rata pada tiap pengulangan berwarna cokelat
kehitaman.
Perdasarkan parameter bau, pada hari ke-14 diperoleh hasil P1 berbau seperti
daun lapuk, P2 berbau anyir, P3 berbau anyir, P4 berbau seperti daun lapuk, P5
berbau seperti daun lapuk. Pada hari ke- 28 diperoleh hasil P1 berbau seperti daun
lapuk, P2 berbau busuk, P3 berbau busuk, P4 berbau seperti daun lapuk, P5 berbau
seperti daun lapuk. Pada hari ke- 42 diperoleh hasil P1 berbau seperti daun lapuk,
P2 berbau busuk, P3 berbau busuk, P4 berbau seperti daun lapuk, P5 berbau seperti
daun lapuk.
Sehingga, berdasarkan parameter warna dan bau pembuatan pupuk dengan
biopori dirasa tepat pada p1. Hal ini sesuai data yang diperoleh sejak hari ke-28
pupuk yang diberi perlakuan tersebut menunjukkan ciri-ciri sesuai dengan Data
Standarisasi Pupuk Nasional (SNI: 17-03-2003) yang dikemukakan oleh Adi Budi
Yulianto (2009) terkait parameter pupuk kompos yang berkualitas yaitu berwarna
kehitaman dan berbau seperti daun lapuk.

20
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

3.9.3 Tekstur
Hasil pengamatan tekstur pada limbah organik sejak hari ke-14 hingga hari
ke-42 menunjukkan bahwa pembuatan biopori dengan ukuran yang berbeda
berpengaruh terhadap tektur pada limbah organik. Masing- masing perlakuan
tersebut dapat menjadikan tekstur limbah organik lebih cepat lunak.

21
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan metode observasi melalui pengamatan
unsur fisik dari pupuk yang telah dibuat, dapat disimpulkan bahwa beberapa
perlakuan memberikan pengaruh terhadap laju dekomposisi limbah organik.
Efektifitas pembuatan biopori pada penyuburan tanah dapat dilihat pada tektur
tanah yang sebelumnya keras menjadi agak lunak. Kesimpulan tersebut diperoleh
dari hasil pengamatan selama masa pengomposan yang menunjukkan ciri- ciri
sesuai dengan Data Standarisasi Pupuk Nasional (SNI: 17-03-2003) yaitu: memiliki
beberapa parameter unsur fisik yang meliputi suhu, pH rata-rata 71, warna, bau dan
tekstur serasah.

A. Saran
Pada penelitian ini, belum dilakukan pengukuran kandungan unsur makro dan
unsur mikro pada pupuk. Padahal, kandungan kedua unsur tersebut juga
menentukan kualitas pupuk apabila ingin diaplikasikan pada tanaman. Oleh sebab
itu, sebaiknya dilakukan tindak lanjut terkait dengan pengukuran unsur makro dan
unsur mikro pada pupuk sehingga data yang diperoleh lebih akurat dan pupuk dapat
diaplikasikan pada tanaman secara intensif.

22
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

DAFTAR PUSTAKA

Biopori, TIM IPB. 2007. Biopori Teknologi Tepat Guna Ramah Lingkungan-Alat
dan Pemesanan Alat. (Online). (http://biopori.com, diakses 10 Desember
2018).

Herf, Jhon. 2008. Biopori sebagai Peresapan Air yang Mengatasi Banjir dan
Sampah. (Online). (http://jhonherf.wordpress.com.

R, Kamir Brata. 2009. Lubang Resapan Biopori untuk Mitigasi Banjir, Kekeringan
dan Perbaikan. Prosiding Seminar Lubang Biopori (LBR) dapat
Mengurangi Bahaya banjir di Gedung BPPT 2009. Jakarta.

Anonim. 2008. Pengertian Biopori dan Cara Membuat Lubang Resapan Biopori Air
(LRB) pada Lingkungan Sekitar Kita. (Online). (http://organisasi.org.com,
diakses 10 Desember 2018).

23
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

Lampiran : Hasil dan Pengamatan Pupuk dari metode Biopori

No. Foto Pupuk Hasil


1. Suhu : 29,6 0C
pH : 7,1
Warna :cokelat kehitaman
Bau :serupa daun lapuk
Tekstur : lunak

2. Suhu : 30 0C
pH : 6,9
Warna :cokelat
Bau :anyir
Tekstur : agak lunak

3. Suhu : 29,3 0C
pH : 6,9
Warna :cokelat
Bau :anyir
Tekstur : agak lunak

4. suhu : 28,6 0C
pH : 6,8
Warna :cokelat tua
Bau :serupa daun lapuk
Tekstur : lunak

24
Laporan Kerja Praktik Periode Oktober 2018

5. suhu : 29,3 0C
pH : 6,8
Warna :cokelat tua
Bau :serupa daun lapuk
Tekstur : lunak

25

Anda mungkin juga menyukai